TBC Pak Sapto-1
TBC Pak Sapto-1
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Siapa yang tidak kenal dengan tuberkulosis (TB). Penyakit ini kian
populer dalam beberapa waktu dengan slogan baru yang disandangnya, “TB:
Bukan Batuk Biasa”. Beberapa orang awam mungkin lebih mengenalnya
dengan sebutan penyakit flek paru. Tak disangka, TB ternyata adalah
penyakit usang yang sudah ditemukan sejak jaman Mesir kuno. Meski usang,
tapi penyakit ini masih belum bisa juga dibasmi di muka bumi. Sampai-
sampai, TB pun memiliki hari peringatan sedunia yang jatuh setiap tanggal 24
Maret. Dengan adanya hari peringatan itu, tentu diharapkan dunia aware
terhadap penyakit ini.
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa. Anak-
anak pun terancam. Anak sangat rentan selama tahun pertama dari tiga tahun
kehidupan selama dan segera setelah pubertas. Baru-baru ini, jumlah kasus
TB semakin meningkat, banyak yang tercatat, terutama kaum gelandangan,
pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan mereka yang
terinfeksi kuman HIV. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan
terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 di antaranya
meninggal dunia. Disinilah masalah mulai muncul. Insiden yang terus
merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan diagnosis sedini
mungkin. Demikian papar Prof Dr. dr. Cissy B Kartasasmita, SpA(K) dalam
The 2007 National Symposium Update on Tuberculosis and Respiratory
Disorders, Bandung, 23-25 Maret 2006. Pada orang dewasa, diagnosis pasti
ditegakkan apabila menemukan kuman M. tuberculosis dalam sputum/dahak.
Akan tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk mengeluarkan dahak.
Bila pun ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah dahak yang
cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asam adalah sebesar 3-5 ml,
dengan konsistensi kental dan purulen.
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah
terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian TBC ?
2. Apa klasifikasi penyakit dan tipe pasien ?
3. Apa etiologiTBC ?
4. Bagaimana patofisiologi TBC?
5. Apa manifestasi klinis TBC?
6. Apa komplikasi TBC?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik TBC?
8. Bagaimana penatalaksanaan TBC?
9. Bagaimana pengkajian keperawatan TBC?
10. Apa diagnosa keperawatan?
11. Bagaimana contoh kasus pada TBC?
C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian TBC.
2. Mengetahui klasifikasi penyakit dan tipe pasien .
3. Mengetahui etiologiTBC.
4. Mengetahui patofisiologi TBC
5. Mengetahui manifestasi klinis TBC
6. Mengetahui komplikasi TBC
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik TBC
8. Mengetahui penatalaksanaan TBC
9. Mengetahui pengkajian keperawatan TBC
10. Mengetahui diagnosa keperawatan
11. Mengetahui pengelolaan pada kasus pada TBC.
.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI,
2007).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia,
sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah
kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis
biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk.
Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer &
Brenda G. Bare, 2002 ).
C. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat
bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman
hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB (Depkes, 2006)
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis
terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular
dan tersebar ke organ-organ tubuh.
Pathway
F. KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
Ny. N berusia 65 tahun, mempunyai riwayat TBC dan pada 2 tahun yang
lalu Ny.N dinyatakan sembuh, Ny.N mengatakan tidak tahu dari mana dia
tertular TBC , setelah ditelusuri ternyata anaknya juga pernah TBC dan Ny.N
bertambah ketika aktifitas. Perawat juga melihat saat anak Ny. N batuk tidak
cara batuk yang benar. Klien terlihat pucat. sudah dicek BTA dan hasilnya
(+), saat ini sedang menjalani pengobatan fase aktif 1 bulan, Ny.N
mengatakan tidak selera makan dan BB turun 2kg dalam 2 minggu terakhir.
sampai 4 sendok saja. Terdengar bunyi ronchi di lobus kanan atas dan
terdapat otot bantu nafas. Dahak yang keluar kental. Dari hasil rongent
L. ANALISIS DATA
1. DO :
c. BTA (+),
f. N: 90
g. RR :25
h. Suhu : 360 C
i. Td : 130/90.
n. Perawat melihat anak Ny. N tidak melakukan cara batuk yang benar
kumuh
2. DS :
e. Ny. N mempunyai riwayat TBC dan pada 2 tahun yang lalu Ny.N
dinyatakan sembuh
f. Ny.N batuk berdahak lama tidak sembuh-sembuh
N dan anaknya
M. DIAGNOSA KEPERAWATAN
O.
1. DS: Sputum Bersihan
sembuh
- Ny.N mengatakan
aktifitas
DO:
- RR: 25
DO:
- BB turun 2 kg dalam 2
minggu terakhir
anaknya
- Keluarga mengatakan
DO:
- Perawat melihat anak
wilayah pemukiman
kumuh
lembab.
kelembabanya 85 %.
N. INTERVENSI
O
1. Bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : Respiratory Monitoring
3. Substansial
4. Moderate
5. Mild
6. None
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
2. TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan.
3. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan.
4. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi
dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit,
batuk lama lebih dari 30 hari.
5. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya
6. Obat TBC yang digunakan yaitu Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH,
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TBC lain (second line): PAS, viomisin,
sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika terjadi multi drug
resistance.
7. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat pedoman diagnosis
dengan menggunakan sistem skoring.
B. SARAN
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur
yang ada.
Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sejak
dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma pengetahuan
tentang penyakit TB.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.
Nurjannah, Intansari. 2015. Intan’s Clinical Reasoning Model (ICRM). Mocomedia : Yoyakarta