Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH PERMANGANOMETRI

Disusun Oleh:

RIZKY SETIAWAN MAULANA


(61608100818063)

DOSEN PENGAMPU :

RAKHMI FEBRINA, S. Si, Apt

MATA KULIAH :

KIMIA ANALISIS II

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


INSTITUT KESEHATAN MITRA BUNDA
BATAM
2020
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya kepada kami sehingga dapat
menyelesaikan makalah Kimia Analisis yang berjudul “Permanganometri”.

Saya menyadari bahwa di dalam pembuatan makalah ini masih banyak


kekurangan baik materi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu,kami dengan
segala kerendahan hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,saran,dan
usul guna menyempurnakan makalah ini.

Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi semua yang membaca

Batam, 27 April 2020


BAB I

PENDAHULUAN

A. TEORI UMUM

Dari sejarahnya, oksidasi diterapkan untuk proses-proses dimana yang


didasarkan pada reaksi redoks. Reaksi-reaksi yang melibatkan oksidasi reduksi
lebih sering digunakan dalam analisa titrimetrik daripada reaksi-reaksi asam basa,
pembentukan kompleks atau pun pengendapan ion-ion dari berbagai unsur hadir
dalam wujud oksidasi yang berbeda-beda mengakibatkan timbulnya banyak
keyakinan reaksi-reaksi oksidasi-reduksi (redoks). Kebanyakan dari reaksi-reaksi
ini yang layak digunakan dalam analisa titrimetrik dan aplikasinya sangat
beraneka ragam.

Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh
suatu atom, molekul, atau ion. Sementara reduksi adalah perolehan elektron.
Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimiawi yang biasa dan kehilangan
elektron yang dialami oleh suatu spesies kimiawi selalu disertai oleh perolehan
elektron pada bagian yang lainnya. Istilah reaksi transfer elektron terkadang
dipergunakan untuk reaksi-reaksi redoks.

Dalam percobaan ini kita menggunakan kalium permanganat yang


distandarisasi dengan menggunakan Natrium oksalat atau sebagai Arsen (III)
oksida. Standar-standar primer yang ditandai dengan timbulnya warna merah
muda yang disebabkan kelebihan permanganat yang mana MnO 4- bertindak
sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana
asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi
dalam sampel.

Titrasi permanganometri ini sering digunakan dalam dunia farmasi,


khususnya dalam penentuan kadar suatu senyawa berdasarkan reaksi redoks untuk
pembuatan sediaan-sediaan obat. Misalnya dalam bentuk kapsul, tablet, maupun
injeksi serta menetukan kadar besi dalam tubuh dengan cara mengobatinya.
Contoh sediaan obatnya yaitu sangobion, cymafort, mirabion, dan desabion.

B. MAKSUD DAN TUJUAN

1. Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatusampel menggunakan
metode volumetri.

2. Tujuan Percobaan
 Membuat larutan baku KMnO4 0,1 N
 Menstandarisasikan larutan baku KMnO4 dengan asam oksalat
 Menentukan kadar H2O2 dengan metode permanganometri

C. PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan kadar H2O2 menggunakan metode permanganometri
berdasarkan reaksi redoks dimana sampel bersifat asam dengan penambahan
H2SO4 dan dititrasi dengan larutan baku KmnO4 yang bersifat basa dan titik akhir
titrasi ditandai dengan perubahan warna merah muda.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. TEORI UMUM
Titrasi permanganometri adalah titrasi berdasarkan prinsip oksidasi-reduksi
dan digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer.
Larutan baku yang digunakan adalah larutan KmnO4.
Dalam suasana asam encer :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51o V
dan dalam suasana penetapan asam atau basa lemah akan terbentuk endapan
coklat MnO2 yang mengganggu.
MnO4- + 4H+ + 3e MnO3 + 2H2O Eo = 1,70o V
Dalam larutan netral atau basa :
MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OH-
( Haeria, 2011 : 11 )
Kalium permanganat telah banyak digunakan sebagai agen pengoksidasi
selama lebih dari 1000 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak
mahal dan tidak membutuhkan indikator kecuali untuk larutan yang amat encer.
Satu tetes permanganat 0,1 N memeberikan warna merah muda yang jelas pada
volume dari larutan yang biasa digunakan dalam sebuah titran, warna ini
dipergunakan untuk mengidentifikasi reagen tersebut.
Reaksi yang paling umum diterapkan dalam laboratorium adalah reaksi
yang terjadi di dalam larutan-larutan yang bersifat amat asam, 0,1 N atau lebih.
Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi atau
penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi.
Kalium permanganat secara luas dipergunakan sebagai larutan standar
oksidimetri, ia dapat berlaku sebagai indikatornya sendiri. KMnO 4 0,1 N adalah
suatu larutan yang setiap liternya mengandung 1/5 gram mol KmnO4 jika
dipergunakan dalam lingkungan asam. Perlu diketahui bahwa KmnO 4 ini sebelum
dipergunakan dalam proses permanganometri, harus distandarisasi terlebih
dahulu. Untuk menstandarisasi larutan KMnO4 ini, dapat digunakan zat reduktor
seperti asam oksalat ( H2C2O4 ), natrium oksalat ( Na2C2O4 ), dan lain-lain.
( Harjadi, 1993 : 21-25 )
Selama lebih dari satu abad, kalium permanganat telah digunakan sebagai
alat pengoksidasi yang penting dalam reaksi redoks. Dalam suasana asam reaksi
paro kalium permanganat sebagai berikut:

MnO4- + 8H+ + 5e 2Mn2- + 5Cl2 + 8H2O

Kalium permanganat jika digunakan sebagai oksidator dalam larutan alkalis


kuat, maka ada dua kemungkinan bagian reaksi, yaitu pertama reaksi yang
berjalan relatif cepat :

MnO4- + e MnO42-

Dan reaksi kedua yang berlangsung lambat :


MnO42- + 2H2O + 2e MnO2 + 4OH-
Potensial standar reaksi yang pertama adalah Eo = 0,56 volt. Sedangkan
pada reaksi yang kedua sebesar E0 = 0,06 volt. Dengan mengatur suasana sebaik-
baiknya ( misalnya menambahkan ion barium yang dapat berjalan dengan baik
sekali ).
Dalam suasana alkalis, permanganat secara kuantitatif direduksi menjadi
mangan dioksidasi menurut reaksi berikut dengan nilai potensial standar E 0 = 0,59
volt.
Mn04 + 2 H2O + 3E MnO2 + 4 OH
Dari uraian di atas maka untuk membuat larutan baku kalium permanganat
harus di jaga. Faktor – faaktor yang dapat menyebabkan penurunan yang besar
dari kekuatan larutan baku tersebut, aantara lain dengan pemanasan daan
penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi.
( prof.Dr.Ibnu Gholib Gandjar, 2007,155-156).
Beberapa sistem Redoks :

a). Ce (IV) sulfat adalah oksidator yang sangat baik dengan indikator 0-fenantrolin.
Pada reaksi Ce4+ Ce3+ + e elektron orbital 4f-lah yang dibebaskan. Laju reaksi
dipengaruhi oleh pelarut dan pembentukan kompleks Ce ( IV ) selama reaksi
dalam medium H2SO4, dan HNO3 dan HClO4 berada dalam bentuk kompleks.
Potensial formal pasangan Ce ( IV )- Ce ( III ) adalah 1,70 V dalam HClO 4 = 1,60
V dalam HNO3 dan 1,42 V dalam larutan H2SO4. Tidak begitu stabil dalam
medium HCl dengan potensial formal 1,88 V yang merupakan potensial
campuran. Ce ( IV ) dalam H2SO4 distandarkan oleh Na2C2O4. Ce ( IV ) standar
dapat dipersiapkan dari amonium heksanitrosenat.

b).Kalium permanganet adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indikator.


Kelemahannya adalah dalam medium HCl Cl- dapat teroksidasi, demikian jua
larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya digunakan pada
medium asam o,1 N : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt.
Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat padat pada temperatur ruang.
Untuk mempercepat perlu pemanasan. Sedangkan reaksinya dengan As ( III )
memerlukan katalis. Titik akhir permanganat tidak permanen dan warnanya dapat
hilang karena reaksi :

2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+

Ungu ( # berwarna )

Larutan dalam air tidak stabil dan air teroksidasi dengan cara :

4MnO4- + 2H2O 4MnO4 + 3O2 + 4OH-

Penguraiannya dikatalis oleh cahaya panas asam basa, ion Mn ( II ) dan


MnO2. MnO2 biasanya terbentuk dari dekomposisinya sendiri dan bersifat auto
katalitik. Untuk mempersiapkan larutan standar KMnO4, harus dihindarkan
adanya MnO2. KMnO4 dapat distandarkan terhadap Na2C2O4 : 2MnO4- + 5H2C2O4
+ 6H+ 2Mn2+ + OCO2 + 8H2O. Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II),
H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.

c). Kalium dikromat. Reaksi ini berproses seperti :

Cr2O72- + 14H+ + 6e Cr3+ + 7H2O Eo = 1,33 V

Zat ini mempunyai keterbatasan dibandingkan KMnO4 atau Ce ( IV ), yaitu


kekuatan oksidasinya lebih lemah dan reaksinya lambat. K2Cr2O7 bersifat stabil
dan inert terhadap HCl. Mudah diperoleh dalam kemurnian tinggi dan merupakan
standar primer. Biasanya indikator yang digunakan adalah asam Defenilamin
sulfonat. Terutama digunakan untuk analisis besi ( III ) menurut reaksi :

6Fe 2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O

d). Kalium Bromat ini adalah oksidator kuat. Reaksinya

BrO3- + 6H+ + 6e Br- + 3H2O Eo = i,44 V

BrO3- adalah standar dari primer dan sifatnya stabil. Methyl orange or red
digunakan sebagai indikator tetapi tidak sebaliknya –nafta flavon, quinoline
yellow. kalium bromat banyak digunakan dalam kimia organik misalnya, titrasi
dengan oksin.

e). Kalium iodat, banyak dipakai dalam kimia analitik IO 3- + 5I- + 6H+ 3I 2 +
3H2O dan reaksi dalam titrasi Andrew’s :

IO3- + Cl- + 6H+ + 4e ICI + 3H2O Eo = 1,20 V

Titrasi Andrew dilakukan pada suasana asam HCl 6M dalam CCl 4. Titrasi akhir
ditetapkan pada saat warna ungu menghilang. Untuk mendapatkan warna titik
akhir yang tepat perlu dilakukan pengocokan. ( Khopkar , 1990 : 52-53 )
Dalam suasana netral,ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan
dioksida seperti reaksi berikut :

MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 volt

Dan dalam suasana basa atau OH ≥ 0,1N, ion permanganat akan mengalami
reduksi sebagai berikut :

MnO4- + e- MnO42- Eo = 0,5 volt (Svehla .1995 : 123)

Asam salisilat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi terhadap
permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida, kemungkinan terjadi
reaksi 2MnO4- + 10 Cl- + 16H+ 2Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O

Dan sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan klor. Rekasi ini
terutama berkemungkinan akan terjadi dengan garam-garam besi, kecuali jika
tindakan-tindakan pencegahan yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang
sedikit berlebih, larutan yang sangat encer, temperatur yang rendah dan titrasi
yang lambat sambil mengocok terus menerus, bahaya dari penyebab ini telah
dikurangi sampai minimal. Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan
larutan baku primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Pada
percobaan ini, untuk membakukan kalium permanganat ini dapat digunakan
natrium oksalat yang merupakan standar primer yang baik untuk permanganat
dalam larutan asam. (Basset. 1994 )

Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat , karena asam ini tidak
menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya, jika dipakai asam klorida dapat terjadi
kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini
mengakibatkan dipakainya permanganat dalam jumlah berlebih. Meskipun untuk
beberapa reaksi dengan arsen (II) oksida , antimoni (II) dan hidrogen peroksida,
karena pemakaian asam sulfat justru akan menghasilkan beberapa tambahan
kesulitan. Kalium permanganat adalah oksidator kuat, oleh karena itu jika berada
dalam HCl akan mengoksidasi ion Cl- yang menyebabkan terbentuknya gas klor
dan kestabilan ion ini juga terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1
N. Namun beberapa zat memerlukan pemanasan atau katalis untuk mempercepat
reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan dijumpai lebih banyak
kesulitan dalam menggunakan reagensia ini. (Svehla .1995)

Banyak sekali metode-metode volumetri yang berprinsip pada transfer


elektron, pemisahan oksidasi reduksi menjadi komponen-komponennya, yaitu
reaksi separuhnya adalah cara untuk menunjukkan masing-masing spesies yang
memperoleh maupun kehilangan elektron. Reaksi oksidasi reduksi berasal dari
transfer langsung elektron daro donor ke akseptor. (Rivai, 1995; 362)

Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetri


asalkan kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung
dengan cepat. Dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu menunjukkan
titik ekuivalen stokiometri dengan durasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks
dilakukan dengan menggunakan indikator warna. Dua setengah reaksi untuk
setiap sistem titrasi redoks selalu dalam kesetimbangan pada seluruh titik setelah
memulai titrasi, sehingga potensial reduksi untuk separuh sel adalah identik pada
seluruh titik.

(Rivai, 1995; 363)

Metode permanganometri didasarkan atas reaksi oksidasi ion


permanganat. Oksidasi ini dapat dijalankan dalam suasana asam, netral ataupun
alkali. Jika titrasi dilakukan dalam lingkungan asam, maka akan terjadi reaksi

MnO4- + 4 H+ + 3 e Mn2+ + 4 H2O

Dimana potensial oksidasinya sangat dipengaruhi oleh adanya kepekatan ion


hidrogen akan tetapi konsentrasi ion mangan (II) pada persenyawaan di atas tidak
terlalu berpengaruh terhadap potensial redoks, karena konsentrasi ion mangan (II)
sendiri mampu mereduksi ion permanganat dengan membentuk ion ion Mn3+ dan
MnO2. Dalam suasana asam reaksi di atas berjalan sangat lambat, tetapi masih
cukup cepat untuk memucatkan warna dari permanganat setelah reaksi sempurna.
Jadi umunya titrasi dilakukan dalam lingkungan asam karena lebih mudah
mengamati titik akhirnya. (Roth, 1988;287)

Oksidasi dengan permanganat dalam lingkungan asam lemah, netral atau


alkali dengan reaksi sebagai berikut.

MnO4- + 4 H+ + 3 e MnO2 + 2 H2O

Disini dapat dilihat bahwa pengaruh konsentrasi ion H+ agak kurang dibandingkan
dalam suasana asam.

Titrasi yang dilakukan dalam lingkungan alkali menghasilkan endapan


yang berwarna coklat tua dari mangan oksida, atau hidratnya MnO(OH)2 yang
akan menyulitkan pengamatan titik akhir. Dalam lingkungan alkali ion
permanganat yang akan tereduksi lebih lanjut menjadi MnO2.

Kalium permanganat (KMnO4) merupakan oksidator kuat dalam larutan


yang bersifat asam. Karena itu titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat
asam kuat (H2SO4 1 N). Meskipun demikian KMnO4 juga merupakan oksidator
kuat dalam larutan yang bersifat asam lemah, netral atau basa lemah.

Oksidimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada sifat


oksidasi dari larutan standartnya. Pada umumnya larutan zat yang ditritrasi
bersifat reduktor, sehingga dalam reaksi ini reaksinya berupa reaksi redoks.
Dalam analisis oksidimetri tidak digunakan indikator dari luar (estern indicator),
tetapi larutan standartnya telah dapat berfungsi sebagai indikator sendiri (auto
indicator). Beberapa metode analisis oksidimetri sesuai dengan jenis larutan
standar yang digunakan yaitu : permanganometri, kromatometri, iodo-iodimetri,
cerimetri dan lain-lain.
(Harjadi, 1995;73)

Kelemahan dari kalium permananganat adalah dalam medium HCl Cl-


dapat teroksidasi, demikian juga larutannya,mempunyai kestabilan yang terbatas,
biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N .
MnO4 - +8H + +5e→ Mn 2+ + 4H 2 O E0 = 1,51 v

Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang.


Untuk mempercepat perlu pemanasan. (Khophar.2007 :53)

Dalam titrasi redoks, permanganometri adalah proses titrasi dimana


garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standard karena
kalium permanganat (KMnO4) tidak murni, banyak mengandung oksidanya (MnO
dan Mn2O3), maka zat tersebut bukan merupakan standard primer melainkan zat
standard sekunder sehingga larutannya harus distandarisasi dengan zat standard
primer. Standarisasi dapat dilakukan dengan beberapa reduktor, seperti : As 2O3,
Fe, Na2C2O4, H2C2O4.2H2O, KHC2O4, K4{Fe(CN)6}, Fe(NH4)2(SO4)2.

Reaksi reduksi ion permanganat (MnO4 -) tergantung pada suasana


larutan. Dalam suasana asam ion permanganat (MnO4 -) yang berwarna ungu
mengalami reduksi menjadi Mn2+ yang tidak berwarna menurut reaksi

MnO4 - + 8H+ + 5e-  Mn2+ + 4H2O

Dengan demikian, 1 ekivalen MnO4 - = 1/5 mol, atau berat ekivalen (BE)
= 158/5 = 31,6. Dalam suasana asam ini dapat digunakan untuk menentukan
secara langsung berbagai macam kation maupun anion, antara lain :

Kation / anion Hasil oksidasi

Fe2+, Sn2+, VO2+, H2O2 Fe3+, Sn4+, VO3 -, O2

Mo3+, As3+, Ti3+, U4+ Mo3+, As3+, Ti3+, U4+

C2O4 2-, NO2 -, SO3 2- CO2, NO3 -, SO4 2-

Sedangkan secara tidak langsung, melalui penambahan reduktor berlebih


dapat digunakan untuk menentukan : MnO4 -, Cr2O7 2-, Ce4+, MnO2, Mn3O4, PbO2,
Pb2O3, dan Pb3O4.
-
Dalam suasana netral dan basa, MnO4 mengalami reduksi menjadi
endapan MnO2 yang berwarna hitam, menurut reaksi :

MnO4 - + 2H2O + 3e-  MnO2 + 4OH-

Dalam reaksi tersebut, 1 ekivalen MnO4 - = 1/3 mol, atau berat ekivalen
(BE) = 158/3 = 52,7. Zat-zat yang dapat ditentukan secara permanganometri
dalam suasana netral dan basa ini antara lain garam-garam Mn(II), asam format,
dan garam format.

Pada proses titrasi permanganometri tidak perlu ditambahkan indikator


untuk mengatahui terjadinya titik ekivalen, karena MnO 4 - yang berwarna ungu
dapat berfungsi sebagai indikator sendiri ( auto indicator ).

(Fernando, 1997,103-105)

Dari sejarahnya istilah oksidasi diterapkan untuk proses – proses dimana


oksigen diambil oleh suatu zat. Maka reduksi dianggap sebagai proses dimana
oksigen diambil dari dalam suatu zat. Kemudian penangkapan hydrogen disebut
juga reduksi, sehingga kehilangan hydrogen harus disebut oksidasi. Sekali lagi
reaksi – reaksi lain dimana baik oksigen maupun hydrogen tidak ambil bagian
belum dapat dikelompokkan sebagai oksidasi atau reduksi sebelum definisi
oksidasi dan reduksi yang paling umum, yang didasarkan pada pelepasan dan
pengambilan electron, disusun orang. Sebelum mencobamendefinisikan lebih
cermat apa arti istilah – istilah itu, baiklah diperiksa beberapa reaksi ini

a. Reaksi antara ion besi(III) dan timah(II) menuju terbentuknya besi(II) dan
Timah(IV):
2Fe3+ + Sn2+ 2Fe2+ + Sn2+
Jika reaksi ini dijalankan dengan hadirnya asam klorida, hilangnya warna kuning (
ciri khas Fe3+) dapat diamati dengan mudah. Dalam reaksi ini Fe 3+ dan direduksi
menjadi Fe2+ dan Sn2+ dioksidasi menjadi Sn4+. Sebenarnya apa yang telah terjadi
adalah warna Sn2+ memberikan electron – electron pada Fe 3+, maka terjadilah
serah terima (transfer electron)
b. Jika sepotong besi (misalkan Paku) dibenamkan dalam larutan tembaga sulfat,
paku itu akan tersalut logam tembaga yang merah, sementara itu dapatlah
dibuktikan adanya besi(II) dalam larutan. Reaksi yang berlangsung adalah :
Fe + Cu2+ Fe2+ + Cu
Dalam hal ini logam besi menyumbangkan electron – electron kepada ion
tembaga(II). Fe teroksidasi menjadi Fe2+ dan Cu2+ tereduksi menjadi Cu.

c. Pelarutan zink dalam asam klorida juga merupakan reaksi oksidasi – reduksi
Zn + 2H+ Zn 2+ + H2
Elektron diambil oleh H+ dari dalam Zn2+; atom hydrogen tanpa muatan
bergabung menjadi molekul H2.

d. Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodide menjadi iod,
sementara dirinya direduksikan menjadi bromida :
BrO3- + 6H+ + 6I- Br- + 3I2 + 3H2O
Tidak mudah untuk mengikuti serah terima electron dalam hal ini, karena suatu
reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya.
Namun Nampak bahwa ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya
diambil oleh sebuah ion bromat tunggal.

e. Lebih ruwet lagi adalah oksidasi hydrogen peroksida menjadi oksigen dan air oleh
permanganat, yang ia sendiri tereduksi menjadi mangan(II):
2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 2Mn2+ + 5O2 + 8H2O

Sepuluh electron disumbangkan oleh lima molekul hydrogen peroksida kepada


dua electron ion permanganat dalam proses ini.

(Shevla, 1990; 107)

Penentuan titik akhir titrasi didasarkan atas perubahan warna dari ion
permanganat (ungu) menjadi Mn2+ yang tidak berwarna. Pengasaman dilakukan
dengan H2SO4. Untuk dapat digunakan sebagai larutan standar KMnO 4 harus
distandarisasi terlebih dahulu dengan Na-oksalat, selanjutnya metode
permanganometri diterapkan untuk menentukan kadar MnO2 dalam pirolusit dan
nitrit dalam KNO2

a. Standardisasi
Standardisasi terhadap larutan satandard KMnO4 dapat dilakukan dengan zat
standard primer, antara lain :
As2O3 (Warangan) - NH4Fe(SO4)2. 6aq (amonium fero sulfat)
- Na2C2O4 (Anhidris) - K4Fe (CN)6

Reaksi :

- As2O3 oksi

As2O5 1 N = ¼ mol

- C2O4 oksi

H2O + CO2 + 2e 1 N = ½ mol

- Fe2+ oksi

Fe3+ + 3e 1 N = 1 mol

- Fe (CN)63- oksi

Fe (CN)63- 1 N = 1 mol

Larutan standard KMnO4 harus disimpan dalam tempat yang berwarna coklat atau
gelap. Hindarkan dari debu, zat organik ataupun sinar/ cahaya, sebab larutan
KMnO4 mudah beruabah menjadi endapan MnO2. Standarisasi maupun
penetatapan dilakukan pada temperature 400 C– 800 C agar reaksi oksidasinya
berjalan dengan cepat.

b. Menyelidiki kemurnian nitrit


Garam nitrit (KNO2) bersifat kurang stabil, dengan pengaruh udara atau asam
akan berubah menjadi senyawa nitrat (KNO3). Oleh karena itu untuk menetapkan
kemurnian nitrit titrasinya harus dibalik yang berartu bahwa asamnya dicampur
pada larutan standard KMnO4 nya.

MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O


NO2- + H2O →NO3- + 2H+ + 2e +
2 MnO4- + 6H+ + 5NO2- 5NO3- +2Mn2+ + 3H2O

Oksidasi dan Reduksi

1. Bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi adalah muatan formal atom dalam  suatu molekul atau dalam
ion yang dialokasikan sedemikian sehingga atom yang ke-elektronegativannya
lebih rendah mempunyai muatan positif.  Karena muatan listrik tidak berbeda
dalam hal molekul yang terdiri atas atom yang sama, bilangan oksidasi atom
adalah kuosien muatan listrik netto dibagi jumlah atom.  Dalam kasus ion atau
molekul mengandung atom yang berbeda, atom dengan ke-elektronegativan lebih
besar dapat dianggap anion dan yang lebih kecil dianggap kation. Misalnya,
nitrogen berbilangan oksidasi 0 dalam N2; oksigen berbilangan oksidasi -1 dalam
O22-; dalam NO2nitrogen +4 dan oxygen -2; tetapi dalam NH 3 nitrogen -3
danhidrogen +1.  Jadi, bilangan oksidasi dapat berbeda untuk atom yang sama
yang digabungkan dengan pasangan yang berbeda dan atom dikatakan memiliki
muatan formal yang sama nilainya dengan bilangan oksidasinya.  Walaupun harga
nilai muatan formal ini tidak mengungkapkan muatan sebenarnya, namun nilai ini
sangat memudahkan untuk untuk menghitung elektron valensi dan dalam
menangani reaksi redoks.

2. Reaksi redoks
Awalnya, oksidasi berarti pembentukan oksida dari unsurnya atau pembentukan
senyawa dengan mereaksikannya dengan oksigen, dan reduksi adalah kebalikan
oksidasi.  Definisi reduksi saat ini adalah reaksi yang menangkap elektron, dan
oksidasi adalah reaksi yang membebaskan elektron.

Oleh karena itu, suatu pereaksi yang memberikan elektron disebut reduktor
dan yang menangkap elektron oksidator. Akibat reaksi redoks, reduktor
mengalami oksidasi dan oksidator mengalami reduksi. Contohnya, dalam reaksi
antara logam molibdenum dan gas khlor membentuk molibdenum pentakhlorida,
2 Mo + 5 Cl2 → Mo2Cl10
Molibdenum adalah reduktor dan berubah bilangan oksidasinya dari 0
menjadi +5 dan khlor adalah oksidator dan berubah bilangan oksidasinya dari 0 ke
-1.

Bilangan oksidasi logam dalam senyawa logam transisi dapat bervariasi


dari rendah ke tinggi. Bilangan oksidasi ini dapat berubah dengan reaksi redoks.
Akibat hal ini, jarak ikatan dan sudut ikatan antara logam dan unsur yang
terkoordinasi, atau antar logam, berubah dan pada saat tertentu keseluruhan
struktur kompleks dapat terdistorsi secara dramatik atau bahkan senyawanya dapat
terdekomposisi.

Reaksi senyawa logam transisi dengan berbagai bahan oksidator atau


reduktor juga sangat penting dari sudut pandang sintesis. Khususnya, reaksi
reduksi digunakan dalam preparasi senyawa organologam, misalnya senyawa
kluster atau karbonil logam.

Sementara itu, studi transfer elektron antar kompleks, khususnya reaksi


redoks senyawa kompleks logam transisi telah berkembang. Taube mendapat
hadiah Nobel (1983) untuk studi reaksi transfer elektron dalam kompleks logam
transisi dan mengklasifikasikan reaksi ini dalam dua mekanisme. Mekanisme
transfer elektron dengan ligan jembatan digunakan bersama antara dua logam
disebut dengan mekanisme koordinasi dalam, dan mekanisme reaksi yang
melibatkan transfer langsung antar logam tanpa ligan jembatan
disebut mekanisme koordinasi luar.

Mekanisme koordinasi dalam bila [CoCl(NH3)5]2+ direduksi dengan


[Cr(OH2)6]2+, suatu kompleks senyawa antara, [(NH 3)5Co-Cl-Cr(OH2)5]4+,
terbentuk dengan atom khlor membentuk jembatan antara kobal dan khromium.
Sebagai akibat transfer elektron antara khromium ke kobalmelalui khlor,
terbentuk [Co(NH3)5Cl]+, dengan kobal direduksi dari trivalen menjadi divalen,
dan [Cr(OH2)6]3+, dengan khromium dioksidasi dari divalen menjadi trivalen.
Reaksi seperti ini adalah jenis reaksi redoks melalui mekanisme koordinasi dalam.
Anion selain halogen yang cocok untuk pembentukan jembatan semacam ini
adalah SCN-, N3-, CN-,dsb.

Mekanisme koordinasi luar. Bila [Fe(phen)3]3+ (phen adalah


ortofenantrolin) direduksi dengan [Fe(CN)6]4- , tidak ada jembatan ligan antar
logam dan elektron berpindah dari HOMO Fe(II) ke LUMO Fe(III) dalam waktu
yang sangat singkat dan kontak langsung antar dua kompleks. Akibat transfer
elektron ini, terbentuk [Fe(phen)3]2+ dan [Fe(CN)6]3-. Reaksi seperti ini adalah
reaksi redoks melalui mekanisme koordinasi luar, dan karakteristik sistem
kompleks yang memiliki laju substitusi ligan yang sangat lambat dibandingkan
dengan laju transfer elektron, khususnya dalam sistem yang memiliki ligan yang
sama tetapi bilangan oksidasi yang berbeda, [Fe(CN) 6]3- dan [Fe(CN)6]4- yang
memiliki laju transfer elektron yang besar. (svehla, 1995 278)
B. URAIAN BAHAN
1. Aquadest ( Dirjen POM, 1979 : 96 )
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Rumus molekul : H2O
Rumus bangun : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarnah,
Tidak berbau,tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut.

2. Asam Sulfat ( Dirjen POM, 1979 : 58 )


Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Pemerian : Cairan kental seperti minyak,
korosif, tidak berwarna, jika
ditambahkan air menimbulkan
panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pemberi suasana asam

3. Besi ( II ) Sulfat ( Dirjen POM, 1979 : 381 )


Nama resmi : FERROSI SULFAS
Nama lain : Besi ( II ) Sulfat
Rumus molekul : FeSO4.7H2O
Berat molekul : 151,90
Pemerian : Hablur atau granul, warna hijau
kebiruan, pucat tidak berbau dan
rasa seperti garam, meleleh di udara
kering, segera teroksidasi dalam
udara lembab, pH lebih kurang 3,7.
Kelarutan : Larut dalam air bebas CO2 P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel / titer

4. Hidrogen Peroksida (Dirjem POM, 1979; 296)


Nama resmi : HYROGEN PEROXYDUM

Nama lain : Hirogen peroksida

RM/BM : H2O2 / 34,01

Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna,


Bereaksi asam
terhadap lakmus, terurai secara
perlahan dan dipengaruhi oleh
cahaya.
Kelarutan : Tercampur dengan air, larut dalam
eter, tidak larut dalam petroleum
eter.
Penyimpanan :Dalam wadah berisi tidak
penuh, dilengkapi dengan lubang
udara kecil, dan disimpan di tempat
sejuk.
Kegunaan : Sebagai sampel
5. Kalium Permanganat ( Dirjen POM, 1979 : 330 )
Nama resmi : KALII PERMANGANAS
Nama lain : Kalium permanganat
Rumus molekul : KMnO4
Berat molekul : 162,5 gr/mol
Pemerian : Hablur mengkilap, ungu tua atau
hampir hitam, tidak berbau, rasa
manis atau sepat.
Kelarutan : Larut dalam 16 bagian air, mudah
larut dalam air mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai titran
C. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan dan standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N
a. Pembuatan Larutan Baku
Timbang seksama 3,3 gr kalium permnganat lalu masukkan ke dalam labu ukur
1000 ml dan larutkan dengan air suling.panaskan larutan selama 15 menit, tutup
dan simpan selama 2 hari. Saring dengan saringan asbes lalu pindahkan ke dalam
botol.
b. Standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N dengan Asam Oksalat
Timbang seksama 200 mg asam oksalat yang telah dikeringkan pada suhu 110o
dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Larutkan dengan 100 ml air suling
kemudian tambahkan asam sulfat dan panaskan pada suhu 70 o. Titrasi dengan
larutan KMnO4 0,1 N hingga timbul warna merah yang stabil selama 15 menit.
Suhu titrasi tidak boleh lebih rendah dari 60o . Hitung normalitasnya.

2. Penetapan Sampel
a. Penetapan FeSO4
Timbang seksama 500 mg FeSO4.7H2O, masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan
25 ml asam sulfat encer dan 25 ml air suling. Titrasi dengan larutan kalium
permanganat 0,1 N sampai warna merah muda tetap. Ulangi perlakuan dua kali
lagi, hitung kadar FeSO4
Tiap ml KMnO4 0,1 N setara dengan 15,19 KMnO4 atau 27,80 mg FeSO4.7H2O.
b. Penetapan Kadar H2O2
Diukur secara seksama 2 ml larutan H 2O2. Pindahkan ke dalam labu ukur yang
berisi 20 ml H2O. Tambahkan 20 ml H2SO4 encer dan titrasi dengan KMnO4 0,1 N
hingga warna merah muda yang mantap.
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. ALAT DAN BAHAN


Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu Buret, botol
semprot, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, lap kasar, lap halus, pipet volume,
pipet tetes, sendok tanduk, statif dan klem serta neraca analitik.

Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu Air suling,
Aluminium foil, Kertas timbang, Larutan hidrogen peroksida (H 2O2 pekat),
Larutan asam sulfat (H2SO4) encer 0,1 N, Asam oksalat, Larutan baku kalium
permanganat (KMnO4) 0,1023 N, dan Tisu gulung.

B. CARA KERJA
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu diukur
larutan sampel H2O2 sebanyak 2ml menggunakan gelas ukur , kemudian
dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 20ml H2SO4 encer 0,1 N. Lalu
dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna merah muda. Diulangi perlakuan di atas
sebanyak dua kali.
1. Pembuatan Larutan Baku
Ditimbang seksama 3,3 gram KMnO4, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 1000
ml. Kemudian dilarutkan dengan air suling, dipanaskan larutan selama 15 menit,
kemudian ditutup dan disimpan selama dua hari. setelah itu, disaring dengan
saringan asbes.
2. Standarisasi Larutan KMnO4 dengan asam Oksalat
Ditimbang seksama 200 mg asam oksalat yang telah dikeringkan pada suhu
110oC. Kemudian dilarutkan dalam 100 ml air suling, lalu ditambahkan H 2SO4,
setelah itu dipanaskan pada suhu 70o, kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4
0,1 N hingga timbul warna merah muda yang stabil selama 15 menit. Lalu
dihitung normalitasnya.
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. TABEL PENGAMATAN

Ukuran sampel Volume titrasi Perbahan warna


2 ml 0,1 ml Merah muda
2 ml 0,2 ml Merah muda

B. PERHITUNGAN
1. Mgrek H2O2 : Mgrek KMnO4
mg : N XV
BE
mg : 0,1023X0,1
34,02
Mg : 0,3480 mg
: 0,000348 gram
% kadar : 0,000348 X 100%
0, 00058
: 60%
H2O2 mengandung 29% ≤ 31,0%
29mg = X
100ml 2 ml
x = 58
100
= 0,58 mg
= 0,00058 gram
2. Mgrek H2O2 = Mgrek KMnO4
Mg =NxV
Be
Mg = 0,1023 x 0,2
34,02
Mg = 0,6960 mg
= 0,000696 gram
% Kadar = 0,000696 x 100 %
0,00058
= 120 %
3. ∑ kadar H2O2 = 60 % + 120 %
2
= 90%
C. Reaksi

MnO4- + 8H+ + 5e- → Mn2+ + 4H2O x2


O22- → 1
̸2 O2 + 2e- x5

2MnO4- + 16H+ + 10e- → 2Mn2+ + 8 H2O

5O22- → 5
̸ 2 O2 + 2e-
2Mn04 + 5O2- + 16H+ → 2 Mn2+ + 5 ̸ 2 O2 + 8 H2O
BAB V

PEMBAHASAN

Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium


permanganat, yang merupakan oksidator kucit sebagai titran. Titran ini didasarkan
atas reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan
sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah
diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan
yang sangat encer. Permanganat beraksi secara beraneka, karena mangan dapat
memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7.

Dalam suasana asam [H+] ≥ o, I N, ion permanganat mengalami reduksi


menjadi ion mangan (II) sesuasi reaksi.

MnO4- + 8H+ + 5 e Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 volt

Dalam suasana netral, ion pemanganat mengalami reduksi menjadi mangan


dioksida seperti reaksi berikut.

MnO4- + 4H+ + 3e MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 volt

Dalam suasana basa atau [OH-] ≥ 0, I N, ion permanganat akan mengalami


reduksi sebagai berikut.

MnO4- + e- Mn O22- Eo = 0,56 volt

Adapun cara kerja pada percobaan ini, yakninpertama—tama disiapkan alat


dan bahan, lalu diukur sampel H2O2 sebanyak 2ml menggunakan gelas ukur,
kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah 20 ml H 2SO4 encer 0,1 N.
Lalu dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna merah muda. Perlakuan ini diulang
sebanyak dua kali.
Titrasi permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar reduktor
dalam suasana asam sulfat encer dengan menggunakan kalium permanganat
sebagai titran.

Dalam perconaan ini digunakan erlenmeyer karena memiliki luas


permukaan pada mulut labu lebih sempit, sehingga senyawa-senyawa yang
kemungkinan menguap dapat diminimalisir, dan digunakan gelas ukur karena
memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, serta digunakan buret untuk menetrasi
sehingga kita dapat mengetahui skala atau volume sampel yang ada didalam buret
dan untuk mengetahui kecepatan titran.

Dalam percobaan ini digunakan sampel H2O2 karena memiliki sifat sebagai
pereduktor kuat sehingga dapat bereaksi sempurna dengan KMnO4 yang bersifat
sebagai pengoksidator kuat. Reduktor merupakan suatu senyawa yang mengalami
oksidasi sedangkan oksidator merupakan suatu senyawa yang mengalami reduksi

. Pada percobaan ini, tidak digunakan indikator karena KMnO4 adalah


pereaksi dapat di pakai tanpa penambahan indikator dan dapat pula bertindak
sebagai indikaor. Pada saat percobaan larutan ditambahkan H2SO4 untuk memberi
suasana asam, selain itu H2SO4 tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan
encer. Adapun sampel-sampel yang dapat dititrasi dengan metode
permanganometri yaitu sampel yang mengandung Fe3+, H2O2, NO2-, HSO3-, dan
H3AsO3.

Dalam percobaan ini, H2O2 yang direaksikan dengan KMnO4 akan


menghasilkan uap gas dalam bentuk O2, endapan Mn2+ yang memberikan warna
merah muda dan H2O.

Mekanisme perubahan warna pada titrasi permanganometri biasanya tidak


memerlukan indikator karena larutan baku KMnO4 sendiri yang berwarna ungu
sudah berfungsi sebagai indikator (autoindikator). Pada awal titrasi larutan
KMnO4 yang berwarna ungu akan hilang warnanya setelah direaksikan dengan
analat. Menjelang titik akhir titrasi, dengan kelebihan satu tetes KMnO 4
menimbulkan warna yang dengan mudah dapat dipakai sebagai penunjuk
berakhirnya titik akhir titrasi yaitu warna merah mudah pucat yang mantap. Hanya
0,01 – 0,02 ml KMnO4 sudah cukup untuk memberikan warna yang tampak dalam
100 ml air. Warna pada titik akhir titrasi ini tidak tetap bertahan, yang setelah
beberapa lama lenyap kembali akibat reaksi antara kelebihan MnO 4 dengan ion
Mn2+ hasil reaksi penetapan.

Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini, yaitu kadar H2O2 pada
erlenmeyer I sebesar 60%, erlenmeyer II sebesar 120%. Kadar rata-rata H2O2
sebesar 90% sedangakan menurut literatur kadar H2O2 sebesar atau tidak kurang
dari 29,0% dan tidak lebih dari 31,0%. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan
literatur karena adanya faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu ketepatan
dalam mengukur dan tehknik menitrasi yang kurang baik.

Adapun faktor-faktor yang dapat memepengaruhi hasil akhir percobaan ini


adalah :

1.Larutan KMnO4 yang digunakan sudah banyak yang menguap atau tereduksi
menjadi MnO2 atau Mn2+
2.Pembuatan larutan yang tidak disaring, sehingga pengotor masih terdapat di
dalam larutan.
3.Asam oksalat yang digunakan tidak diketahui kadarnya dengan pasti, karena tidak
dibakukan.
4.Alat-alat yang digunakan sudah tidak memenuhi persyaratan untuk analisis
kuantitatif, seperti timbangan yang tidak pernah dikalibrasi.
Adapun hubungannya dalam dunia farmasi, yaitu untuk menentukan kadar
dari obat, selain itu kita dapat menentukan zat-zat penyusun (zat-zat kimia) yang
terkandung dalam obat dan makanan yank tidak diketahui zat-zat penyusunnya.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
1. Kadar H2O2 pada Erlenmeyer I sebesar 60%
2. Kadar H2O2 Erlenmeyer II sebesar 120%.
3. Kadar rata-rata H2O2 sebesar 90% sedangakan menurut farmakope indonesia
kadar H2O2 tidak kurang dari 29,0% dan tidak lebih dari 31,0%.
B. Saran
 Untuk laboratorium :
Diharapkan kelengkapan bahan yang akan digunakan dalam
peraktikum, serta alat yang akan digunakan agar praktikum berjalan dengan baik
tanpa hambatan
 Untuk asisten :
Tetap semangat,ikhlas dan sabar menghadapi kami,serta jangan
pernah berhenti untuk selalu mentransfer ilmu yang kakak miliki kepada kami
maupun orang lain, karena itu sangat berguna.
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J. Etc. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.

Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 1994

Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta. 1979

Fernando. Kimia Analitik Kuantitatif. Penerbit Andi: Yogyakarta. 1997

Gholib Ibnu Gandjar, Abdul Rahman. Kimia Analisis Farmasi. Pustaka

Pelajar: Jakarta. 2007

Haeria,S.si. Praktikum Kimia Analisis. Uin Alauddin Makassar.

: Makassar. 2011

Harjadi, W. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia: Jakarta. 1990

Khopkar, S.M. Kimia Analisis Kuantitatif. UIP Press: Yogyakarta. 2008

Rivai. H., Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia. Jakarta. 1996

Svehla, G. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan

Semimikro. Kalman Media Pustaka: Jakarta. 1995

Roth J. Blaschke.G., Analisis Farmasi. UGM Press. Jakarta. 1988

Anda mungkin juga menyukai