HALUSINASI
I. TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan
(stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya
padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca
indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik.
Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh
klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan
panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami
suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu
(Maramis, 2005).
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien
mengalami perubahan sensori, seperti merasakan sensasi palsu berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan
stimulus yang sebetulnya tidak ada. (WHO, 2006)
Halusinasi merupakan proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh
proses diterimanya, stimulus oleh alat indra, kemudian individu ada
1
perhatian, lalu diteruskan ke otak dan baru kemudian individu menyadari
tentang sesuatu yang dinamakan persepsi (Yosep, 2009)
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien
merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun
tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin,
2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah
(Stuart, 2007).
Kesimpulannya bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca
indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.
B. Macam-Macam Halusinasi
1. Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara
berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas
berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara
dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana
klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang dapat membahayakan.
2. Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris,gambar
kartun,bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias
menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3. Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya
bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat
stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4. Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5. Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa
tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
2
6. Cenesthetic
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makan atau pembentukan urine
7. Kinisthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.
C. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah factor resiko yang mempengaruhi jenis
dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk
mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien maupun keluarganya. Factor
predisposisi dapat meliputi factor perkembangan, sosiokultural, biokimia,
psikologis, dan genetic. (Yosep, 2009)
a) Faktor perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
b) Faktor sosiokultural
Berbagai factor dimasyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa
disingkirkan, sehingga orang tersebut merasa kesepian dilingkungan
yang membesarkannya.
c) Faktor biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terhadap terjadinya gangguan jiwa.
Jika seseorang mengalami stress yang berlebihan, maka didalam
tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti buffofenon dan dimethytrenferase (DMP).
d) Faktor psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggungjawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Berpengaruh pada
ketidakmampuanklien dalam mengambil keputusan demi masa
depannya. Klien lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam
nyata menuju alam hayal.
3
e) Faktor genetic
Gen yang berpengaruh dalam skizofrenia belum diketahui, tetapi hasil
studi menunjukkan bahwa factor keluarga menunjukkan hubungan
yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2. Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan
setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap
stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan
kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan
halusinasi adalah:
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif
menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
b. Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
c. Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi
stressor.
D. Dimensi Halusinasi
Menurut Rawlins dan Heacock, 1993 halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi
yaitu :
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat timbul oleh kondisi fisik seperti kelelahan yang luar
biasa, penyalahgunaan obat, demam, kesulitan tidur.
2. Dimensi emosional
4
Perasaan cemas yang berlebihan atas masalah yang tidak dapat diatasi
merupakan penyebab halusinasi berupa perintah memaksa dan
menakutkan.
3. Dimensi intelektual
Halusinasi merupakan usaha dari ego untuk melawan implus yang
menekan merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien.
4. Dimensi sosial
Klien mengalami interaksi sosial menganggap hidup bersosialisasi di
alam nyata sangat membahyakan. Klien asyik dengan halusinasinya
seolah merupakan temapat memenuhi kebutuhan dan interaksi sosial,
kontrol diri dan harga diri yang tidak di dapatkan di dunia nyata.
5. Dimensi spiritual
Secara spiritual halusinasi mulai denga kehampaan hidup, ritinitas tidak
bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya secara spiritual
untuk menyucikan diri.
E. Manifestasi Klinik
Menurut Yosep, 2009 tanda dan gejala halusinasi adalah :
1. Melihat bayangan yang menyuruh melakukan sesuatu berbahaya.
2. Melihat seseorang yang sudah meninggal.
3. Melihat orang yang mengancam diri klien atau orang lain
4. Bicara atau tertawa sendiri.
5. Marah-marah tanpa sebab.
6. Menutup mata.
7. Mulut komat-kamit
8. Ada gerakan tangan
9. Tersenyum
10. Gelisah
11. Menyendiri, melamun
5
F. Proses Terjadinya Halusinasi
1. Fase Pertama / comforting / menyenangkan
2. Pada fase ini klien mengalami kecemasan, stress, perasaan gelisah,
kesepian. Klien mungkin melamun atau memfokukan pikiran pada hal
yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan dan stress. Cara ini
menolong untuk sementara. Klien masih mampu mengotrol kesadarnnya
dan mengenal pikirannya, namun intensitas persepsi meningkat.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan
bibir tanpa bersuara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat
jika sedang asyik dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
3. Fase Kedua / comdemming
Kecemasan meningkat dan berhubungan dengan pengalaman
internal dan eksternal, klien berada pada tingkat “listening” pada
halusinasi. Pemikiran internal menjadi menonjol, gambaran suara dan
sensasi halusinasi dapat berupa bisikan yang tidak jelas klien takut apabila
orang lain mendengar dan klien merasa tak mampu mengontrolnya. Klien
membuat jarak antara dirinya dan halusinasi dengan memproyeksikan
seolah-olah halusinasi datang dari orang lain.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan
halusinasinya dan tidak bisa membedakan dengan realitas.
4. Fase Ketiga / controlling
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol klien
menjadi terbiasa dan tak berdaya pada halusinasinya. Termasuk dalam
gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol,
menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak
berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang
perhatian hanya beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor dan tidak mampu mematuhi perintah.
5. Fase Keempat / conquering/ panik
6
Klien merasa terpaku dan tak berdaya melepaskan diri dari kontrol
halusinasinya. Halusinasi yang sebelumnya menyenangkan berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya
klien berada dalam dunia yang menakutkan dalam waktu singkat,
beberapa jam atau selamanya. Proses ini menjadi kronik jika tidak
dilakukan intervensi.
Perilaku klien : perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.
Klien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering didapatkan
duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah tertentu, tersenyum
atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau menyerang oranglain,
gelisah, melakukan gerakan seperti sedang menikmati sesuatu. Juga
keterangan dari klien sendiri tentang halusinasi yang dialaminya ( apa
yangdilihat, didengar atau dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis
berdasarkan halusinasi (Budi Anna Keliat, 1999) :
a. Tahap I : halusinasi bersifat menyenangkan
Gejala klinis :
1) Menyeringai/ tertawa tidak sesuai
2) Menggerakkan bibir tanpa bicara
3) Gerakan mata cepat
4) Bicara lambat
5) Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
b. Tahap 2 : halusinasi bersifat menjijikkan
Gejala klinis :
1) Cemas
2) Konsentrasi menurun
3) Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
c. Tahap 3 : halusinasi yang bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
7
1) Cenderung mengikuti halusinasi
2) Kesulitan berhubungan dengan orang lain
3) Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
4) Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu mengikuti
petunjuk)
d. Tahap 4 : halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
1) Pasien mengikuti halusinasi
2) Tidak mampu mengendalikan diri
3) Tidak mampu mengikuti perintah nyata
4) Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
G. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan tiap upaya yang diarahkan pada
pengendalian stress, termasuk upaya penyelesaian masalah secara langsung
dan mekanisme pertahanan lain yang digunakan melindungi diri. Mekanisme
koping menurut Yosep, 2009 meliputi cerita dengan orang lain (asertif), diam
(represi/supresi), menyalahkan orang lain (sublimasi), mengamuk
(displacement), mengalihkan kegiatan yang bermanfaat (konversi),
memberikan alasan yang logis (rasionalisme), mundur ke tahap
perkembangan sebelumnya (regresi), dialihkan ke objek lain, memarahi
tanaman atau binatang (proyeksi).
8
5. Mempunyai rencana untuk melukai
Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan control dirinya
sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun merusak
lingkungan (resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan). Hal ini
terjadi jika halusinasi sudah sampai fase ke IV, dimana klien mengalami panic
dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Klien benar-benar
kehilangan kemampuan penilaian realitas terhadap lingkungan. Dalam situasi
ini klien dapat melakukan bunuh diri, membunuh orang lain bahkan merusak
lingkungan. Tanda dan gejalanya adalah muka merah, pandangan tajam, otot
tegang, nada suara tinggi, berdebat dan sering pula tampak klien memaksakan
kehendak: merampas makanan, memukul jika tidak senang.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dna ketakutan klien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan dilakukan secara
individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa pasien
disentuh atau dipegang. Pasien jangan di isolasi baik secara fisik atau
emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati klien,
bicaralah dengan klien. Begitu juga bila akan meninggalkannya
hendaknya klien diberitahu. Klien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan. Di ruangan itu hendaknya disediakan sarana yang dapat
merangsang perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan
realitas, misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
2. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali klien menolak obat yang diberikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang diterimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang
diberikan betul ditelannya, serta reaksi obat yang diberikan.
3. Menggali permasalahan klien dan membantu mengatasi masalah yang
ada
9
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat menggali
masalah klien yang merupakan penyebab timbulnya halusinasi serta
membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan data ini juga dapat
melalui keterangan keluarga klien atau orang lain yang dekat dengan
klien.
4. Memberi aktivitas pada klien
Klien diajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik, misalnya
berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini dapat
membantu mengarahkan klien ke kehidupan nyata dan memupuk
hubungan dengan orang lain. Klien diajak menyusun jadwal kegiatan dan
memilih kegiatan yang sesuai.
5. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga klien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data klien
agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalnya dari percakapan dengan klien diketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi bila
ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas. Perawat
menyarankan agar klien jangan menyendiri dan menyibukkan diri dalam
permainan atau aktivitas yang ada. Percakapan ini hendaknya
diberitahukan pada keluarga klien dan petugas lain agar tidak membiarkan
klien sendirian dan saran yang diberikan tidak bertentangan.
6. Farmakologi:
a. Anti psikotik:
1) Chlorpromazine (Promactile, Largactile)
a) Indikasi
Indikasi obat ini utnuk sindrom psikis yaitu berdaya berat
dalam kemampuan menilai realitas, kesadaran diri terganggu,
daya ingat norma social dan tilik diri terganggu. Berdaya berat
dalam fungsi-fungsi mental seperti: waham dan halusinasi.
Gangguan perasaan dan perilaku yang aneh atau tidak
terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan sehari-hari
10
seperti tidak mampu bekerja, hubungan social dan melakukan
kegiatan rutin.
b) Mekanisme kerja
Memblokade dopamine pada reseptor pasca sinap di otak,
khususnya system ekstra pyramidal.
c) Efek samping
Sedasi, dimana pasien mengatakan merasa melayang-
layang antar sadar atau tidak sadar.
Gangguan otonomi (hipotensi) antikolinergik atau
parasimpatik, seperti mulut kering, kesulitan dalam miksi
dan defekasi, hidung tersumbat, mata kabur, tekana
intraokuler meninggi, gangguan irama jantung.
Gangguan ektrapiramidal seperti : distonia akut, akathsia
syndrome parkinsontren, atau bradikinesia regiditas.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah,
epilepsi (kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung,
febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system
saraf pusat), gangguan kesadaran disebabkan oleh depresan.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut di
berikan 3x100mg. Apabila kondisi klien sudah stabil
dosisnya di kurangi menjadi 1x100mg pada malam hari
saja.
2) Haloperidol (Haldol, Serenace, Lodomer)
a) Indikasi
Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu pasien yang berdaya
berat dalam kemampuan menilai realitas, baik dalam fungsi
mental dan dalam fungsi kehidupan sehari-hari.
b) Mekanisme kerja
11
Obat anti psikis ini dapat memblokade dopamine pada reseptor
pasca sinaptik neuron di otak, khususnya system limbic dan
system pyramidal.
c) Efek samping
Sedasi dan inhibisi psikomotor
Gangguan miksi dan parasimpatik, defekasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intraokuler meninggi,
gangguan irama jantung.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasi obat ini seperti penyakit hati, penyakit darah,
epilepsi (kejang, perubahan kesadaran), kelainan jantung,
febris (panas), ketergantungan obat, penyakit SSP (system
saraf pusat), gangguan kesadaran.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat pada klien dengan kondisi akut biasanya
dalam bentuk injeksi 3x5mg IM pemberian ini dilakukan 3x24
jam. Sedangkan pemberian peroral di berikan 3x1,5mg atau
3x5 mg.
3) Stelazine
4) Clozapine (Clozaril)
5) Risperidone (Risperdal)
b. Anti parkinson:
1) Trihexyphenidile
a) Indikasi dalam pemberian obat ini, yaitu segala jenis penyakit
parkinson, termasuk pasca encephalitis (infeksi obat yang
disebabkan oleh virus atau bakteri) dan idiopatik (tanpa
penyebab yang jelas). Sindrom Parkinson akibat obat,
misalnya reserpina dan fenotiazine.
b) Mekanisme kerja
Obat ini sinergis (bekerja bersama) dengan obat kiniden; obat
depreson, dan antikolinergik lainnya.
c) Efek samping
12
Mulut kering, penglihatan kabur, pusing, mual, muntah,
bingung, agitasi (gerakan motorik yang menunjukkan
kegelisahan), konstipasi, takikardia, dilatasi, ginjal, retensi
urine.
d) Kontra indikasi
Kontra indikasinya seperti hipersensitif terhadap
trihexypenidil (THP), glaucoma sudut sempit, psikosis berat
psikoneurosis, hipertropi prostat, dan obstruksi saluran edema.
e) Penggunaan obat
Penggunaan obat ini di berikan pada klien dengan dosis 3x2
mg sebagai anti parkinson.
2) Arthan
J. Pohon Masalah
13
II.TIJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan
1. Data yang Perlu Dikaji
a. Alasan masuk RS
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga
merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan
hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa
ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
b. Faktor prediposisi
1) Faktor perkembangan terlambat
a) Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan
rasa aman.
b) Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c) Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan
2) Faktor komunikasi dalam keluarga
a) Komunikasi peran ganda
b) Tidak ada komunikasi
c) Tidak ada kehangatan
d) Komunikasi dengan emosi berlebihan
e) Komunikasi tertutup
f) Orangtu yang membandingkan anak-anaknya, orangtua yang
otoritas dan konflik dalam keluarga
3) Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan
lingkungan yang terlalu tinggi.
4) Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup
diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas,
krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5) Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran
vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
14
6) Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui
kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa
yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang
masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia
adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki
kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah
satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote
peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang
tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami
skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka
peluangnya menjadi 35 %.
c. Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1) Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak.
2) Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme
penerimaan abnormal).
3) Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan
tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.
Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis
maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku.
1) Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidakseimbangan irama sikardian,
kelelahan dan infeksi, obat-obatan sistem syaraf pusat,
kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan.
2) Lingkungan
Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah
tangga, kehilangan kebebasab hidup dalam melaksanakan pola
15
aktivitas sehari-hari, sukar dala, berhubungan dengan orang lain,
isolasi sosial, kurangnya dukungan sosialm tekanan kerja, dan
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
3) Sikap
Merasa tidak mampu, putus asam merasa gagal, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, rendahnya kemampuan
sosialisasi, ketidakadekuatan pengobatan dan penanganan
gejala.
4) Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga,
ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara
sendiri. Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat
tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat
mengidentifikasi adannya tanda-tanda dan perilaku halusinasi
maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya
sekedar mengetahui jenis halusinasinya saja. Validasi informasi
tentang halusinasi yang iperlukan meliputi :
a) Jenis dan Isi halusinasi
Data objektif dapat anda kaji dengan cara mengobservasi
perilaku pasien, sedangkan data subjktif dapat anda kaji
dengan melakukan wawancara dengan pasien. Menanyakan
suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan.
b) Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan halusinasi.
Kapan halusinasi terjadi? Pukul berapa? Frekuensi terjadinya
apakah terus menerus atau hanya sekali-kali? Situasi
terjadinya apakah ketika sendiri atau setelah terjadi kejadian
tertentu? Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami
sebelum halusinasi muncul. Perawat bisa mengobservasi apa
yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk
memvalidasi pertanyaan klien.
c) Respon klien terhadap halusinasi
16
Sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien. Bisa
dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami
pengalamana halusinasi. Apakah klien bisa mengontrol
stimulus halusinasinya atau sebaliknya.
d. Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan
tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang
dirasakan klien.
1) Status mental
a) Penampilan : tidak rapi, tidak serasi
b) Pembicaraan : terorganisir/berbelit-belit
c) Aktivitas motorik : meningkat/menurun
d) Afek : sesuai/maladaprif
e) Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang
ada sesuai dengan nformasi
f) Proses pikir : proses informasi yang diterima tidak berfungsi
dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir
g) Isi pikir : berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis
h) Tingkat kesadaran
i) Kemampuan konsentrasi dan berhitung
2) Mekanisme koping
a) Regresi : malas beraktifitas sehari-hari
b) Proyeksi : perubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk
mengalihkan tanggungjawab kepada oranglain.
c) Menarik diri : mempeecayai oranglain dan asyik dengan
stimulus internal
3) Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan
ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.
2. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien
dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
17
a. Resiko Perilaku kekerasan berhubungan dengan halusinasi
pendengaran.
b. Gangguan persepsi sensori: halusinasi berhubungan dengan menarik
diri.
c. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan isolasi sosial.
3. RencanaTindakan
DIAGNOSA
KEPERAW TUJUAN INTERVENSI
ATAN
Resiko TUM: Selama perawatan Tindakan Psikoterapi
perilaku diruangan, pasien tidaka. PasienBHSP
kekerasan memperlihatkan perilaku Ajarakan SP I:
kekerasan, dengan criteria Diskusikan penyebab, tanda
hasil (TUK): dan gejala, bentuk dan
Dapat membina akibat PK yang dilakukan
hubungan saling percaya pasien serta akibat PK
Dapat mengidentifikasi Latih pasien mencegah PK
penyebab, tanda dan gejala, dengan cara: fisik (tarik
bentuk dan akibat PK yang nafas dalam & memeukul
sering dilakukan bantal)
Dapat Masukkan dalam jadwal
mendemonstrasikan cara harian
mengontrol PK dengan cara : Ajarkan SP II:
Fisik Diskusikan jadwal harian
Social dan verbal Latih pasien mengntrol PK
Spiritual dengan cara sosial
Minum obat teratur Latih pasien cara menolak
Dapat menyebutkan dan meminta yang asertif
dan mendemonstrasikan cara Masukkan dalam jadwal
mencegah PK yang sesuai kegiatan harian
Dapat memelih cara Ajarkan SP III:
mengontrol PK yang efektif Diskusikan jadwal harian
dan sesuai Latih cara spiritual untuk
Dapat melakukan cara mencegah PK
18
yang sudah dipilih untuk Masukkan dalam jadawal
mengontrl PK kegiatan harian
Memasukan cara yang Ajarkan SP IV
sudah dipilih dalam kegitan Diskusikan jadwal harian
harian Diskusikan tentang manfaat
Mendapat dukungan obat dan kerugian jika tidak
dari keluarga untuk minum obat secara teratur
mengontrol PK Masukkan dalam jadwal
Dapat terlibat dalam kegiatan harian
kegiatan diruangan Bantu pasien mempraktekan
cara yang telah diajarkan
Anjurkan pasien untuk
memilih cara mengontrol
PK yang sesuai
Masukkan cara mengontrol
PK yang telah dipilih dalam
kegiatan harian
Validasi pelaksanaan jadwal
kegiatan pasien dirumah
sakit
Keluarga :
Diskusikan masalah yang
dirasakan keluarga dalam
merawat pasien PK
Jelaskan pengertian tanda
dan gejala PK yang dialami
pasien serta proses
terjadinya
Jelaskan dan latih cara-cara
merawat pasien PK
Latih keluarga melakukan
cara merawat pasien PK
secara langsung
Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
Tindakan psikofarmako
Berikan obat-obatan sesuai
program pasien
Memantau kefektifan dan
efek samping obat yang
diminum
19
Mengukur vital sign secara
periodic
Tindakan manipulasi
lingkungan
Singkirkan semua benda
yang berbahaya dari pasien
Temani pasien selama
dalam kondisi kegelisahan
dan ketegangan mulai
meningkat
Lakaukan pemebtasan
mekanik/fisik dengan
melakukan
pengikatan/restrain atau
masukkan ruang isolasi bila
perlu
Libatkan pasien dalam TAK
konservasi energi, stimulasi
persepsi dan realita
20
Klien dapat dukungan Identifikasi waktu
keluarga dalam mengontrol halusinasi Klien
halusinasinya Identifikasi frekuensi
Klien dapat minum obat halusinasi Klien
dengan bantuan minimal Identifikasi situasi yang
Mengungkapkan halusinasi menimbulkan halusinasi
sudah hilang atau terkontrol Identifikasi respons Klien
terhadap halusinasi
Ajarkan Klien menghardik
halusinasi
Anjurkan Klien
memasukkan cara
menghardik halusinasi
dalam jadwal kegiatan
harian
SP II
Evaluasi jadwal kegiatan
harian Klien
Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan cara
bercakap-cakap dengan orang
lain
Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
SP III
Evaluasi jadwal kegiatan
harian Klien
Latih Klien mengendalikan
halusinasi dengan
melakukan kegiatan
(kegiatan yang biasa
dilakukan Klien di rumah)
Anjurkan Klien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
SP IV
Evaluasi jadwal kegiatan
harian Klien
Berikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat
secara teratur
21
Anjurkan Klien memasukkan
dalam jadwal kegiatan harian
Beri pujian jika klien
menggunakan obat dengan
benar.
Menganjurkan Klien
mendemonstrasikan cara
control yang sudah diajarkan
Menganjurkan Klien memilih
salah satu cara control
halusinasi yang sesuai
Keluarga
Diskusikan masalah yang
dirasakn keluarga dalam
merawat Klien
Jelaskan pengertian tanda
dan gejala, dan jenis
halusinasi yang dialami
Klien serta proses terjadinya
Jelaskan dan latih cara-cara
merawat Klien halusinasi
Latih keluarga melakukan
cara merawat Klien
halusinasi secara langsung
Discharge planning : jadwal
aktivitas dan minum obat
TINDAKAN
PSIKOFARMAKO
Berikan obat-obatan sesuai
program Klien
Memantau kefektifan dan
efek samping obat yang
diminum
Mengukur vital sign secara
periodic
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
Libatkan Klien dalam
kegiatan di ruangan
22
Libatkan Klien dalam TAK
halusinasi
23
harian dirumah
SP 4
Evaluasi pelaksanaan dari
jadwal kegiatan harian
Klien
Jelaskan tentang obat yang
diberikan (Jenis, dosis,
waktu, manfaat dan efek
samping obat)
Anjurkan Klien memasukan
kegiatan
bersosialisasi dalam jadwal
kegiatan harian dirumah
Anjurkan Klien
untuk bersosialisasi dengan
orang lain
Keluraga
Diskusikan masalah yang
dirasakan kelura dalam
merawat Klien
Jelaskan pengertian, tanda
dan gejala isolasi sosial
yang dialami Klien dan
proses terjadinya
Jelaskan dan latih keluarga
cara-cara merawat Klien
TINDAKAN
PSIKOFARMAKA
Beri obat-obatan sesuai
program
Pantau keefektifan dan efek
sampig obat yang diminum
Ukur vital sign secara
periodik
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
Libatkan dalam makan
bersama
Perlihatkan sikap menerima
24
dengan cara melakukan
kontak singkat tapi sering
Berikan reinforcement
positif setiap Klien berhasil
melakukan suatu tindakan
Orientasikan Klien pada
waktu, tempat, dan orang
sesuai kebutuhannya
25
yang sering dialami oleh
pasien dan proses terjadinya
Menjelaskan cara –cara
merawat pasien deficit
perawatan diri
Melatih keluarga
mempraktekan cara merawat
pasien dengan deficit
perawatan diri
Membantu keluarga membuat
jadwal aktifitas perawatan
diri bagi pasien dirumah
termasuk minum obat
(discharge planning)
TINDAKAN
PSIKOFARMAKO
Memberikan obat-obatan
sesuai program pengobatan
pasien
Memantau keefektifan dan
efeksamping obat yang
diminum
Mengukur vital sign secara
periodic (tekanan darah,
nadi dan pernafasan)
TINDAKAN MANIPULASI
LINGKUNGAN
Mendukung pasien untuk
melakukan perawatan diri
sesuai kemampuan dengan
menyediakan alat-alat untuk
perawatan diri
Memberikan pengakuan
atau penghargaan yang
positif untuk
kemampuannya melakukan
perawatan diri
Jadwalkan pasien
melakukan defekasi dan
berkemih, jika pasien
mengotori dirinya
26
B. Tindakan Keperawatan Pasien Halusinasi
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi :
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasienmengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan :
a. Membantu pasien mengenali halusinasi. Anda dapat melakukannya
dengan cara berdiskusi dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
di dengar/dilhat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadinya
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan respons
pasien saat halusinasi muncul.
Bantu pasien mengenal halusinasi, jelaskan cara cara kontrol
halusinasi, ajarkan pasienmengontrol halusinasi dengan cara
pertama yaitu menghardik halusinasi
Orientasi :
“selamat pagi, D saya perawat puskesmas ... yang akan merawat D.
Nama saya SS, senang dipanggil S. Nama D siapa? Senang dipanggil
apa?”
Kerja :
“Apakah D mendengar suara tanpa ada wujudnya? Apa yang
dikatakan suara itu ? “
27
keadaan apa suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri ? “
Teminasi:
“Bagaimana perasaan D stelah peragaan latihan tadi? Kalau suara
suara itu muncul lagi, silahkan coba cara tersebut! Bagaimana kalau
kita buat jadwal latihannya? Mau pukul berapa saja latihannya? (anda
memasukankegiatan latihan menghardik halusinasi kedalam jadwal
kegiatan harian pasien). Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk
belajar dan latihan mengendalikan suara suara dengan cara kedua ?
Jam berapa D? Bagiamana kalau 2 jam lagi? Berapa lama kita akan
berlatih? Dimana tempatnya?”
28
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi . Dapat dilatih dengan 4 cara:
1) Menghardik halusinasi: adalah upaya mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien
dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul
atau tidak memedulikan halusinasinya . Kalau ini dapat dilakukan
pasien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul. Mungkin halusinasi tetap ada namun
dengan kemampuan ini pasien tidak akan larut untuk menuruti apa
yang ada dalam halusinasinya. Tahapan tindakan meliputi :
a) menjelaskan cara menghardik halusinasi
b) memperagakan cara menghardik
c) meminta pasienmemperagakan ulang
d) memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien
2) Bercakap cakap dengan orang lain. Hal ini dapat mengontrol
halusinasi. Ketik pasien bercakap-cakap dengan orang lain maka
terjadi distraksi, fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi
ke percakapan yang dilakukan dengan orang lain tersebut.
Kerja :
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain
adalah dengan , ber-cakap cakap dengan orang lain. Jadi, kalau D
mulai mendengar suara suara, langsung saja cari teman untuk di
ajak bicara. Minta teman untuk ngobrol dengan D. Contohnya
29
begini ... tolong, saya mulai mendengar suara-suara. ayo ngobrol
dengan saya !atau kalau ada orang di rumah ini mis. Kakak. D
katakan, kak ayo ngobrol dengan D. D sedang dengar suara suara.
begitu D. Coba D lakukan seperti yang tadi saya lakukan. Ya,
begitu. Bagus ! Nah, latih terus ya, D!”
Terminasi :
“Bagaimana perasaan D setelah latihan ini ? Jadi sudah ada berapa
cara yang D pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus,
cobalh kedua cara ini kalau D mengalamai halusinasi lagi.
Bagaimana kalau kita masukan dalam jadwal harian D ? Mau
pukul berapa latihan bercakap cakap? Nah nanti lakukan secara
teratur jika sewaktu waktu suara itu muncul! Besok pagi saya
akan kemari lagi. Bagaimana kalau kita latih cara yang ketiga
yaitu melakukan aktivitas terjadwal ? Mau pukul berapa?
Bagaimana kalau pukul 10? Mau dimana? disini lagi? Sampai
besok ya. Selamat pagi”
30
“selamat pagi, D. Bagaimana perasaan D hari ini ? apakah suara
suara nya masih muncul? apakah sudah dipakai dua cara yang kita
latih ? bagaimana hasilnya?bagus! sesuai janji kita, hari ini kita
akan belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu
melakukan kegiatan terjadwal. mau dimana kita bicara? baik, kita
duduk di ruang tamu. berapa lama kita bicara? bagaimana kalau 30
menit? Baiklah”
Kerja:
“apa saja yang biasa D lakukan ? apa saja keggiatan yang biasa
dilakukan? (terus tanyakan sampai didapatkan kegiatan sampai
malam). wah banyak sekali kegiatannya. mari kita latih dua
kegiatan hari ini (latih kegiatan tersebut). bagus sekali D dapat
lakukan. kegiatan ini dapat D lakukan untuk mencegah suara
tersebut muncul. kegiatan yang lain akan kita latih lagi agar dari
pagi sampai malam ada kegiatan”
Terminasi :
“bagaimana perasaan D setelah kita bercakap cakap cara yang
ketiga untuk mencegah suara-suara? bagus sekali! coba sebut kan
3 cara yang telah kita latih untuk mencegah suara suara. bagus
sekali. mari kita masukan ke dalam jadwal kagiatan harian D. coba
lakukan sesuai jadwal ya! (anda dapat melatih aktivitas yang lain
pada pertemuan berikut sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari
pagi sampai malam) bagaimana kalau kita membahas cara minum
obat yang baik serta kegunaan obat pada kunjungan saya
berikutnya. sampai jumpa”
31
d) jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (benar
obat, benar pasien, benar cara, benar waktu, benar dosis)
Latih pasien menggunakan obat secra teratur
Orientasi :
“selamat pag D. bagaimana perasaan D hari ini ?apakah suara
suaranya masih muncul? apakah sudah dipakai tiga cara yang telah
kita latih? apakah jadwal kegiatannya sudah di laksanakan?
apakah pagi ini sudah minum obat? baik. hari ini kita akan
mendiskusikan tentang obat-obatan yang D minum. kita akan
berdiskusi selama 20 menit sambil menunggu makan siang. disini
saja ya D?”
Kerja :
“D, apakah bedanya setelah minum obat secara teratur? apakah
suara-suara berkurang atau hilang? minum obat sangat penting
supaya suara suara yang D dengar dan mengganggu selama ini
tidak muncul lagi. berapa macam obat yang D minum? (perawat
menyiapkan obat pasien) ini yang warna orange CPZ 3 kali sehari
pukul 7 pagi, pukul 1 siang dan pukul 7 malam gunanya untuk
membuat pikiran tenang. ini yang putih (THP) 3 kali sehari
pukulnya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. sedangkan
yang merah jambu 3 kali sehari , waktu nya sama gunannya untuk
menghilangkan suara suara. kalau suara suara sudah hilang
obatnya tidak boleh diberhentikan. nanti konsultasikan dengan
dokter , sebab kalau putus obat D akan kambuh dan sulit untuk
mengembalikan ke keadaan semula. kalau obat habis D dapat
minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. D juga harus teliti
saat menggunakan obat obatan ini. pastikan obatnya benar. artinya
D harus memastikan bahwa itu benar benar punya D. jangan kelitu
dengan obat milik orang lain. baca nama kemasannya. pastikan
obat diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. yaitu
diminum sesudah makan dan tepat pada waktunya. D juga harus
memperhatikan berapa jumlah obatsekali minum danharus cukup
32
minum 10 gelas per hari”
Terminasi :
“bagaimana perasaan D setelah bercakap cakap tentang obat?
sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara suara?
Coba sebutkan! bagus! (jika jawaban benar) mari kita masukan
jadwal minum obatnya pada jadwal kegiatan D. jangan lupa pada
waktunya minta obat pada perawat atau pada keluarga kalau
dirumah. nah, maknan sudah datang. kita ketemu lagi untuk
melihat manfaat 4 cara yang sudah mencegah suara yang telah kita
bicarakan. bagaimana kalau minggu depan? mau pukul berapa?
bagaimana kalau pukul 10? sampai jumpa”
33
“selamat pagi, bapak ibu saya SS, perawat yang merawat anak bpk/ibu”
“bagaimana perasaan bapak /ibu hari ini? apa pendapat bpk/ibu tentang
anak bpk/ibu?”
“hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang bpk/ibu hadapi
dalam merawat D?”
“kita mau diskusi dimana? bagaimana kalau di ruang tamu? berapa lama
waktu bpk /ibu? bagaimana kalau 30 menit?”
Kerja :
“apa yang bpk/ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat D? apa yang
bpk/ibu lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh anak bpk/ibu namanya halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya”
“tandan tandanya bicara dan tertawa sendiri, atau marah marah tanpa
sebab”
“jadi kalau anak bpk ibu mendengar suara suara, sebenarnya suara itu
tidak ada”
“untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan bebrapa cara. ada
beberapa cara untuk mebantu anak bpk/ibu agar dapat mengendalikan
halusinasi. cara cara tersebut antara lain: pertama, dihadapan anak bpk/ibu
jangan mebantah hakusinasi atau menyokongnya. katakan saja bahwa
34
bpk/ibu percaya bahwa D memang mendengar suara atau bayangan, tetapi
bpk/ibu sendiri tidak mendengar ataupun melihatnya”
“bagus pak/bu”
Terminasi:
“bagaimana perasaan bpk/ibu setelah kita berdiskusi dan memerlukan
latihan memutuskan halusinasi D?”
35
“sekarang coba bpk/ibu sebutkan kembali tiga cara merawat D”
“bagus sekali pakbu. bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktikan cara memutus halusinasi langsung kepada D”
Kerja:
“selamat pagi D. D, bpk/ibu D sangat ingin membantu D mengendalikan
suara suara yangs sering D dengar. untuk ini pagi ini bpk/ibu D akan
mempraktikan cara memutus suara-suara yang D dengar. D nanti kalau
sedang dengar dengar suara-suara bicara atau tersenyum-senyum sendiri,
maka bpk/ibu akan mengingatkan sperti ini.sekarang, coba bpk/ibu
peragakan cara memutus halusinasi yang sedang D alami seperti yang
sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung D lalu suruh D
36
mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik suara
tersebut(anda mengobservasi apa yang dilakukan keluarga terhaap
pasien). bagus sekali! bagimana D? senang di bantu bpk/ibu? nah, bpk/ibu
ingin melihat jadwal harian D. (pasien memperlihatkan dan mendorong
oran tua memberikan pujian) baiklahsekarang saya dan orang tua D ke
ruang perawat dulu” (anda dan keluarga meninggalkan pasien untuk
melakukan terminasi dengan keluarga)
Terminasi :
“bagaimana perasaan bpk/ibu setelah mempraktikan cara memutus
halusinasi lngsung kepada D?”
“diingat ingat pelajaran kita hari ini ya Pak/bu. bpk ibu dapat melakukan
cara itu bila D mengalami halusinasi”
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang
jadwal kegiatan harian D. jam berapa bpk/ibu dapat datang ? tempatnya
disini ya. sampai jumpa”.
“nah, sekarang kita bicarakan jadwal D. mari kita duduk di ruang tamu !”
Kerja:
“ini jadwal kegiatan D yang telah disusun. jadwal ini dapat dilanjtkan.
coba bpk/ibu lihat mungkinkahh dilakukan? siapa yang kira kira
37
memotivasi dan mengingatkan? jadwal yang telah kita buat tolong
dilanjtkan, baik jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“hal hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh D. Mis. kaluD terus menerus mendengar suara suara
yang mengganggu dan tidak memperlihatkan perbaikan, menolak minum
obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan orang lain. jika hal ini
terjadi segera hubungi saya di puskesmas, ini nomor telepon
puskesmasnya xxxx.”
Terminasi:
“bagaimana bpk/ibu? ada yang ingin ditanyakan? coba ibu sebutkan cara
cara merawat D! bagus (jika ada yang lupa segera diingatkan oleh
perawat) ini jadwalnya. sampai jumpa!”
DAFTAR PUSTAKA
38
Rasmun, (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi Dengan
Keluarga. Konsep, Teori, Asuhan Keperawatan dan Analisa Proses
Interaksi (API). Jakarta : fajar Interpratama.
39