OLEH :
KELOMPOK III
TINGKAT 3.3
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan hidayat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan makalah
Keperawatan Keluarga yang membahas mengenai “Tugas Perkembangan
Keluarga (Duvall)”. Dalam penyusunan makalah ini penulis berusaha untuk
menyajikan secara ringkas dan jelas agar mudah dipahami oleh pembaca. Sumber
informasi penyajian uraian menyeluruh mengenai makalah yang penulis dapatkan
diperoleh dari hasil pencarian di beberapa buku pembelajaran dan jurnal resmi
dari situs internet sehingga sangat mendukung penyelesaian makalah ini.
Penulis sepenuhnya menyadari, tanpa bantuan dan kerjasama dari pihak
yang terkait, makalah ini tidak akan sesuai dengan harapan. Untuk itu pada
kesempatan yang baik ini tidak lupa disampaikan terima kasih dan penghargaan
kepada :
1. I Ketut Gama, SKM, M.Kes selaku dosen mata kuliah Keperawatan
Keuarga yang selalu meluangkan waktu untuk memberikan kami
bimbingan dan tuntunan dalam penyelesaian makalah ini.
2. Teman-teman kelompok yang sudah membuat makalah ini dengan sebaik-
baiknya.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran konstruktif sangat diharapkan oleh penulis. Penulis berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkompeten.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.3 Tujuan........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................4
3.1 Simpulan..................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................25
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
2
8. Untuk mengetahui tugas perkembangan keluarga pada tahap keluarga
usia lanjut
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
belum menikah pada usia 21 tahun, ini merupakan suatu pergeseran yang berarti
dari 55 persen dan 36 persen masing-masing dalam tahun 1970.
5
hubungan yang sehat, perbedaan-perbedaan dipandang untuk memperkaya
hubungan perkawinan. Pencapaian hubungan perkawinan yang memuaskan
tergantung pada pengembangan cara-cara yang memuaskan untuk menangani
“perbedaan-perbedaan tersebut” (Satir, 1983) dan konflik-konflik. Cara yang
sehat untuk memecahkan masalah adalah berhubungan dengan kemampuan
pasangan untuk bersikap empati ; saling mendukung, dan mampu berkomunikasi
secara terbuka dan sopan (Raush et al, 1969) dan melakukan pendekatan terhadap
konflik atas rasa saling hormat menghormati (Jackson dan Lederer, 1969).
Sejauhmana kesuksesan mengembangkan hubungan perkawinan tergantung pada
bagaimana masing-masing pasangan dibedakan atau dipisahkan dari keluarga asal
masing-masing (tugas perkembangan sebelumnya). Orang dewasa harus pisah
dengan orangtuanya dalam upaya untuk membentuk identitas dirinya sendiri dan
hubungan intim yang sehat. McGoldrick (1988) memberikan sebuah deskripsi
yang amat bagus tentang proses ini dan masalah-masalah psikososial selama masa
ini.
Banyak pasangan mengalami masalah-masalah penyesuaian seksual, serikali
disebabkan oleh ketidaktahuan dan informasi yang salah yang mengakibatkan
kekecewaan dan harapan-harapan yang tidak realistis. Malahan, banyak pasangan
yang membawa kebutuhan-kebutuhan dan keinginan-keinginan yang tidak
terpenuhi kedalam hubungan mereka, dan hal-hal ini dapat mempengaruhi
hubungan seksual secara merugikan. (Goldenberg dan Goldenberg, 1985).
6
yaitu hubungan yang tidak hanya memungkinkan dukungan dan kenikmatan satu
sama lain, tapi juga otonomi yang melindungi pasangan baru tersebut dari campur
tangan pihak luar yang mungkin dapat merusak bahtera perkawinan yang bahagia.
c. Keluarga Berencana.
Keluarga berencana yang kurang diinformasikan dan kurang efektif
mempengaruhi kesehatan keluarga dalam banyak cara : mobiditas dan moralitas
ibu-anak ; menelatarkan anak ; sehat sakit orangtua ; masalah-masalah
perkembangan anak, termasuk inteligensia kemampuan belajar dan perselisihan
dalam perkawinan. Pembentukan keluarga dengan sengaja dan terinformasi
meliputi membuat keputusan sendiri tentang kapan dan/atau apakah ingin
mempunyai anak, terlepas dari pertimbangan kesehatan keluarga.
Akan tetapi, memaksakan keluarga berencana pada keluarga bukanlah
sesuatu yang etis, karena hal tersebut menghancurkan inisiatif, integritas, dan
kompetensi. Gadis-gadis remaja yang menginginkan bayi perlu
mengkonsultasikan kesiapan fisik dan emosi untuk menjadi orang tua dan
perlindungan yang realistis terhadap kehamilan bersama-sama dengan supervisi
kesehatan yang baik. Tapi hanya sedikit saja dilakukan untuk mengimbangi
tekanan-tekanan masyarakat terhadap seks dan perkawinan dengan pendidikan
kontrasepsi yang realistis.
Tahap kedua dimulai dengan kelahiran anak pertama sehingga bayi berusia 30
bulan. Biasanya orangtua tergetar hatinya dengan kelahiran pertama anak mereka,
tapi agak takut juga. Kekuatiran terhadap bayi biasanya berkurang setelah
beberapa hari, karena ibu dan bayi tersebut mulai saling mengenal. Akan tetapi
kegembiraan yang tidak dibuat-buat ini berakhir ketika seorang ibu baru tiba di
rumah dengan bayinya setelah tinggai di rumah sakit untuk beberapa waktu. Ibu
dan ayah tiba-tiba berselisih dengan semua peran-peran mengasyikkan yang telah
dipercayakan kepada mereka.
7
Peran tersebut pada mulanya sulit karena perasaan ketidakadekuatan menjadi
orangtua baru ; kurangnya bantuan dari keluarga dan teman-teman, dan para
profesional perawatan kesehatan yang bersifat membantu dan sering terbangun
tengah malam oleh bayi yang berlangsung 3 hingga 4 minggu. Ibu juga letih
secara psikologis dan fisiologis. Ia sering merasakan beban tugas sebagai ibu
rumah tangga dan barangkali juga bekerja, selain merawat bayi. Khususnya terasa
sulit jika ibu menderita sakit atau mengalami persalinan dan pelahiran yang lama
dan sulit atau seksio besar.
Kedatangan bayi dalam rumah tangga menciptakan perubahan-perubahan bagi
setiap anggota keluarga dan setiap kumpulan hubungan. Orang asing telah masuk
ke dalam kelompok ikatan keluarga yang erat, dan tiba-tiba keseimbangan
keluarga berubah setiap anggota keluarga memangku peran yang baru dan
memulai hubungan yang baru. Selain seorang bayi yang baru saja dilahirkan,
seorang ibu, seorang ayah, kakek nenekpun lahir. Istri sekarang harus
berhubungan dengan suami sebagai pasangan hidup dan juga sebagai ayah dan
sebaliknya. Dan dalam keluarga yang memiliki anak sebelumnya, pengaruh
kehadiran seorang bayi sangat berarti bagi saudaranya sama seperti pada pasangan
yang menikah. Mengatakan pada seorang anak untuk menyesuaikan diri dengan
seorang adik laki-laki atau perempuan yang baru mungkin sama dengan suami
mengatakan pada istrinya bahwa ia membawa ke rumah seorang nyonya yang ia
cintai dan ia terima sama derajatnya (William dan Leanman, 1973). Ini merupakan
suatu perkembangan kritis bagi semua yang terlibat.
Oleh sebab itu, meskipun kedudukan sebagai orangtua menggambarkan
tujuan yang teramat penting bagi semua pasangan, kebanyakan pasangan
menemukannya sebagai perubahan hidup yang sangat sulit. Penyesuaian diri
terhadap perkawinan biasanya tidak sesulit penyesuaian terhadap menjadi
orangtua. Meskipun bagi kebanyakan orang tua merupakan pengalaman penuh arti
dan menyenangkan, kedatangan bayi membutuhkan perubahan peran yang
mendadak. Dua faktor penting yang menambah kesukaran dalam menerima peran
orangtua adalah bahwa kebanyakan orang sekarang tidak disiapkan untuk menjadi
orang tua dan banyak sekali mitos berbahaya yang tidak realistis meromantiskan
pengasuhan anak didalam masyarakat kami (Fulcomer, 1977).
8
Perubahan-perubahan sosial yang dramatis dalam masyarakat Amerika
juga memiliki pengaruh yang kuat pada orangtua baru. Banyaknya wanita yang
bekerja di luar rumah dan memiliki karier, naiknya angka perceraian dan masalah
perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi dan aborsi yang sudah lazim, dan
semakin meningkatnya biaya perawatan dan memiliki anak merupakan faktor-
faktor yang menyulitkan tahap siklus awal kehidupan pengasuh anak (Bradt, 1988
; Miller dan Myers-Walls, 1983).
9
pemenuhan tanggungjawab ini bervariasi menurut posisi sosial budaya suami istri,
sebuah pola yang umum adalah untuk orang tua agar menerima peran-peran
tradisonal atau pembagian tanggungjawab (La Rossa dan La Rossa, 1981).
Hubungan dengan keluarga besar paternal dan maternal perlu disusun
kembali dalam tahap ini. Peran-peran baru perlu dibuat kembali berkenaan
menjadi kakek nenek dan hubungan antara orangtua dan kakek-nenek (Bradt,
1988).
Peran yang paling penting bagi perawat keluarga bila bekerja dengan
keluarga yang mengasuh anak adalah mengkaji peran sebagai orangtua bagaimana
kedua orangtua berinteraksi dengan bayi baru dan merawatnya, dan bagaimana
respons bayi tersebut. Klaus dan Kendall (1976), Kendall (1974), Rubbin (1967),
dan yang lainnya menguji dampak penting dari sentuhan dan kehangatan awal
setelah melahirkan ; hubungan positif antara orangtua anak pada hubungan
orangtua dan anak di masa datang. Sikap orangtua tentang mereka sendiri sebagai
orangtua, sikap mereka terhadap bayi mereka, karakteristik komunikasi orangtua
dan stimulasi bayi (Davis, 1978) adalah bidang-bidang terkait yang perlu dikaji.
Perubahan-perubahan peran dan adaptasi terhadap tanggungjawab
orangtua yang baru biasanya lebih cepat dipelajari oleh ibu daripada ayah. Anak
merupakan realita pada calon ibu dari pada ayah, yang biasanya mulai merasa
seperti ayah pada saat kelahiran, tapi kadang-kadang jauh lebih lambat dari itu
(Minuchin, 1974). Ayah seringkali tetap netral pada awalnya sementara wanita
secara cepat menyesuaikan diri dengan struktur keluarga yang baru.
Kebiasaan dimana kebanyakan ayah secara tradisional tidak diikutsertakan
dalam proses perinatal secara pasti memperlambat pria melakukan perubahan
peran yang penting ini dan oleh karena itu menghalangi keterlibatan emosional
mereka. Sayangnya, kesadaran yang meningkat tentang peran penting yang
dipangku ayah dalam perawatan anak dan perkembangan anak telah menimbulkan
keterlibatan ayah yang lebih besar dalam perawatan bayi dikalangan kelas
menengah (Hanson dan Bozett, 1985).
Ibu dan ayah menumbuhkan dan mengembangkan peran orangtua mereka
dalam berespons terhadap tuntutan-tuntutan yang berubah terus menerus dan
tugas-tugas perkembangan dari orang muda yang sedang tumbuh, keluarga secara
10
keseluruhan, dan mereka sendiri. Menurut Friedman (1957), orangtua melewati 5
tahap perkembangan secara berturut-turut. Dua tahap pertama meliputi fase
kehidupan keluarga ini. Pertama, selama bayi, orangtua mempelajari arti dari
isyarat-isyarat yang dikekspresikan oleh bayi untuk mengutarakan kebutuhan-
kebutuhannya. Dengan setiap anak lahir berturut-turut, orangtua akan mengalami
tahap yang sama ini sehingga mereka menyesuaikan setiap isyarat-isyarat unik
bayi.
Tahap kedua ini perkembangan orangtua adalah belajar untuk menerima
pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi dalam masa usia bermain –
khususnya orangtua yang baru memiliki anak pertama – membutuhkan bimbingan
dan dukungan. Orangtua perlu memahami tugas-tugas yang harus dikuasai oleh
anak dan kebutuhan anak akan keselamatan, keterbatasan dan latihan buang air
(toilet training). Mereka perlu memahami konsep kesiapan perkembangan, konsep
tentang “saat yang tepat untuk mengajar mereka”. Pada saat yang sama pula
orangtua perlu bimbingan dalam memahami tugas-tugas yang harus mereka
kuasai selama tahap ini.
Pola-pola komunikasi perkawinan yang baru berkembang dengan lahirnya
anak, dimana pasangan berhubungan satu sama lain baik sebagai suami istri
maupun sebagai orangtua. Pola transaksi suami istri terbukti telah berubah secara
drastis. Feldman (1961) mengamati bahwa orang tua bayi berbicara dan
berkelakar lebih sedikit, pembicaraan yang merangsang lebih sedikit dan kualitas
interaksi perkawinan yang menurun. Beberapa orangtua merasa kewalahan
dengan bertambahnya tanggungjawab, khususnya mereka yang suami maupun
istri sama-sama bekerja secara penuh.
Pembentukan kembali pola-pola komunikasi yang memuaskan termasuk
masalah dan perasaan pribadi, perkawinan dan orangtua adalah sangat penting.
Pasangan harus terus memenuhi setiap kebutuhan-kebutuhan psikologis dan
seksual dan juga berbagi dan berinteraksi satu sama lain dalam hal tanggungjawab
sebagai orangtua.
Hubungan seksual suami istri umumnya menurun selama kehamilan dan
selama 6 minggu masa postpartum. Kesulitan-kesulitan seksual selama masa
berikutnya umum terjadi, yang timbul dari faktor-faktor seperti ibu tenggalam
11
dalam peran barunya, keletihan dan perasaan menurunnya daya tarik seksual dan
juga perasaan suami bahwa ia “tersingkir” oleh bayinya.
Sekarang komunikasi keluarga termasuk anggota ketiga, membentuk tiga
serangkai. Orangtua harus belajar untuk merasakan dan melihat tangisan
komunikasi dari bayinya. Misalnya, tangisan bayi perlu dibedakan kedalam
ekspresi ketidaknyamanan, rasa lapar, rangsangan yang berlebihan, sakit, atau
letih. Dan bayi mulai memberikan respon terhadap rangkulan, timangan dan
berbicara yang kemudian diterima dan dikuatkan oleh orangtua.
Konseling keluarga berencana biasanya berlangsung saat pemeriksaan
setelah postpartum 6 minggu. Orangtua kemudian harus didorong secara terbuka
untuk mendiskusikan jarak kelahiran dan perencanaan. Melihat meningkatkan
tuntutan-tuntutan keluarga dan pribadi yang dibawakan oleh bayi, orangtua perlu
menyadari bahwa kehamilan dengan jarak rapat dan sering dapat berbahaya bagi
ibu, dan juga ayah, saudara bayi, dan unit keluarga.
Tahap siklus kehidupan ini memerlukan penyesuaian hubungan dalam
keluarga besar dan dengan teman-teman. Ketika anggota keluarga lain mencoba
mendukung dan membantu orangtua baru ini, ketegangan bisa muncul. Misalnya,
meskipun kakek nenek dapat menjadi sumber pertolongan yang besar bagi
orangtua baru, namun kemungkinan konflik tetap ada karena perbedaan nilai-nilai
dan harapan-harapan yang ada antar generasi tersebut.
Meskipun pentingnya memiliki jaringan sosial atau sistem pendukung
sosial untuk mencapai kepuasan dan perasaan positif tentang kehidupan keluarga,
keluarga muda perlu mengetahui kapan mereka butuh bantuan dan dari siapa
mereka harus menerima bantuan tersebut dan juga kapan mereka harus
menggantungkan diri pada sumber-sumber dan kekuatan merek sendiri (Duvall,
1977).
12
anak laki-laki-saudara, anak perempuan-saudari. Keluarga lebih menjadi majemuk
dan berbeda (Duvall dan Miller, 1985).
Anak-anak usia prasekolah harus banyak belajar pada tahap ini, khususnya
dalam hal kemadirian. Mereka harus mencapai otonomi yang cukup dan mampu
memenuhi kebutuhan sendiri agar dapat menangani diri mereka sendiri tanpa
campur tangan orangtua mereka dimana saja. Pengalaman di kelompok bermain,
taman kanak-kanak, Project Head Start, pusat perawatan sehari, atau program-
program sama lainnya merupakan cara yang baik untuk membantu perkembangan
semacam ini. Program-program prasekolah yang terstruktur sangat bermanfaat
dalam membantu orangtua dengan anak usia prasekolah yang berasal dari dalam
kota dan berpendapatan rendah. Peningkatan yang tajam dalam IQ dan
keterampilan sosial telah dilaporkan terjadi setelah anak menyelesaikan sekolah
taman kanak-kanak selama 2 tahun (Kraft et al, 1968).
13
sementara tetap memenuhi
kebutuhan anak-anak yang lain.
4. Mempertahankan hubungan yang
sehat dalam keluarga (hubungan
perkawinan dan hubungan
orangtua dan anak) dan di luar
keluarga (keluarga besar dan
komunitas).
Diadaptasi dari Carter dam McGoldrick (1988) ; Duvall dan Miller (1985)
Tahap ini dimulai ketika anak pertama telah berusia 6 tahun dan mulai
masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia 13 tahun, awal dari masa remaja.
Keluarga biasanya mencapai jumlah anggota maksimum, dan hubungan keluarga
di akhir tahap ini (Duvall, 1977). Lagi-lagi tahun-tahun pada masa ini merupakan
tahun-tahun yang sibuk. Kini, anak-anak mempunyai keinginan dan kegiatan-
kegiatan masing-masing, disamping kegiatan-kegiatan wajib dari sekolah dan
dalam hidup, serta kegiatan-kegiatan orangtua sendiri. Setiap orang menjalani
tugas-tugas perkembangannya sendiri-sendiri, sama seperti keluarga berupaya
memenuhi tugas-tugas perkembangannya sendiri (Tabel 7).
14
Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
Salah satu tugas orangtua yang sangat penting dalam mensosialisasikan anak pada
saat ini meliputi meningkatkan prestasi anak pada saat ini meliputi meningkatkan
prestasi anak di sekolah. Tugas keluarga yang signifikan lainnya adalah
mempertahankan hubungan perkawinan yang bahagia. Sekali lagi dilaporkan
bahwa kebahagiaan perkawinan selama tahap ini menurun. Dua buah penelitian
yang besar menguatkan observasi ini (Burr, 1970 ; Rollins dan Feldman, 1970).
Meningkatkan komunikasi yang terbuka dan mendukung hubungan suami istri
merupakan hal yang vital dalam bekerja dengan keluarga dan anak usia sekolah.
Ketika anak pertama melewati umur 13 tahun, tahap kelima dari siklus
kehidupan keluarga dimulai. Tahap ini berlangsung selama 6 hingga 7 tahun,
meskipun tahap ini dapat lebih singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih
awal atau lebih lama jika anak masih tinggal di rumah hingga 19 atau 20 tahun.
Anak-anak lain dalam rumah biasanya masih dalam usia sekolah. Tujuan keluarga
yang terlalu enteng pada tahap ini yang melonggarkan ikatan keluarga
memungkinkan tanggungjawab dan kebebasan yang lebih besar bagi remaja
dalam persiapan menjadi dewasa muda (Duvall, 1977).
Preto (1988) dalam membahas tentang transformasi sistem keluarga dalam
masa remaja, menguraikan metamorfosis keluarga yang terjadi. Metamorfosis ini
meliputi “pergeseran yang luar biasa pada pola-pola hubungan antar generasi, dan
sementara pergeseran ini pada awalnya ditandai dengan kematangan fisik remaja,
pergeseran ini seringkali sejalan dan bertepatan dengan perubahan pada orangtua
karena mereka memasuki pertengahan hidup dan dengan transformasi utama yang
dihadapi oleh kakek nenek dalam usian tua”
Tahap kehidupan keluarga ini mungkin yang paling sulit, atau sudah tentu
yang paling banyak diperbincangkan dan ditulis (Kidwell et al, 1983). Keluarga
Amerika dipengaruhi oleh tugas-tugas perkembangan remaja dan orangtua dan
menciptakan konflik dan kekacauan yang luar biasa yang tidak bisa dihindarkan.
Tugas perkembangan remaja menghendaki pergerakan dari ketergantungan dan
kendali orangtua dan orang dewasa lainnya, melalui periode aktifitas dan
15
pengaruh kelompok teman sebaya yang kokoh hingga saat menerima peran-peran
orang dewasa (Adams, 1971).
Tantangan utama dalam bekerja dengan keluarga dengan anak remaja
bergerak sekitar perubahan perkembangan yang dialami oleh remaja dalam
batasan perubahan kognitif, pembentukan identitas, dan pertumbuhan biologis
(Kidwell et al, 1983), serta konflik-konflik dan krisis yang berdasarkan
perkembangan. Adams (1971) menguraikan tiga aspek proses perkembangan
remaja yang menyita banyak perhatian, yakni emansipasi (otonomi yang
meningkat), budaya orang muda (perkembangan hubungan teman sebaya),
kesenjangan antar generasi (perbedaan nilai-nilai dan norma-norma antara
orangtua dan remaja).
16
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga
17
F. Tahap VI : Keluarga yang Melepaskan Anak Usia Dewasa Muda
Permulaan dari fase kehidupan keluarga ini ditandai oleh anak pertama
meninggalkan rumah orangtua dengan “rumah kosong”, ketika anak-anak terakhir
meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung pada
berapa banyak anak yang ada dalam rumah atau berapa banyak anak yang melum
menikah yang masih tinggal di rumah setelah tamat dari SMA dan perguruan
tinggi. Meskipun tahap ini biasanya 6 atau 7 tahun, dalam tahun-tahun belakangan
ini, tahap ini berlangsung lebih lama dalam keluarga dengan dua orangtua,
mengingat anak-anak yang lebih tua baru meninggalkan orangtua setelah selesai
sekolah dan mulai bekerja. Motifnya adalah seringkali ekonomi-tingginya biaya
hidup bila hidup sendiri. Akan tetapi, trend yang meluas dikalangan dewasa muda,
yang umumnya menunda perkawinan, hidup terpisah dan mandiri dalam tatanan
hidup mereka sendiri. Dari sebuah survey besar yang dilakukan terhadap orang
Kanada ditemukan bahwa anak-anak yang berkembangan dalam keluarga dengan
orangtua tiri dan keluarga dengan orangtua tunggal meninggalkan rumah lebih
dini dari pada mereka yang dibesarkan dalam keluarga dengan dua orangtua.
Perbedaan ini tidak dipandang karena dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi,
melainkan karena perbedaan orangtua dan lingkungan keluarga (Mitchel et al,
1989).
Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari dan oleh anak-
anak untuk kehidupan dewasa yang mandiri. Orangtua, karena mereka
membiarkan anak mereka pergi, melepaskan 20 tahun peran sebagai orangtua dan
kembali pada pasangan perkawinan mereka yang asli. Tugas-tugas perkembangan
menjadi penting karena keluarga tersebut berubah dari sebuah rumah tangga
dengan anak-anak ke sebuah rumah tangga yang hanya terdiri dari sepasang suami
dan isteri. Tujuan utama keluarga adalah reorganisasi keluarga menjadi sebuah
unit yang tetap berjalan sementara melepaskan anak-anak yang dewasa kedalam
kehidupan mereka sendiri (Duvall, 1977). Selama tahap ini pasangan tersebut
mengambil peran sebagai kakek nenek-perubahan lainnya dalam peran maupun
dalam citra diri mereka.
a. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
18
Sebagaimana keluarga membantu anak tertua dalam melepaskan diri, orangtua
juga membantu anak mereka yang lebih kecil agar mandiri. Dan ketiga anak laki-
laki atau perempuan yang “dilepas” menikah, tugas keluarga adalah memperluas
siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga yang baru lewat
perkawinan dan menerima nilai-nilai dan gaya hidup dari pasangan itu sendiri.
Tahap VI Siklus Kehidupan Keluarga Inti yang melepaskan anak usia
dewasa muda dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga melepas anak dewasa muda 1. Memperluas siklus keluarga
dengan memasukkan anggota
keluarga baru yang didapatkan
melalui perkawinan anak-anak.
2. Melanjutkan untuk memperbaharui
dan menyesuaikan kembali
hubungan perkawinan.
3. Membantu orangtua lanjut usia dan
sakit-sakitan dari suami maupun
istri.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
19
dengan hubungan ikatan keluarga hingga empat generasi, yang merupakan hal
yang biasa (Troll, 1971).
a. Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga.
Pada saat anak bungsu meninggalkan rumah, banyak wanita yang
menyalurkan kembali tenaga dan hidup mereka dalam persiapan untuk mengisi
rumah yang telah ditinggalkan anak-anak. Bagi sejumlah wanita, krisis usia
pertengahan (telah dibicarakan dalam tahap sebelumnya) dialami selama masa
awal siklus kehidupan ini. Wanita berupaya mendorong anak mereka yang sedang
sedang tumbuh agar mandiri dengan menegaskan kembali hubungan mereka
dengan anak-anak tersebut (tidak mengusik kehidupan pribadi dan kehidupan
keluarga mereka). Dalam upaya untuk mempertahankan perasaan yang sehat dan
sejahtera, lebih banyak wanita memulai gaya hidup yang lebih sehat yaitu
pengontrolan peran badan, diet seimbang, program olahraga yang teratur, dan
istirahat yang cukup, dan juga memperoleh dan menikmati karier, pekerjaan,
kecakapan yang kreatif.
Tugas perkembangan yang penting pada tahap ini adalah penentuan
lingkungan yang sehat (Tabel 10). Dalam masa inilah upaya untuk melaksanakan
gaya hidup sehat menjadi lebih menonjol bagi pasangan, meskipun kenyataannya
bahwa mungkin mereka telah melakukan kebiasaan-kebiasaan yang sifatnya
merusak diri selama 45 – 65 tahun. Meskipun dapat dianjurkan sekarang, mereka
“lebih baik sekarang dari pada tidak pernah” adalah selalu benar, agaknya terlalu
terlambat untuk mengembalikan perubahan-perubahan fisiologis yang telah terjadi
serti aertritis akibat in aktivitas, tekanan darah tinggi karena kurangnya olahraga,
stress yang berkepanjangan, menurunnya kapasitas vital akibat merokok.
Tahap VII Siklus Kehidupan Keluarga Inti dengan orang tua usia
pertengahan dan Tugas-Tugas Perkembangan Keluarga yang Bersamaan
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
2. Mempertahankan hubungan-
20
hubungan yang memuaskan dan
penuh arti dengan para orangtua
lansia dan anak-anak.
3. Memperkokoh hubungan
perkawinan.
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
Tahap terakhir siklus kehidupan keluarga dimulai dengan salah satu atau
kedua pasangan memasuki masa pensiun, terus berlangsung hingga salah satu
pasangan meninggal, dan berakhir dengan pasangan lain meninggal (Duvall dan
Miller, 1985).
Persepsi tahap siklus kehidupan ini sangat berbeda dikalangan keluarga
lanjut usia. Beberapa orang merasa menyedihkan, sementara yang lain merasa hal
ini merupakan tahun-tahun terbaik dalam hidup mereka. Banyak dari mereka
tergantung pada sumber-sumber finansial yang adekuat, kemampuan memelihara
rumah yang memuaskan, dan status kesehatan individu. Mereka yang tidak lagi
mandiri karena sakit, umumnya memiliki moral yang rendah dan keadaan fisik
yang buruk sering merupakan anteseden penyakit mental dikalangan lansia
(Lowenthal, 1972). Sebaliknya lansia yang menjaga kesehatan mereka, tetap aktif
dan memiliki sumber-sumber ekonomi yang memadai menggambarkan proporsi
orang-orang yang lebih tua dan substansial dan senantiasa berpikir positif
terhadap kehidupan ini.
a. Sikap Masyarakat terhadap Lansia.
Masyarakat kami menekankan prestasi-prestasi mereka di masa muda mereka,
yaitu masa jaya kaum muda. Oleh karena itu, kaum dewasa, dengan berdandan,
berpakaian, dan bergaya, mencoba mempertahankan penampilan muda mereka
selama mungkin. Disamping itu, masyarakat juga tidak membiarkan kebanyakan
lansia tetap produktif. Oleh karena itu, penilaian masyarakat yang negatif terhadap
lansia mempengaruhi citra diri mereka. Sikap kita terhadap penuaan dan lansia,
meskipun masih negatif, tampaknya muluai berubah..
21
Kehilangan-Kehilangan yang Lazim bagi Lansia dan Keluarga.
a. Ekonomi ; menyesuaikan terhadap pendapatan yang turun secara
substansial, mungkin kemudian menyesuaikan terhadap
ketergantungan ekonomi (ketergantungan pada keluarga atau subsidi
pemerintah).
b. Perumahan ; sering pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil dan
kemudian dipaksa pindah ke tatanan institusi.
c. Sosial ; kehilangan (kematian) saudara, teman-teman dan pasangan.
d. Pekerjaan ; keharusan pensiun dan hilangnya peran dalam pekerjaan
dan perasaan produktifitas.
e. Kesehatan ; menurunnya fungsi fisik, mental dan kognitif ;
memberikan perawatan bagi pasangan yang kurang sehat.
22
Tahap Siklus Kehidupan Keluarga Tugas-Tugas Perkembangan
Keluarga
Keluarga Lansia 1. Mempertahankan pengaturan hidup
yang memuaskan.
2. Menyesuaikan terhadap
pendapatan yang menurun.
3. Mempertahankan hubungan
perkawinan.
4. Menyesuaikan diri terhadap
kehilangan pasangan.
5. Mempertahankan ikatan keluarga
antar generasi.
6. Meneruskan untuk memahami
eksistensi mereka (penelaahan dan
integrasi hidup).
Diadaptasi dari Carter dan McGoldrick (1988), Duvall dan Miller (1985)
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
24
DAFTAR PUSTAKA
25