Anda di halaman 1dari 25

‘’ Pada Bayi/Anak Dengan Gangguan Sistem

Hematologi HIV & AIDS ’’

D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
Kelompok III :
Nama : 1. Gunawan Ziraluo
2. Junaidi Simamora
3. Putra Chaniago
4. Hendra Setiawan Siregar
5. Crismes Siahaan
6. SriWahyuni Dakhi
7. Imeria Gulo
8. Melina Gulo
9. MetaSusila Dakhi
10.Delina Lase
11.Emiria Harefa
12.Ronald Pasaribu
Jurusan : Akper Tingkat II Semester
IV
MK. : KEPERAWATAN ANAK
Dosen : NS RONALD SAGALA, Skep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


PRODI D.III KEPERAWATAN
“NAULI HUSADA”
SIBOLGA
2010/2011
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan
rahmatnya dan karunianya sehingga kami dari kelompok III (Tiga) dapat menyelesaikan
makalah ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan dengan judul makalah ‘’ASUHAN
KEPERAWATAN PADA BAYI/ANAK DENGAN GANGGUAN SISTEM
HEMATOLOGI HIV & AIDS ”
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
1. Bapak Ns Ronald Sagala, Skep yang telah berkenan membimbing kami dalam
tugas makalah ini
2. Teman-teman satu angkatan yang telah banyak memberi dukungan utk
menyelesaikan makalah ini
Disamping itu kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan,oleh
karena itu kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan kita semuanya untuk
kesempurnaan makalah ini dimasa akan datang
Akhir kata kami ucapkan banyak terima kasih dari semua pihak,semoga makalah ini
dapat berguna bagi kita semua.

Sibolga, JUNI 2011

Kelompok III

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 4
BAB II TINJAUN TEORITIS MEDIS...................................................... 5
A. Defenisi……………………………………………………… 5
B. Etilogi………………………………………………………… 6
C. Phofisiologi…………………………………………………… 7
D. Manifestasi Klinis…………………………………………… 7
E. Komlikasi……………………………………………………… 8
F. Penatalaksanaan………………………………………………... 10
G. Pemeriksaan Diagnostik……………………………………… 11
F. Klasifikasi…………………………………………………………..12
BAB III TINJAUN TEORITIS KEPERAWATAN.................................... 14
A. Pengkajian………………………………………………………… 14
B. Diagnosa Keperawatan……………………………………………. 15
C. Intervensi………………………………………………………….. 16
D. Implementasi……………………………………………………… 17
E. Evaluasi…………………………………………………………… 17
BAB IV KESIMPULAN.............................................................................. 18
BAB V PEMBAHASAN………………………………………………… 19
BAB IV TOPIK YANG TIDAK DIMENGERTI……………………………… 23

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

3
PENDAHULUAN

Infeksi Human immunodeficiency virus (HIV) pertama kali ditemukan pada anak tahun
1983 di Amerika Serikat, yang mempunyai beberapa perbedaan dengan infeksi HIV pada
orang dewasa dalam berbagai hal seperti cara penularan, pola serokonversi, riwayat perjalanan
dan penyebaran penyakit, faktor resiko, metode diagnosis, dan manifestasi oral.

Dampak acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) pada anak terus meningkat, dan
saat ini menjadi penyebab pertama kematian anak di Afrika, dan peringkat keempat penyebab
kematian anak di seluruh dunia. Saat ini World Health Organization (WHO) memperkirakan
2,7 juta anak di dunia telah meninggal karena AIDS.

Kasus pertama AIDS di Indonesia ditemukan pada tahun 1987 di Bali yaitu seorang
warga negara Belanda. Sebenarnya sebelum itu telah ditemukan kasus pada bulan Desember
1985 yang secara klinis sangat sesuai dengan diagnosis AIDS dan hasil tes Elisa 3 (tiga) kali
diulang, menyatakan positif, namun hasil Western Blot yang dilakukan di Amerika Serikat
ialah negatif sehingga tidak dilaporkan sebagai kasus AIDS. Penyebaran HIV di Indonesia
meningkat setelah tahun 1995. Berdasarkan pelaporan kasus HIV/AIDS dari tahun 1987
hingga 31 Desember 2008 terjadi peningkatan signifikan. Setidaknya, 2007 hingga akhir
Desember 2008 tercatat penambahan penderita AIDS sebanyak 2.000 orang. Angka ini jauh
lebih besar dibanding tahun 2005 ke 2006 dan 2006 ke 2007 yang hanya ratusan. Sedangkan
dari keseluruhan penderita, pada akhir 2008, AIDS sudah merenggut korban meninggal
sebanyak 3.362 (20,87 persen), sedangkan mereka yang hidup adalah 12.748 (79,13 persen)
orang. Untuk proporsi berdasarkan jenis kelamin hingga kini masih banyak diderita oleh kaum
laki-laki yaitu 74,9 persen, dibanding perempuan sebanyak 24,6 persen. Fakta baru tahun 2002
menunjukkan bahwa penularan infeksi HIV di Indonesia telah meluas ke rumah tangga,
sejumlah 251 orang diantara penderita HIV/AIDS di atas adalah anak-anak dan remaja, dan
transmisi perinatal (dari ibu kepada anak) terjadi pada 71 kasus.

Telah dilaporkan 34 anak usia bawah lima tahun (Balita) di propinsi Papua positif
mengidap Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV). Tampaknya kasus ini tidak hanya
menimpa anak balita di propinsi tersebut. Mungkin juga akan dialami beberapa anak balita di
propinsi lainnya, mengingat kasus HIV juga mulai menyebar ke seluruh pelosok
Indonesia.APAKAH BEDA INFEKSI HIV DAN AIDS ?Infeksi HIV adalah infeksi virus
yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan menyebabkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome).AIDS adalah penyakit fatal yang merupakan stadium lanjut
dari infeksi HIV.

BAB II

4
TINJAUAN TEORITIS MEDIS

A. Defenisi
HIV merupakan singkatan dari Human Immunodeficiency Virus yang artinya adalah
virus yang menyerang daya tahan tubuh manusia, sehingga system kekebalan tubuh
manusia dapat menurun tajam bahkan hingga tidak berfungsi sama sekali.

AIDS merupakan singkatan dari Acquired Immunodeficiency Syndrome yang berarti


sekumpulan gejala dan penyakit infeksi yang timbul karena menurunnya atau rusaknya
system kekebalan tubuh seseorang.
Rata-rata perkembangan infeksi HIV menjadi AIDS adalah 2 – 10 tahun. Dan rata-rata
waktu hidup setelah mengalami AIDS hanya sekitar 9,2 bulan. Namun demikian, laju
perkembangan penyakit ini pada setiap orang bervariasi. Faktor yang mempengaruhinya
adalah daya tahan tubuh untuk melawan HIV (seperti fungsi kekebalan tubuh) dari orang
yang terinfeksi.
 AIDS atauAcquired Immune Deficiency Sindrome merupakan kumpulan gejala
penyakit akibat menurunnya system kekebalan tubuh oleh vurus yang disebut HIV.
Dalam bahasa Indonesia dapat dialih katakana sebagai Sindrome Cacat Kekebalan
Tubuh Dapatan.

Acquired : Didapat, Bukan penyakit keturunan

Immune : Sistem kekebalan tubuh

Deficiency : Kekurangan

Syndrome : Kumpulan gejala-gejala penyakit

 Kerusakan progrwsif pada system kekebalan tubuh menyebabkan ODHA ( orang


dengan HIV /AIDS ) amat rentan dan mudah terjangkit bermacam-macam penyakit.
Serangan penyakit yang biasanya tidak berbahaya pun lama-kelamaan akan
menyebabkan pasien sakit parah bahkan meninggal.
 AIDS adalah sekumpulan gejala yang menunjukkan kelemahan atau kerusakan daya
tahan tubuh yang diakibatkan oleh factor luar ( bukan dibawa sejak lahir )
 AIDS diartikan sebagai bentuk paling erat dari keadaan sakit terus menerus yang
berkaitan dengan infeksi Human Immunodefciency Virus ( HIV ). ( Suzane C.
Smetzler dan Brenda G.Bare )
 AIDS diartikan sebagai bentuk paling hebat dari infeksi HIV, mulai dari kelainan
ringan dalam respon imun tanpa tanda dan gejala yang nyata hingga keadaan
imunosupresi dan berkaitan dengan pelbagi infeksi yang dapat membawa kematian dan

5
dengan kelainan malignitas yang jarang terjadi ( Center for Disease Control and
Prevention )

B. ETIOLOGI

Penyebab adalah golongan virus retro yang disebut human immunodeficiency virus
(HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan disebut HIV-1.
Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2
dianggap sebagai virus kurang pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk
memudahkan keduanya disebut HIV.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :

Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak ada gejala.

Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu likes illness.

Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak ada.

Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat malam hari, B
menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi mulut.

AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama kali
ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada berbagai system tubuh,
dan manifestasi neurologist.

AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria maupun wanita.
Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :

Lelaki homoseksual atau biseks. 5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

Orang yang ketagian obat intravena

Partner seks dari penderita AIDS

Penerima darah atau produk darah (transfusi).

C. Phatofisiologi

6
Sel T dan makrofag serta sel dendritik / langerhans ( sel imun ) adalah sel-sel yang
terinfeksi Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) dan terkonsentrasi dikelenjar limfe, limpa
dan sumsum tulang. Human Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lewat
pengikatan dengan protein perifer CD 4, dengan bagian virus yang bersesuaian yaitu antigen
grup 120. Pada saat sel T4 terinfeksi dan ikut dalam respon imun, maka Human
Immunodeficiency Virus ( HIV ) menginfeksi sel lain dengan meningkatkan reproduksi dan
banyaknya kematian sel T 4 yang juga dipengaruhi respon imun sel killer penjamu, dalam
usaha mengeliminasi virus dan sel yang terinfeksi.

Dengan menurunya jumlah sel T4, maka system imun seluler makin lemah secara progresif.
Diikuti berkurangnya fungsi sel B dan makrofag dan menurunnya fungsi sel T penolong.

Seseorang yang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) dapat tetap tidak
memperlihatkan gejala (asimptomatik) selama bertahun-tahun. Selama waktu ini, jumlah sel
T4 dapat berkurang dari sekitar 1000 sel perml darah sebelum infeksi mencapai sekitar 200-
300 per ml darah, 2-3 tahun setelah infeksi.

Sewaktu sel T4 mencapai kadar ini, gejala-gejala infeksi ( herpes zoster dan jamur
oportunistik ) muncul, Jumlah T4 kemudian menurun akibat timbulnya penyakit baru akan
menyebabkan virus berproliferasi. Akhirnya terjadi infeksi yang parah. Seorang didiagnosis
mengidap AIDS apabila jumlah sel T4 jatuh dibawah 200 sel per ml darah, atau apabila terjadi
infeksi opurtunistik, kanker atau dimensia AIDS.

D. Manifestasi Klinis

Masa antara terinfeksi HIV dan timbul gejala-gejala penyakit adalah 6 bulan-10 tahun.
Rata-rata masa inkubasi 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan/5tahun pada orang dewasa.
Tanda-tanda yang di temui pada penderita AIDS antara lain:
1. Gejala yang muncul setelah 2 sampai 6 minggu sesudah virus masuk ke dalam tubuh:
sindrom mononukleosida yaitu demam dengan suhu badan 38 C sampai 40 C dengan
pembesaran kelenjar getah benih di leher dan di ketiak, disertai dengan timbulnya bercak
kemerahan pada kulit.
2. Gejala dan tanda yang muncul setelah 6 bulan sampai 5 tahun setelah infeksi, dapat muncul
gejala-gejala kronis : sindrom limfodenopati kronis yaitu pembesaran getah bening yang terus
membesar lebih luas misalnya di leher, ketiak dan lipat paha. Kemudian sering keluar keringat
malam tanpa penyebab yang jelas. Selanjutnya timbul rasa lemas, penurunan berat badan
sampai kurang 5 kg setiap bulan, batuk kering, diare, bercak-bercak di kulit, timbul tukak
(ulceration), perdarahan, sesak nafas, kelumpuhan, gangguan penglihatan, kejiwaan terganggu.
Gejala ini di indikasi adanya kerusakan sistem kekebalan tubuh.

7
3. Pada tahap akhir, orang-orang yang sistem kekebalan tubuhnya rusak akan menderita AIDS.
Pada tahap ini penderita sering di serang penyakit berbahaya seperti kelainan otak, meningitis,
kanker kulit, luka bertukak, infeksi yang menyebar, tuberkulosis paru (TBC), diare kronik,
candidiasis mulut dan pnemonia.

Menurut Cecily L Betz, anak-anak dengan infeksi HIV yang didapat pada masa
perinatal tampak normal pada saat lahir dan mulai timbul gejala pada 2 tahun pertama
kehidupan. Manifestasi klinisnya antara lain :
1. Berat badan lahir rendah
2. Gagal tumbuh
3. Limfadenopati umum
4. Hepatosplenomegali
5. Sinusitis
6. Infeksi saluran pernapasan atas berulang
7. Parotitis
8. Diare kronik atau kambuhan
9. Infeksi bakteri dan virus kambuhan
10. Infeksi virus Epstein-Barr persisten
11. Sariawan orofarings
12. Trombositopenia
13. Infeksi bakteri seperti meningitis
14. Pneumonia interstisial kronik
Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya yang memanifestasikan
dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan yang terhambat, atau hilangnya
perkembangan motoris.

E. Komlikasi

a. Oral Lesi

Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral, gingivitis, peridonitis Human
Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia oral,nutrisi,dehidrasi,penurunan berat badan,
keletihan dan cacat.

b. Neurologik

8
- kompleks dimensia AIDS karena serangan langsung Human Immunodeficiency Virus (HIV)
pada sel saraf, berefek perubahan kepribadian, kerusakan kemampuan motorik, kelemahan,
disfasia, dan isolasi social.

- Enselophaty akut, karena reaksi terapeutik, hipoksia, hipoglikemia, ketidakseimbangan


elektrolit, meningitis / ensefalitis. Dengan efek : sakit kepala, malaise, demam, paralise, total /
parsial.

-. Infark serebral kornea sifilis meningovaskuler,hipotensi sistemik, dan maranik endokarditis.

- Neuropati karena imflamasi demielinasi oleh serangan Human Immunodeficienci Virus


(HIV)

c. Gastrointestinal

- Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal, limpoma, dan sarcoma
Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,anoreksia,demam,malabsorbsi, dan dehidrasi.

- Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat illegal, alkoholik. Dengan
anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen, ikterik,demam atritis.

- Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi perianal yang sebagai akibat
infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan sakit, nyeri rectal, gatal-gatal dan siare.

d. Respirasi

Infeksi karena Pneumocystic Carinii, cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan


strongyloides dengan efek nafas pendek,batuk,nyeri,hipoksia,keletihan,gagal nafas.

e. Dermatologik

Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi
otot, lesi scabies/tuma, dan dekobitus dengan efek nyeri,gatal,rasa terbakar,infeksi skunder dan
sepsis.

f. Sensorik

- Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva berefek kebutaan

- Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan pendengaran dengan efek
nyeri.

F. Penatalaksanaan

9
Asuhan ibu : ikuti panduan Center for Disease Control (CDC) untuk profilaksis
antiretrovirus gestasional
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terpajannya Human Immunodeficiency Virus
(HIV), bisa dilakukan dengan :

- Melakukan abstinensi seks / melakukan hubungan kelamin dengan pasangan yang


tidak terinfeksi.

- Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah hubungan seks terakhir
yang tidak terlindungi.

- Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang tidak jelas status
Human Immunodeficiency Virus (HIV) nya.

- Tidak bertukar jarum suntik,jarum tato, dan sebagainya.

- Mencegah infeksi kejanin / bayi baru lahir.

Apabila terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka terpinya yaitu :

a. Pengendalian Infeksi Opurtunistik

Bertujuan menghilangkan,mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik,nasokomial,


atau sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah kontaminasi bakteri
dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan bagi pasien dilingkungan perawatan
kritis.

b. Terapi AZT (Azidotimidin)

Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS,
obat ini menghambat replikasi antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan
menghambat enzim pembalik traskriptase. AZT tersedia untuk pasien AIDS yang jumlah
sel T4 nya <>3 . Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan Human Immunodeficiency
Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 > 500 mm3

c. Terapi Antiviral Baru

Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas system imun dengan menghambat
replikasi virus / memutuskan rantai reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah :

10
– Didanosine

– Ribavirin

– Diedoxycytidine

– Recombinant CD 4 dapat larut

d. Vaksin dan Rekonstruksi Virus

Upaya rekonstruksi imun dan vaksin dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat
unit khusus perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses keperawatan
dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan keberhasilan terapi AIDS.

e. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-makanan


sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan yang mengganggu fungsi
imun.
f. Menghindari infeksi lain, karena infeksi itu dapat mengaktifkan sel T dan mempercepat
reflikasi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

G. Pemeriksaan Diagnostik

Tes untuk diagnosa infeksi HIV :

- ELISA
Western blot

P24 antigen test

Kultur HIV

Tes untuk deteksi gangguan system imun :

Hematokrit.

LED

CD4 limfosit

Rasio CD4/CD limfosit

Serum mikroglobulin B2

Hemoglobulin

11
H. Klasifikasi

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori
C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

a. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori
klinis B dan C

1. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.


2. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty )
3. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang
menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

b. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

1. Angiomatosis Baksilaris
2. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap
terapi
3. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
4. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
5. Leukoplakial yang berambut
6. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
7. Idiopatik Trombositopenik Purpura
8. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

c. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

1. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus


2. Kanker serviks inpasif
3. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
4. Kriptokokosis ekstrapulmoner
5. Kriptosporidosis internal kronis
6. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )

12
7. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
8. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
9. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
10. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
11. Isoproasis intestinal yang kronis
12. Sarkoma Kaposi
13. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
14. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
15. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
16. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
17. Pneumonia Pneumocystic Cranii
18. Pneumonia Rekuren
19. Leukoenselophaty multifokal progresiva
20. Septikemia salmonella yang rekuren
21. Toksoplamosis otak
22. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

13
BAB III

TINJAUAN TEORITIS KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Riwayat : tes HIV positif, riwayat perilaku beresiko tinggi, menggunakan obat-obat.
Penampilan umum : pucat, kelaparan.

Gejala subyektif : demam kronik, dengan atau tanpa menggigil, keringat malam hari
berulang kali, lemah, lelah, anoreksia, BB menurun, nyeri, sulit tidur.

Psikososial : kehilangan pekerjaan dan penghasilan, perubahan pola hidup, ungkapkan


perasaan takut, cemas, meringis.

Status mental : marah atau pasrah, depresi, ide bunuh diri, apati, withdrawl, hilang
interest pada lingkungan sekitar, gangguan prooses piker, hilang memori, gangguan
atensi dan konsentrasi, halusinasi dan delusi.

HEENT : nyeri periorbital, fotophobia, sakit kepala, edem muka, tinitus, ulser pada
bibir atau mulut, mulut kering, suara berubah, disfagia, epsitaksis.

Neurologis :gangguan refleks pupil, nystagmus, vertigo, ketidakseimbangan , kaku


kuduk, kejang, paraplegia.

Muskuloskletal : focal motor deifisit, lemah, tidak mampu melakukan ADL.

Kardiovaskuler ; takikardi, sianosis, hipotensi, edem perifer, dizziness.

Pernapasan : dyspnea, takipnea, sianosis, SOB, menggunakan otot Bantu pernapasan,


batuk produktif atau non produktif.

GI : intake makan dan minum menurun, mual, muntah, BB menurun, diare,


inkontinensia, perut kram, hepatosplenomegali, kuning.

Gu : lesi atau eksudat pada genital,


15. Integument : kering, gatal, rash atau lesi, turgor jelek, petekie positif.

14
B. Diagnosa keperawatan

Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih

Resiko terhadap infeksi b.d imunodefisiensi

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunosupresi, malnutrisi dan pola hidup yang
beresiko.
Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen, malnutrisi,
kelelahan.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang kurang,
meningkatnya kebutuhan metabolic, dan menurunnya absorbsi zat gizi.

Diare berhubungan dengan infeksi GI

Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan yang orang
dicintai.

C. Intervensi & Inplementasi

Analisa data

No Data Etiologi Masalah


1 DS : Output yang berlebih Kekurangan volume
cairan
diare sudah 1 bulan tak sembuh-sembuh
meskipun sudah berobat kedokter.

Tn. W mengatakan bahwa dia diare cair


kurang lebih 15x/hari

DO :

-          Na 98 mmoL/L

-          K 2,8 mmol/L

-          Cl 110 mmol/L


2 DS : Imunodefisiensi Resiko infeksi

Tn.W mengatakan BB menurun 7 kg


dalam 1 bulan serta sariawan mulut tak
kunjung sembuh.

15
DO :

-                         Leukosit 20.000/uL

-          Trombosit 160.000/uL

-          LED 30 mm

Rencana asuhan keperawatan

Dx :        Kekurangan volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih

Tujuan : – mempertahankan hidrasi cairan yang dibuktikan oleh normalnya kadar elektrolit

Kriteria hasil : – Terpenuhinya kebutuhan cairan secara adekuat

- Defekasi kembali normal, maksimal 2x sehari

Intervensi Rasional
Mandiri  Indikator tidak langsung dari status
 Kaji turgor kulit,membran mukosa, dan cairan.
rasa haus  Mempertahankan keseimbangan cairan,
 Pantau masukan oral dan memasukkan mengurangi rasa haus, melembabkan
cairan sedikitnya 2500 ml/hari mukosa.
 Hilangkan makanan yang potensial  Mungkin dapat mengurangi diare.
menyebabkan diare, yakni yang pedas/
makanan berkadar lemak tinggi,  Meningkatkan asupan nutrisi secara
kacang, kubis, susu. adekuat.
 Berikan makanan yang membuat pasien
berselera.  Mengurangi insiden muntah,
menurunkan jumlah keenceran feses
Kolaborasi mengurangi kejang usus dan peristaltik.
 Mewaspadai adanya gangguan elektrolit
 Berikan obat-obatan sesuai indikasi : dan menentukan kebutuhan elektrolit.
antiemetikum, antidiare atau
antispasmodik.  Diperlukan untuk mendukung volume
sirkulasi, terutama jika pemasukan oral
 Pantau hasil pemeriksaan laboratorium. tidak adekuat.

 Berikan cairan/elektrolit melalui selang


makanan atau IV.

Dx : Resiko infeksi b.d imunodefisiensi

Tujuan :                – Mengurangi resiko terjadinya infeksi

- Mempertahankan daya tahan tubuh

Kriteria hasil:      – Infeksi berkurang

- Daya tahan tubuh meningkat

Intervensi Rasional
Mandiri  Deteksi dini terhadap infeksi penting
 Pantau adanya infeksi : demam, untuk melakukan tindakan segera.

16
mengigil, diaforesis, batuk, nafas Infeksi lama dan berulang memperberat
pendek, nyeri oral atau nyeri menelan. kelemahan pasien.
 Ajarkan pasien atau pemberi perawatan  Berikan deteksi dini terhadap infeksi.
tentang perlunya melaporkan
kemungkinan infeksi.  Peningkatan SDP dikaitkan dengan
 Pantau jumlah sel darah putih dan infeksi
diferensial  Memberikan informasi data dasar,
 Pantau  tanda-tanda vital termasuk peningkatan suhu secara berulang-ulang
suhu. dari demam yang terjadi untuk
menunjukkan bahwa tubuh bereaksi
 Awasi pembuangan jarum suntik dan pada proses infeksi ang baru dimana
mata pisau secara ketat dengan obat tidak lagi dapat secara efektif
menggunakan wadah tersendiri. mengontrol infeksi yang tidak dapat
disembuhkan.
Kolaborasi  Mencegah inokulasi  yang tak disengaja
dari pemberi perawatan.
 Beriakan antibiotik atau agen
antimikroba, misal : trimetroprim  Menghambat proses infeksi. Beberapa
(bactrim atau septra), nistasin, obat-obatan ditargetkan untuk
pentamidin atau retrovir. organisme tertentu, obat-obatan lainya
ditargetkan untuk  meningkatkan fungsi
imun

17
BAB IV
KESIMPULAN

Bayi dan balita dapat tertular HIV selama kehamilan, waktu melahirkan dan saat
menyusui, jika ibunya terinfeksi HIV. Jika tertular pada awal kehamilan, kemungkinan anak
akan melanjut cepat ke AIDS, dan akan meninggal dalam dua tahun pertama kehidupannya,
bila tidak diberi ART. Namun pada sebagian besar anak dengan HIV, perkembangan penyakit
akan lebih pelan, dan ada harapan mereka dapat tahan hidup tanpa ART selama 8-9 tahun atau
lebih.
Pengobatan HIV/AIDS yang ada saat ini dapat dikatakan belum baik, karena hanya
bersifat mensupres virus dan tidak dapat mengeradikasi virus, sehingga petugas kesehatan
baiknya lebih mementingkan upaya pencegahan daripada pengobatan.

18
BAB V
PEMBAHASAN

Adakah Obat untuk HIV/AIDS Saat Ini?

AIDS merupakan penyakit yang paling ditakuti pada saat ini.


HIV, virus yang menyebabkan penyakit ini, merusak sistem
pertahanan tubuh (sistem imun), sehingga orang-orang yang
menderita penyakit ini kemampuan untuk mempertahankan
dirinya dari serangan penyakit menjadi berkurang. Seseorang
yang positif mengidap HIV, belum tentu mengidap AIDS.
Banyak kasus di mana seseorang positif mengidap HIV,
tetapi tidak menjadi sakit dalam jangka waktu yang lama. Namun, HIV yang ada pada tubuh
seseorang akan terus merusak sistem imun. Akibatnya, virus, jamur dan bakteri yang biasanya
tidak berbahaya menjadi sangat berbahaya karena rusaknya sistem imun tubuh.

Karena ganasnya penyakit ini, maka berbagai usaha dilakukan untuk mengembangkan obat-
obatan yang dapat mengatasinya. Pengobatan yang berkembang saat ini, targetnya adalah
enzim-enzim yang dihasilkan oleh HIV dan diperlukan oleh virus tersebut untuk berkembang.
Enzim-enzim ini dihambat dengan menggunakan inhibitor yang nantinya akan menghambat
kerja enzim-enzim tersebut dan pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan virus HIV.

HIV merupakan suatu virus yang material genetiknya adalah RNA (asam ribonukleat) yang
dibungkus oleh suatu matriks yang sebagian besar terdiri atas protein. Untuk tumbuh, materi
genetik ini perlu diubah menjadi DNA (asam deoksiribonukleat), diintegrasikan ke dalam
DNA inang, dan selanjutnya mengalami proses yang akhirnya akan menghasilkan protein.
Protein-protein yang dihasilkan kemudian akan membentuk virus-virus baru.

Gambar 1A Struktur Virus HIV

19
Gambar 1B Daur hidup HIV

Obat-obatan yang telah


ditemukan pada saat ini
menghambat pengubahan RNA
menjadi DNA dan menghambat
pembentukan protein-protein
aktif. Enzim yang membantu
pengubahan RNA menjadi DNA
disebut reverse transcriptase,
sedangkan yang membantu pembentukan protein-protein aktif disebut protease.

Untuk dapat membentuk protein yang aktif, informasi genetik yang tersimpan pada RNA virus
harus diubah terlebih dahulu menjadi DNA. Reverse transcriptase membantu proses
pengubahan RNA menjadi DNA. Jika proses pembentukan DNA dihambat, maka proses
pembentukan protein juga menjadi terhambat. Oleh karena itu, pembentukan virus-virus yang
baru menjadi berjalan dengan lambat. Jadi, penggunaan obat-obatan penghambat enzim
reverse transcriptase tidak secara tuntas menghancurkan virus yang terdapat di dalam tubuh.
Penggunaan obat-obatan jenis ini hanya menghambat proses pembentukan virus baru, dan
proses penghambatan ini pun tidak dapat menghentikan proses pembentukan virus baru secara
total.

Obat-obatan lain yang sekarang ini juga banyak berkembang adalah penggunaan penghambat
enzim protease. Dari DNA yang berasal dari RNA virus, akan dibentuk protein-protein yang
nantinya akan berperan dalam proses pembentukan partikel virus yang baru. Pada mulanya,
protein-protein yang dibentuk berada dalam bentuk yang tidak aktif. Untuk mengaktifkannya,
maka protein-protein yang dihasilkan harus dipotong pada tempat-tempat tertentu. Di sinilah
peranan protease. Protease akan memotong protein pada tempat tertentu dari suatu protein
yang terbentuk dari DNA, dan akhirnya akan menghasilkan protein yang nantinya akan dapat
membentuk protein penyusun matriks virus (protein struktural) ataupun protein fungsional
yang berperan sebagai enzim.

Gambar 2 (klik untuk


memperbesar)

Gambar 2 menunjukkan skema


produk translasional dari gen
gag-pol dan daerah di mana
produk dari gen tersebut dipecah

20
oleh protease. p17 berfungsi sebagai protein kapsid, p24 protein matriks, dan p7 nukleokapsid.
p2, p1 dan p6 merupakan protein kecil yang belum diketahui fungsinya. Tanda panah
menunjukkan proses pemotongan yang dikatalisis oleh protease HIV (Flexner, 1998).

Menurut Flexner (1998), pada saat ini telah dikenal empat inhibitor protease yang digunakan
pada terapi pasien yang terinfeksi oleh virus HIV, yaitu indinavir, nelfinavir, ritonavir dan
saquinavir. Satu inhibitor lainnya masih dalam proses penelitian, yaitu amprenavir. Inhibitor
protease yang telah umum digunakan, memiliki efek samping yang perlu dipertimbangkan.
Semua inhibitor protease yang telah disetujui memiliki efek samping gastrointestinal.
Hiperlipidemia, intoleransi glukosa dan distribusi lemak abnormal dapat juga terjadi.

Gambar 3 (klik untuk


memperbesar)

Gambar 3 menujukkan lima


struktur inhibitor protease HIV
dengan aktivitas antiretroviral
pada uji klinis. NHtBu = amido
tersier butil dan Ph = fenil
(Flexner, 1998).

Uji klinis menunjukkan bahwa


terapi tunggal dengan
menggunakan inhibitor protease
saja dapat menurunkan jumlah RNA HIV secara signifikan dan meningkatkan jumlah sel CD4
(indikator bekerjanya sistem imun) selama minggu pertama perlakuan. Namun demikian,
kemampuan senyawa-senyawa ini untuk menekan replikasi virus sering kali terbatas, sehingga
menyebabkan terjadinya suatu seleksi yang menghasilkan HIV yang tahan terhadap obat.
Karena itu, pengobatan dilakukan dengan menggunakan suatu terapi kombinasi bersama-sama
dengan inhibitor reverse transcriptase. Inhibitor protease yang dikombinasikan dengan
inhibitor reverse transkriptase menunjukkan respon antiviral yang lebih signifikan yang dapat
bertahan dalam jangka waktu yang lebih lama (Patrick & Potts, 1998).

Dari uraian di atas, kita dapat mengetahui bahwa sampai saat ini belum ada obat yang benar-
benar dapat menyembuhkan penyakit HIV/AIDS. Obat-obatan yang telah ditemukan hanya
menghambat proses pertumbuhan virus, sehingga jumlah virus dapat ditekan.

Oleh karena itu, tantangan bagi para peneliti di seluruh dunia (termasuk Indonesia)
adalah untuk mencari obat yang dapat menghancurkan virus yang terdapat dalam tubuh, bukan
hanya menghambat pertumbuhan virus. Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati,

21
tentunya memiliki potensi yang sangat besar untuk ditemukannya obat yang berasal dari alam.
Penelusuran senyawa yang berkhasiat tentunya memerlukan penelitian yang tidak sederhana.
Dapatkah obat tersebut ditemukan di Indonesia?

BAB VI

22
TOPIK YANG TIDAK DIMENGERTI

Sejak 1 januari 1993, orang-orang dengan keadaan yang merupakan indicator AIDS (kategori
C) dan orang yang termasuk didalam kategori A3 atau B3 dianggap menderita AIDS.

b. Kategori Klinis A

Mencakup satu atau lebih keadaan ini pada dewasa/remaja dengan infeksi Human
Immunodeficiency Virus (HIV) yang sudah dapat dipastikan tanpa keadaan dalam kategori
klinis B dan C

4. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang simptomatik.


5. Limpanodenopati generalisata yang persisten ( PGI : Persistent Generalized
Limpanodenophaty )
6. Infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV ) primer akut dengan sakit yang
menyertai atau riwayat infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang akut.

c. Kategori Klinis B

Contoh-contoh keadaan dalam kategori klinis B mencakup :

9. Angiomatosis Baksilaris
10. Kandidiasis Orofaring/ Vulvavaginal (peristen,frekuen / responnya jelek terhadap
terapi
11. Displasia Serviks ( sedang / berat karsinoma serviks in situ )
12. Gejala konstitusional seperti panas ( 38,5o C ) atau diare lebih dari 1 bulan.
13. Leukoplakial yang berambut
14. Herpes Zoster yang meliputi 2 kejadian yang bebeda / terjadi pada lebih dari satu
dermaton saraf.
15. Idiopatik Trombositopenik Purpura
16. Penyakit inflamasi pelvis, khusus dengan abses Tubo Varii

d. Kategori Klinis C

Contoh keadaan dalam kategori pada dewasa dan remaja mencakup :

23. Kandidiasis bronkus,trakea / paru-paru, esophagus


24. Kanker serviks inpasif
25. Koksidiomikosis ekstrapulmoner / diseminata
26. Kriptokokosis ekstrapulmoner
27. Kriptosporidosis internal kronis
28. Cytomegalovirus ( bukan hati,lien, atau kelenjar limfe )

23
29. Refinitis Cytomegalovirus ( gangguan penglihatan )
30. Enselopathy berhubungan dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV)
31. Herpes simpleks (ulkus kronis,bronchitis,pneumonitis / esofagitis )
32. Histoplamosis diseminata / ekstrapulmoner )
33. Isoproasis intestinal yang kronis
34. Sarkoma Kaposi
35. Limpoma Burkit , Imunoblastik, dan limfoma primer otak
36. Kompleks mycobacterium avium ( M.kansasi yang diseminata / ekstrapulmoner
37. M.Tubercolusis pada tiap lokasi (pulmoner / ekstrapulmoner )
38. Mycobacterium, spesies lain,diseminata / ekstrapulmoner
39. Pneumonia Pneumocystic Cranii
40. Pneumonia Rekuren
41. Leukoenselophaty multifokal progresiva
42. Septikemia salmonella yang rekuren
43. Toksoplamosis otak
44. Sindrom pelisutan akibat Human Immunodeficiency Virus ( HIV)

24
Daftar Pustaka

1. Flexner, C. 1998. HIV-Protease Inhibitor. N. Engl. J.Med. 338:1281-1293


2. Patrick, A.K. & Potts, K.E. 1998. Protease Inhibitors as Antiviral Agents. Clin.
Microbiol. Rev. 11: 614-627.

25

Anda mungkin juga menyukai