Anda di halaman 1dari 13

BAB II

TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu
hidup diluar Rahim (belum viable); dengan kriteria usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin
< 500 g. (Chrisdiono M. Achadiat, 2004)
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram, (prawirohardjo, 2009).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, (Mansjoer,dkk, 2000).
Abortus adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metode obat-obatan
atau bedah, (Morgan, 2009).
Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar disebut abortus.Anak
baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur
kehamilan 28 minggu.Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak yang
kurang dari 500 gram. Jika anak  yang lahir beratnya antara 500 – 999 gram disebut juga dengan
immature.
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
belum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
diuar kandungan, (prawirohardjo, 2010).

2.2 PENYEBAB ABORTUS

1. Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi.


Biasanya menyebabkan abortus pada kehamilan sebelum usia 8 minggu. Kelainan hasil
konsepsi yang berat dapat menyebabkan kematian mudigah pada kehamilan muda. Faktor yang
menyebabkan kelainan ini adalah :
A. Kelainan kromosom, terutama trimosoma dan monosoma X
Abnormalitas embrio atau janin merupakan penyebab paling sering untuk abortus dini
dan kejadian ini kerap kali disebabkan oleh cacat kromosom. Kelainan yang sering
ditemukan pada abortus spontan adalah trisomi,poliploidi dan kemungkinan pula kelainan
kromosom seks.
B. Lingkungan sekitar tempat implantasi kurang sempurna.
Bila lingkungan di endometrium di sekitar tempat implantasi kurang sempurna sehinga
pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi terganggu. Endometrium belum siap
untuk menerima implasi hasil konsepsi. Bisa juga karena gizi ibu kurang karena anemia
atau terlalu pendek jarak kehamilan.
C. Pengaruh teratogen akibat radiasi, virus, obat-obatan tembakau dan alcohol.
Radiasi, virus, obat-obatan, dan sebagainya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi
maupun lingkungan hidupnya dalam uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh
teratogen. Zat teratogen yang lain misalnya tembakau, alkohol, kafein, dan lainnya.

2. Kelainan pada plasenta, misalnya endarteritis vili korialis karena hipertensi


menahun.
Endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta
terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini biasa
terjadi sejak kehamilan muda misalnya karena hipertensi menahun.
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga palsenta tidak dapat berfungsi.
Gangguan pembuluh darah plasenta, diantaranya pada diabetes melitus. Hipertensi menyebabkan
gangguan peredaran darah palsenta sehingga menimbulkan keguguran.

3. Faktor maternal seperti pneumonia, typus, anemia berat, keracunan dan


toksoplasmosis.
Penyakit-penyakit maternal dan penggunaan obat : penyakit menyangkut infeksi virus akut,
panas tinggi dan inokulasi, misalnya pada vaksinasi terhadap penyakit cacar . nefritis kronis dan
gagal jantung dapat mengakibatkan anoksia janin. Kesalahan pada metabolisme asam folat yang
diperlukan untuk perkembangan janin akan mengakibatkan kematian janin. Obat-obat tertentu,
khususnya preparat sitotoksik akan mengganggu proses normal pembelahan sel yang cepat.
Prostaglandin akan menyebabkan abortus dengan merangsang kontraksi uterus.
Penyakit infeksi dapat menyebabkan abortus yaitu pneumonia, tifus abdominalis,
pielonefritis, malaria, dan lainnya. Toksin, bakteri, virus, atau plasmodium dapat melalui
plasenta masuk ke janin, sehingga menyebabkan kematian janin, kemudian terjadi abortus.
Kelainan endokrin misalnya diabetes mellitus, berkaitan dengan derajat kontrol metabolik
pada trimester pertama.selain itu juga hipotiroidism dapat meningkatkan resiko terjadinya
abortus, dimana autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan insidensi abortus walaupun tidak
terjadi hipotiroidism yang nyata.

4. Kelainan traktus genetalia, seperti inkompetensi serviks (untuk abortus pada


trimester kedua), retroversi uteri, mioma uteri dan kelainan bawaan uterus.
Abnoramalitas uterus yang mengakibatkan kalinan kavum uteri atau halangan terhadap
pertumbuhan dan pembesaran uterus, misalnya fibroid, malformasi kongenital, prolapsus atau
retroversio uteri.
Kerusakan pada servik akibat robekan yang dalam pada saat melahirkan atau akibat
tindakan pembedahan (dilatasi, amputasi). Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin
dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkatus, uterus septus, retrofleksi
uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan
serviks postpartum.

5. Trauma.
Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual khususnya kalau
terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat keguguran yang
berkali-kali.

6. Faktor-faktor hormonal.
Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus
pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu, yaitu saat plasenta mengambil alih funngsi korpus
luteum dalam produksi hormon.

7. Sebab-sebab psikosomatik.
Stress dan emosi yang kat diketahui dapat mempengarhi fungsi uterus lewat hipotalamus-
hipofise.

8. Penyebab dari segi Maternal


a) Penyebab secara umum:
1) Infeksi
 Virus, misalnya cacar, rubella, hepatitis.
 Infeksi bakteri, misalnya streptokokus.
 Parasit, misalnya malaria.
2) Infeksi kronis
 Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
 Tuberkulosis paru aktif.
 Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll.
 Penyakit kronis, misalnya : Hipertensi, nephritis, diabetes, anemia
berat, penyakit jantung, toxemia gravidarum
 Gangguan fisiologis, misalnya Syok, ketakutan, dll.
 Trauma fisik.
b) Penyebab yang bersifat lokal:
o Fibroid, inkompetensia serviks.
o Radang pelvis kronis, endometrtis.
o Retroversi kronis.
o Hubungan seksual yang berlebihan sewaktu hamil, sehingga
menyebabkan hiperemia dan abortus.

9. Penyebab dari segi Janin


o Kematian janin akibat kelainan bawaan.
o Mola hidatidosa.
o Penyakit plasenta dan desidua, misalnya inflamasi dan degenerasi.
o Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan bahwa pada
70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau terjadi
malformasi pada tubuh janin.
o Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar belakang kejadian abortus adalah kelainan
chromosomal.
o Pada 20% kasus, terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi
dengan adekuat.
2.3 PATOFISIOLOGI
Pada awal abortus terjadi perdarahan desiduabasalis, diikuti dengan nerkrosis jaringan
sekitar yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus.
Kemudian uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut.
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, villi korialis belum menembus desidua secara
dalam jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Pada kehamilan 8 sampai 14 minggu,
penembusan sudah lebih dalam hingga plasenta tidak dilepaskan sempurna dan menimbulkan
banyak perdarahan. Pada kehamilan lebih dari 14 minggu janin dikeluarkan terlebih dahulu
daripada plasenta hasil konsepsi keluar dalam bentuk seperti kantong kosong amnion atau benda
kecil yang tidak jelas bentuknya (blightes ovum),janin lahir mati, janin masih hidup, mola
kruenta, fetus kompresus, maserasi atau fetus papiraseus.

2.4 MACAM-MACAM ABORTUS


 1.    Abortus imminens - threatened abortion (kegugurang mengancam).
Peristiwa terjadinya perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana
hasil konsepsi masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi serviks.
Pada tipe ini terlihat perdarahan pervaginam. Pada 50% kasus, perdarahan tersebut hanya
sedikit serta berangsur-angsur akan berhenti setelah berlangsung beberapa hari dan kehamilan
berlangsung secara normal. Meskipun demikian, wanita yang mengalaminya mungkin tetap
merasa khawatir akan akibat perdarahan pada bayi. Biasanya kekhawatirannya akan dapat diatasi
dengan menjelaskan kalu janin mengalamin gangguan, maka kehamilannya tidak akan berlanjut.
Abortus imminens merupakan abortus yang paling banyak terjadi. Pada abortus
ini, perdarahan berupa bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan
kehamilan. Namun, pada prinsipnya kehamilan masih bisa berlanjut atau dipertahankan.
Setengah dari abortus ini akan menjadi abortus inkomplit atau komplit, sedangkan sisanya
kehamilan akan berlangsung. Beberapa kepustakaan menyatakan bahwa abortus ini
terdapatadanya risiko untuk terjadinya prematuritas atau gangguan pertumbuhan dalam rahim.
 Diagnosa pada abortus imminent adalah :
1. Perdarahan flek-flek (bisa sampai beberapa hari).
2. Rasa sakit seperti saat menstruasi bisa ada atau tidak .
3. Serviks dan OUE masih tertutup.
4. PP test (+).
 Penanganan abortus imminens meliputi :
1. Istirahat baring. Tidur berbaring merupakan unsur penting dalam pengobatan, karena cara
ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke uterus dan berkurangnya rangsang
mekanik.
2. Terapi hormon progesteron intramuskular atau dengan berbagai zat progestasional
sintetik peroral atau secara intramuskular.Walaupun bukti efektivitasnya tidak diketahui
secara pasti.
3. Pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan apakah janin masih hidup.

2.    Abortus insipiens - inevitable abortion (Keguguran Berlangsung)


Peristiwa perdarahan uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi
serviks uteri yang meningkat, tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus.
Abortus insipiens diatandai oleh kehilangan darah sedang hingga berat, kontraksi uterus
yang menyebabkan nyeri kram pada abdomen bagian bawah dan dilatasi serviks.
Abortus insipiens merupakan keadaan dimana perdarahan intrauteri berlangsung dan
hasil konsepsi masih berada di dalam cavum uteri. Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi,
OUE terbuka, teraba ketuban, dan berlangsung hanya beberapa jam saja.

 Diagnosa abortus insipiens  :


(1) Perdarahan banyak, kadang-kadang keluar gumpalan darah.
(2) Nyeri hebat disertai kontraksi rahim.
(3) Serviks atau OUE terbuka dan/atau ketuban telah pecah.
(4) Ketuban dapat teraba karena adanya dilatasi serviks.
(5) PPtest dapat positif atau negatif .
 Penanganan Abortus Insipiens meliputi :
(1) Jika usia kehamilan kurang 16 minggu, lakukan evaluasi uterus dengan aspirasi
vakum manual. Jika evaluasi tidak dapat, segera lakukan :
a.   Berikan ergomefiin 0,2 mg intramuskuler (dapat diulang setelah 15 menit bila
perlu) atau misoprostol 400 mcg per oral (dapat diulang sesudah 4 jam bila
perlu).
b.    Segera lakukan persiapan untuk pengeluaran hasil konsepsi dari uterus.
(2) Jika usia kehamilan lebih 16 minggu :
a.   Tunggu ekspulsi spontan hasil konsepsi lalu evaluasi sisa-sisa hasil konsepsi.
b.   Jika perlu, lakukan infus 20 unit oksitosin dalam 500 ml cairan intravena (garam
fisiologik atau larutan ringer laktat dengan kecepatan 40 tetes permenit untuk
membantu ekspulsi hasil konsepsi.
(3) untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

3.    Abortus inkompletus (keguguran tidak lengkap).


Pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih
ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkompletus berkaitan dengan retensi sebagian produk
pembuahan (hampir selalu plasenta) yang tidak begitu mudah terlepas pada kehamilan dini
seperti halnya pada kehamilan aterm. Dalam keadaan ini perdarahan tidak segera berkurang
sementar serviks tetap terbuka.
Abortus inkompletus merupakan suatu abortus di mana hasil konsepsi telah lahir atau
teraba pada vagina (belum keluar semua) dan masih ada sisa-sisa jaringan yang tertinggal
(biasanya jaringan plasenta).
 Diagnosa abortus inkomplit adalah:
(1) Umur kehamilan biasanya diatas 12 minggu, atau bisa kurang.š
(2) Perdarahan sedikit kemudian banyak, disertai keluarnya hasil konsepsi, tidak jarang
pasiendatang dalam keadaan syok.š
(3) Serviks terbuka (1-2 jari, sering teraba sisa jaringan).
(4) PP test positif atau negatif, anemia.
 Penanganan abortus inkomplit :
(1) Jika perdarahant idak seberapab anyak dan kehamilan kurang 16 minggu, evaluasi dapat
dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi
yang keluar melalui serviks. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg
intramuskulera taum iso prostol4 00 mcg per oral.
(2) Jika perdarahan banyak atau terus berlangsungd an usia kehamilan kurang 16 minggu,
evaluasi hasil konsepsi dengan :
a. Aspirasi vakum manual merupakan metode evaluasi yang terpilih. Evakuasi dengan
kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika aspirasi vakum manual tidak tersedia.
b. Jika evakuasi belum dapat dilakukan segera beri ergometrin 0,2 mg intramuskuler
(diulang setelah 15 menit bila perlu) atau misoprostol 400 mcg peroral (dapat diulang
setelah 4 jam bila perlu).
(3) Jika kehamilan lebih dari 16 minggu:
a. Berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan intravena (garam fisiologik atau
ringer laktat) dengan k ecepatan 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil
konsepsi
b. Jika perlu berikan misoprostol 200 mcg per vaginam setiap 4 jam sampai terjadi
ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 mcg)
c. Evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus.
(4) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.

4.    Abortus kompletus (Keguguran Lengkap)


Pada abortus jenis ini, hasil konsepsi telah keluar semua dari cavum uteri. Perdarahan
segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat-lambatnya dalam 10 hari
perdarahan berhenti sama sekali karena dalam massa ini luka rahim telah sembuh dan epitelisasi
telah selesai Semua hasil konsepsi sudah dikeluarkan.
Abortus kompletus terjadi kalau semua produk pembuahan – janin, selaput ketuban dan
plasenta sudah keluar. Perdarahan dan rasa nyeri kemudian akan berhenti, serviks menutup dan
uterus mengalami involusi.
 Diagnosa abortus komplets adalah : 
(1) Perdarahan yang sedikit
(2) Ostium uteri telah menutup
(3) Uterus telah mengecil   
      
 Penanganan abortus komplit :
(1) Tidak perlu evaluasi lagi.
(2) Observasi untuk melihat adanya perdarahan banyak.
(3) Pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah penanganan.
(4) Apabila terdapat anemia sedang, berikan tablet sulfas ferrosus 600 mg per hari
selama 2 minggu. Jika anemia berat berikan transfusi darah.
(5) Konseling asuhan pasca keguguran dan pemantauan lanjut.

5.    Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus spontan. Selain itu
telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte
trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami
abortus.
 Diagnosa abortus habitualis adalah :
(1) Kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mulas.
(2) Ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah.
(3) Timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap
minggu.
(4) Penderita sering mengeluh bahwa ia telah mengeluarkan banyak lender dari vagina
(5) Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan histerosalfingografi
yaitu ostium internum uteri melebar lebih dari 8 mm.
 Penanganannya terdiri atas :
(1) Memperbaiki keadaan umum.
(2) Pemberian makanan yang sempurna.
(3) Anjuran istirahat cukup banyak.
(4) Larangan koitus dan olah raga.
(5) Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnyamungkin  hanya
mempunyai pengaruh psikologis.
6.    Missed abortion
Kalau janin muda yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih, maka
keadaan itu disebut missed abortion. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan per
vaginam sedikit hingga menimbulkan gambaran abortus imminens.
Kalau tidak terjadi abortus dengan pitocin infus ini,sekurang kurangnya terjadi pembukaan
yang memudahkan curettage. Dilatasi dapat juga dihasilkan dengan pemasangan laminaria stift.
A.  Gejala-gejala selanjutnya ialah :
1. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan macerasi
janin.
2. Buah dada mengecil kembali.
3. Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya ammenorhoe berlangsung terus.
Biasanya keadaan ini berakhir dengan abortus yang spontan selambat-lambatnya 6 minggu
setelah janin mati. Kalau janin mati pada kehamilan yang masih muda sekali, maka janin lebih
cepat dikeluarkan. Sebalikya kalau kehamilan lebih lanjut retensi janin lebih lama. Sebagai batas
maksimal retensi janin diambil 2 bulan, kalau dalam 2 bulan belum lahir disebut missed abortion
(abortus tertunda).
B. Diagnosa missed abortion adalah :
1. Gejala subyektif kehamilan menghilang
2. Mammae agak mengendor lagi
3. Uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil
4. Tes kehamilan menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang.
5. Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan
besarnya sesuai dengan usia kehamilan.
6. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai gangguan
pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemerikaan kearah ini perlu
dilakukan.
C. Penatalaksanaan :
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu
segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah
kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila
janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu
diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia
mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan

7.    Abortus infeksiosa, abortus septik


Abortus infeksiosa adalah abortus yang disertai infeksi pada genitalia, sedangkan abortus
septik adalah abortus infeksiosa berat disertai penyebaran kuman atau toksin ke dalam peredaran
darah atau peritoneum.
Penyulit serius pada abortus umumnya terjadi akibat abortus kriminalis. Perdarahan hebat,
sepsis, syok bakterial, dan gagal ginjal akut pernah terjadi pada abortus legal tetapi dengan
frekuensi yang jauh lebih kecil.
Hasil biasanya adalah metritis, tetapi dapat juga terjadi parametritis, peritonitis,
endokarditis, dan septikemia. Dari 300 abortus septik di Parkland Hospital, bahkan darah posotif
pada seperempatnya. Hampir dua pertiga adalah bakteria anaerob sedangkan koliform juga
sering dijumpai. Organisme lain yang dilaporkan menjadi penyebab abortus septik antara lain
adalah haemophilus influenzae, campylobacter jejuni, dan streptokokus grup A. Terapi infeksi
antara lain adalah evakuasi segera produk konsepsi disertai anti mikroba spektrum luas secara
intravena. Apabila timbul sepsis dan syok, perlu diberikan terapi suportif. Abortus septik juga
pernah dilaporkan menyebabkan koagulopati intravaskular diseminata.
A. Diagnosa abortus infeksiosa adalah :
(1) Abortus yang disertai dengan gejala dan tanda infeksi alat genitalia, seperti panas, takikardi,
perdarahan pervaginam yang berbau, uterus yang membesar, lembek serta nyeri tekan, dan
adanya leukositosis.
(2) Apabila terdapat sepsis, penderita tampak sakit berat, kadang-kadang menggigil.
(3) Demam tinggi, dan tekanan darah menurun.
(4) Untuk mengetahui kuman penyebab perlu dilakukan pembiakan darah dan getah pada serviks
uteri.

8.      Abortus provokatus (abortus yang sengaja dibuat)


            80 % dari semua abortus, Yaitu: Abortus provokatus adalah pengakhiran kehamilan
sebelum 20 minggu akibat suatu tindakan.
Menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu. Pada umumnya
dianggap bayi belum dapat hidup diluar kandungan apabila kehamilan belum mencapai umur 28
minggu, atau berat badanbayi belum 1000 gram, walaupun terdapat kasus bahwa bayi dibawah
1000 gram dapat terus hidup.
A. Macam-macam abortus provokatus :
1)   Abortus provocatus artificialis atau abortus therapeuticus.
Abortus provocatus artificialis adalah Pengguguran kehamilan, biasanya
dengan alat-alat, dengan alasan bahwa kehamilan membahayakan membawa maut bagi
ibu, misalnya karena ibu berpenyakit berat.
Abortus provocatus pada hamil muda (di bawah 12minggu) dapat dilakukan
dengan pemberian prostaglandin atau curettage dengan penyedotan (vakum) atau
dengan sendok curet.
Pada hamil yang tua (di atas 12 minggu) dilakukan hysterotomi juga dapat
disuntikkan garam hypertonis (20%) atau prostaglandin intra-amnial. Indikasi untuk
abortus therapeuticus misalnya : penyakit jantung (rheuma), hypertensi essensial,
carcinoma daro cervik.
Merupakan terminasi kehamilan secara medis atau bedah sebelum janin mampu
hidup (viabel). Beberapa indikasi untuk abortus terapeutik diantaranya adalah penyakit
jantung persisten dengan riwayat dekompensasi kordis dan penyakit vaskuler hipertensi
tahap lanjut. Yang lain adalah karsinoma serviks invasif. American College
Obstetricians and Gynecologists (1987) menetapkan petunjuk untuk abortus terapeutik :
a)  Apabila berlanjutnya kehamilan dapat mengancam nyawa ibu atau mengganggu
kesehatan secara serius. Dalam menentukan apakah memang terdapat resiko
kesehatan perlu dipertimbangkan faktor lingkungan pasien.
b)  Apabila kehamilan terjadi akibat perkosaan atau incest. Dalam hal ini pada evaluasi
wanita yang bersangkutan perluditerapkan kriteria medis yang sama.
c)  Apabila berlanjutnya kehamilan kemungkinan besar menyebabkan lahirnya bayi
dengan retardasi mental atau deformitas fisik yang berat.
2)    Abortus provocatus criminalis.
Abortus provocatus criminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang
syah dan dilarang oleh hukum.
Abortus provokatus kriminalis adalah interupsi kehamilan sebelum janin mampu hidup
atas permintaan wanita yang bersangkutan, tetapi bukan karena alasan penyakit janin
atau gangguan kesehatan ibu. Sebagian besar abortus yang dilakukan saat ini termasuk
dalam katagori ini.

 2.5 Komplikasi Akibat Abortus


Komplikasi yang berbahaya pada abortus adalah perdarahan, perforasi, infeksi, dan syok.
1.      Perdarahan
Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan
jika perlu diberikan transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila
pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2.      Perforasi
Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan teliti. Jika ada
tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung dari luas dan bentuk
perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu histerektomi.
3.      Infeksi
Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat menyebabkan abortus. Brucella
abortus dan Campylobacter fetusmerupakan kausa abortus pada sapi yang telah lama
dikenal,tetapi keduanya bukan kausa signifikan pada manusia. Bukti bahwa toxoplasma
gondii menyebabkan abortus pada manusia kurang meyakinkan.tidak terdapat bukti
bahwa Listeria monocytogenes atau Chlamydia trachomatis menyebabkan abortus pada
manusia. Herpes simpleks dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insidensi abortus
setelah terjadi infeksi genital pada awal kehamilan. Abortus spontan secara independen
berkaitan dengan antibodi virus imunodefisiensi manusia (HIV-1) dalam darah ibu,
seroreaktivitas sifilis pada ibu, dan kolonisasi vagina pada ibu oleh streptokokus grup B.
 4.      Syok
Syok pada abortus dapat terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank karena
infeksi berat (syok endoseptik).

Anda mungkin juga menyukai