Anda di halaman 1dari 19

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Radiografi Periapikal


Radiografi periapikal adalah komponen penunjang diagnostik yang
menghasilkan gambar radiografi dari beberapa gigi dan jaringan apeks sekitarnya.2
Radiografi periapikal menggunakan film yang berukuran 3x4 cm.1 Setiap film
biasanya menunjukkan 2-4 gigi dan dapat memberikan gambaran secara rinci tentang
gigi dan jaringan sekitarnya. Pada radiografi periapikal, terdapat dua teknik proyeksi
yang biasa dapat digunakan, yaitu teknik paralleling dan teknik bisecting.1,2,3

2.1.1 Indikasi Radiografi Periapikal


Indikasi utama dalam menggunakan radiografi periapikal, yaitu:
1. Deteksi infeksi apikal atau peradangan.
2. Penilaian status periodontal.
3. Apabila terjadi trauma pada gigi dan tulang alveolar.
4. Penilaian terhadap keberadaan dan posisi gigi yang tidak erupsi.
5. Penilaian morfologi akar sebelum ekstraksi.
6. Selama perawatan endodontik.
7. Penilaian pra-operasi dan pasca operasi apikal.
8. Mengevaluasi kista apikal dan lesi di dalam tulang alveolar.
9. Mengevaluasi pasca operasi implan.2

2.1.2 Persyaratan Posisi Film dan Sinar-X


Persyaratan posisi film dari sinar-x yang ideal, yaitu:
1. Gigi dan film harus berkontak.
2. Gigi dan film harus sejajar satu sama lain.
3. Untuk gigi anterior, film diletakkan vertikal.
4. Untuk gigi posterior, film diletakkan horizontal.2

Universitas Sumatera Utara


6

2.1.3 Teknik Periapikal Paralel


Prinsip pemotretan teknik paralel, yaitu:
a. Film diletakkan pada film holder dan ditempatkan dalam mulut, pada
posisi paralel terhadap sumbu panjang gigi yang diperiksa.
b. Tube head (cone) diarahkan tegak lurus terhadap gigi dan film.
c. Dengan menggunakan film holder yang memiliki pemegang film
dan penentu arah tube head, teknik ini dapat diulang dengan posisi dan kondisi
yang sama pada waktu yang berbeda (reproducible).2

Prinsip pengambilan radiografi periapikal paralel, yaitu:


a. Untuk pemeriksaan gigi insisivus dan kaninus rahang atas dan bawah
gunakan film holder khusus untuk regio anterior, dengan film ditempatkan secara
vertikal. Sedangkan untuk gigi premolar dan molar gunakan film holder khusus untuk
regio posterior, film ditempatkan secara horizontal. Harus diperhatikan sisi film yang
berwarna putih dan tonjol identifikasi menghadap ke arah datangnya sinar-x.
b. Kepala pasien bersandar pada kursi, bidang oklusal horizontal sejajar
dengan lantai.1,2

Universitas Sumatera Utara


7

Tulang Gigi
interdental molar 3

trabekula

Inferior
dental
canal
d.
Gambar 1. Teknik paralel pada molar mandibula
a. Posisi pasien; b. Diagram posisi;
c. Posisi film; d. Gambaran radiografi
gigi molar rahang bawah2

Kelebihan dari teknik periapikal paralel, yaitu:


a. Gambaran yang dihasilkan lebih geometris dengan sedikit sekali
kemungkinan terjadinya pembesaran gambar. Tulang zygomaticus berada di atas
apeks gigi molar atas.
b. Tinggi puncak tulang periodontal dapat terlihat jelas.
c. Jaringan periapikal tampak dengan jelas.
d. Mahkota gigi tampak dengan jelas sehingga karies proksimal dapat
dideteksi dengan baik.
e. Sudut vertikal dan horizontal, dari tabung sinar-x secara otomatis dapat
ditentukan posisinya dengan tepat.
f. Arah sinar-x sudah ditentukan pada pertengahan film sehingga dapat
menghindari cone cutting.
g. Dapat membuat beberapa foto radiografi dengan posisi dan kondisi yang
sama pada waktu yang berbeda.2

Universitas Sumatera Utara


8

Kekurangan dari teknik periapikal paralel, yaitu:


a. Penggunaan film holder dapat menyebabkan rasa tidak nyaman pada
pasien, terutama regio posterior, karena dapat menyebabkan rasa ingin muntah.
b. Film holder sulit penggunaannya bagi operator yang tidak
berpengalaman.
c. Kondisi anatomis dalam rongga mulut sering menyulitkan teknik ini,
misalnya: palatum yang datar dan dangkal.
d. Apeks gigi kadang tampak sangat dekat dengan tepi film.
e. Sulit menggunakan film holder untuk regio M3 rahang bawah.
f. Bila menggunakan short cone, tidak dapat menghasilkan gambaran
radiografi yang baik.
g. Film holder harus selalu disterilisasi dengan autoclave.2

2.1.4 Teknik Periapikal Bisecting


Prinsip teknik pengambilan foto bisecting, yaitu:
a. Sudut yang dibentuk antara sumbu panjang gigi dan sumbu
panjang film dibagi dua sama besar yang disebut garis bagi.
b. Tabung sinar-x diarahkan tegak lurus pada garis bagi ini,
dengan titik pusat sinar-x diarahkan ke daerah apikal gigi.
c. Dengan menggunakan prinsip segitiga sama sisi, panjang gigi
sebenarnya dapat terproyeksi sama besarnya pada film.
- Penentuan sudut vertikal tabung sinar-x adalah sudut yang
dibentuk dengan menarik garis lurus titik sinar-x terhadap bidang
oklusal.
- Penentuan sudut horizontal tabung sinar-x ditentukan oleh bentuk
lengkung rahang dan posisi gigi. Dalam bidang horizontal, titik pusat
sinar-x diarahkan melalui titik kontak interproksimal untuk menghindari
tumpang tindih satu gigi dengan gigi sebelahnya.
d. Film diletakkan sedekat mungkin dengan gigi yang diperiksa
tanpa menyebabkan film tertekuk.2

Universitas Sumatera Utara


9

Prinsip penentuan posisi dalam pengambilan foto bisecting, yaitu:


a. Film diletakkan sedemikian rupa sehingga gigi yang
diperiksa ada di pertengahan film untuk gigi rahang atas dan rahang bawah.
b. Film harus dilebihkan kurang lebih 2 mm diatas permukaan
oklusal/insisal untuk memastikan seluruh gigi tercakup didalam film. Perlu
diperhatikan juga sisi yang menghadap tabung sinar-x adalah sisi yang menghadap
gigi dengan tonjol orientasi menghadap ke arah mahkota gigi.
c. Pasien diminta untuk menahan film dengan perlahan tanpa tekanan,
dengan ibu jari atau telunjuk (menahan film dengan tekanan yang berlebihan dapat
menyebabkan film menjadi distorsi pada gambar yang dihasilkan).
d. Tabung sinar-x diarahkan ke gigi dengan sudut vertikal dan horizontal
yang tepat.
e. Lakukan penyinaran dengan kondisi yang telah ditentukan.2

Gambar 2. Teknik bisecting pada molar mandibula. Ibu jari sebagai


pemegang film; b. Menggunakan film holder;c. Posisi film,
gigi dan x-ray2

Universitas Sumatera Utara


10

Kelebihan teknik periapikal bisecting, yaitu:


a. Relatif nyaman untuk pasien, karena tidak ada alat tambahan lain kecuali
film.
b. Penentuan posisi relatif lebih sederhana dan cepat.
c. Bila penentuan sudut horizontal dan vertikalnya benar, gambaran
radiografi yang dihasilkan akan sama besar dengan yang sebenarnya.2

Kekurangan teknik periapikal bisecting, yaitu:


a. Kemungkinan distorsi pada gambaran radiografi yang dihasilkan sangat
besar.
b. Kesalahan sudut vertikal mengakibatkan pemanjangan atau pemendekan
gambar.
c. Tinggi tulang periodontal, tidak dapat dilihat dan dinilai dengan baik.
d. Bayangan tulang zygomaticus sering tampak menutupi regio akar gigi
molar.
e. Sudut vertikal dan horizontal dapat berbeda-beda pada setiap pasien,
dengan demikian untuk menghasilkan gambaran yang baik, diperlukan operator yang
terampil dan berpengalaman.
f. Tidak bisa mendapatkan gambaran dengan kondisi dan posisi yang sama.
g. Dapat terjadi cone cutting bila titik pusat sinar-x tidak tepat di
pertengahan film.
h. Sulit mendeteksi karies proksimal, pada gambar radiografi mahkota gigi
yang mengalami distorsi.
i. Gambar radiografi pada akar bukal gigi premolar dan molar rahang atas
sering mengalami pemendekan.2

2.2 Diabetes Melitus


Diabetes melitus ditandai dengan adanya peningkatan konsentrasi glukosa
yang beredar terkait dengan kelainan pada karbohidrat, lemak, dan metabolisme
protein serta berbagai komplikasi mikrovaskular dan makrovaskular.12 Diabetes

Universitas Sumatera Utara


11

melitus adalah kelainan sistemik akibat gangguan metabolisme glukosa yang ditandai
dengan hiperglikemia kronis. Keadaan tersebut disebabkan kerusakan sel beta
pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin
berkurang bahkan sampai berhenti.13

2.2.1 Klasifikasi Penyakit Diabetes Melitus


Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan modifikasi ADA (2011), yaitu:
1. Diabetes melitus tipe-1
Defisiensi insulin absolut akibat destruksi sel beta, etiologi: autoimun dan
idiopatik.
2. Diabetes melitus tipe-2
Defisiensi insulin relatif :
a. Defek sekresi insulin lebih dominan dari pada resistensi insulin.
b. Resistensi insulin lebih dominan dari pada defek sekresi insulin.
3. Diabetes melitus tipe lain
a. Defek genetik fungsi sel beta.
b. Defek genetik kerja insulin.
c. Penyakit eksokrin pankreas.
d. Endokrinopati: akromegali, hipertiroidisme.
e. Karena obat atau zat kimia: glukokortikoid, hipertiroidisme.
f. Imunologi (jarang): antibodi anti insulin.
g. Sindroma genetik lain: down sindrom, klinefelter.
4. Diabetes melitus kehamilan (gestasional)
Diabetes melitus yang muncul pada saat kehamilan, umumnya sementara.
Diabetes melitus gestasional adalah salah satu sub-tipe dari diabetes melitus, dimana
perempuan yang tidak pernah terdiagnosis penyakit diabetes sebelumnya namun
menunjukkan kadar glukosa darah yang tinggi selama kehamilan. Diabetes
gestasional merupakan diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan
kembali normal setelah melahirkan. Khususnya pada usia kandungan diatas 6 bulan,
tingkat glukosa dalam darah akan meningkat melebihi batas normal.6

Universitas Sumatera Utara


12

2.2.2 Prevalensi Diabetes Melitus


Prevalensi tahun 2012 di Amerika yang penduduknya mencapai 29.100.000
atau 9,3% dari populasi telah terdiagnosis menderita penyakit diabetes melitus. Pada
tahun 2010 angka tersebut 25,8 juta dan 8,3%. Tingkat prevalensi meningkat untuk
orang dewasa usia 20 tahun atau lebih tua pada tahun 2012 adalah 12,3%,
dibandingkan dengan 11,3% pada tahun 2010. Hasil diagnosis dari 29.100.000
penduduk Amerika 21,0 juta terdiagnosis dan 8,1 juta yang tidak terdiagnosis. Pada
tahun 2010 angka tersebut 18,8 juta dan 7,0 juta. Prevalensi persentase orang
Amerika yang berusia 65 atau lebih tua tetap tinggi 25,9% atau 11,8 juta senior yang
terdiagnosis maupun tidak terdiagnosis. Kasus baru pada insiden diabetes melitus
pada tahun 2012 adalah 1,7 juta per tahun, sedangkan pada tahun 2010 sebesar 1,9
juta per tahun.14

Gambar 3. Prevalensi populasi Amerika Serikat yang terkena


diabetes melitus pada tahun 2010-201214

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, angka prevalensi


diabetes melitus tertinggi di Indonesia terdapat pada provinsi Kalimantan Barat dan
Maluku Utara (masing-masing 11,1%), diikuti Riau 10,4% dan NAD 8,5%.
Sementara itu, prevalensi diabetes melitus terendah ada di provinsi Papua 1,7%,
diikuti NTT 1,8%. Prevalensi Toleransi Glukosa Terganggu tertinggi di Papua Barat
21,8%, Sulawesi Barat 17,6%, dan Sulawesi Utara 17,3%, sedangkan terendah di
Jambi 4%.11,15

Universitas Sumatera Utara


13

2.2.3 Gambaran Klinis


Sebagian besar penderita diabetes melitus tipe-1 mempunyai riwayat
perjalanan klinis yang akut. Biasa gejalanya seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan
berat badan yang menurun terjadi antara 1-2 minggu sebelum diagnosis ditegakkan.
Apabila gejala klinis ditegakkan dengan hiperglikemia, maka diagnosis diabetes
melitus tidak diragukan lagi. Perjalanan penyakit diabetes melitus tipe-1 ditandai
dengan adanya fase remisi (parsial/total) yang dikenal dengan honeymoon periode.
Fase ini terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas, sehingga
pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Fase ini akan berakhir apabila pankreas
sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis, ada tidaknya fase ini harus
dicurigai apabila seorang penderita baru terkena diabetes melitus tipe-1 sering
mengalami serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk
menghindari hipoglikemia. Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai <
0,25 U/kgBB/hari, maka dapat dikatakan penderita berada pada fase “remisi total”.16

2.2.4 Diagnosis
Diagnosis pada pasien diabetes melitus ditegakkan apabila, yaitu:
1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan
menurun, dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl.
2. Pada penderita asimptomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu
> 200 mg/dl atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes
toleransi glukosa yang terganggu lebih dari 1 kali pemeriksaan.1

2.2.5 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe-1


Patogenesis diabetes melitus tipe-1 adalah hasil interaksi dari genetik,
lingkungan, dan faktor imunologi yang menyebabkan kerusakan dari sel beta
pankreas serta kekurangan insulin. Kerusakan sel beta pankreas ini dimulai oleh
sistem dan batas kekebalan tubuh yang dapat menghilangkan produksi dari sekresi
insulin. Individu yang mudah terserang kelainan genetik mempunyai massa sel beta
yang normal pada saat lahir dan mulai kehilangan massa sel beta secara sekunder

Universitas Sumatera Utara


14

karena ada proses autoimun yang terjadi dalam hitungan bulan dan tahun. Proses
autoimun ini terjadi diakibatkan oleh adanya infeksi atau stimulus lingkungan dan
terjadi secara spesifik pada molekul sel beta.17

Gambar 4. Patogenesis pada diabetes melitus tipe-117

2.2.6 Patogenesis Diabetes Melitus Tipe-2


Patogenesis DM tipe-2 adalah adanya gen predisposisi dari obesitas dan
kapasitas sel beta maka terjadi resistensi insulin dan akibat adanya pengaruh
lingkungan seperti tidak ada aktivitas fisik dan intake makanan yang berlebihan.
Adanya resistensi insulin akan menyebabkan keadaan hiperglikemia ringan dan
terjadi dekompensasi sel beta, sehingga akhirnya mengakibatkan diabetes melitus
menjadi hiperglikemia berat.17

2.2.7 Terapi Diabetes Melitus


Terapi pada pasien diabetes melitus, yaitu:
1. Edukasi
Perubahan gaya hidup dan perilaku dimulai dari menghindari merokok,
alkohol, makan berlebihan terutama tinggi lemak, dan karbohidrat sampai keteraturan
minum obat, serta pemakaian insulin.18,1

Universitas Sumatera Utara


15

2. Terapi gizi medis


Karbohidrat 45%-60%, protein 10%-20%, lemak 20%-25% dengan jumlah
kalori dihitung dari Body Mass Index ((TB-100)-10%) dikali kalori basal 30kkal/kgbb
untuk laki-laki, 25kkal/kgbb untuk wanita dan ditambah kalori untuk aktifitas lalu
dibagi 3 porsi besar makan pagi 20%, makan siang 30%, dan sore 25%.18
3. Latihan jasmani
Dianjurkan latihan teratur 3-4 kali/minggu selama ± 30 menit. Pada diabetes
melitus tidak terkendali, dimana gula darah < 250mg/dl karena olahraga kadar
glukosa darah juga dapat meningkat.18,19
4. Terapi insulin
Insulin adalah hormon pengatur glukosa darah yang menstimulasi pemasukan
glukosa kedalam sel untuk digunakan sebagai sumber energi, dan diproduksi oleh sel
beta pulau langerhans kelenjar pankreas. Pada pasien diabetes melitus tipe-1, terapi
insulin diberikan setelah diagnosis ditegakkan dan dianjurkan injeksi harian multiple
untuk mengendalikan kadar glukosa darah yang baik.18,19

2.3 Perubahan pada Rongga Mulut dan Gigi Geligi

2.3.1 Perubahan pada Rongga Mulut Akibat Diabetes Melitus


Pada pasien diabetes melitus banyak manifestasi yang terjadi pada rongga
mulut, yaitu:
1. Resorbsi tulang alveolar
Tulang alveolar adalah bagian dari maksila dan mandibula yang mendukung
dan membentuk soket gigi (alveoli).20 Pada penderita diabetes melitus sering
dijumpai periodontitis kronis. Resorbsi tulang alveolar berhubungan dengan adanya
faktor lokal dan faktor sistemik. Selain resorbsi tulang alveolar, pada penderita
diabetes melitus juga terjadi penurunan densitas tulang. Kondisi sistemik yang
menyebabkan kepadatan tulang berkurang akan berkaitan dengan terjadinya resorbsi
tulang alveolar. Perlu diketahui, bahwa insulin dan regulasi diabetes melitus
mempunyai pengaruh pada metabolisme tulang. Hal ini disebabkan karena insulin
meningkatkan uptake asam amino dan sintesis kolagen pada sel tulang. Regulasi

Universitas Sumatera Utara


16

tubuh yang buruk pada kondisi diabetes melitus menyebabkan peningkatan hormon
paratiroid sehingga proses resorbsi tulang akan meningkat dan merangsang makrofag
untuk sintesis beberapa sitokin yang akan meningkatkan resorbsi tulang.21
Resorbsi tulang alveolar terjadi bersamaan dengan kehilangan perlekatan dan
pembentukan saku. Radiografi telah menunjukkan dua pola kerusakan tulang yang
berbeda. Dimana, kehilangan tulang horizontal ketika seluruh lebar tulang interdental
diserap. Pada kehilangan tulang vertikal, ketika tulang interdental berdekatan dengan
permukaan dimana akar akan lebih cepat diserap.22 Kehilangan tulang horizontal
adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan radiografi pada ketinggian dari
kehilangan tulang alveolar, dimana puncak masih horizontal tetapi diposisikan apikal
lebih dari beberapa milimeter dari Cementum Enamel Junction (CEJ).3 Ruangan
didalam tulang alveolar yang menampung akar gigi disebut alveoli. Pada radiografi,
alveolar bone seperti garis putih yang disebut lamina dura. Lapisan tulang dalam
keadaan sehat juga tampak sebagai lapisan putih yang padat pada puncak tulang
interproksimal yang dikenal secara radiografi sebagai crestal lamina dura.20

Gambar 5. Penurunan densitas tulang pada radiografi periapikal23

2. Periodontitis dan gingivitis


Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi atau gusi dan tulang.
Diabetes melitus telah lama dianggap sebagai faktor risiko untuk penyakit periodontal

Universitas Sumatera Utara


17

karena meningkatkan kerentanan pasien terhadap jenis infeksi. Pada pasien insulin-
dependent diabetes mellitus (IDDM), sel ligamen periodontal kurang mampu dalam
faktor respon pertumbuhan sehingga respon inflamasi yang diperlukan untuk
mempertahankan dan menumbuhkan periodonsium selama penyembuhan akan
menjadi kurang baik.24 Selain merusak sel darah putih, komplikasi lain dari diabetes
melitus adalah menebalnya pembuluh darah sehingga memperlambat aliran nutrisi
dan memperlambat aliran darah untuk menurunkan kemampuan tubuh dalam
mengurangi infeksi. Rusaknya jaringan periodontal membuat gigi yang melekat pada
gusi mengakibatkan resorbsi tulang alveolar dan lama kelamaan gigi menjadi
mobiliti.25,26

Gambar 6. Kehilangan tulang diakibatkan periodontitis


ditinjau dari radiografi periapikal2

3. Oral trush (Oral candida)


Oral trush atau oral candida adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur yang
terdapat di dalam mulut. Pada penderita diabetes melitus, tubuh rentan terhadap
infeksi dan sering mengonsumsi antibiotik sehingga dapat mengganggu
keseimbangan kuman di rongga mulut yang mengakibatkan jamur candida
berkembang sehingga menyebabkan oral trush.25,26

Universitas Sumatera Utara


18

Gambar 7. Oral trush atau oral candida27

4. Burning mouth syndrome


Penderita diabetes melitus biasanya mengeluh tentang rasa terbakar atau mati
rasa pada mulutnya.25,26
5. Xerostomia (mulut kering)
Diabetes melitus yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva
atau air liur sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self cleansing, dimana
alirannya dapat berfungsi sebagai pembersih sisa-sisa makanan dan kotoran dari
dalam mulut. Bila aliran saliva menurun, maka akan menyebabkan timbulnya rasa
tidak nyaman dan rentan terhadap ulserasi (luka), karies gigi, dan bisa menjadi
perkumpulan bakteri untuk tumbuh dan berkembang.25,26,28

Gambar 8. Xerostomia (mulut kering)29

Universitas Sumatera Utara


19

2.3.2 Perubahan pada Gigi Geligi Akibat Diabetes Melitus


1. Pulpa gigi
Pulpa gigi terdiri dari jaringan penghubung vaskular yang terdapat di dalam
dinding dentin yang keras. Perluasan dentin menciptakan suatu lingkungan khusus
bagi pulpa. Kamar pulpa menjadi terbatas oleh pembentukan dentin sampai suatu
volume rata-rata 0,024 ml pada gigi permanen orang dewasa. Pembatasan anatomi
penempatan dentin pada pulpa membuat pulpa menjadi suatu organ peredaran
terminal, dengan pintu masuk dan keluar yang terbatas bagi foramen apikal dan
aksesori. Ciri-ciri ini membatasi suplai vaskular serta drainase pulpa akan membatasi
sirkulasi kolateral.30
Pada gigi molar pertama mandibula panjang rata-rata giginya adalah 21,9 mm.
Atap kamar pulpa gigi molar sering berbentuk empat persegi panjang, bagian dinding
mesial lurus, dinding distal bulat, dan dinding bukal serta lingual berbentuk jajaran
genjang. Atap kamar pulpa mempunyai empat tanduk pulpa yaitu, mesiobukal,
mesiolingual, distobukal, dan distolingual. Atap kamar pulpa terletak pada sepertiga
servikal mahkota tepat di atas daerah serviks gigi dan dasar terletak pada servikal
akar.30
Radiografi digunakan dalam mendeteksi pulpa untuk memberikan interpretasi
adanya karies yang dapat merusak pulpa. Radiografi juga dapat menunjukkan jumlah,
bagian, bentuk, panjang, lebar pulpa, dan kamar pulpa serta perluasan perusakan
periapikal dan tulang alveolar.30 Pada kamar pulpa terlihat gambaran radiografi
sebagai daerah radiolusen karena mengandung bahan noncalcified dan struktur gigi
kurang padat mengelilingi kamar pulpa. Ukuran dan bentuk normal kamar pulpa dan
saluran akar berubah seiring bertambahnya usia, adanya anomali perkembangan
tertentu, dan iritasi lokal. Densitas radiografi kamar pulpa dan saluran akar berbeda
akibat dari segi ukuran, posisi gigi, dan angulasi radiografi tapi bukan akibat dari
vitalitas gigi. Pengurangan bertahap dalam ukuran dan bentuk kamar pulpa serta
saluran ditandai dengan terbentuknya dentin sekunder pada dinding kamar pulpa.31
Pada pasien yang menderita diabetes melitus sangat rentan terhadap infeksi
bakteri. Kerentanan ini disebabkan oleh gangguan peredaran darah umum, dimana

Universitas Sumatera Utara


20

pembuluh darah rusak akibat akumulasi deposito ateromatosa dalam jaringan


pembuluh darah. Pada pulpa gigi yang terbatas atau tidak ada sirkulasi kolateral, akan
lebih rentan berada pada risiko infeksi. Pemeriksaan klinis dan radiografi oleh
peneliti telah menunjukan bahwa ada prevalensi yang lebih besar dari lesi periapikal
pada penderita diabetes melitus dibanding non-diabetes melitus.32

Gambar 9. Keadaan kamar pulpa gigi pada radiografi periapikal31

2. Karies gigi
Diabetes melitus bisa merupakan faktor predisposisi bagi kenaikan terjadinya
jumlah dari karies. Keadaan tersebut dikarenakan pada penderita diabetes melitus
mempunyai aliran cairan darah yang mengandung banyak glukosa yang berperan
sebagai substrat kariogenik. Pada penderita diabetes melitus, jumlah air liur
berkurang sehingga makanan mudah melekat pada permukaan gigi dan apabila yang
melekat adalah makanan dari golongan karbohidrat bercampur dengan kuman yang
ada pada permukaan gigi dan tidak langsung dibersihkan dapat mengakibatkan
keasaman di dalam mulut menurun sehingga dapat mengakibatkan terjadinya lubang
atau karies gigi.25
Radiografi berguna untuk mendeteksi lesi karies karena proses karies
menyebabkan demineralisasi enamel dan dentin. Karies terlihat pada radiografi
sebagai radiolusen.2,3 Radiografi adalah alat yang digunakan untuk pemeriksaan

Universitas Sumatera Utara


21

klinis yang menyeluruh untuk mendeteksi karies. Radiografi periapikal sangat


berguna untuk menunjukkan semua gigi dan tulang disekitarnya serta berguna untuk
menunjukkan adanya karies, penyakit periodontal, dan penyakit periapikal.3

Karies
gigi

Gambar 10. Karies gigi ditinjau dari radiografi periapikal33

Universitas Sumatera Utara


22

2.4 Kerangka Teori

Radiografi periapikal

Teknik bisecting Teknik paralelling

 Teori dasar prinsip  Teori dasar prinsip


pemotretan pemotretan
 Teori pemotretan  Teori pemotretan
 Keuntungan  Keuntungan
 Kerugian  Kerugian

Diabetes melitus

Perubahan pada rongga  Diabetes melitus tipe-1


mulut dan gigi geligi  Diabetes melitus tipe-2
 Diabetes melitus tipe lain
 Diabetes melitus pada waktu
kehamilan

Pada rongga mulut : Pada gigi geligi :

 Resorbsi  Karies gigi


tulang alveolar  Perubahan ukuran kamar pulpa
 Periodontitis
dan gingivitis Perbedaan ukuran kamar pulpa, dilihat dari :
 Oral trush
atau oral 1. Jarak antara mesial dan distal tanduk pulpa
candida 2. Jarak antara dinding mesial dan distal di tengah
 Burning mouth ruang pulpa
syndrome 3. Jarak antara mesial dan distal pada orifice
 Xerostomia 4. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian mesial
dan mesial cusp
5. Jarak antara ujung tanduk pulpa bagian distal
dan distal cusp
6. Tinggi ruang pulpa
7. Jarak antara dasar ruang pulpa dengan furkasi
8. Jarak antara atap pulpa dengan furkasi
9. Jarak ujung cusp dengan furkasi

Universitas Sumatera Utara


23

2.5 Kerangka Konsep

Pasien diabetes melitus Pasien non-diabetes


melitus

Radiografi intraoral periapikal

Perbedaan ukuran kamar pulpa

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai