TINJAUAN TEORI
2.1 PENGERTIAN
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana janin belum mampu
hidup diluar Rahim (belum viable); dengan kriteria usia kehamilan < 20 minggu atau berat janin
< 500 g. (Chrisdiono M. Achadiat, 2004)
Abortus merupakan ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup
diluar kandungan. Sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram, (prawirohardjo, 2009).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang
dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, (Mansjoer,dkk, 2000).
Abortus adalah terminasi kehamilan yang tidak diinginkan melalui metode obat-obatan
atau bedah, (Morgan, 2009).
Berakhirnya kehamilan sebelum anak dapat hidup di dunia luar disebut abortus.Anak
baru mungkin hidup di dunia luar kalau beratnya telah mencapai 1000 gram atau umur
kehamilan 28 minggu.Ada juga yang mengambil sebagai batas untuk abortus berat anak yang
kurang dari 500 gram. Jika anak yang lahir beratnya antara 500 – 999 gram disebut juga dengan
immature.
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) pada atau
belum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup
diuar kandungan, (prawirohardjo, 2010).
5. Trauma.
Tapi biasanya jika terjadi langsung pada kavum uteri. Hubungan seksual khususnya kalau
terjadi orgasme, dapat menyebabkan abortus pada wanita dengan riwayat keguguran yang
berkali-kali.
6. Faktor-faktor hormonal.
Misalnya penurunan sekresi progesteron diperkirakan sebagai penyebab terjadinya abortus
pada usia kehamilan 10 sampai 12 minggu, yaitu saat plasenta mengambil alih funngsi korpus
luteum dalam produksi hormon.
7. Sebab-sebab psikosomatik.
Stress dan emosi yang kat diketahui dapat mempengarhi fungsi uterus lewat hipotalamus-
hipofise.
5. Abortus habitualis
Abortus habitualis adalah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturut-turut.
Etiologi abortus habitualis pada dasarnya sama dengan penyebab abortus spontan. Selain itu
telah ditemukan sebab imunologik yaitu kegagalan reaksi terhadap antigen lymphocyte
trophoblast cross reactive (TLX). Pasien dengan reaksi lemah atau tidak ada akan mengalami
abortus.
Diagnosa abortus habitualis adalah :
(1) Kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan serviks tanpa disertai mulas.
(2) Ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah.
(3) Timbul mulas yang selanjutnya diikuti dengan melakukan pemeriksaan vaginal tiap
minggu.
(4) Penderita sering mengeluh bahwa ia telah mengeluarkan banyak lender dari vagina
(5) Diluar kehamilan penentuan serviks inkompeten dilakukan dengan histerosalfingografi
yaitu ostium internum uteri melebar lebih dari 8 mm.
Penanganannya terdiri atas :
(1) Memperbaiki keadaan umum.
(2) Pemberian makanan yang sempurna.
(3) Anjuran istirahat cukup banyak.
(4) Larangan koitus dan olah raga.
(5) Terapi dengan hormon progesteron, vitamin, hormon tiroid, dan lainnyamungkin hanya
mempunyai pengaruh psikologis.
6. Missed abortion
Kalau janin muda yang telah mati tertahan di dalam rahim selama 2 bulan atau lebih, maka
keadaan itu disebut missed abortion. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada perdarahan per
vaginam sedikit hingga menimbulkan gambaran abortus imminens.
Kalau tidak terjadi abortus dengan pitocin infus ini,sekurang kurangnya terjadi pembukaan
yang memudahkan curettage. Dilatasi dapat juga dihasilkan dengan pemasangan laminaria stift.
A. Gejala-gejala selanjutnya ialah :
1. Rahim tidak membesar, malahan mengecil karena absorbsi air ketuban dan macerasi
janin.
2. Buah dada mengecil kembali.
3. Gejala-gejala lain yang penting tidak ada, hanya ammenorhoe berlangsung terus.
Biasanya keadaan ini berakhir dengan abortus yang spontan selambat-lambatnya 6 minggu
setelah janin mati. Kalau janin mati pada kehamilan yang masih muda sekali, maka janin lebih
cepat dikeluarkan. Sebalikya kalau kehamilan lebih lanjut retensi janin lebih lama. Sebagai batas
maksimal retensi janin diambil 2 bulan, kalau dalam 2 bulan belum lahir disebut missed abortion
(abortus tertunda).
B. Diagnosa missed abortion adalah :
1. Gejala subyektif kehamilan menghilang
2. Mammae agak mengendor lagi
3. Uterus tidak membesar lagi bahkan mengecil
4. Tes kehamilan menjadi negatif, serta denyut jantung janin menghilang.
5. Dengan ultrasonografi (USG) dapat ditentukan segera apakah janin sudah mati dan
besarnya sesuai dengan usia kehamilan.
6. Perlu diketahui pula bahwa missed abortion kadang-kadang disertai gangguan
pembekuan darah karena hipofibrinogenemia, sehingga pemerikaan kearah ini perlu
dilakukan.
C. Penatalaksanaan :
Setelah diagnosis missed abortion dibuat, timbul pertanyaan apakah hasil konsepsi perlu
segera dikeluarkan. Tindakan pengeluaran itu tergantung dari berbagai faktor, seperti apakah
kadar fibrinogen dalam darah sudatr mulai turun. Hipofibrinogenemia dapat terjadi apabila
janin yang mati lebih dari I bulan tidak dikeluarkan. Selain itu faktor mental penderita perlu
diperhatikan karena tidak jarang wanita yang bersangkutan merasa gelisah, mengetahui ia
mengandung janin yang telah mati, dan ingin supaya janin secepatnya dikeluarkan