Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KASUS-KASUS KESEHATAN YANG TERJADI PADA TAHUN 2018


Dosen : Drs. Offeny, M.Si

Di Susun Oleh:
Mahasiswa Kelompok 1
Tingkat II B/Semester III

1. Armeliati 2018.C.10a.0959
2. Bella Azsaria 2018.C.10a.0960
3. Chio Mikhael Pratama P. 2018.C.10a.0961
4. Cia 2018.C.10a.0962
5. Dhea Permatasari Iskandar 2018.C.10a.0964
6. Erna Sari 2018.C.10a.0966
7. Igo Gunawan 2018.C.10a.0969
8. Jekicen 2018.C.10a.0970
9. Lala Veronica 2018.C.10a.0974
10.Loren 2018.C.10a.0978
11.Oktaviona 2018.C.10a.0962
12.Octavia Maretanse 2018.C.10a.0979
13.Rivaldo Setyo Prakoso 2018.C.10a.0982
14.Sapta 2018.C.10a.0984
15.Sused 2018.C.10a.0986
16.Tetenia Diyanti 2018.C.10a.0987
17.Tri Harianto 2018.C.10a.0989
18.Trisia Vironika 2018.C.10a.0990
19.Windy Widiya 2018.C.10a.0991

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat waktu walaupun
ada beberapa halangan yang mengganggu proses pembuatan makalah ini,
namun penulis dapat mengatasinya tentu atas campur tangan Tuhan Yang
Maha Esa.
Penulis berharap makalah ini akan berguna bagi para mahasiswa
terutama yang berada di STIKES Eka Harap materi tentang “Kasus-Kasus
Kesehatan Yang Terjadi Pada Tahun 2018” sehingga diharapkan dengan
mempelajari makalah ini mahasiswa maupun lainnya untuk mendapatkan
tambahan pengetahuan.
Kami menyadari bahwa makalah ini mungkin terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan makalah ini
dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Palangka Raya, 8 November 2019

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan Penulisan................................................................................................1
1.4 Manfaat Penulisan..............................................................................................1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3
2.1 KLB (Gizi Buruk Di Asmat Papua)....................................................................3
2.2 Gangguan Mental................................................................................................5
2.3 Remaja Mabuk Rebusan Air Pembalut...............................................................7
2.4 Cacing Dalam Ikan Kalengan...........................................................................10
2.5 Susu Kental Manis (SKM) Bukan Susu............................................................14
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................18
3.2 Saran.................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................19

iii
1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan. Banyak faktor yang
mempengaruhi kesehatan, di antaranya adalah pengetahuan dan sikap masyarakat
dalam merespon suatu penyakit (Notoatmodjo, 2003). Salah satu masalah
kesehatan yang banyak dialami oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia
adalah masalah kesehatan yang menyerang sistem perlindungan tubuh paling luar,
yaitu kulit. Penyakit kulit bisa disebabkan oleh banyak faktor. Di antaranya, faktor
lingkungan dan kebiasaan hidup sehari-hari. Lingkungan yang sehat dan bersih
akan membawa efek yang baik bagi kulit. Demikian pula sebaliknya, lingkungan
yang kotor akan menjadi sumber munculnya berbagai macam penyakit, selain itu
kulit juga mempunyai nilai estetika.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat


dirumuskan masalah dalam makalah ini adalah;

Bagaiman cara menyikapi dan mencegah dari kasus kesehatan yang terjadi pada
tahun 2018?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan umum dari makalah ini adalah;

Pembaca dan penulis mampu memahami tentang kasus kesehatan yang terjadi
pada tahun 2018 sehingga dapat melakukan pencegahan dari kasus tersebut dalam
aktifitas sehari-hari di lingkungan keluarga maupun bermasyarakat.
2

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Bagi Pembaca/Mahasiswa

Mengedukasi pembaca agar lebih memahami materi kasus kesehatan yang


terjadi pada tahun 2018 sehi ngga dapat melakukan pencegahan dan
penanggulangan dalam kehidupan sehari-hari serta dapat menjadi referensi bagi
pembaca.

1.4.2 Bagi Penyuluh/Penulis

Diharapkan dapat menambah ilmu baru dalam keilmuwan kesehatan tentang


kasus kesehatan yang terjadi pada tahun 2018 sehingga dapat melakukan pen
cegahan serta memperdalam pengetahuan, dan sebagai referensi.
3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KLB (Gizi Buruk Di Asmat Papua)


Sebulan setelah status kejadian luar biasa (KLB) di Kabupaten Asmat,
Papua dicabut, kematian anak akibat gizi buruk masih terjadi. Berbagai kondisi,
termasuk pemahaman orang tua, menjadi kendala kesehatan di lapangan. Status
KLB akibat gizi buruk dan campak di Asmat dicabut sejak 5 Februari 2018.
Tercatat korban meninggal mencapai 72 anak-anak, yakni 66 karena campak, dan
enam karena gizi buruk. Dari jumlah itu, berdasarkan data Kementerian
Kesehatan, sebanyak delapan anak meninggal di rumah sakit, sementara sisanya
meninggal di kampung.
Namun pasca-KLB dicabut, masih ada anak-anak yang meninggal dunia
akibat gizi buruk. Salah satunya adalah Priskila (5 tahun) yang meninggal pada 4
Maret 2018. Priskila sebenarnya sudah pulang dan dikembalikan ke keluarga
namun kembali kambuh dan sempat dibawa orang tuanya ke RSUD Agats. Oleh
dokter dan perawat, Priskila kemudian dirujuk ke RS di Timika.
Namun orang tua korban menolak anaknya dibawa ke Timika. “Hingga
akhirnya meninggal keesokan harinya,” kata M. Nokir Sandadua, Plt Direktur
RSUD Asmat di Agats, Minggu (11/03). Selain Priskila ada satu lagi korban
meninggal dunia pasca-KLB dicabut. “Benar ada juga, tepatnya bulan lalu,” kata
Kepala Penerangan Kodam Cendrawasih, Kolonel Muhammad Aidi, kepada BBC
Indonesia.

 Kondisi pasca - KLB campak dan gizi buruk di Asmat


Selama KLB, berbagai penanganan kesehatan dilakukan pemerintah
Indonesia. Antara lain memberikan vaksinasi terhadap lebih dari 10.000 anak

3
4

Asmat yang ada di 224 kampung di 23 distrik, dan perawatan para korban di
RSUD Agats.
Pasca-KLB, pemerintah juga masih melanjutkan program pemenuhan gizi
dan pendampingan bagi keluarga yang anak-anaknya mengalami gizi buruk.
Ketika KLB dihentikan, di RSUD Agats ada 12 pasien yang masih dirawat inap,
terdiri dari sembilan anak gizi buruk, dan tiga anak karena campak. “Sekarang
juga masih ada beberapa anak,” kata Nokir. Menurut Nokir, para orang tua di
Asmat sudah punya sedikit pemahaman soal manfaat pelayanan kesehatan.
“Misalnya kalau anaknya sakit sudah langsung dibawa ke puskesmas atau rumah
sakit,” kata dia.
Kemajuan yang terjadi di Asmat adalah kesadaran orang tua untuk membawa
anak ke fasilitas kesehatan. Senada dengan Nokir, Kolonel Muhammad Aidi
mengatakan secara umum, kondisi di Asmat sudah membaik dan jumlah pasien
menurun. “Tinggal pendampingan saja,” kata Aidi kepada BBC Indonesia.
Menteri Kesehatan, Nila Moeloek, menyebut campak dan gizi buruk ini
disebabkan karena berbagai faktor, 40% disebabkan oleh lingkungan dan perilaku
sosial yang berpengaruh pada kesehatan.
“Sosio budaya di sana, kebersihan dan kesehatannya masih rendah. IPM (Indeks
Pembangunan Manusia) masih jauh di bawah rata-rata nasional,” kata Nila,
dalam rapat konsultasi dengan DPR, bulan lalu.

 Kendala yang dihadapi pasca - KLB


Salah satu kendala yang dihadapi Asmat pasca dicabutnya status KLB
adalah ketersediaan tenaga medis, terutama kedokteran. Dari total 16 puskesmas
yang ada, sebagian besar tidak ada dokter.
5

“Sebagian besar puskesmas tidak ada dokter, cuma mantri dan suster saja,” kata
Kolonel Aidi. Alasannya, “Rata-rata dokter tidak mau ditempatkan di pedalaman
yang tidak ada infrastrukturnya,” kata Aidi. Untuk itu, sementara dikirim tim
kesehatan dari TNI dan Kementerian Kesehatan yang berdasarkan penugasan.
Infrastruktur transportasi juga menjadi kendala yang signifikan. Menurut
Aidi, meski warga sudah punya kesadaran untuk membawa anaknya ke fasilitas
kesehatan, namun mereka terhambat tranportasi.
“Jaraknya terlalu jauh. Butuh perjalanan lebih dari lima jam dengan
menggunakan kapal untuk menjangkau mereka,” kata Aidi. Selain dari faktor-
faktor eksternal itu, ada juga kendala dari internal warga Asmat sendiri. Kematian
Priskila adalah salah satu contoh minimnya pemahaman soal pentingnya tindakan
medis.
Kolonel Aidi menyebutkan banyak menemukan kondisi di mana bekal
tambahan gizi berupa makanan dan susu buat anak-anak yang dibawa pulang,
dihabiskan oleh orang tua atau orang dewasa.
“Kami menemukan beberapa anak yang berat badannya turun secara signifikan.
Ternyata bekal yang diberikan dihabiskan bapak dan ibunya,” kata Aidi.
“Oleh karena itu, lanjut Aidi, program pendampingan dan edukasi kepada
keluarga di Asmat masih perlu terus dilakukan. Harus dilakukan secara manual,
setiap hari datangi rumah mereka,” ujar Aidi.

2.2 Gangguan Mental


Kondisi kesehatan mental kini tak lagi bisa dianggap remeh. Kesehatan
mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik dan penyakit atau kecacatan lain
yang timbul pada tubuh. Di Indonesia, kondisi kesehatan mental masih menjadi
salah satu isu yang dikesampingkan. Padahal, secara jumlah, penderita gangguan
6

mental terus meningkat. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013


menunjukkan prevalensi gangguan mental emosional dengan gejala-gejala depresi
dan kecemasan pada usia 15 tahun mencapai 14 juta orang. Angka ini setara
dengan 6 persen jumlah penduduk Indonesia. Sementara itu, prevalensi gangguan
jiwa berat seperti skizofrenia mencapai 400 ribu. Tingginya angka penderita
gangguan jiwa pun berjalan beriringan dengan sejumlah kasus bunuh diri di
Indonesia.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat setidaknya ada 812 kasus bunuh diri
di seluruh wilayah Indonesia pada tahun 2015. Pemerintah sendiri telah
memasukkan gangguan mental yang terobati sebagai salah satu dari 12 indikator
pendekatan kesehatan keluarga. Beberapa contoh gangguan kesehatan mental
berat di antaranya skizofrenia dan bipolar. Indikator itu dipantau melalui Aplikasi
Keluarga Sehat yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan RI pada 2015 lalu.

“Sebanyak 15,8 persen keluarga memiliki penderita gangguan jiwa berat yang
diobati dan tidak diobati,” ujar Konsultan Health Policy Unit, Setjen Kementerian
Kesehatan, Trihono, pada Southeast Asia Mental Health Forum 2018 di Jakarta,
Kamis (30/8).

Namun, angka itu tak mencakup keseluruhan keluarga di Indonesia. Hingga 7 Juli
2018, baru tercatat sebanyak 13 juta keluarga yang dipantau dan terdata dalam
aplikasi. Angka itu hanya mencakup 20,24 persen dari seluruh keluarga di
Indonesia. Hasil data Aplikasi Keluarga Sehat itu mengasumsikan ada satu kasus
gangguan mental berat dalam satu keluarga. Hasilnya, terdapat 85.788 orang
dengan gangguan mental berat. Dari jumlah itu, sebanyak 37.013 penderita
gangguan mental berat mendapat pengobatan. Sementara 13.204 lainnya justru
diasingkan.

Trihono meyakini bahwa jumlah itu masih terbilang kecil lantaran berbagai
faktor. Mulai dari stigma ‘gila’ dan tak bisa diobati, kekurangan tenaga medis,
hingga keterbatasan obat yang tersedia.
7

2.3 Remaja Mabuk Rebusan Air Pembalut

Ada remaja di beberapa daerah di Jawa Tengah yang kedapatan punya


kebiasaan aneh bagi kebanyakan orang. Mereka meminum rebusan pembalut!
8

Katanya sih, efek air rebusan pembalut mirip seperti narkotika jenis sabu-sabu.
Dengan efek yang sama, minum air rebusan pembalut jelas lebih murah daripada
menggunakan sabu-sabu. Remaja yang nggak punya banyak uang itu pun
akhirnya lebih memilih minum air rebusan pembalut.
1. Dari hasil coba-coba, remaja cowok di Jawa Tengah malah ketagihan
minum air rebusan pembalut. Katanya sih itu bisa bikin nge-‘fly‘. Mereka
merebus pembalut ke dalam air dan meminum air rebusannya supaya bisa
merasakan nge-‘fly’ via suryamalang.tribunnews.co. Badan Narkotika
Nasional Provinsi (BNNP) Jawa Tengah mendapat laporan bahwa ada
remaja yang meminum air rebusan pembalut supaya merasakan nge-‘fly‘
sejak tiga bulan lalu. Kata Kepala Bidang Pemberantasaan (Kabid Brantas)
Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Jateng AKBP, Suprinanto,
laporan itu tepatnya berasal dari sebuah rumah rehabilitasi di daerah Kudus.
Tapi sebenarnya, Badan Narkotika Nasional (BNN) sudah menemukan
kejadian itu di Grobogan, Kudus, Pati, Rembang dan Kota Semarang bagian
Timur. Remaja usia 13 – 16 tahun ini awalnya cuma coba-coba aja.
2. Awalnya mereka menggunakan pembalut bekas pakai. Ternyata, pembalut
baru pun juga punya efek yang sama ketika air rebusannya diminum.
Dulunya sih pakai pembalut bekas, tapi sekarang membuat rebusan
pembalut dipakai pembalut baru. Demi mendapatkan efek seperti
menggunakan narkotika, remaja ini tampaknya kelewat kreatif. Mereka
mencoba berbagai kombinasi dan juga oplosan, sampai akhirnya digunakan
pembalut bekas pakai. Pembalut bekas pakai direbus dan air rebusannya
diminum! Gila ya, bisa aja kepikiran? Menurut Indra Dwi Purnomo, MPsi,
Dosen Fakultas Psikologi Unika Soegijapranata yang menangani kasus ini,
sekarang sih mereka sudah tidak memakai pembalut bekas. Pembalut yang
dipilih adalah pembalut yang banyak mengandung gel di dalamnya.
3. Tapi ternyata, hal itu sudah terjadi sejak lama lho. Bahkan nggak cuma
rebusan pembalut aja, rebusan popok pun diminum demi dapat efek
halusinasi. Tidak hanya pembalut, tapi popok bayi juga bisa dipakai untuk
membuat air rebusan yang bikin nge-‘fly’. Dr Hari Nugroho dari Institute of
Mental Health Addiction And Neurosience (IMAN) mengatakan kalau
9

sebenarnya kejadian seperti ini sudah terjadi sejak tahun 2016. Saat itu
ditemukan ada remaja yang mabuk dengan rebusan pembalut atau popok.
Baik pembalut atau popok sama-sama punya kandungan gel yang
diperkirakan bisa memberi efek halusinasi. Karena efeknya sama seperti
menggunakan sabu-sabu, maka remaja yang nggak punya uang memilih
minum rebusan pembalut daripada membeli sabu-sabu.
4. Beberapa zat kimia yang terkandung di pembalut dan popok diperkirakan
bisa membuat orang jadi berhalusinasi. Tapi, belum ada penelitian lebih
dalam Kandungan rebusan pembalut yang membuat efek halusinasi sih
masih diselidiki. Saat ini, dilansir dari Kompas, Dinas Kesehatan Kota
Semarang, Jawa Tengah, sedang meneliti kandungan dari rebusan pembalut
dan dampaknya bagi tubuh. Tapi, menurut dr Hari Nugroho, di dalam
pembalut ada zat kimia seperti klorin, turunan alkohol, dan kloroform yang
kemungkinan membuat mereka merasa fly. Untuk tahu pastinya sih harus
menunggu hasil pengecekan dari Dinas Kesehatan Kota Semarang.
Kandungan air rebusan pembalut yang masih belum pasti membuat BNN
nggak bisa menindak secara hukum. Sampai saat ini kan belum ada aturan
hukum yang melarang minum air rebusan pembalut. Jadi, remaja yang
minum rebusan pembalut masih nggak bisa ditangkap ataupun mendapat
tindakan yang tegas.

Air rebusan pembalut tersebut dianggap bisa memabukkan dan memberikan


efek halusinasi (fly) seperti menggunakan narkotika. Para remaja melakukannya
karena cara itu dinilai lebih murah ketimbang membeli narkotika. Dekan Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia Mahdi Jufri menjelaskan, pembalut memiliki dua
kandungan berbahaya jika dikonsumsi. Di antaranya klorin dan gel penyerap.
Sejumlah remaja juga dikabarkan lebih suka memilih pembalut yang bersayap.
Sebab efek gelnya dinilai lebih tinggi untuk mabuk. Mengandung chlorine sebagai
desinfektan. Gelnya mengandung sodium polyacrylat yang merupakan super
adsorben (penyerap).
1. Klorin
10

Masyarakat lebih mengenal klorin sebagai kaporit. Biasanya digunakan


untuk penjernihan air. Klorin akan berbahaya jika terpapar tubuh baik itu
tertelan atau terkena di area mata dan saluran pernapasan. Efeknya bisa
menyebabkan masalah kulit, iritasi, dan kanker dalam jangka panjang.
2. Sodium Polyacrylat
Sodium Polyacrylate adalah bubuk bahan kimia yang ditambahkan pada
bagian dalam pembalut. Fungsinya sebagai penyerap. Jika terpapar tubuh
maka bisa menimbulkan iritasi atau alergi.

2.4 Cacing Dalam Ikan Kalengan


Menindak lanjuti penjelasan BPOM RI pada tanggal 22 Maret 2018 tentang 
“TEMUAN CACING PADA PRODUK IKAN KALENG” BPOM RI
memandang perlu memberikan penjelasan perkembangan hasil pengawasan
terhadap masalah tersebut dan juga pihak industri pangan yang bergerak di
bidang produksi ikan kalengan seharusnya perlu mengevaluasi beberapa langkah
penanggulangan produksi dengan mengaplikasikan GMP (Good Manufacturing
Practices), GHP (Good Handling Practices) dan prinsip HACCP (hazard
Analytical critical Control Point). Berikut beberapa saran dan rekomendasi yang
dapat diaplikasikan oleh pihak industri pangan diantaranya:
Pemilihan dan seleksi bahan baku ikan sarden dan makarel mentah yang
belum diproses sesuai dengan ketentuan SNI. Caranya adalah dengan
menganalisis sampel jaringan ikan tersebut untuk dianalisis keberadaan
cacing parasitnya dengan menggunakan mikroskop. Jangan lupa lakukan
pula analisis mikrobiologi TPC untuk menghitung total koloni mikroba
karena produk ikan adalah produk dengan kadar air tinggi (Aw tinggi) yang
sangat mudah sekali ditumbuhi bakteri pembusuk dan bakteri patogen yang
11

membahayakan kesehatan seperti Pseudomonas, Vibrio parahaemolyticus,


Escherechia coli, Flavobacterium, bakteri koliform, Salmonella typhi,
Listeria monocytogenes, Clostridium botulinum. Selain kontaminasi cacing
parasit, resiko kontaminasi mikroba perusak dan mikroba patogen tersebut
juga harus diminimalisir untuk menjaga mutu produk ikan kalengan.
Proses klorinasi yang tepat untuk mencegah pertumbuhan mikrob pembusuk
dan mikroba patogen sehingga produk ikan kalengan tidak mudah rusak dan
memiliki umur simpan yang lebih panjang. Ada hal penting yang harus
diperhatikan yaitu dengan tidak menggunakan konsentrasi klorin yang
terlalu tinggi karena dapat membahayakan kesehatan manusia. Perhatikan
rekomendasi dari Kementerian Kesehatan RI terkait batas konsentrasi
penggunaan klorin.
Perlakuan blansir dan pasteurisasi ikan serta pemasakan bumbu ikan sarden
dan makarel berupa saus tomat maupun saus cabai melalui proses
pemanasan pasteurisasi pada suhu 72,7 derajat celsius selama 5 menit yang
dikenal dengan istilah HTST (High Temperature Short Time) atau
penggunaan suhu pasteurisasi 63 derajat celsius selama 30 menit yang
dikenal dengan istilah LTLT (Long Temperature Long Time).
Proses blansir dan pasteurisasi selain bertujuan untuk menonaktifkan enzim
protease yang dapat menyebabkan deaminasi pada ikan yaitu timbulnya bau
amoniak (NH3) dan kebusukan pada produk ikan kalengan. Hal ini juga
bertujuan untuk membunuh bakteri pembusuk, bakteri patogen dan
kontaminasi cacing-cacing parasit yang tidak tahan panas yang mungkin
terdapat dalam ikan maupun bumbu saus tomat dan saus cabai.
Proses pemasakan ikan dengan pemanasan retort maupun teknik
autoclaving (pemanasan bertekanan) pada suhu 121 derajat celsius selama 5
menit. Proses ini dikenal juga dengan sterilisasi komersial yang merupakan
tahapan paling penting dan menjadi titik kritis dalam penanganan HACCP
produk ikan kalengan. Analisis kecukupan panas dan nilai Fo (12 D) juga
harus betul-betul terpenuhi sehingga dapat mematikan dan membunuh
seluruh kontaminan mikroba patogen, mikroba perusak, spora tahan panas,
12

cacing parasit maupun telur cacing yang mungkin masih ada dalam produk
ikan.
Nilai kecukupan panas dianalisis berdasarkan hubungan antara suhu dengan
waktu pemanasan (proses termal) sehingga diperoleh nilai D (waktu yang
diperlukan untuk menginaktivasi pertumbuhan mikroba sebesar 1 log pada
kondisi sterilisasi komersial) maupun nilai Z (nilai perubahan suhu termal/
panas yang diperlukan untuk menurunkan pertumbuhan mikroba sebesar 1
log). Secara umum mekanisme sterilisasi komersial tersebut dianggap sudah
cukup bila mengaplikasikan prinsip kecukupan panas Fo dengan tujuan
menurunkan pertumbuhan mikroba dan cacing parasit. Beberapa kasus yang
terjadi di lapangan pada produk makanan ikan kaleng sering yang
ditemukan selama ini adalah proses pemanasan di industri tidak cukup
efektif untuk membunuh mikroba patogen, spora tahan panas, cacing paarsit
maupun telurnya. Kurang terpenuhinya nilai kecukupan panas tersebut
disebabkan karena selama ini industri ikan kaleng masih mengaplikasikan
prinsip pemanasan pasteurisasi dalam proses pemasakan ikan. Pemanasan
pasteurisasi hanya menggunakan suhu 72 derajat celsius sehingga hanya
mampu memenuhi standar 5 D artinya tidak semua cacing parasit, telur
cacing, bakteri patogen dan spora tahan panas bakteri yang dapat mati
dibunuh melalui proses pasteurisasi. Pihak industri masih menilai bahwa
pemanasan dengan suhu tinggi dan waktu yang lama akan membutuhkan
energi yang lebih besar, dan peningkatan energi ini bisa dikalkulasi nilainya
dengan peningkatan biaya produksi. Hal inilah yang mungkin memberatkan
pihak industri pangan untuk mengaplikasikan proses sterilisasi komersial.
Melakukan sterilisasi pada kemasan kaleng dengan pemanasan retort
maupun teknik autoclaving (pemanasan bertekanan) pada suhu 121 derajat
celsius selama 15 menit. Proses sterilisasi kemasan kaleng selain dapat
dilakukan dengan proses termal dapat juga dilakukan dengan teknik
alternatif yaitu dengan iradiasi penyinaran sinar UV dengan dosis iradiasi 5
- 10 Kgy (kilogray). Penggunaan teknik iradiasi tersebut mampu mematikan
cacing-cacing parasit, telur cacing, bakteri pembusuk, bakteri patogen,
13

maupun spora. Pemilihan kemasan kaleng juga harus benar yaitu jangan
memilih bahan kemasan kaleng yang mudah berkarat.
Pengisian (filling) ikan makarel maupun sarden dan bumbu saus ke dalam
kemasan kaleng harus dilakukan secara aseptis (steril) dalam suatu ruangan
maupun pipa pengisian khusus. Untuk menjamin hal ini pihak industri harus
benar-benar memastikan aspek sanitasi dan kebersihan ruangan tempat
pengisian produk dan selalu membersihkan pipa-pipa yang digunakan untuk
pengisian produk.
Pengemasan (packaging) dan penutupan produk ikan kaleng harus
dilakukan secara praktis, hermetis dan septis (steril) serta jangan sampai
terjadi kebocoran kemasan akibat proses pengemasan yang kurang tepat.
Kebocoran kemasan dapat menyebabkan terjadinya kontaminasi silang yang
dapat menyebabkan masuknya spora kapang, dan spora Clostridium
botulinum yang tahan panas ke dalam produk ikan kalengan melalui udara.
Penyimpanan produk di ruangan yang tepat baik kondisi suhunya maupun
kelembabannya. Umur simpan produk sangat dipengaruhi oleh kondisi suhu
penyimpanan dan kadar air (Relative Humidity) ruang penyimpanan. Pihak
industri harus menyediakan ruang storage khusus untuk menyimpan produk
ikan yang telah dikalengkan sebelum didistribusikan kepada konsumen.

Para konsumen dan masyarakat jangan terlalu khawatir dengan adanya


kasus ini. Konsumen yang baik harus tetap tenang dan cerdas dalam meilih dan
mengolah produk pangan yang akan dikonsumsi. Rekomendasi kepada para
konsumen dalam memilih produk ikan kalengan di pasaran adalah sebagai
berikut:
a. Pastikan pilih produk ikan kaleng yang kemasannya bagus, dan tidak
mengalami kerusakan. Amati bentuk kaleng jangan sampai memilih kaleng
yang sudah cembung dan menggembung karena produk ikan kaleng yang
sudah menggembung tidak baik dikonsumsi karena sudah terkontaminasi
bakteri patogen dan pembusuk penghasil gas sulfide (H2S) dan
karbondioksida.
14

b. Masak dan panaskan terlebih dahulu produk ikan makerel dan ikan sarden
dengan suhu pemanasan yang cukup yaitu pada suhu 90 – 100 derajat
celsius selama 5 menit sebelum dikonsumsi. Meskipun produk ikan
kalengan sudah dimasak selama proses produksinya akan tetapi memasak
dan memanaskan kembali produk ini sebelum dikonsumsi akan lebih
menjamin keamanan sebelum kita memakannya. Dengan pemanasan dan
pemasakan ini kita bisa membunuh sisa-sisa cacing parasit, telur cacing,
bakteri patogen, bakteri pembusuk, spora yang mungkin masih tertinggal di
dalam produk ikan kalengan. Kewaspadaan dan tindakan preventif
pencegahan jauh lebih baik daripada terjadi keracunan maupun hal
berbahaya lainnya.
c. Usahakan produk ikan kalengan yang anda buat habis dikonsumsi dan tidak
meninggalkan sisa. Karena proses pemanasan yang dilakukan secara
berulang-ulang pada produk yang tidak habis dikonsumsi kurang baik
dampaknya dari segi nutrisinya bagi kesehatan.

2.5 Susu Kental Manis (SKM) Bukan Susu


Setelah bertahun-tahun terbiasa dikonsumsi oleh masyarakat yang
menganggapnya sebagai “susu”, susu kental manis akhirnya secara resmi
dinyatakan tidak mengandung susu oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM). Tanpa padatan susu sama sekali, susu kental manis telah berhasil
“menipu” masyarakat yang justru sering menyajikannya untuk anak, sebagai
alternatif dari susu bubuk yang memiliki harga lebih mahal.
Melalui Surat Edaran tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan
Analognya (Kategori Pangan 01.3) pada Mei 2018, BPOM memberikan aturan
ketat terkait peredaran susu kental manis, yaitu:
a. Dilarang menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 tahun dalam bentuk
apapun.
b. Dilarang menggunakan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan
Analognya (Kategori Pangan 01.3) disetarakan dengan produk susu lain
sebagai penambah atau pelengkap zat gizi. Produk susu lain, antara lain susu
15

sapi/ susu yang dipasteurisasi/ susu yang disterilisasi/ susu formula/ susu
pertumbuhan.
c. Dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/atau susu dalam
gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai
minuman.
d. Khusus untuk iklan, dilarang ditayangkan pada jam tayang acara anak-anak.
e. Berbahaya

Selain “menipu”, susu kental manis juga dinyatakan berbahaya bagi kesehatan.
Mengkonsumsi SKM secara berlebihan akan meningkatkan risiko diabetes dan
obesitas pada anak-anak. Hal ini disebabkan karena kadar gula tinggi di minuman
SKM.

“Sebagai sumber energi iya, tetapi sangat tidak baik apabila energi anak
bersumber dari gula,” kata Dr.Rita Ramayulis, DCN, M.Kes, seorang dosen Gizi
Poltekkes Kementerian Kesehatan Jakarta, kepada Kompas.com, Minggu
(6/5/2018).
Pernyataan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) bahwa “susu
kental manis” (SKM) hanyalah “krimer kental manis” (KKM) sempat
menghebohkan masyarakat. Padahal, produk yang beredar sejak 1873 ini
dipercaya masyarakat sebagai alternatif pengganti susu atau penambah gizi.
Namun, seluruh produk susu kental manis itu ternyata tidak mengandung kadar
susu murni yang seharusnya. Kekeliruan penamaan produk ini berefek negatif
dalam berbagai hal, terutama untuk pencerdasan masyarakat.
Kekeliruan ini juga memicu ketidakpuasan masyarakat karena merasa
“terbohongi” sekian lama. Sontak, salah kaprah ini meruncing pada dugaan
pembohongan publik. Salah kaprah produk susu kental manis yang kini dinamai
krimer kental manis bukanlah persoalan remeh-temeh. Munculnya surat edaran
BPOM tidak lantas menghilangkan memori masyarakat bahwa susu kental manis
adalah bagian produk susu seperti susu murni/susu bubuk. Apalagi, edaran ini
hanya mengubah kriteria iklan untuk tidak menampilkan anak-anak balita, tidak
tayang pada jam acara anak-anak, dan memvisualkan SKM seolah-olah adalah
16

susu murni dengan cara diseduh, serta mengganti label susu kental manis dan
analognya menjadi Creamer kental manis.
Secara umum, produk susu berwujud cair/murni, bubuk, dan kental. Ketiga
wujud itulah yang melahirkan berbagai produk pengolahan susu. Susu murni
adalah susu yang masih asli seperti pada saat diperah dan belum dicampur dengan
bahan, sedangkan susu bubuk adalah air susu lembu yang dikeringkan dan
dijadikan bubuk. Ada juga istilah susu formula yang identik dengan alternatif
pengganti ASI untuk bayi, serta susu hasil pengawetan pada temperatur tertentu
(pasteurisas). Polemik nama susu kental manis (SKM) menjadi krimer kental
manis (KKM) jelas tidak hanya menarik bagi bidang ekonomi, tetapi juga
menggugah bagi dunia kebahasaan, khususnya ilmu penamaan (onomastika).

PENJELASAN BPOM RI TENTANG SUSU KENTAL MANIS (SKM)


Sehubungan dengan merebaknya informasi tentang “Susu Kental Manis”
(SKM), maka BPOM RI memandang perlu memberikan penjelasan sebagai
berikut:
1. Subkategori susu kental dan analognya (termasuk di dalamnya SKM)
merupakan salah satu subkategori dari kategori susu dan hasil olahannya.
Subkategori/jenis ini berbeda dengan jenis susu cair dan produk susu, serta
jenis susu bubuk, krim bubuk, dan bubuk analog.
2. Karakteristik jenis SKM adalah kadar lemak susu tidak kurang dari 8% dan
kadar protein tidak kurang dari 6,5% (untuk plain). Susu kental dan analog
lainnya memiliki kadar lemak susu dan protein yang berbeda, namun
seluruh produk susu kental dan analognya tidak dapat menggantikan produk
susu dari jenis lain sebagai penambah atau pelengkap gizi.
3. Susu kental dapat digunakan untuk toping dan pencampur pada makanan
atau minuman (roti, kopi, teh, coklat, dll).
4. BPOM RI telah melakukan Focus Group Discussion (FGD) Reviu
Pengaturan SKM, perkuatan pengawasan promosi dan penandaan SKM,
sosialisasi tentang SKM dan produk sejenis agar SKM diproduksi,
diedarkan, digunakan dan dikonsumsi dengan tepat.
17

5. Surat edaran No HK.06.5.51.511.05.18.2000 tahun 2018 tentang Label dan


Iklan pada produk Susu Kental dan Analognya (subkategori pangan 01.3)
yang ditujukan kepada seluruh produsen/importir/distributor SKM
menegaskan label dan iklan SKM tidak boleh menampilkan anak usia di
bawah 5 tahun dan tidak diiklankan pada jam tayang acara anak-anak.
6. Berdasarkan hasil pengawasan BPOM RI terhadap iklan SKM di tahun
2017 terdapat 3 iklan yang tidak memenuhi ketentuan karena
mencantumkan pernyataan produk berpengaruh pada kekuatan/energi,
kesehatan dan klaim yang tidak sesuai dengan label yang disetujui. Iklan
tersebut sudah ditarik dan tidak ditemukan di peredaran.
7. Masyarakat diminta bijak menggunakan dan mengonsumsi susu kental dan
analognya sesuai peruntukannya dengan memperhatikan asupan gizi
(khususnya gula, garam, lemak) seimbang.

BPOM RI mengajak masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dalam


membeli produk pangan. Selalu ingat Cek “KLIK” (Kemasan, Label, izin Edar
dan Kedaluwarsa) sebelum membeli atau mengonsumsi produk pangan. Pastikan
kemasannya dalam kondisi utuh, baca informasi pada label, pastikan memiliki izin
edar dari BPOM RI, dan tidak melewati masa kedaluwarsa.
18
19

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

CARI KESIMPULAN DAN


SARANNYA DAN BIKIN PPT!!!
MOHON KERJASAMANYAA
JANGAN ORANG BANYAK
YANG BANTU DIKIT
3.2 Saran
20

DAFTAR PUSTAKA

Sianipar. Tito. 2018. Kematian anak akibat gizi buruk di Asmat berlanjut meski
KLB sudah berakhir. Diakses dari

https://www.google.com/amp/s/www.bbc.com/indonesia/amp/indonesia-
43363665 Pada tanggal 8 November 2019

CNN INDONESIA. 2018. 15,8 Persen Keluarga Hidup dengan Penderita


Gangguan Mental. Jakarta Diakses dari https://m.cnnindonesia.com/gaya-
hidup/20180830182931-255-326289/158-persen-keluarga-hidup-dengan-
penderita-gangguan-mental Pada tangg 8 November 2019

Tribun News. 2018. Nyatakan Susu Kental Manis Tak Mengandung Susu: Ini
Bahaya di Balik Susu Kental Manis. Diakses dari
https://www.google.com/amp/s/aceh.tribunnews.com/amp/2018/07/04/bpo
m-nyatakan-susu-kental-manis-tak-mengandung-susu-ini-bahaya-di-balik-
susu-kental-manis Pada tanggal 8 November 2019.

BPOM RI. 2018 Diakses dari


https://www.pom.go.id/new/view/more/klarifikasi/87/PENJELASAN-
BPOM-RI--TENTANG--SUSU-KENTAL-MANIS--SKM-.html

https://m.detik.com/news/berita/d-4293973/fenomena-mabuk-rebusan-pembalut-
terjadi-karena-coba-coba

19

Anda mungkin juga menyukai