PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1. Mengerti dan memahami pengertian kegawatdaruratan.
2. Mengerti dan memahami tanda dan gejala kegawatdaruratan.
3. Mengerti dan memahami penyebab kegawatdaruratan.
1.4 Manfaat
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah untuk
mendeskripsikan tentang konsep dasar asuhan kegawatdaruratan khususnya pada
kegawatdaruratan maternal dan neonatal serta bisa memahami dari kasus-kasus
kegawatdaruratan yang sering ditemui.
PEMBAHASAN
Keterampilan tambahan :
1. Menolong kelahiran presentasi muka dengan penempatan dan gerakan tangan yang
tepat.
2. Memberikan suntikan anastesi lokal jika diperlukan
3. Melakukan ekstraksi forsep rendah dan vakum jika diperlukan sesuai kewenangan
4. Mengidentifikasi dan mengelola malpresentasi, distosia bahu, gawat janin dan
IUFD dengan tepat
5. Mengidentifikasi dan mengelola tali pusat menumbung
6. Mengidentifikasi dan menjahit robekan serviks.
Penanganan :
Untuk menangani pasien abortus, ada beberapa langkah yang dibedakan menurut
jenis abortus yang dialami, antara lain :
a) Abortus komplit :
Tidak memerlukan penanganan khusus, apabila pasien menderita anemia
ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan supaya makan makanan yang
mengadung banyak protein, vitamin dan mineral. Apabila tidak terdapat tanda-
tanda infeksi tidak perlu diberikan antibiotik.
Terapi:
Terapi untuk perdarahan yang tidak mengancam nyawa adalah dengan
Macrodex, Haemaccel, Periston, Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma
pengganti darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk perdarahan yang
mengancam nyawa (syok hemoragik) dan memerlukan anestesi, harus dilakukan
dengan sangat hati-hati karena dapat terjadi kehilangan darah banyak. Pada syok
berat, lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin. Pada abortus
dengan demam menggigil, tindakan utamanya dengan penisilin, ampisilin,
sefalotin, rebofasin, dan pemberian infus.
Tabel 2.3
Diagnosis Dan Penatalaksanaan Perdarahan Pada Kehamilan Muda
Perdarahan Serviks Uterus Gejala/tanda Diagnosis Tindakan
Bercak Tertutup Sesuai Kram perut Abortus Observasi
hingga dengan usia bawah imminens perdarahan,
sedang gestasi Uterus lunak istirahat,
hindarkan
coitus
Sedikit 1. Limbung atau Kehamilan Laparotomi
membesar pingsan ektopik
dan normal 2. Nyeri perut terganggu
10 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan, membengkak, dan hanya terdapat
sedikit pembuluh darah.
Penatalaksanaan:
a) Perbaiki keadaan umum.
b) Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau kuret isap. Bila Kanalis
servikalis belum terbuka dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
c) Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan perbaiki keadaan umum
penderita.
d) 7–10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan kerokan ke dua untuk
membersihkan sisa-sisa jaringan.
e) Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi usia lebih dari 30 tahun,
paritas 4 atau lebih, dan uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau lebih.
Pengawasan Lanjutan:
a) Ibu dianjurkan untuk tidak hamil dan dianjurkan memakai kontrasepsi oral pil.
b) Mematuhi jadwal periksa ulang selama 2-3 tahun, yaitu setiap minggu pada
Triwulan pertama, setiap 2 minggu pada Triwulan kedua, setiap bulan pada 6
bulan berikutnya, setiap 2 bulan pada tahun berikutnya, dan selanjutnya setiap 3
bulan.
c) Setiap pemeriksaan ulang perlu diperhatikan :
Gejala klinis : keadaan umum, perdarahan
Pemeriksaan dalam : keadaan serviks, uterus bertambah kecil atau tidak
Laboratorium : Reaksi biologis dan immunologis : 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x per 2 minggu selama Triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x per 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau hasil reaksi
titer masih (+) maka harus dicurigai adanya keganasan
Sitostatika Profilaksis : Metoreksat 3x 5mg selama 5 hari
11 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
massa kehamilan berkembang melebihi kapasitas ruang implantasi (misalnya :
tuba) dan peristiwa ini disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu.
Terapi
Upaya stabilisasi dilakukan dengan segera merestorasi cairan tubuh
dengan larutan kristaloid NS atau RL (500 ml dalam 15 menit pertama) dan
segera merujuk ke rumah sakit secepatnya.
4. Perdarahan
a. Plasenta Previa
Plasenta Previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum/pembukaan jalan lahir.
Penatalaksanaan
Tindakan pada plasenta previa :
1) Tindakan dasar umum. Memantau tekanan darah, nadi, dan hemoglobin,
memberi oksigen, memasang infus, memberi 9 ekspander plasma atau
serum yang diawetkan. Usahakan pemberian darah lengkap yang telah
diawetkan dalam jumlah mencukupi.
2) Pada perdarahan yang mengancam nyawa, seksio sesarea segera dilakukan
setelah pengobatan syok dimulai.
3) Pada perdarahan yang tetap hebat atau meningkat karena plasenta previa
totalis atau parsialis, segera lakukan seksio sesaria; karena plasenta letak
rendah (plasenta tidak terlihat jika lebar mulut serviks sekitar 4-5 cm),
pecahkan selaput ketuban dan berikan infuse oksitosin; jika perdarahan
tidak berhenti, lakukan persalinan pervagina dengan forsep atau ekstraksi
vakum;jika perdarahan tidak berhenti lakukan seksio sesaria.
4) Tindakan setelah melahirkan adalah cegah syok (syok hemoragik), pantau
urin dengan kateter menetap,pantau sistem koagulasi (koagulopati). Pada
bayi, pantau hemoglobin, hitung eritrosit, dan hematokrit.
Terapi
Terapi atau tindakan terhadap gangguan ini dilakukan di tempat
praktik. Pada kasus perdarahan yang banyak, pengobatan syok adalah dengan
infuse Macrodex, Periston, Haemaccel, Plasmagel, Plasmafudin. Pada kasus
12 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
pasien gelisah, diberikan 10 mg valium (diazepam) IM atau IV secara
perlahan. (Prawirohardjo, Ilmu Kebidanan : 2009)
b. Solusio (Abrupsio) Plasenta
Solusio plasenta adalah lepasnya sebagian atau seluruh jaringan
plasenta yang berimplantasi normal pada kehamilan di atas 22 minggu dan
sebelum anak lahir (Cunningham, Obstetri Williams: 2004).
Penanganan
1) Solusio plasenta ringan
Apabila kehamilannya kurang dari 36 minggu, perdarahannya
kemudian berhenti, perutnya tidak menjadi sakit, uterusnya tidak menjadi
tegang maka penderita dapat dirawat secara konservatif di rumah sakit
dengan observasi ketat.
2) Solusio plasenta sedang dan berat
Apabila perdarahannya berlangsung terus, dan gejala solusio
plasenta bertambah jelas, atau dalam pemantauan USG daerah solusio
plasenta bertambah luas, maka pengakhiran kehamilan tidak dapat
dihindarkan lagi. Apabila janin hidup, dilakukan 10 sectio caesaria. Sectio
caesaria dilakukan bila serviks panjang dan tertutup, setelah pemecahan
ketuban dan pemberian oksitosin dalam 2 jam belum juga ada his. Apabila
janin mati, ketuban segera dipecahkan untuk mengurangi regangan dinding
uterus disusul dengan pemberian infuse oksitosin 5 iu dalam 500cc glukosa
5% untuk mempercepat persalinan.
Penanganan
Penanganan retensio plasenta atau sebagian plasenta adalah:
1) Resusitasi. Pemberian oksigen 100%. Pemasangan IV-line dengan kateter
yang berdiameter besar serta pemberian cairan kristaloid (sodium klorida
isotonik atau larutan ringer laktat yang hangat, apabila memungkinkan).
13 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
Monitor jantung, nadi, tekanan darah dan saturasi oksigen. Transfusi darah
apabila diperlukan yang dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan darah.
2) Drip oksitosin (oxytocin drips) 20 IU dalam 500 ml larutan Ringer laktat
atau NaCl 0.9% (normal saline) sampai uterus berkontraksi.
3) Plasenta coba dilahirkan dengan Brandt Andrews, jika berhasil lanjutkan
dengan drip oksitosin untuk mempertahankan uterus.
4) Jika plasenta tidak lepas dicoba dengan tindakan manual plasenta. Indikasi
manual plasenta adalah: Perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih
400 cc, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan
buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan
dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir, tali pusat putus.
5) Jika tindakan manual plasenta tidak memungkinkan, jaringan dapat
dikeluarkan dengan tang (cunam) abortus dilanjutkan kuret sisa plasenta.
Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding
rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
6) Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
7) Pemberian antibiotika apabila ada tanda-tanda infeksi dan untuk
pencegahan infeksi sekunder.
Terapi
Terapi untuk retensio atau inkarserasi adalah 35 unit Syntocinon
(oksitosin) IV yang diikuti oleh usaha pengeluaran secara hati-hati dengan
tekanan pada fundus. Jika plasenta tidak lahir, usahakan pengeluaran secara
manual setelah 15 menit. Jika ada keraguan tentang lengkapnya plasenta,
lakukan palpasi sekunder.
d. Ruptur Uteri
Ruptur uterus adalah robekan pada uterus, dapat meluas ke seluruh
dinding uterus dan isi uterus tumpah ke seluruh rongga abdomen (komplet),
atau dapat pula ruptur hanya meluas ke endometrium dan miometrium, tetapi
peritoneum di sekitar uterus tetap utuh (inkomplet).
14 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
Penatalaksanaan
Tindakan pertama adalah memberantas syok, memperbaiki keadaan
umum penderita dengan pemberian infus cairan dan tranfusi darah,
kardiotinika, antibiotika, dsb. Bila keadaan umum mulai baik, tindakan
selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi:
1) Histerektomi baik total maupun sub total
2) Histerorafia, yaitu luka di eksidir pinggirnya lalu di jahit sebaik-baiknya
3) Konserfatif : hanya dengan temponade dan pemberian antibiotika yang
cukup.
Tindakan yang akan dipilih tergantung pada beberapa faktor,
diantaranya adalah:
1) Keadaan umum penderita
2) Jenis ruptur incompleta atau complete
3) Jenis luka robekan : jelek, terlalu lebar, agak lama, pinggir tidak rata dan
sudah banyak nekrosis
4) Tempat luka : serviks, korpus, segmen bawah Rahim
5) Perdarahan dari luka : sedikit, banyak
6) Umur dan jumlah anak hidup
7) Kemampuan dan ketrampilan penolong
e. Preeklampsia Berat
Suatu komplikasi pada kehamilan lebih dari 22 minggu dijumpai :
1) Tekanan darah sistolik > 160 mmhg, diastolis > 110 mmhg
2) Proteinuri lebih dari 5 gram /24 jam
3) Gangguan selebral atau visual
4) Edema pulmonum
5) Nyeri epigastrik atau kwadran atas kanan
6) Gangguan fungsi hati tanpa sebab yang jelas
7) Trobosisfeni
8) Pertumbuhan janin terhambat
9) Peningkahtan serum creatinin
15 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
Preeklampsia Berat dan Eklampsia
Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa
persalinan harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada
eklampsia.
Pengelolaan kejang:
1) Beri obat anti kejang (anti konvulsan)
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir,
masker oksigen, oksigen)
3) Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4) Aspirasi mulut dan tenggorokan
5) Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi
risiko aspirasi
6) Berikan O2 4-6 liter/menit
B. Kegawatdaruratan Neonatal
1. Definisi
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan usia
28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan didalam rahim
menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ hampir pada semua
system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa, bahkan bukan pula miniatur
anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari kehidupan didalam rahim yang
serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan diluar rahim yang serba mandiri.
Masa perubahan yang paling besar terjadi selama jam ke 24-72 pertama.
Transisi ini hampir meliputi semua sistem organ tapi yang terpenting bagi anestesi
adalah system pernafasan sirkulasi, ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah
diperlukan penataan dan persiapan yang matang untuk melakukan suatu tindakan
anestesi terhadap neonatus.
16 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
c. Faktor pada bayi: Skor apgar yang rendah, BBLR, bayi kurang bulan, berat lahir
lebih dari 4000gr, cacat bawaancdan frekuensi pernafasan dengan 2x observasi
lebih dari 60/menit.
17 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
c. Hiperglikemia
Hiperglikemia atau gula darah tinggi adalah suatu kondisi dimana jumlah
glukosa dalam plasma darah berlebihan. Hiperglikemia disebabkan oleh diabetes
melitus. Pada diabetes melitus, hiperglikemia biasanya disebabkan karena kadar
insulin yang rendah atau resistensi insulin pada sel. Kadar insulin rendah atau
resistensi insulin tubuh disebabkan karena kegagalan tubuh mengkonversi
glukosa menjadi glikogen, pada akhirnya membuat sulit atau tidak mungkin
untuk menghilangkan kelebihan glukosa dari darah.
Gejala hiperglikemia antara lain : polifagi (sering kelaparan), polidipsi
(sering haus), poliuri (sering buang air kecil), penglihatan kabur, kelelahan, berat
badan menurun, sulit terjadi penyembuhan luka, mulut kering, kulit kering atau
gatal, impotensi (pria), infeksi berulang, kussmaul hiperventilasi, arrhythmia,
pingsan, koma.
d. Tetanus neonaturum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang diderita oleh bayi baru
lahir yang disebabkan karena basil klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas dan tidak mau
minum, mulut mencucu seperti mulut ikan, mudah terangsang, gelisah (kadang-
kadang menangis) dan sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai
opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut, alis mata terangkat,
sudut mulut tertarik ke bawah, muka rhisus sardonikus.
e. Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia)
Sindrom gawat nafas neonatus (asfiksia) merupakan kumpulan gejala
yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari
60 kali per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah
epigastrium, interkostal pada saat inspirasi. Resusitasi merupakan sebuah upaya
menyediakan oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya melalui
sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung dan menjamin ventilasi yang
adekuat (Rilantono, 1999). Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang
dilakukan pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem pernafasan
dan sistem kardiovaskuler. Kegawatdaruratan pada kedua sistem tubuh ini dapat
menimbulkan kematian dalam waktu yang singkat (sekitar 4 –6 menit). Tindakan
resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya
untuk menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997).
18 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kegawatan atau kegawatdaruratan dalam kebidanan adalah kegawatan atau
kegawatdaruratan yang terjadi pada wanita hamil, melahirkan atau nifas.
Kegawatdaruratan dapat terjadi baik pada penanganan maternal maupun neonatal.
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola hidatidosa,
kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada minggu akhir
kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri,
perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/plasenta
inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Situasi yang membutuhkan evaluasi dan manajemen yang tepat pada bayi baru
lahir yang sakit kritis ( ≤ usia 28 hari) membutuhkan pengetahuan yang dalam mengenali
perubahan psikologis dan kondisi patologis yang mengancam jiwa yang bisa saja timbul
sewaktu. Penyebab kematian yang paling cepat pada neonatus adalah asfiksia. Asfiksia
perinatal merupakan penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka
panjang, asfiksia perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui
sebelum kelahiran (misal, pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan
memperbaiki sirkulasi / oksigenasi janin intrauterin atau segera melahirkan janin untuk
mempersingkat masa hipoksemia janin yang terjadi.
3.2 Saran
Mengingat tingginya AKI dan AKB di Indonesia, maka kegawatdaruratan
maternal dan neonatal haruslah ditangani dengan cepat dan tepat. Penanganan yang tepat
dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga di Indonesia. Maka, dengan mempelajari dan
memahami kegawatdaruratan maternal dan neonatal, diharapkan bidan dapat
memberikan penanganan yang maksimal dan sesuai standar demi kesehatan ibu dan anak
19 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan
DAFTAR PUSTAKA
Saifuddin, Abdul Bari dkk. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Maryunani, Anik. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Trans
Info Media.
20 | K o n s e p Dasar Kegawatdaruratan