Pancasila Sebagai Ilmu Pengetahuan
Pancasila Sebagai Ilmu Pengetahuan
Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi saat ini menjadi bersifat multi
dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri, hal ini seiring dengan
perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, informasi dan komunikasi. Serta
sarana dan prasarana pendukung didalam pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi
dimensional yang bersumber dari permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
Oleh karena itu. kemajuan dan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sangat
diperlukan dalam upaya mempertahankan segala kekayaan yang dimiliki oleh Indonesia serta
menjawab segala tantangan zaman. Dengan penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kita
dapat tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia sesuai dengan sila ketiga yang
berbunyi Persatuan Indonesia.
Maka dari itu, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dan Pancasila antara satu dengan yang
lain memiliki hubungan yang kohesif. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diperlukan dalam
pengamalan Pancasila, sila ketiga dalam menjaga persatuan Indonesia. Di lain sisi, kita juga
harus tetap menggunakan dasar-dasar nilai Pancasila sebagai pedoman dalam mengembangkan
Ilmu Pengetahuan dan Tekhnologi agar kita dapat tidak terjebak dan tepat sasaran mencapai
tujuan bangsa.
E. Peran pancasila dalam pengembangan ilmu pengetahuan
Pengembangan ilmu pengetahuan yang berlandaskan Pancasila merupakan bagian
penting bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara di masa mendatang (Pranarka,
1985:391). Sejak dulu, ilmu pengetahuan mempunyai posisi penting dalam aktivitas berpikir
manusia. Istilah ilmu pengetahuan terdiri dari dua gabungan kata berbeda makna, ilmu dan
pengetahuan. Segala sesuatu yang kita ketahui merupakan definisi pengetahuan, sedangkan ilmu
adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara sistematis menurut metode
tertentu.
Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di sekitarnya,
berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun dalam
perkembangannya, timbul gejala dehumanisasi atau penurunan derajat manusia. Hal tersebut
disebabkan karena produk yang dihasilkan oleh manusia, baik itu suatu teori mau pun materi
menjadi lebih bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah sebabnya, peran Pancasila harus
diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus pada pengembangan ilmu pengetahuan yang
saat ini semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
Berdasarkan permasalahan di atas, Sri Soeprapto, dosen Fakultas Filsafat Universitas
Gadjah Mada melakukan penelitian berjudul “Nilai-Nilai Pancasila sebagai Dasar
Pengembangan Ilmu Pengetahuan di Indonesia”. Salah satu tujuan penelitian ini yaitu
merumuskan secara analitis nilai-nilai Pancasila. Ia mengutip pendapat filosof Indonesia,
Notonagoro, bahwa nilai-nilai Pancasila mengandung dasar-dasar ontologis (kenyataan yang
ada), epistemologis (dasar pengetahuan), dan aksiologis (teori nilai) ilmu pengetahuan.
Keaslian penelitian ini dijamin melalui perbandingan tulisan beberapa tokoh, di antaranya,
Notonagoro dan Suriasumantri. Notonagoro belum pernah mengemukakan semua pandangan
konseptualnya tentang dasar-dasar filsafati ilmu pengetahuan secara eksplisit, sedangkan
Suriasumantri dalam buku Filsafat Ilmu belum pernah membahas hubungan antara permasalahan
dasar filsafat ilmu pengetahuan dengan pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.
Penelitian bidang filsafat ini merupakan penelitian kepustakaan. Sumber datanya diperoleh
melalui buku-buku kepustakaan yang berkaitan dengan objek material dan objek formal
penelitian. Pandangan-pandangan dan konsep-konsep Notonagoro tentang filsafat Pancasila
merupakan objek material penelitian, sedangkan objek formalnya adalah filsafat Pancasila.
Metode yang digunakan oleh Sri Soeprapto dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap.
Pertama, bahan atau materi penelitian dikelompokkan menjadi dua, yaitu kepustakaan primer
dan kepustakaan sekunder. Kedua, jalan penelitian yang diurutkan melalui beberapa langkah,
yaitu pengumpulan data sesuai dengan objek materialnya, kemudian reduksi data, setelah itu
klasifikasi data, sesudah itu interpretasi dan penyimpulan data, dan yang terakhir penyusunan
laporan hasil penelitian sesuai dengan sistematika penulisan disertasi. Tahap ketiga dengan cara
menganalisis data yang dilakukan dengan tiga metode, yaitu deskripsi, pemahaman menyeluruh
atas pandangan filsafati Notonagoro. Kemudian, interpretasi yang berarti mengungkapkan dan
menerangkan unsur substansial atas pandangan Notonagoro. Terakhir, analisis untuk
menemukan makna yang terkandung dalam pandangan filsafati Notonagoro.
Setelah semua tahap tersebut di atas selesai, muncul hasil penelitian yang berupa
pembahasan, yaitu dasar-dasar filsafat ilmu pengetahuan, nilai-nilai Pancasila, dasar ontologis
ilmu pengetahuan, dasar epistemologis ilmu pengetahuan, serta dasar aksiologis ilmu
pengetahuan. Kelima pembahasan tersebut saling berkaitan dan selalu berpedoman pada nilai-
nilai Pancasila yang diambil dari pandangan beberapa tokoh, salah satunya Notonagoro.
Keterkaitan kelima pembahasan tersebut mengandung pandangan mendalam terhadap dasar-
dasar ilmu pengetahuan yang berpedoman pada nilai-nilai Pancasila untuk pengembangan ilmu
pengetahuan di Indonesia.
Bahasan pertama dipaparkan bahwa dasar-dasar filsafat ilmu pengetahuan bersifat statis
dan dinamis. Artinya, hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan menjadi pola dasar dan dapat
mengarahkan secara moral dalam melakukan berbagai kegiatan ilmiah. Kedua, membahas
pengertian nilai-nilai Pancasila yang dianalisis secara substansial dengan berpedoman pada
konsep Notonagoro. Bahasan ketiga yaitu pengertian Pancasila yang substansial ontologis dapat
menjadi sumber bahan dan nilai untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang
kehidupan bernegara. Keempat, membahas dasar epistemologis Pancasila agar mampu menjadi
dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya. Bahasan kelima, menekankan pada
penerapan pengetahuan yang harus sesuai dengan kaidah-kaidah norma untuk menghindar dari
perkembangan ilmu pengetahuan yang cenderung semakin pragmatis.
Penelitian bertajuk pengembangan ilmu pengetahuan ini memberi manfaat bagi beberapa
bidang. Bagi ilmu pengetahuan, dapat memperjelas lingkup kewenangannya. Lingkup ilmu
pengetahuan menjadikan ilmuwan dapat menentukan sikap, kapan harus objektif dan bebas nilai,
serta kapan harus berpedoman dan berotientasi pada nilai-nilai. Bagi filsafat, dapat memberikan
pertimbangan bagi pemilihan objek kajian dan penerapan dari hasil ilmu pengetahuan. Bagi masa
globalisasi, dapat diperhitungkan melalui perencanaan pengembangan serta penerapan ilmu
pengetahuan dengan berpedoman pada nilai kemanusiaan dan nilai religius.
Penelitian ini pun menyumbangkan ide-ide solutif dalam pengembangan ilmu
pengetahuan melalui teori yang disimpulkan oleh Sri Soeprapto. Salah satu ide solutifnya yaitu,
dasar aksiologis Pancasila berguna untuk menghindarkan diri dari pengetahuan ilmiah tentang
kehidupan berbangsa dan bernegara yang cenderung menganggap bahwa pengetahuan semata-
mata berdasarkan pengalaman serta ilmu yang pasti (positivistis) dan pragmatis.
F. Sumber historis, sosiologis,dan politik pancasila menjadi dasar pengembangan ilmu pengetahuan
1. Sumber historis
Dapat kita telusuri dalam dokumen yaitu pembukaan UUD 1945 berbunyi “kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan negara indonesia yang melindungi
segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
indonesia.” kata mencerdaskan kehidupan bangsa” mengacu pada pengembangan iptek
melalui pendidikan. Amanat dalam pembukaan UUD tersebut haruslah berdasarkan pada
nilai pancasila.
2. Sumber Sosiologis
Nilai pengembangan Iptek dapat ditemukan pada sikap masyarakat indonesia yang sangat
memperhatikan dimensi ketuhanan dan kemanusiaan sehingga manakala iptek tidak sejalan
dengan nilai ketuhanan dan kemanusiaan, biasanya terjadi penolakan. Contohnya penolakan
masyarakat atas rencana pembangunan pusat pembangkit listrik tenaga nuklir di
semenanjung muria beberapa tahun yang lalu. Penolakan masyarakat terhadap hal tersebut
didasarkan pada kekhawatiran atas kemungkinan kebocoran. Hal ini membuktikan
masyarakat peka terhadap isu kemanusiaan.
3. Sumber politik
Dapat diturut dalam berbagai kebijakan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara.
Seperti pidato Soekarno ketika menerima gelar Doctor Honoris Causa di UGM pada 19
september 1951, mengungkapkan: “Bagi saya ilmu pengetahuan hanyalah berharga penuh
jika ia dipegunakan untuk mengabdi kepada praktik hidup manusia, atau praktiknya bangsa,
dan dunia kemanusiaan itu, itulah sebabnya saya selalu mencoba menghubungkan ilmu
dengan amal, menghubungkan pengetahuan dengan perbuatan sehingga pengetahuan ialah
untuk perbuatan, dan perbuatan dipimpin oleh pengetahuan. Ilmu dan amal harus wahyu-
mewahyui satu sama lain. Buatlah ilmu berdwitunggal dengan amal”. Dengan demikian,
Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu pada zaman orde lama belum secara
eksplisit dikemukakan.