di Jalan Letda Sujono, Atik, begitu ia panggilan teman-teman seprofesi penyapu jalan sedang duduk beristirahat. Di sana menjadi tempat berkumpul petugas penyapu pinggir jalan atau disebut pasukan Melati Kota Medan. Waktu ditemui, Ia ditemani seorang teman yang sama-sama baru saja selesai menyapu jalan. “Dulu saya nyapu di jalan Letda Sujono dan. baru dua Minggu ini di Jalan Bersama dan ibu ini yang sekarang di sini,” ungkapnya menunjuk seorang ibu separoh baya di sapa Ani yang duduk memakai baju kuning, sama persis yang dipakainya. Selama 8 tahun menyapu di Jalan Letda Sujono, masih ada saja masyarakat yang membuang sampah di pinggir jalan. Bukan saja pada pengenderan sepeda motor yang membuang sampah sembarangan, tapi juga dari dalam mobil pribadi sampah melayang jatih persis di pinggir jalan. “Saya pernah lihat orang dengan pakai seragam PNS buang sampah. Saya tidak habis pikir kenapa orang seenaknya saja buang sampah di pinggir jalan. Bahkan yang punya kenderaan pribadi juga ikut- ikutan membuang sampah. Kalau dipikir tak mahal bayar uang sampah, cuma Rp15 ribu. Saya saja di rumah bayar uang sampah,” katanya dengan wajah kesal. Ia tidak segan-segan memarahi pengendera yang membuang sampah, kalau kebetulan orang tersebut tidak jauh dari posisinya. Dengan memarahi orang tersebut, ia berharap tidak melakukan lagi. Tapi ternyata tidak. Orang tersebut tetap saja buang sampah. Lucunya orang tersebut baru membuang sampah kalau posisi sudah jauh. Kalau sudah begitu, ia hanya bisa diam dan memungut sampah yang dibuang orang tersebut ke tempatnya. “Pokoknya sudah capeklah memarahi para pengendera yang membuang sampah melintas di Jalan Letda Sujono. Kebanyakan masyarakat dari Deliserdang yang bekerja di Medan. Sambil pergi kerja sekalian buang sampah,” katanya. Belum lagi ulah pencari nasi babi (parnab) yang dengan seenaknya membongkar sampah hingga berserakan. Itu mereka lakukan pagi- pagi sekali, sebelum petugas sapu jalan datang. Kini apa yang dialami Atik, juga alami Ani, ibu beranak empat. Ia juga sudah bekerja selama 8 tahun di Jalan Patimura. Walau kadang bersetegang dengan pengenderaan yang membuang sampah dan melihat ulah parnab yang membongkar sampah hingga berserakan, ia harus tetap memastikan jalan Letda Sujono, persisnya dari simpang Jalan Bantan sampai simpang Jalan Padang tetap bersih. “Kalau di sana dulu tidak ada parnab. Membuang sampah sembarangan juga sedikit,” katanya. Disini, sekitar pukul 7.00 WIB, ia sudah memulai menyapu. Semakin cepat ia menyapu semakin bagus, agar bisa cepat selesai. Sebelum pukul 10.00 WIB diusahakan selesai. Itu dilakukan untuk menghindari sengatan sinar matahari. “Kalau masih pagi kena sinar matahari masih bagus. Tapi kalau sudah pukul 11.00 ke atas sudah tidak bagus lagi. Di sini cukup panas, apalagi kalau siang,” katanya. Walau sudah selesai menyapu, bukan berarti bisa pulang. Kadang ada saja orang yang membuang sampah sembarangan di pinggir jalan, meski sudah dibersihkan. Kalau masih ada sampah harus tetap dibersihkan. Simpati Menyapu di pinggir jalan tidak hanya menghadapi prilaku pengendera yang membuang sampah sembarangan. Ada juga pengendera yang berhenti menghampiri penyapu jalan memberi uang. Ani pun bercerita, sewaktu menyapu di Jalan Patimura pernah diberi beras 10 kilogram oleh seorang pengendera. “Bingung juga saya. Tiba-tiba saja ada yang kasih beras, setelah itu orang tersebut pergi,” kenangnya. Hal yang sama juga diakui Atik. Walau tidak banyak, ada juga pengendera yang mau memberi uang. Kadang pemilik toko juga mau memberi uang atau makanan. “Kalau menjelang lebaran, ada juga satu- satu pemilik toko yang memberi uang, walau saya tidak minta. Saya tidak pernah meminta,” katanya. (fahrin malau)