Anda di halaman 1dari 13

PIUTANG SYARI’AH

Makalah ini dipresentasikan pada Mata Kuliah Manajemen Keuangan


Islam
Program Studi Ekonomi Syariah
Semester IV Lokal B

Dosen pengampu: Alfi Rochmi, M.E.Sy

Oleh Kelompok 8:

 Nurmunawaroh
(2018.161.00 )
 Dedi Erdian (2018.161.00 )
 Nurfazzari (2018.161.00 )

YAYASAN PENDIDIKAN ISLAM


INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
NUSANTARA BATANGHARI
2019

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................ii


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................1

i
B. Rumusan Masalah.........................................................................1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Utang Piutang dalam Syari’ah.....................................2
B. Dasar Hukum Utang Piutang.........................................................3
C. Pengukuran Efisiensi Piutang........................................................5
D. Perputaran Piutang........................................................................6
E. Analisis kebijakan dan Pengumpulan Piutang...............................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan....................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hutang piutang adalah perkara yang tidak bisa dipisahkan dalam
interaksi kehidupan manusia. Ketidakmerataan dalam hal materi adalah
salah satu penyebab munculnya perkara ini. Selain itu juga adanya
pihak yang menyediakan jasa peminjaman (hutang) juga ikut ambil
bagian dalam transaksi ini.
Islam sebagai agama yang mengatur segala urusan dalam
kehidupan manusia juga mengatur mengenai perkara hutang piutang.
Konsep hutang piutang yang ada dalam Islam pada dasarnya adalah
untuk memberikan kemudahan bagi orang yang sedang kesusahan.
Namun pada zaman sekarang, konsep muamalah sedikit banyak telah
bercampur aduk dengan konsep yang diadopsi dari luar Islam. Hal ini
sedikit demi sedikit mulai menyisihkan, menggeser, bahkan bisa
menghilangkan konsep muamalah Islam itu sendiri. Oleh karena itulah,
perkara hutang piutang ini penting untuk diketahui oleh umat Islam agar
nantinya bisa melaksanakan transaksi sesuai dengan yang telah
disyariatkan oleh Allah swt.
Bertolak dari apa yang sedikit diuraikan di atas, makalah ini
dibuat untuk memaparkan apa yang telah disyariatkan oleh agama
Islam terkait al-Qardh (hutang piutang) dengan kajian normatif yang
dikutip dari berbagai sumber terkait definisi, dasar hukum qardh, dan
lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Utang Piutang dalam syari’ah?
2. Apa dasar hukum dari Utang Piutang?
3. Bagaimana pengukuran efisiensi piutang?
4. Bagaimana perputaran piutang?
5. Bagaimana analisis kebijakan dan pengumpulan piutang?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Utang Piutang dalam Syari’ah


Utang piutang dalam istilah Arab sering disebut dengan ad-dain,
dan al-qardl. Dain dan Qardl memiliki sifat yang sama yaitu keduanya
memiliki penggunaan yang bersifat menghabiskan barang yang menjadi
objek muamalah, dan keduanya adalah hak yang berada di dalam
tanggungan.1
Dilihat dari maknanya, qardl identik dengan akad jual beli,
karena akad qardl mengandung makna pemindahan kepemilikan
barang kepada pihak lain.2 Qardl secara etimologis merupakan bentuk
mashdar dari qaradaha asy-syai’ – yaqridhuhu, yang berarti dia
memutusnya. Qardl adalah bentuk masdhar yang berarti memutus.
Dikatakan, qaradhtu asy-syai-a bi al-miqradh (aku memutus sesuatu
dengan gunting). Al-Qardl adalah sesuatu yang diberikan oleh pemilik
untuk dibayar. Adapun qardl secara etimologi adalah menyerahkan
harta kepada orang lain untuk dikembalikan gantinya di kemudian hari. 3
Dalam kamus istilah fiqh al-qardl diartikan sebagai pinjaman atau
hutang. Al-qardl dapat dipahami sebagai harta yang diserahkan kepada
orang berhutang, sebab harta yang diserahkan merupakan satu
potongan dari harta yang memberikan hutang. Dalam hukum Islam
hutang piutang dikenal dengan istilah qardl.
Adapun pengertian qardl menurut para ulama antara lain :
Menurut Imam Syafi‟i al-qardl adalah pinjaman yang berarti baik yang
bersumber kepada Al-Qur‟an bahwa barang siapa yang memberikan
pinjaman yang baik kepada Allah SWT, maka Allah SWT akan melipat
gandakan kebaikan kepadanya. Adapun pengertian al-qardl menurut

1
Muhamad Jawad Mughniyah, Fiqh Imam Jafar Shadiq Terjemah, Jakarta :Lentera,
2009, h. 405.
2
Dimyauddin Djuwaini, Pengatar Fiqh Muamalah, Cet. Ke 1, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2008, h. 254.
3
Taqdir Arsyad dan Abul Hasan (ed), Ensikopedia Fiqh Muamalah Dalam Pandangan 4
Mazhab (Terjemah) Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif,2009, h. 153.

2
Imam Hanafi adalah pemberian harta oleh seseorang kepada orang lain
supaya ia membayarnya. Kesepakatan yang khusus mengenai
penyerahan harta kepada seseorang agar orang itu mengembalikan
harta yang dalam kontaknya sepertinya. Sedangkan menurut Imam
Malik al-qardl adalah pinjaman atas benda yang bermanfaat yang
diberikan hanya karena belas kasihan dan bukan merupakan bantuan
atau pemberian, tetapi harus dikembalikan seperti bentuk yang
dipinjamkan. Sementara itu Imam Hambali berpendapat tentang al-
qardl adalah perpindahan harta milik secara mutlak, sehingga
penggantinya harus sama nilainya. Dari pemaparan diatas, dapat
dipahami al-qardl adalah pinjaman atau hutang yang diberikan oleh
seseorang kepada orang lain untuk dikembalikan lagi kepada orang
yang telah meminjamkan harta, karena pinjaman tersebut merupakan
potongan dari harta yang memberikan pinjaman atau hutang. Namun
dengan kata lain al-qardl adalah pemberian harta kepada orang lain
yang dapat ditagih atau diminta kembali dalam istilah lainnya meminjam
tanpa mengharapkan imbalan. Dalam fiqh klasik bahwa al-qardl
dikategorikan akad yang saling membantu dan bukan transaksi
komersial.4
B. Dasar Hukum Utang Piutang
Qardl ini merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT, karena di dalamnya terdapat kelembutan dan kasih
sayang sesama manusia serta dalam rangka mempermudah urusan
mereka dan meringankan penderitaan mereka. Dasar disyariatkan
Qardl (utang-piutang) adalah al-Qur‟an, hadist, dan ijma. 5
Dasar dari Al-Qur‟an adalah sebagai berikut:
Q.S Ali-imran ayat 130

َ ‫اع َف ًة ۖ َوا َّتقُوا هَّللا َ َل َعلَّ ُك ْم ُت ْفلِح‬


‫ُون‬ َ ‫ض‬َ ‫ِين آ َم ُنوا اَل َتأْ ُكلُوا الرِّ َبا أَضْ َعا ًفا ُم‬
َ ‫َيا أَ ُّي َها الَّذ‬

4
M. Syafi‟i Antonio, Bank Syariah Dari Teori Praktek, Jakarta:Gema Insani Press,
2001,h. 131
5
Taqdir Arsyad dan Abul Hasan (ed),Op.Cit Hlm 153.

3
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan Riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya
kamu mendapat keberuntungan”.
Q.S Al-hadidd ayat 11

‫َمنْ َذا الَّذِي ُي ْق ِرضُ هَّللا َ َقرْ ضًا َح َس ًنا َفيُضَاعِ َف ُه َل ُه َو َل ُه أَجْ ٌر َك ِري ٌم‬
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, Maka Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu
untuknya, dan Dia akan memperoleh pahala yang banyak”.
Dari ayat di atas bahwa Islam beserta semua agama samawi
melarang riba karena menimbulkan bahaya sosial dan ekonomi. Dari
segi ekonomi, riba merupakan cara usaha yang tidak sehat.
Keuntungan yang diperoleh bukan berasal dari pekerjaan yang
produktif yang dapat menambah kekayaan bangsa. Namun,
keuntungan itu hanya untuk dirinya sendiri tanpa imbalan ekonomis
apapun. Keuntungan ini hanya diperoleh dari sejumlah harta yang
diambil dari harta si peminjam, yang sebenarnya tidak menambah harta
orang yang melakukan riba. Dari segi sosial, masyarakat tidak dapat
mengambil keuntungan sedikit pun dari praktek-praktek riba. Bahkan
praktek-praktek riba ini membawa bencana sosial yang besar sebab
menambah beban bagi orang yang tidak berkecukupan, dan
menyebabkan perusakan nilai-nilai luhur yang dibawa oleh Islam yang
menganjurkan persaudaraan, tolong menolong dan bergotong royong di
antara sesama manusia. Adapun dasar dari hadits adalah sebagai
berikut:
Dari ibnu Mas‟ud, bahwa Nabi SAW bersabda:
“Dari Ibnu Mas‟ud, bahwa Rasululloh SAW bersabda : tidak ada
seorang muslim yang mengutangi muslim lainnya sebanyak dua kali
kecuali yang satunya seperti sedekah.”(HR Ibnu Majah)
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Nabi SAW. Bersabda :
“Barang siapa yang memberikan kelapangan terhadap orang
miskin dari duka dan kesulitan hidup di dunia, maka Allah akan
melapangkannya dari kesulitan duka dan kesulitan di hari kiamat. Dan

4
barang siapa yang memudahkan urusan seseorang, maka Allah akan
memberikan kemudahan baginya di dunia dan akhirat. Dan Allah
senantiasa menolong hamba-Nya selama hambatan-Nya tersebut
menolong saudaranya”. (HR. Muslim, Abu Dawud, dan tirmidzi).
Sedangkan dari ijma adalah para ulama telah sepakat bahwa al-
qardl boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari dengan tabiat
manusia yang tidak bisa hidup tanpa pertolongan dan bantuan
saudaranya. Tidak ada seorangpun yang memiliki segala barang yang
ia butuhkan. Oleh karena itu, pinjam meminjam sudah menjadi satu
bagian dari kehidupan di dunia ini. 6 Tujuan dan hikmah dibolehkannya
utang piutang itu adalah memberikan kemudahan kepada orang yang
kesulitan. Berdasarkan beberapa hadis tersebut di atas dapat penulis
pahami bahwa memberikan pinjaman kepada orang yang
membutuhkan merupakan bentuk muamalah yang tidak dilarang dalam
syari‟at Islam. Pemberian pinjaman yang dilakukan oleh seseorang
terhadap orang yang membutuhkan merupakan bentuk saling tolong
menolong yang sangat dianjurkan dan akan memperoleh balasan yang
dilipat gandakan oleh Allah. Kesunnahan memberikan utang adalah jika
pengutang tidak dalam keadaan mudharat, kalau dalam keadaan
mudharat maka memberikan pinjaman hukumnya wajib. Haram
berutang bagi orang yang belum mudharat serta dari segi lahir tidak
bisa diharapkan akan melunasi dengan seketika untuk yang dijanjikan
pelunasannya secara kontan, dan melunasi setelah batas waktu
pembayarannya untuk utang yang ditangguhkan masa pembayarannya
tersebut, sebagaimana haram pula utang bagi orang yang diketahui
secara yakin atau perkiraan bahwa akan menggunakan hasil
pinjamannya untuk maksiat.
C. Pengukuran Efisiensi Piutang
Untuk mengukur tingkat efisiensi piutang bisa digunakan dua
ukuran yakni tingkat perputaran piutang atau rata-rata piutang
terkumpulnya piutang. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang

6
Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media Group,2010,h. 223.

5
semakin efisien piutang tersebut atau semakin cepat piutang dibayar
semakin efisien piutang tersebut. (Prastowo, 2008). Tingkat perputaran
piutang tergantung dari syarat pembayaran yang diberikan oleh
perusahaan.
D. Perputaran Piutang
Soemarso S.R (2010 :393) menyatakan bahwa perputaran
piutang adalah: “menunjukkan beberapa kali suatu perusahaan
menagih piutangnya dalam suatu periode. Perputaran piutang
menunjukkan efisiensi perusahaan dalam mengelola piutangnya.
Perputaran piutang rendah menunjukkan efisiensi penagihan makin
buruk selama periode itu karena lamanya penagihan dilakukan”. 
Warrant et al (2012) menjelaskan bahwa: perputaran piutang mengukur
seberapa sering piutang berubah menjadi kas dalam satu tahun”. 
Berikutnya Stice dan Skousen (2010) yang dimaksud perputaran
piutang adalah cara yang mengukur seberapa sering piutang usaha
berubah menjadi kas dalam setahun, dengan cara menghitung
pembagian antara penjualan bersih dengan piutang dagang rata-rata
yang belum dibayar selama tahun tersebut.
Perputaran piutang dapat dirumuskan sebagai berikut:

Tingkat perputaran piutang dapat digunakan sebagai gambaran


keefektivan pengelolaan piutang karena semakin tinggi tingkat
perputaran piutang suatu perusahaan berarti semakin baik pengelolaan
piutangnya.

6
Rumus menghitung rata-rata Piutang:

Rumus menghitung perputaran piutang

Rumus menghitung rata-rata pengumpulan piutang 7

E. Analisis kebijakan dan pengumpulan piutang


Kebijaksanaan penagihan atau pengumpulan piutang merupakan
usaha yang dilakukan oleh perusahaan untuk dapat mengumpulkan
piutang atas penjualan kredit yang diberikanya dalam waktu yang
singkat (Syahyunan, 2005 : 66).
Didalam usaha pengumpulan piutang, perusahaan harus berhati-
hati agar tidak terlalu agresif dalam usaha-usaha menagih piutang dari
para pelanggan. Bilamana langganan tidak dapat membayar tepat pada
waktunya maka sebaiknya perusahaan menunggu sampai jangka
waktu tertentu yang dianggap wajar sebelum menerapkan prosedur-
prosedur penagihan piutang yang sudah ditetapkan.
7
Diakses dari https://accounting.binus.ac.id/2019/08/19/memahami-perputaran-piutang-dalam-
akuntansi/ pada tanggal 5 Mei 2020 pukul 11.15 WIB

7
Kebijaksanaan pengumpulan piutang suatu perusahaan
merupakan suatu prosedur yang harus diikuti dalam mengumpulkan
piutang-piutangnya bilamana sudah jatuh tempo. Perusahaan dapat
melaksanakan kebijakan dalam pengumpulan piutangnya secara aktif
maupun pasif dengan terlebih dahulu melihat latar belakang
kemampuan finansial pelanggan yang diberikan kredit, sehingga dapat
diputuskan cara penagihan yang tepat.
Sejumlah teknik penagihan piutang yang biasanya dilakukan oleh
perusahaan bilamana langganan atau pembeli belum membayar
sampai dengan waktu yang telah ditentukan adalah sebagai berikut :
a. Melalui Surat
Bilamana waktu pembayaran hutang dari pelanggan sudah lewat
beberapa hari tetapi belum juga dilakukan waktu pembayaran,
maka perusahaan dapat melakukan pengiriman surat dengan nada
“mengingatkan” (menegur) langgananya tersebut bahwa hutangnya
sudah jatuh tempo. Apabila hutang tersebut belum juga bisa
dibayar setelah beberapa hari surat tersebut dikirimkan, maka
dapat dikirimkan surat kedua dengan nada yang lebih keras.
b. Melalui Telepon
Apabila setelah dikirimkan surat teguran ternyata hutang-hutang
tersebut belum juga bisa dibayar, maka bagian kredit dapat
menelpon langganan dan secara pribadi memintanya untuk segera
melakukan pembayaran. Kalau dari hasil pembicaraan tersebut
ternyata misalnya pelanggan mempunyai alas an yang dapat
diterima maka mungkin perusahaan dapat memberikan
perpanjangan sampai suatu jangka waktu tertentu.
c. Kunjungan Personal
Teknik penagihan piutang dengan jalan melakukan kunjungan
personal atau pribadi ke tempat langganan. Cara ini seringkali
digunakan karena dirasakan sangat efektif dalam proses penagihan
piutang.
d. Tindakan Yuridis

8
Bilamana ternyata langganan tidak mau membayar hutang-
hutangnya maka perusahaan dapat menggunakan tindakan-
tindakan hukum dengan mengajukan gugatan perdata melalui
pengadilan8

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
8
Diakses dari https://furqon95.wordpress.com/2014/01/20/analisis-kebijakan-efisiensi-
pengumpulan-piutang/ pada tanggal 5 Mei 2020 pukul 13.40 WIB

9
Utang piutang dalam istilah Arab sering disebut dengan ad-dain,
dan al-qardl. Dain dan Qardl memiliki sifat yang sama yaitu keduanya
memiliki penggunaan yang bersifat menghabiskan barang yang menjadi
objek muamalah, dan keduanya adalah hak yang berada di dalam
tanggungan. Adapun qardl secara etimologi adalah menyerahkan harta
kepada orang lain untuk dikembalikan gantinya di kemudian hari.
Dalam kamus istilah fiqh al-qardl diartikan sebagai pinjaman atau
hutang. Al-qardl dapat dipahami sebagai harta yang diserahkan kepada
orang berhutang, sebab harta yang diserahkan merupakan satu
potongan dari harta yang memberikan hutang. Dalam hukum Islam
hutang piutang dikenal dengan istilah qardl.
Qardl ini merupakan salah satu cara untuk mendekatkan diri
kepada Allah SWT, karena di dalamnya terdapat kelembutan dan kasih
sayang sesama manusia serta dalam rangka mempermudah urusan
mereka dan meringankan penderitaan mereka. Dasar disyariatkan
Qardl (utang-piutang) adalah al-Qur‟an, hadist, dan ijma.
Untuk mengukur tingkat efisiensi piutang bisa digunakan dua
ukuran yakni tingkat perputaran piutang atau rata-rata piutang
terkumpulnya piutang. Semakin tinggi tingkat perputaran piutang
semakin efisien piutang tersebut atau semakin cepat piutang dibayar
semakin efisien piutang tersebut

DAFTAR PUSTAKA

 Muhamad Jawad Mughniyah. 2009. Fiqh Imam Jafar Shadiq Terjemah,


Jakarta :Lentera

10
 Djuwaini, Dimyauddin. 2008.Pengatar Fiqh Muamalah, Cet. Ke 1,
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
 Taqdir Arsyad dan Abul Hasan (ed).2009.Ensikopedia Fiqh Muamalah
Dalam Pandangan 4 Mazhab (Terjemah) Yogyakarta: Maktabah Al-
Hanif.
 M. Syafi‟i Antonio.2001.Bank Syariah Dari Teori Praktek, Jakarta:Gema
Insani Press
 Syarifuddin,Amir.2010. Garis-garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media
Group.
 https://accounting.binus.ac.id/2019/08/19/memahami-perputaran-
piutang-dalam-akuntansi/
 https://furqon95.wordpress.com/2014/01/20/analisis-kebijakan-efisiensi-
pengumpulan-piutang/

11

Anda mungkin juga menyukai