Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Siapa yang tidak kenal dengan tuberkulosis (TB). Penyakit ini kian
populer dalam beberapa waktu dengan slogan baru yang disandangnya, “TB:
Bukan Batuk Biasa”. Beberapa orang awam mungkin lebih mengenalnya
dengan sebutan penyakit flek paru. Tak disangka, TB ternyata adalah
penyakit usang yang sudah ditemukan sejak jaman Mesir kuno. Meski usang,
tapi penyakit ini masih belum bisa juga dibasmi di muka bumi. Sampai-
sampai, TB pun memiliki hari peringatan sedunia yang jatuh setiap tanggal 24
Maret. Dengan adanya hari peringatan itu, tentu diharapkan dunia aware
terhadap penyakit ini.
TB bukanlah penyakit yang hanya dapat diderita orang dewasa. Anak-
anak pun terancam. Anak sangat rentan selama tahun pertama dari tiga tahun
kehidupan selama dan segera setelah pubertas. Baru-baru ini, jumlah kasus
TB semakin meningkat, banyak yang tercatat, terutama kaum gelandangan,
pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah, dan mereka yang
terinfeksi kuman HIV. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan
terdapat lebih dari 250.000 anak menderita TB dan 100.000 di antaranya
meninggal dunia. Disinilah masalah mulai muncul. Insiden yang terus
merangkak tidak disertai dengan kemudahan menegakkan diagnosis sedini
mungkin. Demikian papar Prof Dr. dr. Cissy B Kartasasmita, SpA(K) dalam
The 2007 National Symposium Update on Tuberculosis and Respiratory
Disorders, Bandung, 23-25 Maret 2006. Pada orang dewasa, diagnosis pasti
ditegakkan apabila menemukan kuman M. tuberculosis dalam sputum/dahak.
Akan tetapi, anak-anak sangat sulit bila diminta untuk mengeluarkan dahak.
Bila pun ada, jumlah dahak yang dikeluarkan tidak cukup. Jumlah dahak yang
cukup untuk dilakukan pemeriksaan basil tahan asam adalah sebesar 3-5 ml,
dengan konsistensi kental dan purulen.
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah
terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian TBC ?
2. Apa klasifikasi penyakit dan tipe pasien ?
3. Apa etiologiTBC ?
4. Bagaimana patofisiologi TBC?
5. Apa manifestasi klinis TBC?
6. Apa komplikasi TBC?
7. Bagaimana pemeriksaan diagnostik TBC?
8. Bagaimana penatalaksanaan TBC?
9. Bagaimana pengkajian keperawatan TBC?
10. Apa diagnosa keperawatan?
11. Bagaimana contoh kasus pada TBC?

C. TUJUAN
1. Mengetahui pengertian TBC.
2. Mengetahui klasifikasi penyakit dan tipe pasien .
3. Mengetahui etiologiTBC.
4. Mengetahui patofisiologi TBC
5. Mengetahui manifestasi klinis TBC
6. Mengetahui komplikasi TBC
7. Mengetahui pemeriksaan diagnostik TBC
8. Mengetahui penatalaksanaan TBC
9. Mengetahui pengkajian keperawatan TBC
10. Mengetahui diagnosa keperawatan
11. Mengetahui pengelolaan pada kasus pada TBC.

.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI,
2007).
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tubercolosis. Bakteri ini lebih sering
menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain dari tubuh manusia,
sehingga selama ini kasus tuberkulosis yang sering terjadi di Indonesia adalah
kasus tuberkulosis paru/TB Paru (Indriani et al., 2005). Penyakit tuberculosis
biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan bakteri
Mycobacterium Tubercolosis yang dilepaskan pada saat penderita batuk.
Selain manusia, satwa juga dapat terinfeksi dan menularkan penyakit
tuberkulosis kepada manusia melalui kotorannya (Wiwid, 2005).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer &
Brenda G. Bare, 2002 ).

B. KLASIFIKASI PENYAKIT DAN TIPE PASIEN


Menurut Depkes (2006), klasifikasi penyakit TB dan tipe pasien
digolongkan:
1. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
a. Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang
menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput
paru) dan kelenjar pada hilus.
b. Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh
lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung
(pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada
TB Paru:
a. Tuberkulosis paru BTA positif.
1) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
positif.
2) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB
positif.
4) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen
dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif
dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
b. Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif.
Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
1) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
2) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.
3) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
4) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
3. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
a. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat
keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat
bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru
yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
b. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu:
1) TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis
eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan
kelenjar adrenal.
2) TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis,
peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB
usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4. Tipe Pasien
Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya.
Ada beberapa tipe pasien yaitu:
a. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
b. Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat
pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau
pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif
(apusan atau kultur).
c. Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau
lebih dengan BTA positif.
d. Kasus setelah gagal (failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif
atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
e. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki
register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
f. Kasus lain :
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.
Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan
hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan
ulangan.

C. ETIOLOGI
Penyebab tuberkulosis adalah Myobacterium tuberculosae, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/Um dan tebal 0,3-0,6/Um.
Tergolong dalam kuman Myobacterium tuberculosae complex adalah :
1. M. Tuberculosae
2. Varian Asian
3. Varian African I
4. Varian African II
5. M. bovis.
Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkohol) sehingga disebut
bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan
dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena
kuman bersifat dormant, tertidur lama selama bertahun-tahun dan dapat
bangkit kembali menjadikan tuberkulosis aktif lagi. Di dalam jaringan, kuman
hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma makrofag.
Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid (Asril Bahar,2001).
Cara penularan TB  (Depkes, 2006)
1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.
2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara
dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah
percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman.
Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap
dan lembab.
4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil
pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan
oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.

D. PATOFISIOLOGI
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis
terjadi melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang
mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Saluran pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin,
yang penyebarannya melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya
sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
dari sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dan lesi primer dinamakan kompleks Gohn   respon lain yang dapat
terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk ke dalam percabangan
trakeobronkhial. Proses ini dapat akan terulang kembali ke bagian lain dari
paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan
meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda lumen bronkus dapat
menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat perbatasan
rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat
mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan
perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas keadaan ini
dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi hubungan
dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos
dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini
dikenal sebagai penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya
menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular
dan tersebar ke organ-organ tubuh.
   
Pathway

Pathway TBC (Tuberkulosis)

      

E.     MANIFESTASI KLINIS


Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak
bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam
atau malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar.
2001):
1.      Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat sembuh
sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam influenza ini.
2.      Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada tiap penyakit
tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit
berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau
berbulan-bulan peradangan bermula. Keadaan yang adalah berupa batuk
darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk
darah pada tuberkulosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
3.      Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak napas.
Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang
infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
4.      Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
5.      Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan keringat
pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin lama makin
berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

F.     KOMPLIKASI
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
1.      Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya
jalan nafas.
2.      Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
3.      Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4.      Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
5.      Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan
sebagainya.
6.      insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)

G.    PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


Diagnosis TB  menurut Depkes (2006):
1.      Diagnosis TB paru
a. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).
b. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan
ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional,
penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji
kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang
sesuai dengan indikasinya.
c. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan
foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang
khas pada TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis.
d. Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas
penyakit.
2.      Diagnosis TB ekstra paru.
a. Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku
kuduk pada Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis),
pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan
deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan
lainlainnya.
b. Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis
tergantung pada metode pengambilan bahan pemeriksaan dan
ketersediaan alat-alat diagnostik, misalnya uji mikrobiologi, patologi
anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
Diagnosis TB  menurut Asril Bahar (2001):
1.      Pemeriksaan Radiologis
Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Lokasi lesi tuberkulosis umumnya di
daerah apeks paru (segmen apikal lobus atas atau segmen apikal lobus
bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di
daerah hilus menyerupai tumor paru.
2.      Pemeriksaan Laboratorium
a.   Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada
saat tuberkulosis baru mulai sedikit meninggi dengan hitung jenis
pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap
darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit
kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah
mulai turun ke arah normal lagi.
b.   Sputum
Pemeriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukannya
kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan.
Disamping itu pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi
terhadap pengobatan yang sudah diberikan.
c. Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang
atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosae, M. Bovis, vaksinasi
BCG dan Myobacteria patogen lainnya.
H.    PENATALAKSANAAN
1.      Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah
kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
2.      Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai
berikut:
a.       OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat,
dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori
pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan
sangat dianjurkan.
b.      Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan
pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
c.       Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
1)      Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan
perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun
waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif
(konversi) dalam 2 bulan.
2)      Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,
namun dalam jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan
3.      Jenis, sifat dan dosis OAT

4.      Paduan OAT yang digunakan di Indonesia


a. Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan
(HRZE)
3) Kategori Anak: 2HRZ/4HR
b. Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.
c. Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam
satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
d. Paket Kombipak.
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan
program untuk mengatasi pasien yang mengalami efek samping OAT
KDT.
Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
e. KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan
resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi
kesalahan penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga
pemberian obat menjadi sederhana dan meningkatkan
kepatuhan pasien

I.       PENGKAJIAN KEPERAWATAN


1.      Pengumpulan data
Dalam pengumpulan data ada urutan – urutan kegiatan yang
dilakukan yaitu :
a.       Identitas klien
Nama, umur, kuman TBC menyerang semua umur, jenis kelamin,
tempat tinggal (alamat), pekerjaan, pendidikan dan status ekonomi
menengah kebawah dan satitasi kesehatan yang kurang ditunjang
dengan padatnya penduduk dan pernah punya riwayat kontak dengan
penderita TB patu yang lain.
b.      Riwayat penyakit sekarang
Meliputi keluhan atau gangguan yang sehubungan dengan penyakit
yang di rasakan saat ini. Dengan adanya sesak napas, batuk, nyeri
dada, keringat malam, nafsu makan menurun dan suhu badan
meningkat mendorong penderita untuk mencari pengonbatan.
c.       Riwayat penyakit dahulu
Keadaan atau penyakit – penyakit yang pernah diderita oleh penderita
yang mungkin sehubungan dengan tuberkulosis paru antara lain ISPA
efusi pleura serta tuberkulosis paru yang kembali aktif.
d.      Riwayat penyakit keluarga
Mencari diantara anggota keluarga pada tuberkulosis paru yang
menderita penyakit tersebut sehingga sehingga diteruskan
penularannya.
e.       Riwayat psikososial
Pada penderita yang status ekonominya menengah ke bawah dan
sanitasi kesehatan yang kurang ditunjang dengan padatnya penduduk
dan pernah punya riwayat kontak dengan penderita tuberkulosis paru
yang lain
f.       Pola fungsi kesehatan
1)      Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada klien dengan TB paru biasanya tinggal didaerah yang
berdesak – desakan, kurang cahaya matahari, kurang ventilasi
udara dan tinggal dirumah yang sumpek.
4) Pola nutrisi dan metabolic
Pada klien dengan TB paru biasanya mengeluh anoreksia, nafsu
makan menurun.
3)      Pola eliminasi
Klien TB paru tidak mengalami perubahan atau kesulitan dalam
miksi maupun defekasi
4)      Pola aktivitas dan latihan
Dengan adanya batuk, sesak napas dan nyeri dada akan
menganggu aktivitas
5)      Pola tidur dan istirahat
Dengan adanya sesak napas dan nyeri dada pada penderita TB
paru mengakibatkan terganggunya kenyamanan tidur dan
istirahat.
6)      Pola hubungan dan peran
Klien dengan TB paru akan mengalami perasaan asolasi karena
penyakit menular.
7)      Pola sensori dan kognitif
Daya panca indera (penciuman, perabaan, rasa, penglihatan, dan
pendengaran) tidak ada gangguan.
8)      Pola persepsi dan konsep diri
Karena nyeri dan sesak napas biasanya akan meningkatkan emosi
dan rasa kawatir klien tentang penyakitnya.
9)      Pola reproduksi dan seksual
Pada penderita TB paru pada pola reproduksi dan seksual akan
berubah karena kelemahan dan nyeri dada.
10)  Pola penanggulangan stress
Dengan adanya proses pengobatan yang lama maka akan
mengakibatkan stress pada penderita yang bisa mengkibatkan
penolakan terhadap pengobatan.
11)  Pola tata nilai dan kepercayaan
Karena sesak napas, nyeri dada dan batuk menyebabkan
terganggunya aktifitas ibadah klien.
g.      Pemeriksaan fisik
Berdasarkan sistem – sistem tubuh
1) Sistem integument
Pada kulit terjadi sianosis, dingin dan lembab, tugor kulit menurun
2) Sistem pernapasan
Pada sistem pernapasan pada saat pemeriksaan fisik dijumpai
inspeksi :  adanya tanda – tanda penarikan paru, diafragma,
pergerakan napas yang tertinggal, suara napas melemah.
 Palpasi   : Fremitus suara meningkat.
Perkusi      : Suara ketok redup.
Auskultasi : Suara napas brokial dengan atau tanpa ronki basah,
kasar dan yang nyaring.
3)  Sistem pengindraan
Pada klien TB paru untuk pengindraan tidak ada kelainan
4)   Sistem kordiovaskuler
Adanya takipnea, takikardia, sianosis, bunyi P2 syang mengeras.
5)   Sistem gastrointestinal
Adanya nafsu makan menurun, anoreksia, berat badan turun.
6)   Sistem muskuloskeletal
Adanya keterbatasan aktivitas akibat kelemahan, kurang tidur dan
keadaan sehari – hari yang kurang meyenangkan.
7)   Sistem neurologis
Kesadaran penderita yaitu komposments dengan GCS : 456
8)   Sistem genetalia
Biasanya klien tidak mengalami kelainan pada genitalia

J.      DIAGNOSA KEPERAWATAN


a.       Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret
kental atau sekret darah
b.       Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveoler-kapiler
c.       Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia
d.      Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e.       Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
K. KASUS

Ny. N berusia 65 tahun, mempunyai riwayat TBC dan pada 2 tahun yang

lalu Ny.N dinyatakan sembuh, Ny.N mengatakan tidak tahu dari mana dia

tertular TBC , setelah ditelusuri ternyata anaknya juga pernah TBC dan Ny.N

tidak mengetahui anaknya terkena TBC. Keluarga mengatakan bingung

dengan pengobatan dan perawatan Ny. N dan anaknya. Saat perawat

melakukan kunjungan rumah, Ny.N mengeluh batuk berdahak lama tidak

sembuh-sembuh, Ny.N juga mengatakan sesak, dan sangat gelisah, sesak

bertambah ketika aktifitas. Perawat juga melihat saat anak Ny. N batuk tidak

melakukan cara batuk yang benar. Keluarga mengatakan belum mengetahu

cara batuk yang benar. Klien terlihat pucat. sudah dicek BTA dan hasilnya

(+), saat ini sedang menjalani pengobatan fase aktif 1 bulan, Ny.N

mengatakan tidak selera makan dan BB turun 2kg dalam 2 minggu terakhir.

Keluarga mengatakan Ny. N makan 3x sehari tetapi jumlahnya hanya 3

sampai 4 sendok saja. Terdengar bunyi ronchi di lobus kanan atas dan

terdapat otot bantu nafas. Dahak yang keluar kental. Dari hasil rongent

ditemukan adanya jaringan parut. hasil TTV : N: 90,RR :25,suhu : 36 C,Td :

130/90. Rumah Ny. N berada di wilayah pemukiman padat penduduk dan

kumuh, gelap dan lembab. Dari hasil pemeriksaan didapatkan cahaya di

rumah NY. N adalah 50 lux dan kelembabanya 85 %.

L. ANALISIS DATA

1. DO :

a. Ny. N berusia 55 tahun


b. Anaknya terkena TBC

c. BTA (+),

d. Saat ini sedang menjalani pengobatan fase aktif 1 bulan

e. BB turun 2kg dalam 2 minggu terakhir

f. N: 90

g. RR :25

h. Suhu : 360 C

i. Td : 130/90.

j. Terdengar bunyi ronchi di lobus kanan atas

k. Terdapat otot bantu nafas.

l. Dahak yang keluar kental.

m. Dari hasil rongent ditemukan adanya jaringan parut

n. Perawat melihat anak Ny. N tidak melakukan cara batuk yang benar

o. Rumah Ny. N berada di wilayah pemukiman padat penduduk dan

kumuh

p. Rumah Ny. N gelap dan lembab.

q. Cahaya di rumah NY. N adalah 50 lux dan kelembabanya 85 %.

2. DS :

a. Ny.N mengatakan tidak tahu dari mana dia tertular TBC

b. Ny.N tidak mengetahui anaknya terkena TBC

c. Ny.N mengatakan sesak, dan sangat gelisah

d. Ny.N mengatakan tidak selera makan

e. Ny. N mempunyai riwayat TBC dan pada 2 tahun yang lalu Ny.N

dinyatakan sembuh
f. Ny.N batuk berdahak lama tidak sembuh-sembuh

g. Ny.N mengatakan sesak bertambah ketika aktifitas

h. Keluarga mengatakan Ny. N makan 3x sehari tetapi jumlahnya hanya

3 sampai 4 sendok saja.

i. Keluarga mengatakan bingung dengan pengobatan dan perawatan Ny.

N dan anaknya

j. Keluarga mengatakan belum mengetahu cara batuk yang benar

M. DIAGNOSA KEPERAWATAN

N SYMTOM ETIOLOGI PROBLEM

O.
1. DS: Sputum Bersihan

- Ny.N batuk berdahak berlebihan jalan nafas tidak

lama tidak sembuh- efektif

sembuh

- Ny.N mengatakan

sesak, dan sangat gelisah

- Sesak bertambah ketika

aktifitas

DO:

- RR: 25

- Terdengar bunyi ronchi di

lobus kanan atas

- Terdapat otot bantu nafas.


- Dahak yang keluar kental

- Hasil rongent ditemukan

adanya jaringan parut


2 DS: Faktor Kekurangan

- Ny.N mengatakan tidak biologi nutrisi kurang

selera makan dari kebutuhan

- Keluarga mengatakan tubuh

Ny. N makan 3x sehari

tetapi jumlahnya hanya 3

sampai 4 sendok saja.

DO:

- BB turun 2 kg dalam 2

minggu terakhir

- Ny. N terlihat pucat

3 DS: Kerumitan Ketidakefekti

- Keluarga mengatakan regimen fan manajemen

bingung dengan terapetik kesehatan

pengobatan dan keluarga

perawatan Ny. N dan

anaknya

- Keluarga mengatakan

belum mengetahu cara

batuk yang benar

DO:
- Perawat melihat anak

Ny. N tidak melakukan

cara batuk yang benar

- Rumah Ny. N berada di

wilayah pemukiman

padat penduduk dan

kumuh

- Rumah Ny. N gelap dan

lembab.

- Cahaya di rumah NY. N

adalah 50 lux dan

kelembabanya 85 %.
N. INTERVENSI

N DIAGNOSA NOC NIC

O
1. Bersihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : Respiratory Monitoring

jalan nafas tidak selama 3 x 24 kunjungan diharapkan


1. Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha
efektif bersihan jalan nafas dapat teratasi
respirasi
NOC : Respiratory Status: Airway 2. Monitor suara napas tambahan
3. Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea,
Patency
hyperventilasi, napas kussmaul, napas cheyne-
Kriteria hasil :
stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic
indikator IR E
NIC : Airway Management
R
RR (16-20 x/mnt) 3 5
Ability to clear 3 5 4. Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi,
wheezing.
secretions
Adventitious breath 2 4 5. Berikan posisi yang nyaman untuk
mengurangi dispnea. (semifowler)
sounds
Accessory muscle use 3 5 6. Fisioterapi dada dan ajarkan batuk efektif
Coughing 2 4 7. Kolaborasi pemberian oksigen
Accumulation of 3 5
sputum 8. Kolaborasi pemberian mukolitik sesuai
Kategori indikasi (atau modifikasi bahan yang dapat
2. Severe dijadikan mukolitik)

3. Substansial

4. Moderate

5. Mild

6. None

2. Nutrisi Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : Nutrition Management

kurang dari selama 3 x 24 kunjungan diharapkan 1. Kaji adanya alergi makanan


2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kebutuhan tubu kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi
jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
NOC : Nutritional Status: Nutrient
Yakinkan diet yang dimakan mengandung
Intake tinggi serat untuk mencegah konstipasi
3. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori (diet
Kriteria hasil
TKTP)
Indicator I E
4. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
R R
Caloric intake 3 5
Protein intake 3 5
Carbohydrate intake 3 5 NIC : Nutrition Monitoring
Mineral intake 3 5
Vitamin intake 3 5 5. BB pasien dalam batas normal
Kategori : 6. Monitor adanya penurunan berat badan
1. Not adequate 7. Monitor pucat, kemerahan, dan
2. Slightly adequate kekeringan jaringan konjungtiva
3. Moderately adequate 8. Monitor kalori dan intake nutrisi
4. Substantially adequate
5. Totally adequate
3. Ketidakefekti Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC : Caregiver Support
1. Determine caregivers level of knowledge
fan manajemen selama 3 x 24 kunjungan diharapkan
2. Determine caregiver's acceptance of role
kesehatan ketidakefektifan manajemen kesehatan
3. Provide information about patients condition in
keluarga keluarga dapat teratasi. accordance with patient preferences
4. Teach caregiver the patient therapy in accordance
KNOC : Family Participation In
Professional Care with patient preferences
-    
5. Teach caregiver techniques to improve security of
Kriteria Hasil : patient

Indikator I E 6. Identify sources of respite care

R R NIC : Family Mobilization


Participate in 3 5 7. Teach home caregivers about the patient therapy
planning care 8. Collaborate with family members in planning and
Participate in 2 5
implementing patient therapies and life style
providing care
Provides relevant 4 5 change

information 9. Support family activities in promoting patient


Identification factor 2 5 health or management of condition
that affect care 10. Assist family member to identify healt services
Collaborate in 2 5 and community resources that can be used to
determining treatment enhance the health status of the patient
Defines needs and 2 5
problems relevants to
care
Evaluates 2 5
effectiveness of care
Participates in 2 5
discharge planning
Kriteria :
1. Never demonstrated
2. Rarely demonstrated
3. Sometimes demonstrated
4. Often demonstrated
5. Consistenly demonstrated
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Penyakit Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit infeksi kronis menular yang masih tetap
merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia termasuk Indonesia.
2. TBC pada anak masih merupakan penyakit mayor yang menyebabkan kesakitan.
3. Besarnya kasus TBC pada anak di Indonesia masih relatif sulit diperkirakan.
4. Gambaran klinis TBC pada anak: badan turun, Nafsu makan turun, demam tidak tinggi
dapat disertai keringat malam, pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit,
batuk lama lebih dari 30 hari.
5. Tatalaksana TBC pada anak merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan
antara pemberian medikamentosa, penataaan gizi dan lingkungan sekitarnya
6. Obat TBC yang digunakan yaitu Obat TBC utama (first line) rifampisin, INH,
pirazinamid, etambutol, dan streptomisin. Obat TBC lain (second line): PAS, viomisin,
sikloserin, etionamid, kanamisin, dan kapriomisin yang digunakan jika terjadi multi drug
resistance.
7. Diagnosis TBC tidak dapat ditegakkan hanya dari anamnesis, pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang tunggal. Selain alur diagnostik, terdapat pedoman diagnosis
dengan menggunakan sistem skoring.
B. SARAN
Bagi perawat diharapkan dapat melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur
yang ada.
Bagi para orang tua diharapkan memantau pertumbuhan dan perkembangan anak sejak
dini untuk dapat mengetahui adakah gejala-gejala penyakit pada anak teruma pengetahuan
tentang penyakit TB.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC
Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi 6. Jakarta:
EGC
Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.
Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey:
Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius
Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika
Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.
Nurjannah, Intansari. 2015. Intan’s Clinical Reasoning Model (ICRM). Mocomedia : Yoyakarta

Anda mungkin juga menyukai