Anda di halaman 1dari 28

TUGAS USULAN PROPOSAL PENELITIAN BLOK 5.

PERBANDINGAN TINGKAT KECEMASAN BERDASARKAN LAMA


WAKTU BELAAR PADA MAHASISWA PROGRAM SARJANA
KEDOKTERAN UNSOED DALAM MENGHADAPI UJIAN
OBJECTIVE STRUCTURED CLINICAL EXAMINATION (OSCE)

SAHRUL ZULHAM ZEIN NUHUYANAN

G1A014060

Tutor :

Dr. Khusnul Muflikhah, MSc.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN UMUM
PURWOKERTO
2018
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kecemasan merupakan sebuah kondisi emosional yang tidak

menyenangkan sebagai salah satu bentuk reaksi individu terhadap hal yang

akan dihadapi (Lazarus, 1991). Menurut Goleman dalam buku yang ditulis

oleh Kurniali dan Erningpraja (2005), kecemasan berpengaruh pada

penurunan kekebalan, regenerasi tubuh dan berimplikasi pada penurunan

kualitas hidup dari orang tersebut.

Jumlah penduduk dunia yang mengalami kecemasan dan/atau depresi

meningkat hampir 50% dari 416 juta menjadi 615 juta orang dalam kurun

waktu antara 1990-2013 (Brunier & Mayhew, 2016). Kecemasan merupakan

salah satu gangguan psikologis yang paling sering dikeluhkan di Amerika

Serikat. Penelitian menunjukkan bahwa 18% penduduk Amerika Serikat

menderita satu atau lebih gangguan tersebut (Kessler, et al., 2005). Di

Indonesia sendiri, beban penyakit atau burden of disease penyakit jiwa masih

cukup besar. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013,

menunjukkan bahwa prevalensi gangguan mental emosional yang ditunjukkan

dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15

tahun ke atas atau sekitar 14 juta orang (Kemenkes RI, 2014). Hal tersebut

menunjukkan besarnya masalah gangguan kecemasan pada sebagian

penduduk di dunia.

Kecemasan di usia produktif juga ditemukan pada mahasiswa di berbagai

program pendidikan. Hasil penelitian di Asia menunjukkan bahwa sebanyak


26,6% mahasiswa jurusan sains di Jaipur, India mengalami kecemasan dalam

menghadapi ujian (Kumari & Jain, 2014). Penelitian lain juga menyebutkan

bahwa mahasiswa kedokteran memiliki tingkat kecemasan yang tinggi yaitu

37,2% dari seluruh mahasiswa di Brazilian Medical School (Moutinho, et al.,

2017). Hal tersebut didukung dengan penelitian yang dilakukan oleh Habibie

(2016) terhadap mahasiswa profesi Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman yang menunjukkan bahwa tingkat kecemasan mahasiswa

didominasi oleh derajat kecemasan berat.

Kecemasan saat akan menghadapi ujian dapat menimbulkan dampak

yang luas yaitu mempengaruhi secara negatif dalam kehidupan sosial dan

perkembangan emosi serta perilaku pelajar (Salend, 2012). Ketika mengalami

kecemasan, mahasiswa melakukan berbagai macam cara untuk mengatasinya,

Hal tersebut menunjukkan bahwa kecemasan pada mahasiswa juga dapat

menimbulkan perilaku lain yang memiliki pengaruh negatif terhadap

kesehatan.

Kecemasan dapat timbul dari berbagai kondisi seperti kematian,

pelanggaran moral, interaksi sosial, ketidakpastian, penentuan pilihan,

penampilan, kompetisi, serta ujian (Tillich, 1952; Hoffman & DiBartolo,

2010; Hartley & Phelps, 2012; Yerkes & Dodson, 1908). Pada mahasiswa,

kecemasan yang dirasakan muncul terutama saat menghadapi ujian

Ujian merupakan suatu rangkaian persoalan, pertanyaan-pertanyaan, dan

latihan untuk menentukan tingkat pengetahuan, kemampuan, bakat, atau

kualifikasi peserta didik (Akbar & Hawadi, 2001). Dalam program sarjana

pendidikan dokter di Universitas Jenderal Soedirman, ada beberapa jenis ujian


yang perlu dilakukan oleh mahasiswa untuk mencapai kelulusan di setiap

bloknya. Salah satu jenis ujian yang dilakukan adalah Objective Structured

Clinical Examination (OSCE). OSCE adalah metode penilaian untuk menilai

kemampuan klinis mahasiswa secara terstruktur yang spesifik dan objektif

dengan serangkaian simulasi dalam bentuk rotasi stase dengan alokasi waktu

tertentu (Nursalam, 2008; Brannick et al., 2011; Karamali; Mcwilliam &

Botwinski; Oranye et al., 2012). OSCE disebut objektif karena mahasiswa

diuji dengan ujian atau penilaian yang sama, sedangkan terstruktur artinya

yang diuji keterampilan klinik tertentu dengan menggunakan lembar penilaian

yang spesifik. Metode ini trend pada profesi keperawatan sejak tahun 2000-an

(Muthamilselvi & Ramanadin, 2014).

Berdasarkan hal-hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengeksplorasi

penyebab kecemasan pada mahasiswa kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman dalam menghadapi ujian OSCE

1.2. Rumusan Masalah

Apakah terdapat perbandingan yang signifikan antara lama waktu belajar

dan tingkat kecemasan pada mahasiswa kedokteran Universitas Jenderal

Soedirman dalam menghadapi ujian Objective Structured Clinical

Examination (OSCE) ?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk melihat perbandingan tingkat

kecemasan pada mahasiswa kedokteran Universitas Jenderal Soedirman dalam


menghadapi ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE)

berdasarkan lama waktu belajarnya.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

a. Bagi bidang keilmuan yaitu menambah wawasan mengenai hal-hal

yang menjadi penyebab kecemasan pada mahasiswa kedokteran

Universitas Jenderal Soedirman dalam menghadapi ujian Objective

Structured Clinical Examination (OSCE).

b. Bagi institusi pendidikan yaitu menambah referensi mengenai

penyebab kecemasan pada mahasiswa kedokteran Universitas

Jenderal Soedirman dalam menghadapi ujian Objective Structured

Clinical Examination (OSCE).

1.4.2. Manfaat Praktis

a. Bagi institusi pendidikan yaitu mengetahui hal-hal yang menjadi

penyebab kecemasan pada mahasiswa kedokteran Universitas

Jenderal Soedirman dalam menghadapi ujian Objective Structured

Clinical Examination (OSCE) sehingga dapat dijadikan acuan

dalam proses bimbingan akademik.

b. Bagi mahasiswa yaitu mampu mempersiapkan diri dan mengelola

kecemasan dan waktu belajar dengan baik sebelum melaksanakan

ujian.
1.5. Keaslian Penelitian

Keaslian Penelitian

Judul Metode Persamaan Perbedaan


Factors Associated Deskriptif Penelitian Penelitian
to Depression and observasional sebelumnya juga sebelumnya meneliti
Anxiety in Medical dengan desain meneliti tentang tentang kecemasan
Students: a Cross- faktor-faktor yang mahasiswa
multicenter study sectional dapat kedokteran secara
(Brenneisen, et al., menimbulkan umum, sedangkan
2016) kecemasan pada penelitian ini
mahasiswa mencoba untuk
kedokteran. mengetahui faktor
kecemasan
mahasiswa
kedokteran dalam
menghadapi ujian.
Metode yang
digunakan juga
berbeda dengan
penelitian ini.
Tingkat Penelitian Penelitian Perbedaannya
Kecemasan dalam kuantitatif sebelumnya juga terletak pada metode
Menghadapi deskriptif meneliti tentang yang digunakan
OSCE (Studi pada dengan kecemasan dalam dalam penelitian
Peserta pendekatan menghadapi ujian serta variabelnya.
UKMP2DG cross- pada mahasiswa Penelitian
Unsyiah Periode II sectional kedokteran sebelumnya tidak
Tahun 2016) meneliti tentang
(Yulherida, et al., faktor kecemasan
2016) saat menghadapi
ujian.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kecemasan

Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan

sebagai salah satu bentuk reaksi individu terhadap hal yang akan dihadapi

(Lazarus, 1991). Kecemasan identik dengan perasaan tegang, tidak nyaman,

serta kekhawatiran mengenai akan terjadinya sesuatu yang buruk (Nevid, et

al., 2003). Perasaan cemas dapat digambarkan juga sebagai perasaan takut

yang tidak menyenangkan dan disertai dengan meningkatnya ketegangan

fisiologis. Dalam teori pembelajaran, kecemasan dianggap sebagai suatu

dorongan yang menjadi perantara suatu situasi yang mengancam dan

perilaku menghindar (Davison, et al., 2006). Sumadinata (2004) mengatakan

bahwa seseorang yang merasa khawatir tidak bisa memberikan jawaban

yang jelas, tidak bisa mengharapkan sesuatu pertolongan, dan tidak ada

harapan yang jelas akan mendapatkan hasil. Pada dasarnya, kecemasan

dapat menjadi reaksi emosional yang normal di beberapa situasi, tetapi tidak

di situasi lain (Nevid, et al., 2003).

Meskipun dalam pengertiannya memiliki konotasi negatif, kecemasan

memiliki fungsi tertentu dalam kehidupan sehari-hari. Ketika individu

merasa cemas, perasaan itu akan memotivasi individu tersebut untuk berbuat

sesuatu dalam menghadapi suatu keadaan yang “mengancam”. Kecemasan

memberikan sinyal bagi ego dan akan terus meningkat jika tindakan-

tindakan yang layak untuk mengatasi suatu ancaman itu tidak diambil.

Apabila individu tidak bisa mengendalikan kecemasan melalui cara-cara

8
yang rasional, maka ego akan mengandalkan cara-cara yang tidak realistis,

yakni tingkah laku yang berorientasi pada pertahanan ego (Freud dalam

Corey, 2005). Meskipun demikian, kecemasan akan menjadi motivasi ketika

dalam kondisi yang ringan, sementara kecemasan yang kuat dan negatif

dapat menimbulkan gangguan fisik dan psikis pada individu tersebut

(Sumadinata, 2004).

Kecemasan memiliki dampak pada proses belajar dan kesehatan

individu yang mengalaminya. Dalam proses belajar, kecemasan

mempengaruhi proses pemberian kode, penyimpanan, dan/atau mengingat

kembali. Individu yang mengalami kecemasan mengaku sulit untuk

mengingat kembali apa yang sudah dipelajarinya saat ujian. Kecemasan juga

dapat memberi dampak terhadap kesehatan individu. Individu yang

mengalami kecemasan memiliki risiko untuk mengalami kejadian seperti

tukak lambung, serangan jantung, dan kematian mendadak (Davidoff, 1991).

Menurut Goleman dalam buku yang ditulis oleh Kurniali dan Erningpraja

(2005), kecemasan dapat berpengaruh pada penurunan kekebalan, regenerasi

tubuh dan berimplikasi pada penurunan kualitas hidup dari orang tersebut.

Kecemasan dapat dilihat dalam beberapa bentuk manifestasi.

Pembagian manifestasi kecemasan yang dijelaskan oleh Haber dan Runyon

(1984) didukung oleh Semiun (2006) yang juga membagi tanda dan gejala

yang muncul pada individu yang mengalami kecemasan ke dalam empat

simtom:

a. Simtom suasana hati


Simtom suasana hati dalam gangguan kecemasan adalah berupa

kekhawatiran, ketegangan, dan panik. Individu yang mengalami

kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman atau bencana

yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui.

Gejala yang dapat timbul pada individu setelahnya adalah menjadi

lebih sensitif dan mudah marah.

b. Simtom kognitif

Individu yang mengalami kecemasan akan mencari cara untuk

menghindari masalah-masalah yang akan terjadi dengan berpikir

secara fokus mengenai hal tersebut. Dengan demikian, seluruh

perhatian individu tersebut akan terpusat pada masalah-masalah yang

akan terjadi sehingga individu tidak memperhatikan masalah-masalah

yang ada di masa sekarang. Sebagai akibat dari pemusatan perhatian

yang tidak tepat ini, individu akan menjadi kebingungan, ceroboh, dan

tidak bisa bekerja secara efektif.

c. Simtom somatik

Simtom somatik dari gangguan kecemasan yang timbul adalah

berupa respon fisik. Simtom somatik yang timbul dibagi menjadi dua

kelompok. Pertama adalah simtom-simtom langsung yang terjadi

secara cepat seperti berkeringat, mulut kering, denyut nadi meningkat,

napas memendek, dan otot menegang. Kedua adalah simtom-simtom

tambahan yang terjadi ketika kecemasan berlangsung lama seperti

tekanan darah tinggi, sakit kepala, otot melemah, serta gangguan

pencernaan.
d. Simtom motor

Orang-orang yang cemas akan melakukan gerakan-gerakan tanpa

arti dan tujuan seperti mengetukkan jari dan menjadi mudah terkejut

terhadap sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba. Simtom-simtom motor

ini merupakan gambaran dari rangsangan kognitif dan somatik

individu untuk melindungi diri dari sesuatu yang dianggap

mengancam.

Kecemasan dapat timbul dari berbagai kondisi seperti kematian,

pelanggaran moral, interaksi sosial, ketidakpastian, penentuan pilihan,

penampilan, kompetisi, serta ujian (Tillich, 1952; Hoffman & DiBartolo,

2010; Hartley & Phelps, 2012; Yerkes & Dodson, 1908). Menurut Stuart dan

Sundeen (1998), pada dasarnya faktor yang dapat menimbulkan kecemasan

digolongkan sebagai berikut.

a. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi merupakan faktor yang mendukung terjadinya

kecemasan. Faktor ini dikaji dalam beberapa teori, antara lain:

1) Teori Psikoanalitik

Menurut teori psikoanalitik, kecemasan muncul sebagai wujud

dari konflik antarkomponen kepribadian yaitu id dan superego. Id

merupakan komponen yang mewakili insting dan keinginan dasar

individu, sedangkan superego mewakili hati nurani dan moral

individu.

2) Teori Interpersonal
Dalam teori interpersonal, kecemasan terjadi karena rasa takut

terhadap penolakan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan

dihungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan, misalnya saat

mengalami kehilangan atau perpisahan.

3) Teori Perilaku

Berdasarkan teori perilaku, kecemasan merupakan suatu

produk frustasi yaitu segala sesuatu yang mengganggu seseorang

dalam mencapai tujuannya.

4) Teori Keluarga

Teori ini menunjukkan kecemasan terjadi akibat pola interaksi

yang tidak adaptif dalam sistem keluarga.

5) Teori Biologis

Dalam teori biologis, kecemasan dapat dipengaruhi oleh

kondisi biologis individu. Kondisi fisik tertentu dapat meningkatkan

risiko terjadinya kecemasan.

b. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi adalah semua keadaan yang dapat mencetuskan

timbulnya kecemasan. Keadaan ini dikelompokkan menjadi dua

bagian, yaitu:

1) Ancaman terhadap integritas fisik

Ancaman yang dimaksud adalah keadaan yang mengancam

kondisi fisik. Kondisi fisik ini meliputi ketidakmampuan fisiologis

atau penurunan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas sehari-

hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri

Ancaman terhadap sistem diri adalah keadaan yang

mengancam identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersonal.

Keadaan ini dapat ditemukan pada saat terjadi kehilangan dan

perubahan status atau peran individu.

2.2. Kecemasan Ujian

Kecemasan ujian (Test Anxiety) merupakan kombinasi dari dorongan

fisiologis dan gejala somatik yang diikuti dengan rasa khawatir dan ketakutan

akan kegagalan yang terjadi sebelum atau selama menghadapi ujian (Zeidner,

1998). Kondisi fisiologis ini menimbulkan rasa tidak nyaman yang berlebihan

saat menghadapi ujian. Kecemasan ujian umum ditemukan pada populasi

pelajar di seluruh dunia. Penelitian yang dilakukan pada sebelas sekolah di

Inggris menunjukkan bahwa 16,4% pelajar memiliki tingkat kecemasan ujian

yang tinggi (Putwain & Daly, 2014).

Kecemasan ini dapat mempengaruhi proses belajar serta penampilan

pelajar saat ujian (Andrews & Wilding, 2004). Penelitian lain juga

mengungkapkan bahwa tingkat gangguan emosional yang tinggi memiliki

korelasi langsung terhadap penurunan prestasi akademik dan peningkatan

angka drop-out pada pelajar (Vaez & Laflamme, 2008). Selain terhadap

prestasi akademik, kecemasan ujian dapat menimbulkan dampak yang lebih

luas yaitu mempengaruhi secara negatif kehidupan sosial dan perkembangan

emosi serta perilaku pelajar (Salend, 2012).


Kecemasan ujian dapat disebabkan oleh ketakutan akan kegagalan,

kurangnya persiapan, serta riwayat hasil tes yang buruk sebelumnya (ADAA,

2016). Penelitian menunjukkan bahwa tekanan orang tua berhubungan dengan

kecemasan yang berlebih dan pemikiran yang tidak relevan saat menghadapi

ujian (Putwain, et al., 2010). Seperti yang disampaikan oleh Zeidner (1998)

dalam jurnal yang disusun oleh Putwain, et al. (2010), kecemasan ujian juga

dapat timbul dari karakteristik suasana ujian seperti atmosfer, tingkat

kesulitan, waktu ujian, serta karakter penguji yang dirasakan oleh pelajar .

Suasana kelas dapat mempengaruhi individu saat ujian. Pada kelas yang

memiliki konstruksi performance-avoidance goals, pelajar cenderung

memiliki konstruksi yang sama saat ujian. Performance-avoidance goals

merupakan salah satu jenis orientasi pelajar dalam berprestasi di mana pelajar

berusaha berprestasi agar tidak dianggap paling buruk di lingkungannya.

Dalam kondisi ini, pelajar berlomba-lomba mendapatkan hasil tes yang baik

agar tidak berada di urutan terendah. Hal ini menimbulkan kecemasan ujian

bagi pelajar (Putwain, et al., 2010). Tingkat kesulitan & waktu ujian

berhubungan dengan high-stakes test atau ujian yang memiliki risiko

kegagalan yang besar. Hal ini mengakibatkan peningkatan kecemasan ujian

dan penurunan kemampuan pelajar dalam mengerjakan ujian dengan sebaik-

baiknya (Huberty, 2009). Selain itu, mahasiswa juga merasa bahwa karakter

penguji dapat mempengaruhi nilai ujiannya. Hal tersebut dikarenakan

objektivitas hasil ujian dapat mengalami bias akibat jawaban peserta ujian

yang diartikan berbeda oleh penguji (Vormittag, 2011).


Kecemasan ujian dapat berkembang menjadi lingkaran setan. Setelah

mengalami kecemasan ujian pada satu ujian, pelajar akan merasa takut kondisi

tersebut kembali terulang pada ujian berikutnya sehingga pelajar tersebut akan

mengalami kondisi yang sama atau lebih buruk dari sebelumya (Cherry,

2017).

2.3. Waktu Belajar

Waktu belajar di rumah merupakan faktor penting seseorang untuk

mencapai prestasi karena waktu belajar di rumah lebih banyak dibandingkan

dengan di sekolah maupun di kampus. Di sekolah waktu yang digunakan

untuk belajar adalah berkisar antara 7-8 jam sedangkan sisanya yaitu

sebanyak 16-17 jam adalah waktu yang dihabiskan di rumah. Sehingga waktu

belajar di rumah mempunyai rentang waktu yang lebih lama dari pada

disekolah. Oleh karena itu waktu belajar di rumah harus dapat dimanfaatkan

dengan sebaik mungkin. Sehingga prestasi belajar dapat meningkat. Uraian di

atas sependapat dengan Hamalik (1998: 17), yang mengatakan bahwa:

”Sebagian besar waktu belajar dilaksanakan di rumah, oleh sebab itu aspek-

aspek kehidupan keluarga turut mempengaruhi kemajuan studi bahkan dapat

dikatakan sebagai faktor dominan sukses di universitas”. Menurut Kartini

(1985: 17), untuk menentukan waktu belajar ada beberapa petunjuk agar bisa

lebih efektif yaitu: (1) pilihlah waktu yang memungkinkan anda dapat belajar

dengan baik, di waktu pagi, di waktu siang, sore, atau malam hari; belajar

larut malam itu kurang efektif, (2) bertanyalah pada diri sendiri, pelajaran

mana yang anda anggap sukar dan mana yang mudah, (3) mata pelajaran yang
sukar bagi anda, hendaknya dipelajari lebih lama, agar betulbetul anda kuasai,

(4) berilah waktu yang cukup untuk setiap mata pelajaran, (5) tidak ada

pedoman yang pasti untuk menetapkan berapa lama seharusnya waktu

belajar, (6) ulangilah pelajaran yang baru saja diberikan di kelas, hal ini akan

lebih mudah diingat, (7) belajar setiap hari 1 jam selama 6 hari berturut-turut

akan memberikan hasil lebih besar dari pada belajar 6 jam sekaligus dalam

satu hari, dan (8) jangan menyia-nyiakan waktu belajar. Tetapi dalam

kenyataannya, masih banyak siswa yang tidak dapat belajar dengan efektif,

kebanyakan siswa menganggap belajar adalah sesuatu yang membosankan,

sehingga banyak siswa yang belajar tetapi tidak memperoleh manfaat dari

belajar itu sendiri. (Susanti, 2007). Fakta yang ada menunjukkan bahwa

masih banyak mahasiswa yang melakukan kegiatan belajar tanpa melakukan

perencanaan, pemantauan, pengontrolan dan evaluasi dalam belajarnya

sendiri. Akibatnya, mereka lebih senang menunda-nunda dalam mengerjakan

tugas (procrastination), mengerjakan tugas asal-asalan (copy paste, sekedar

titip nama), mengumpulkan tugas kuliah tidak tepat waktu, belajar dengan

sistem kebut semalam “SKS” dalam menghadapi mid term test maupun final

test, dan sering datang terlambat mengikuti kuliah. Fenomena ini

mengindikasikan bahwa, masih banyak mahasiswa belum memiliki

kemampuan dan ketrampilan untuk meregulasi dirinya dalam belajar dengan

baik, yang kemungkinan berpengaruh terhadap rendahnya prestasi akademik

(IP) mereka.

2.4. Ujian Objective Structured Clinical Examination (OSCE)


Ujian merupakan suatu rangkaian persoalan, pertanyaan-pertanyaan, dan

latihan untuk menentukan tingkat pengetahuan, kemampuan, bakat, atau

kualifikasi peserta didik (Akbar & Hawadi, 2001). Dalam masa studinya,

seorang mahasiswa kedokteran harus melalui beberapa penilaian belajar untuk

mengetahui pencapaian hasil belajar mahasiswa. Penilaian belajar di

Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman tergolong dalam dua model, yaitu

penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif dilakukan dalam model PBL

(Problem Based Learning), diskusi kasus, dan sejenisnya. Penilaian sumatif

merupakan penilaian yang mengukur pencapaian hasil belajar mahasiswa pada

akhir blok secara kuantitatif. Ujian yang merupakan penilaian sumatif adalah:

a. Ujian Tulis, yaitu ujian yang dilakukan secara tertulis (Paper Based

Test) atau dengan computer (Computer Based Test). Ujian ini

bertujuan untuk menilai pengetahuan atau kognisi mahasiswa.

b. Ujian Lisan, yaitu ujian yang dilakukan secara lisan, dapat berupa

Student Oral Case Analysis maupun Structured Debate. Ujian ini juga

bertujuan untuk menilai pengetahuan atau kognisi mahasiswa.

c. Ujian Praktikum, yaitu ujian yang dilakukan secara aktif di laboratorium

dalam bentuk ujian identifikasi maupun di Keterampilan Klinis dalam

bentuk Objective Structured Clinical Examination. Ujian ini bertujuan

untuk menilai keterampilan mahasiswa.

d. Penilaian Tugas Terstruktur, yaitu penilaian tugas-tugas ynang diberikan

kepada mahasiswa baik individu maupun kelompok. Tugas-tugas ini

dapat berupa karya ilmiah, karya seni, ataupun karya nyata. (Buku

Pedoman Sistem Pendidikan PPDTS, 2014).


Ujian OSCE di Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman dilakukan

dengan cara memberikan skenario kasus dan soal kepada mahasiswa untuk

dibaca dan dikerjakan dalam waktu yang telah ditentukan oleh penanggung

jawab blok. Setelah membaca soal, mahasiswa masuk ke dalam ruangan yang

berisikan satu penguji untuk melakukan keterampilan klinis mulai dari

anamnesis, diagnosa, sampai dengan edukasi pasien dalam batas waktu yang

juga telah ditentukan. Dalam penilaiannya, penguji telah diberikan borang

penilaian dari penanggung jawab blok untuk memberikan penilaian yang sesuai

terhadap jawaban yang telah dikemukakan mahasiswa.

. OSCE merupakan salah satu metode yang efektif untuk menilai

keterampilan klinis mahasiswa (McWilliam & botwinski, 2010). Namun,

keterbatasan dari OSCE adalah biaya yang dibutuhkan dalam melaksanakannya

sangat kompleks, mulai dari biaya pelatihan pasien simultan dan riasnya, biaya

penilai, biaya staf pendukung, ruang dan peralatan, dan konsumsi (Selim &

Dawood 2015).

2.4. Kerangka Konsep Penelitian

Ujian
Kecemasan
OSCE

Faktor yang berpengaruh:


 ketakutan akan
kegagalan
 kurangnya persiapan
 riwayat hasil tes yang
buruk sebelumnya
 tekanan orang tua
 tingkat kesulitan
 waktu ujian
 karakter penguji
2.5 Kerangka Teori

Ujian Osce

Lama Waktu
Belajar

Sistem Kebut Jauh-jauh


Faktor lain yang
Semalam Hari
berpengaruh:
 ketakutan akan
kegagalan
 kurangnya persiapan
 riwayat hasil tes
yang buruk TIDAK
sebelumnya
CEMAS
 tekanan orang tua
 tingkat kesulitan
 waktu ujian
CEMAS  karakter penguji
III. METODE PENELITIAN

A. Alat Pengumpul Data

1. Instrumen Penelitian

Alat pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini

adalah data primer yang berupa :

a. Lembar Inform Consent

Surat yang berisi tentang keterangan kegiatan yang dilakukan oleh

responden dalam penelitian dan keterangan bersedia mengikuti penelitian

yang ditandatangani oleh responden.

b. Kuesioner Biodata

Kuesioner yang berisi data diri umum responden penelitian

meliputi nama, Nomor Induk Mahasiswa (NIM), usia, jenis kelamin,

alamat.

c. Kuesioner T-MAS

Alat ukur untuk mengukur tingkat kecemasan menggunakan

kuisioner TMAS ini terdiri dari 50 item, berisi pernyataan negatif

(unfavorable) yaitu item 1,3,4,9,12,18,20,29,32,38, dan 50, sedangkan

pernyataan yang lainnya adalah pernyataan positif (favorable). Jawaban

yang diberikan oleh subjek berbentuk dikotomi, yaitu “Ya” dan “Tidak”.

Dalam penilaian item favorable, jika subjek menjawab “Ya” maka

mendapatkan nilai 1, sementara jika menjawab “Tidak” mendapatkan nilai

0. Sedangkan penilaian item unfavorable jika subjek menjawab “Ya” maka

20
21

mendapatkan nilai 0, sementara jika menjawab “Tidak” mendapatkan nilai

1.

2. Cara Pengumpulan Data

a. Melakukan informed consent kepada subjek penelitian.

b. Melakukan pengumpulan data dengan kuesioner pada

mahasiswa angkatan 2018 Jurusan Kedokteran Umum Fakultas

Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman.

B. Tata Urutan Kerja

1. Tahap Persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan studi pustaka, studi pendahuluan,

konsultasi dengan dosen pembimbing, penyusunan usul penelitian,

seminar usul penelitian dan pengajuan izin penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap persiapan dilakukan pengumpulan data menggunakan

kuesioner kepada responden yang dengan terlebih dahulu responden

penelitian diminta mengisi informed consent.

3. Pengolahan Akhir

Pada tahap akhir penelitian dilakukan analisis data, pembahasan,

penyusunan laporan hasil penelitian.


22

C. Analisis Data

Uji analisis data yang digunakan adalah uji analitik komparatif kategorik

tidak berpasangan untuk melihat perbandingan tingkat kecemasan mahasiswa

kedokteran unsoed dalam menghadapi ujian osce dengan lama waktu belajar .

Jika memenuhi syarat yaitu data terdistribusi normal, maka akan dianalisa

dengan menggunakan Chi Square. Apabila sebaran data tidak normal maka uji

alternatif yang dipakai yaitu uji Fisher. Hubungan tingkat kecemasan dengan

lama waktu belajar dinyatakan bermakna jika bila p ≤ 0,05.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian berjudul “Perbandingan Tingkat Kecemasan Mahasiswa

Program Sarjana Kedokteran Unsoed Dalam Menghadapi Ujian

Objective Structured Clinical Examination ( OSCE)” akan dilaksanakan

pada bulan Desember 2018 dan bertempat di Kampus Jurusan

Kedokteran Umum Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto.
23

E. Jadwal Penelitian

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian

Bulan ( Tahun 2018-2019)


Kegiatan
Oktober November Desember Januari
Persiapan √ √

Pelaksanaan √
Pengolahan data √
dan analisis data
Penyusunan √ √
laporan hasil
24

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, R & Hawadi. 2001. Psikologi Perkembangan Anak Mengenal Sifat, Bakat,
dan Kemampuan Anak. Jakarta: Grasindo
Anxiety Disorder Association of America. 2016. “Test Anxiety”. Diakses 12
Februari 2018 di https://adaa.org/living-with-anxiety/children/test-anxiety
Andrews, B & Wilding, J.M. 2014. The Relation of Depression and Anxiety to
Life-stress and Achievement in Students. British Journal of Psychology.
95: 509-521
Arikunto, S. 2010. Prosedur penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi
Revisi). Jakarta : Rineka Cipta
Balitbang Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta:
Balitbang Kemenkes RI
Budi, YS. 2017. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Mahasiswa
Program Studi DIII Keperawatan Menghadapi Ujian Skill Laboratorium:
Studi Mixed Methods di STIKES Banyuwangi. Skripsi Magister
Keperawatan pada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta: tidak
diterbitkan
Buku Pedoman Sistem Pendidikan Program Pendidikan Dokter Tingkat Sarjana.
2014. Purwokerto: Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman
Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Brenneisen, MF; Souza, S; Silveria, PS; Itaqui, L; de Saouza, AR; Compos, EP;
de Abreu; Hoffman, I; Magalhaes, CR; Lima, MC; Almeida, R; Spirandi;
Tempski, P. 2016. Factors Associated to Depression and Anxiety in
Medical Students: a multicenter study. BMC Medical Education 16(1):
282-290
Brighouse, H & Swift, A. 2016. Family Values: The Ethics of Parent-child
Relationship. New Jersey: Princeton University Press
Brunier, A & Mayhew, M. 2016. “Investing in Treatment for Depression and
Anxiety Leads to Fourfold Return”. WHO, Diakses 1 Maret 2018
Davidoff, L.L. 1991. Psikologi: Suatu Pengantar. Edisi 2. Jakarta: Penerbit
Erlangga
Davison, G.C, Neale, J.M & Kring, A.M. 2006. Psikologi Abnoral. Jakarta:
Rajawali Press
Epstein, R. 2007. “Assessment in Medical Education”. The New England Journal
of Medicine 356: 387-396
Glick, R; Berlin, J, Fishkind, A; Zeller, S. 2008. Emergency Psychiatry. New
York: Lippincott Williams & Wilkins
Haber, A. & Runyon, R.P. 1984. Psychology of Adjustment. New York: The
Dorsey Press
Habibie, R. 2016. Hubungan antara Tingkat Kecemasan dalam Bidang Akademik
dengan Perilaku Merokok pada Mahasiswa Profesi Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. Skripsi Sarjana pada Fakultas
Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman: tidak diterbitkan
25

Harold, G & Leve, L. 2012. Parents as Partners: How the parental relationship
affects children’s psychological development. American Psychological
Association. 79(3): 25-55
Hartley, C & Phelps, E. 2012. Anxiety and Decision-Making. Biologycal
Psychiatry. 72(2): 113-8
Hashmat, S; Hashmat, M; Amanullah, F; Aziz, S. 2008. Factors Causing Exam
Anxiety in Medical Students. Journal Pakistan Medical Association 58(4):
167-170
Hoffman, S & Dibartolo, P. 2010. Social Anxiety (2nd Edition). Massachusetts:
Elsevier
Hurlock, E.B. 1993. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga
Huberty, TJ. 2009. Test and Performance Anxiety. Principal Leadership 10(1):
12-16
Irsyad, F. 2015. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Mahasiswa Fakultas
Kedokteran Unsoed yang menjalankan kurikulum 2005 dan 2014. Skripsi
Sarjana pada Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Soedirman: tidak
diterbitkan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 2016. Kamus
Besar Bahasa Indonesia Edisi Kelima. Jakarta: Balai Pustaka
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2014, 10 Oktober). “Stop Stigma
dan Diskriminasi terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)”.
Depkes, Diakses 1 Maret 2018
Kessler, RC; Chiu, WT; Demler, O; Merikangas, KR; Walters, EE.
2005. “Prevalence, Severity, and Comorbidity of 12-Month DSM-IV
Disorders in the National Comorbidity Survey Replication”. Arch.Gen.
Psychiatry 62 (6): 617–27
Kolb, A & Kolb, D. 2012. Kolb’s Learning Style. Dalam: Seel, N.M (eds)
Encyclopedia of the Sciences of Learning. Boston: Springer
Kumari, A & Jain, J. 2014. Examination Stress and Axiety: Study of College
Students. Global Journal of Multidisciplinary Studies 4 (01): 31-40
Kurniali, P & Erningpraja, I. 2005. Control Your Mind, Control Your Health.
Jakarta: Elexmedia Komputindo
Lazarus, R. 1991. “Progress on a Cognitive-motivational-relational Theory of
Emotion”. American Psychologist 46: 819-834.
Moetrarsi, F., Prawirodharjo, R.S., Sumarni, D.W., Sudiyanto, A. 1998.
Hubungan Gangguan Jiwa dengan Problem Mahasiswa. Yogyakarta:
Fakultas Kedokteran UGM
Moleong, J.L. 2006. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya
Moutinho I.L, Maddalena NC, Roland RK, Lucchetti AL, Tibrica SH, Ezequiel
OD, Lucchetti G. 2017. Depression, Stress and Anxiety in Medical
Students: A Cross-sectional Comparison between Students drom Different
Semesters. Rev Assoc Med Bras. 63(1):21-28
Nevid, J.S, Rathus, S.A & Green, B. 2003. Psikologi Abnormal Jilid 1. Jakarta:
Erlangga
Norberg, M; Norton, A; Olivier, J; Zvolensky, M. 2010. Social Anxiety, Reasons
for Drinking, and College Students. Behaviour Therapy. 41(4): 555-566
26

Poerwandari, E.K. 2005. Pendekatan Kualitatif untuk penelitian perilaku


manusia. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan
pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
Putwain, D; Woods, K.A; Symes, W. 2010. Personal and Stuational Predictor of
Test-Anxiety of Students in Post-compulsory Education. British Journal
of Educational Psychology. 80: 137-160
Putwain, D & Daly, A.L. 2014. Test Anxiety Prevalence and Gender Differences
in a Sample of English Secondary School Students. Journal of
Educational Studies. 40(5): 554-570
Raco. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia
Raufelder, D; Hoferichter, F; Ringeisen, T; Regner N; Jacke, C. 2015. The
Perceived Role of Parental Support and Pressure in the Interplay of Test
Anxiety and School Engagement among Adolescents: Evidance for
gender-specific relations. Journal of Child and Family Studies. 24(12):
3742-3756
Salend, S.J. 2012. Teaching Students Not to Sweat the Test. Phi Delta Kappa.
93(6): 20-25
Semiun, Y. 2006. Teori Kepribadian dan Terapi Psikoanalitik Freud.
Yogyakarta: Kanisius
Setiani, A. 2014. Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Problem Based
Learning (PBL) untuk Mengurangi Kecemasan Matematika dan
Meningkatakan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa MTs.
Skripsi Sarjana Psikologi Universitas Pasundan: diterbitkan
Sugiyono. 2010. Populasi dan Sampel Pada Penelitian Kualitatif. Memahami
Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfa Beta
Sumadinata, N. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosda karya
Stuart, GW & Sundeen, SJ. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Jakarta:
EGC
Sportel, B; Tuijl, L; Jong, P; Nauta, M; Hullu, E. 2014. Implicit and Explicit Self-
esteem and Their Reciprocal Relationship with Symptoms of Depression
and Social Anxiety in Adolescents. Journal of Behaviour Therapy and
Experimental Psychiatry. 45(1): 113-121
Tillich, P. 1952. The Courage To Be. New Haven: Yale University
Vaez, M & Laflamme, L. 2008. Experienced Stress, Psychological Symptoms,
Self Rated Health and Academic Achievement: A Longitudinal Study of
Swedish University Students. Social Behaviour and Personality. 36: 183-
196
Vormittag, I. 2011. Investigation of Examiner Effects on Test Takers in
Standardized Achievement Tests with Special Regard to Gender. Disertasi
gelar Doktor Filsafat pada Free University of Berlin: diterbitkan
Wardhana, CA & Westa, IW. 2015. Prevalensi Cemas pada Mahasiswa
Kedokteran yang Mengikuti Uji Kompetensi Mahasiswa Program
Pendidikan Dokter di Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. E-
Journal Medika Udayana 4(3): 1-12
27

Yerkes RM & Dodson JD. 1908. The Relation of Strength of Stimulus to Rapidity
of Habit-formation. Journal of Comparative Neurology and Psychology.
18: 459-482
Yulherida; Andriani, P; Sofya, PA. 2016. Tingkat Kecemasan dalam Menghadapi
Objective Structured Clinical Examination (OSCE): Studi pada Peserta
UKMP2DG Unsyiah Periode II Tahun 2016. Journal Caninus Dentistry
1(4): 26-31
Zamani, A & Pouratashi, M. 2018. The Relationship between Academic
Performance and Working Memory, Self-efficacy Belief, and Test
Anxiety. Journal of School Psychology. 6(40093): 25-44
Zeidner, M. 1998. “Test-Anxiety: The State of the Art”. New York: Plenum
Zuckerman, M & Spielberger, C. 2015. Emotions and Anxiety. New York:
Psychology Press

Anda mungkin juga menyukai