Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

“Trend dan Issue Keperawatan Gerontik”

OLEH
KELOMPOK V B12-C :

1. I B Ananda Manuaba (193223178)


2. I Gusti Made Amerta Yasa (193223179)
3. Ni Made Dharma Yanhi (193223188)
4. Ni Made Dwiyani (193223189)
5. Ni Made Rai Diah Purnana D. (193223190)
6. Ni Made Santhi Astuti (193223191)
7. Ni Made Suwartini (193223192)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN


STIKES WIRA MEDIKA PPNI BALI
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penyusun masih diberi kesehatan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Makalah yang berjudul ”Trend dan Issue Keperawatan
Gerontik” ini disusun untuk memenuhi tugas mahasiswa dari mata kuliah Keperawatan
Gerontik di Stikes Wira Medika PPNI Bali.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan makalah ini
dimasa mendatang.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa khususnya dan masyarakat
pada umumnya. Dan semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah
pengetahuan para mahasiswa dan masyarakat dan pembaca.

Denpasar, 17 Maret 2020

Penyusun

Kelompok V

i
DAFTAR ISI

halaman
KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................................1
1.3 Tujuan...............................................................................................................................1
1.4 Manfaat.............................................................................................................................2
BAB II........................................................................................................................................3
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1 Fenomena Demografi.......................................................................................................3
2.2 Permasalahan Pada Lansia................................................................................................3
2.3 Fenomena Bio-Psico-Sosio-Spiritual Dan Penyakit Lansia.............................................4
2.4 Masalah Kesehatan Gerontik...........................................................................................5
2.5 Upaya Pelayanan Kesehatan Terhadap Lansia.................................................................6
2.6 Konsep Penyakit Rematik.................................................................................................8
2.6.1 Definisi....................................................................................................................8
2.6.2 Epidemologi............................................................................................................8
2.6.3 Klasifikasi................................................................................................................9
2.6.4 Tanda Dan Gejala Rematik...................................................................................11
2.6.5 Penanganan Medis.................................................................................................12
2.6.6 Terapi Komplementer Yang Dapat Diberikan......................................................13
BAB III.....................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................18
3.2 Saran...............................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seiring berjalannya waktu, proses penuaan memang tidak bisa dihindarkan.
Keinginan semua orang adalah bagaimana agar tetap tegar dalam menjalani hari tua
yang berkualitas dan penuh makna. Hal ini dapat dipertimbangkan mengingat usia
harapan hidup penduduk yang semakin meningkat. Menjadi tua adalah suatu proses
naturnal dan kadang-kadang tidak tampak mencolok. Penuaan akan terjadi pada
semua sistem tubuh manusia dan tidak semua sistem akan mengalami kemunduran
pada waktu yang sama. Meskipun proses menjadi tua merupakan gambaran yang
universal, tidak seorangpun mengetahui dengan pasti penyebab penuaan atau
mengapa manusia menjadi tua pada saat usia yang berbeda-beda.

Penuaan terjadi tidak secara tiba-tiba, tetapi berkembang dari masa bayi, anak-
anak, dewasa, dan akhirnya menjadi tua. Seseorang dengan usia kronologis 70 tahun
mungkin dapat memiliki usia fisiologis seperti orang usia 50 tahun. Atau sebaliknya,
seseorang dengan usia 50 tahun mungkin memiliki banyak penyakit kronis sehingga
usia fisiologisnya 90 tahun.

Menua bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan dengan berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi
rangsangan dari dalam maupun luar tubuh. Walaupun demikian, memang harus diakui
bahwa ada berbagai penyakit yang sering menghinggapi kaum lanjut usia dengan
penurunan kualitas hidup sehingga status lansia dalam kondisi sehat atau sakit.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana trend dan isu keperawatan gerontik berkaitan dengan terapi
komplementer?

1.3 Tujuan

1.3.1 Tujuan umum


Untuk mengetahui Trend dan Issu Keperawatan Lansia
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui fenomena demografi
b. Untuk mengetahui permasalahan pada lansia

1
c. Untuk mengetahui fenomena bio-psico-sosio-spiritual dan penyakit lansia
d. Untuk mengetahui masalah kesehatan gerontik
e. Untuk mengetahui Upaya Pelayanan Kesehatan terhadap Lansia
f. Untuk mengetahui terapi komplementer yang diberikan pada lansia yang
mengalami masalah kesehatan

1.4 Manfaat

1.4.1 Manfaat teoritis


Dari penyusunan makalah ini agar mahasiswa memperoleh pengetahuan
tambahan dan dapat mengembangkan wawasan mengenai trend dan issue
keperawatan gerontik
1.4.2 Manfaat praktis
Dari penyusunan makalah ini agar para pembaca mengetahui bagaimana cara
untuk menyusun sebuah makalah trend dan issue keperawata gerontik dan
dapat mengaplikasikannya di lapangan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Fenomena Demografi


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memberikan dampak positif
terhadap kesejahteraan yang terlihat dari angka harapan hidup (AHH) yaitu :

AHH di Indonesia tahun 1971 : 46,6 tahun

AHH di Indonesia tahun 2000 : 67,5 tahun

Sebagaimana dilaporkan oleh Expert Committae on Health of the Erderly: Di


Indonesia akan diperkirakan beranjak dari peringkat ke sepuluh pada tahun 1980 ke
peringkat enam pada tahun 2020, di atas Brazil yang menduduki peringkat ke sebelas
tahun 1980.

Pada tahun 1990 jumlah penduduk yang berusia 60 tahun kurang lebih 10 juta
jiwa/ 5.5% dari total populasi penduduk.Pada tahun 2020 diperkirakan meningkat
3x,menjadi kurang lebih 29 juta jiwa/11,4% dari total populasi penduduk (lembaga
Demografi FE-UI-1993).

Dari hasil tersebut diatas terdapat hasil yang mengejutkan yaitu:

1. 62,3% lansia di Indonesia masih berpenghasilan dari pekerjaannya sendiri.


2. 59,4% dari lansia masih berperan sebagai kepela keluarga.
3. 53% lansia masih menanggung beban kehidupan keluarga.
4. Hanya 27,5% lansia mendapat penghasilan dari anak atau menantu.

2.2 Permasalahan Pada Lansia


1. Permasalahan Umum
a) Makin besar jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan.
b) Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang
berusia lanjut kurang diperhatikan,dihargai dan dihormati.
c) Lahirnya kelompok masyarakat industri.
d) Masih rendahnya kuantitas dan kualitas tenaga profesional pelayanan lanjut
usia.
e) Belum membudaya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan
lansia.

3
2. Permasalahan Khusus
a) Berlangsungnya proses menua yang berakibat timbulnya masalah baik
fisik,mental maupun sosial
b) Berkurangnya integrasi sosial usila.
c) Rendahnya produktifitas kerja lansia.
d) Banyaknya lansia yang miskin,terlantar dan cacat.
e) Berubahnya nilai sosial masyarakat yang mengarah pada tatanan masyarakat
individualistik.
f) Adanya dampak negatif dari proses pembangunan yang dapat mengganggu
kesehatan fisik lansia.

2.3 Fenomena Bio-Psico-Sosio-Spiritual Dan Penyakit Lansia


1. Perubahan fisik
2. Perubahan mental
3. Perubahan-perubahan Psikososial
Karakteristik Penyakit pada Lansia:
1. Penyakit sering multiple,yaitu saling berhubungan satu sama lain.
2. Penyakit bersifat degeneratif yang sering menimbulkan kecacatan.
3. Gejala sering tidak jelas dan berkembang secara perlahan.
4. Sering bersama-sama problem psikologis dan sosial.
5. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut.
6. Sering terjadi penyakit iatrogenik.

Hasil Penelitian Profil Penyakit Lansia di 4 Kota (Padang,Bandung,Denpasar dan


Makassar) sebagai berikut:

1. Fungsi tubuh yang dirasakan menurun : penglihatan (76,24%),daya ingat


(69,39%),seksual (58,04%),kelenturan(53,23%),gigi dan mulut (51,12%).
2. Masalah kesehatan yang sering muncul : sakit tulang atau sendi (69,39%),sakit
kepala (51,15%),daya ingat menurun (38,51%),selera makan menurun
(30,08%),mual/perut perih (26,66%),sulit tidur (24,88%),dan sesak nafas
(21,28%).
3. Penyakit kronis : rematik (33,14%),darah tinggi (20,66%),gastritis (11,34%),dan
jantung (6,45%).

4
2.4 Masalah Kesehatan Gerontik
1. Masalah kehidupan seksual
Adanya anggapan bahwa semua ketertarikan seks pada lansia telah hilang
adalah mitos atau kesalahpahaman. (parke, 1990). Pada kenyataannya hubungan
seksual pada suami isri yang sudah menikah dapat berlanjut sampai bertahun-
tahun. Bahkan aktivitas ini dapat dilakukan pada saat klien sakit aau mengalami
ketidakmampuan dengan cara berimajinasi atau menyesuaikan diri dengan
pasangan masing-masing. Hal ini dapat menjadi tanda bahwa maturitas dan
kemesraan antara kedua pasangan sepenuhnya normal. Ketertarikan terhadap
hubungan intim dapat terulang antara pasangan dalam membentuk ikatan fisik
dan emosional secara mendalam selama masih mampu melaksanakan.
2. Perubahan prilaku
Pada lansia sering dijumpai terjadinya perubahan perilaku diantaranya: daya
ingat menurun, pelupa, sering menarik diri, ada kecendrungan penurunan
merawat diri, timbulnya kecemasan karena dirinya sudah tidak menarik lagi,
lansia sering menyebabkan sensitivitas emosional seseorang yang akhinya
menjadi sumber banyak masalah.
3. Pembatasan fisik
Semakin lanjut usia seseorang, mereka akan mengalami kemunduran terutama
dibidang kemampuan fisik yang dapat mengakibatkan penurunan pada peranan –
peranan sosialnya. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya ganggun di dalam hal
mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan ketergantunan
yang memerlukan bantuan orang lain.
4. Palliative care
Pemberian obat pada lansia bersifat palliative care adalah obat tersebut
ditunjukan untuk mengurangi rasa sakit yang dirasakan oleh lansia. Fenomena
poli fermasi dapat menimbulkan masalah, yaitu adanya interaksi obat dan efek
samping obat. Sebagai contoh klien dengan gagal jantung dan edema mungkin
diobatai dengan dioksin dan diuretika. Diuretik berfungsi untu mengurangi
volume darah dan salah satu efek sampingnya yaitu keracunan digosin. Klien
yang sama mungkin mengalami depresi sehingga diobati dengan antidepresan.
Dan efek samping inilah yang menyebaban ketidaknyaman lansia.

5
5. Pengunaan obat
Medikasi pada lansia memerlukan perhatian yang khusus dan merupakan
persoalan yang sering kali muncul dimasyarakat atau rumah sakit. Persoalan
utama dan terapi obat pada lansia adalah terjadinya perubahan fisiologi pada
lansia akibat efek obat yang luas, termasuk efek samping obat tersebut. (Watson,
1992). Dampak praktis dengan adanya perubahan usia ini adalah bahwa obat
dengan dosis yang lebih kecil cenderung diberikan untuk lansia. Namun hal ini
tetap bermasalah karena lansia sering kali menderita bermacam-macam penyakit
untuk diobati sehingga mereka membutuhkan beberapa jenis obat. Persoalan yang
dialami lansia dalam pengobatan adalah :
a. Bingung
b. Lemah ingatan
c. Penglihatan berkurang
d. Tidak bias memegang
e. Kurang memahami pentingnya program tersebut unuk dipatuhi
Kesehatan mental

2.5 Upaya Pelayanan Kesehatan Terhadap Lansia


Upaya pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi azas, pendekatan, dan
jenis pelayanan kesehatan yang diterima.

1. Azas
Menurut WHO (1991) adalah to Add life to the Years that Have Been Added
to life, dengan prinsip kemerdekaan (independence), partisipasi (participation),
perawatan (care), pemenuhan diri (self fulfillment), dan kehormatan (dignity).
Azas yang dianut oleh Departemen Kesehatan RI adalah Add life to the Years,
Add Health to Life, and Add Years to Life, yaitu meningkatkan mutu kehidupan
lanjut usia, meningkatkan kesehatan, dan memperpanjang usia.
2. Pendekatan
Menurut World Health Organization (1982), pendekatan yang digunakan
adalag sebagai berikut :
a. Menikmati hasil pembangunan (sharing the benefits of social development)
b. Masing-masing lansia mempunyai keunikan (individuality of aging persons)
c. Lansia diusahakan mandiri dalam berbagai hal (nondependence)
d. Lansia turut memilih kebijakan (choice)

6
e. Memberikan perawatan di rumah (home care)
f. Pelayanan harus dicapai dengan mudah (accessibility)
g. Mendorong ikatan akrab antar kelompok/ antar generasi (engaging the aging)
h. Transportasi dan utilitas bangunan yang sesuai dengan lansia (mobility)
i. Para lansia dapat terus berguna dalam menghasilkan karya (productivity)
j. Lansia beserta keluarga aktif memelihara kesehatan lansia (self help care and
family care)
3. Jenis
Jenis pelayanan kesehatan terhadap lansia meliputi lim upaya kesehatan,
yaituPromotif, prevention, diagnosa dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan,
serta pemulihan.
a. Promotif
Upaya promotif juga merupakan proses advokasi kesehatan untuk
meningkatkan dukungan klien, tenaga profesional dan masyarakat terhadap
praktek kesehatan yang positif menjadi norma-norma sosial. Upaya
perlindungan kesehatan bagi lansia sebagai berikut :
1) Mengurangi cedera
2) Meningkatkan keamanan di tempat kerja
3) Meningkatkan perlindungan dari kualitas udara yang buruk
4) Meningkatkan keamanan, penanganan makanan dan obat-obatan
5) Meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan gigi dan mulut
b. Preventif
1) Mencakup pencegahan primer, sekunder dan tersier. Contoh pencegahan
primer : program imunisasi, konseling, dukungan nutrisi, exercise,
keamanan di dalam dan sekitar rumah, menejemen stres, menggunakan
medikasi yang tepat.
2) Melakukakn pencegahan sekuder meliputi pemeriksaan terhadap penderita
tanpa gejala. Jenis pelayanan pencegahan sekunder: kontrol hipertensi,
deteksi dan pengobatan kanker, skrining : pemeriksaan rektal, mamogram,
papsmear, gigi, mulut.
3) Melakukan pencegahan tersier dilakukan sesudah gejala penyakit dan
cacat. Jenis pelayanan mencegah berkembangnya gejala dengan
memfasilisasi rehabilitasi, medukung usaha untuk mempertahankan
kemampuan anggota badan yang masih berfungsi.

7
c. Rehabilitatif

2.6 Konsep Penyakit Rematik


2.6.1 Definisi
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang
bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta
jaringan ikat sendi secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah
Orthopedi, hal. 165).

Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang


menyebabkan proses inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248)

2.6.2 Epidemologi
Prevalensi dan insiden penyakit ini bervariasi antara populasi satu
dengan lainnya, di Amerika Serikat dan beberapa daerah di Eropa prevalensi
RA sekitar 1% pada kaukasia dewasa, Perancis sekitar 0,3%, Inggris dan
Finlandia sekitar 0,8% dan Amerika Serikat 1,1% sedangkan di Cina sekitar
0,28%. Jepang sekitar 1,7% dan India 0,75%. Insiden di Amerika dan Eropa
Utara mencapai 20-50/100000 dan Eropa Selatan hanya 9-24/100000. Di
Indonesia dari hasil survei epidemiologi di Bandungan Jawa Tengah
didapatkan prevalensi RA 0,3% sedang di Malang pada penduduk berusia
diatas 40 tahun didapatkan prevalensi RA 0,5% di daerah Kotamadya dan
0,6% di daerah Kabupaten. Di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000 kasus baru RA merupakan 4,1% dari
seluruh kasus baru. Di poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin didapatkan
9% dari seluruh kasus reumatik baru pada tahun 2000-2002 (Aletaha et
al,2010).
Data epidemiologi di Indonesia tentang penyakit RA masih terbatas.
Data terakhir dari Poliklinik Reumatologi RSCM Jakarta menunjukkan bahwa
jumlah kunjungan penderita RA selama periode Januari sampai Juni 2007
sebanyak 203 dari jumlah seluruh kunjungan sebanyak 1.346 pasien.
Nainggolan (2009) memaparkan bahwa provinsi Bali memiliki prevalensi
penyakit rematik di atas angka nasional yaitu 32,6%, namun tidak diperinci
jenis rematik secara detail. Sedangkan pada penelitian Suyasa et al (2013)
memaparkan bahwa RA adalah peringkat tiga teratas diagnosa medis utama

8
para lansia yang berkunjung ke tempat pemeriksaan kesehatan dan pengobatan
gratis di salah satu wilayah pedesaan di Bali.

2.6.3 Klasifikasi

Menurut Adelia, (2011) ada beberapa jenis reumatik yaitu:

Reumatik Sendi (Artikuler) adalah reumatik yang menyerang sendi


dikenal dengan nama reumatik sendi (reumatik artikuler). Penyakit ini ada
beberapa macam yang paling sering ditemukan yaitu:

a) Artritis Reumatoid
Merupakan penyakit autoimun dengan proses peradangan
menahun yang tersebar diseluruh tubuh, mencakup keterlibatan sendi
dan berbagai organ di luar persendian. Peradangan kronis
dipersendian menyebabkan kerusakan struktur sendi yang terkena.
Peradangan sendi biasanya mengenai beberapa persendian
sekaligus.Peradangan terjadi akibat proses sinovitis (radang selaput
sendi) serta pembentukan pannus yang mengakibatkan kerusakan
pada rawan sendi dan tulang di sekitarnya, terutama di persendian tangan
dan kaki yang sifatnya simetris (terjadi pada kedua sisi). Penyebab Artritis
Rematoid belum diketahui dengan pasti. Ada yang mengatakan karena
mikoplasma, virus, dan sebagainya.  Peradangan kronis membran sinovial
mengalami pembesaran (Hipertrofi) dan menebal sehingga terjadi hambatan
aliran darah yang menyebabkan kematian (nekrosis) sel dan respon
peradanganpun berlanjut. Sinovial yang menebal kemudian dilapisi oleh
jaringan granular yang disebut panus. Panus dapat menyebar keseluruh
sendi sehingga semakin merangsang peradangan dan pembentukan jaringan
parut. Proses ini secara perlahan akan merusak sendi dan menimbulkan
nyeri hebat serta deformitas (kelainan bentuk).
b) Osteoatritis
Adalah sekelompok penyakit yang tumpang tindih dengan penyebab yang
belum diketahui, namun mengakibatkan kelainan biologis, morfologis, dan
keluaran klinis yang sama.Proses penyakitnya berawal dari masalah rawan
sendi (kartilago), dan akhirnya mengenai seluruh persendian termasuk

9
tulang subkondrial, ligamentum, kapsul dan jaringan sinovial, serta jaringan
ikat sekitar persendian (periartikular). Pada stadium lanjut, rawan sendi
mengalami kerusakan yang ditandai dengan adanya fibrilasi, fisur, dan
ulserasi yang dalam pada permukaan sendi. Etiologi penyakit ini tidak
diketahui dengan pasti. Ada beberapa faktor risiko yang diketahui
berhubungan dengan penyakit ini, yaitu : Usia lebih dari 40 tahun, Jenis
kelamin wanita lebih sering, Suku bangsa, genetik, kegemukan dan
penyakit metabolik, cedera sendi, pekerjaan, dan olah raga, kelainan
pertumbuhan, kepadatan tulang, dan lain-lain.
c) Atritis Gout
Penyakit ini berhubungan dengan tingginya asam urat
darah (hiperurisemia). Penyakit ini timbul akibat kristal monosodium urat
di persendian meningkat. Timbunan kristal ini menimbulkan peradangan
jaringan yang memicu timbulnya reumatik gout akut. Pada penyakit gout
primer, 99% penyebabnya belum diketahui (idiopatik). Diduga berkaitan
dengan kombinasi faktor genetic dan faktor hormonal yang menyebabkan
gangguan metabolisme yang dapat mengakibatkan meningkatnya produksi
asam urat atau bisa juga diakibatkan karena berkurangnya pengeluaran
asam urat dari tubuh. Penyakit gout sekunder disebabkan antara lain karena
meningkatnya produksi asam urat karena nutrisi, yaitu mengkonsumsi
makanan dengan kadar purin yang tinggi. Purin adalah salah satu senyawa
basa organic yang menyusun asam nukleat (asam inti dari sel) dan termasuk
dalam kelompok asam amino, unsur pembentuk protein. Produksi asam urat
meningkat juga bisa karena penyakit darah (penyakit sumsum tulang,
polisitemia), obat-obatan (alkohol, obatobat kanker, vitamin B12).
Penyebab lainnya adalah obesitas (kegemukan), penyakit kulit (psoriasis),
kadar trigliserida yang tinggi. Pada penderita diabetes yang tidak terkontrol
dengan baik biasanya terdapat kadar benda-benda keton (hasil buangan
metabolisme lemak) yang meninggi. Benda-benda keton yang meninggi
akan menyebabkan asam urat juga ikut meninggi.
d) Reumatik Jaringan Lunak (Non-Artikuler)
Merupakan golongan penyakit reumatik yang mengenai jaringan lunak di
luar sendi (soft tissue rheumatism) sehingga disebut juga reumatik luar

10
sendi (ekstra artikuler rheumatism). Jenis – jenis reumatik yang  sering
ditemukan yaitu:
 Fibrosis : merupakan peradangan di jaringan ikat terutama di batang
tubuh dan anggota gerak. Fibrosis lebih sering ditemukan oleh
perempuan usia lanjut, penyebabnya adalah faktor kejiwaan.
 Tendonitis dan tenosivitis : tendonitis adalah peradangan pada tendon
yang menimbulkan nyeri lokal di tempat perlekatannya. Tenosivitis
adalah peradangan pada sarung pembungkus tendon.
 Entesopati adalah tempat di mana tendon dan ligamen melekat pada
tulang. Entesis ini dapat mengalami peradangan yang disebut
entesopati. Kejadian ini bisa timbul akibat menggunakan lengannya
secara berlebihan, degenerasi, atau radang sendi.
 Bursitis adalah peradangan bursa yang terjadi di tempat perlekatan
tendon atau otot ke tulang. Peradangan bursa juga bisa disebabkan oleh
reumatik gout dan pseudogout.
 Back Pain : penyebabnya belum diketahui, tetapi berhubungan dengan
proses degenerarif diskus intervertebralis, bertambahnya usia dan
pekerjaan fisik yang berat, atau sikap postur tubuh yang salah sewaktu
berjalan, berdiri maupun duduk. Penyebab lainnya bisa akibat proses
peradangan sendi, tumor, kelainan metabolik dan fraktur.
 Nyeri pinggang : kelainan ini merupakan keluhan umum karena semua
orang pernah mengalaminya. Nyeri terdapat kedaerah pinggang
kebawah (lumbosakral dan sakroiliaka) Yang dapat menjalar ke
tungkai dan kaki.
 Frozen shoulder syndrome : dtandai dengan nyeri dan ngilu pada
daerah persendian di pangkal lengan atas yang bisa menjalar ke lengan
atas bagian depan, lengan bawah dan belikat, terutama bila lengan
diangkat keatas atau digerakkan kesamping. Akibat pergerakan sendi
bahu menjadi terbatas.

2.6.4 Tanda Dan Gejala Rematik


a) Nyeri pada anggota gerak
b) Kelemahan otot
c) Peradangan dan bengkak pada sendi

11
d) Kekakuan sendi
e) Kejang dan kontraksi otot
f) Gangguan fungsi
g) Sendi berbunyi(krepitasi)
h) Sendi goyah
i) Timbulnya perubahan bentuk
j) Timbulnya benjolan nodul
k) Perubahan gaya berjalan

2.6.5 Penatalaksanaan Medis


Untuk arthritis rematoid yang dini, terapi dimulai dengan
pendidikan pasien,keseimbangan antara istirahat dan latihan,dan rujukan
kelembaga kemasyarakatan yang dapat memberikan dukungan.Penanganan
medik dimulai dengan pemberian salisilat atau NSAID dalam dosis
terapuetik.Kalau diberikan dalam dosis terapuetik yang penuh,obat-obat ini
akan memberikan efek antiinflamasi maupun analgesic.Kepada pasien perlu
diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep dokter agar kadar obat
yang konsisten dalam darah bias dipertahankan sehingga keefektifan obat anti
inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat yang optimal.

Untuk arthritis rematoid erosife, moderat, suatu program formal


dengan terapi okupasi dan fisioterapi harus diresepkan untuk mendidik pasien
tentang prinsip-prinsip perlindungan sendi,pengaturan kecepatan dalam
pelaksanaan aktivitas,penyederhanaan kerja,latihan gerak,dan latihan untuk
menguatkan otot-otot.Pasien didorong untuk turut berpartisipasi aktif dalam
program penatalaksanaan tersebut.Program medikasi dievaluasi ulang secara
periodic,dan perubahan yang sesuai dapat dilakukan jika diperlukan.

Bagi arthritis rematoid erosife, persisten, bedah rekonstruksi dan


terapi kortikosteroid kerapkali diresepkan.Bedah rekonstruksi merupakan
indikasi kalau rasa nyeri tidak dapat diredakan oleh tindakan
konservatif.Prosedur bedah mencakup tindakan sinovektomi(eksisi membrane
synovial),tenorafi(penjahitan tendon),atrodesis(operasi untuk menyatukan
sendi) dan artroplasti(operasi untuk memperbaiki sendi). Namun demikian
operasi tidak dilakukan pada saat penyakit msih berada dalam stadium

12
akut.Pemberian kortikosteroid sistemik dilakukan jika pasien menderita
inflamasi serta rasa nyeri yang tidak pernah sembuh/pasien membutuhkan
obat-obat”yang menjembatani”pada saat ia menantikan hasil kerja obat anti
rematik yang kerjanya lambat.Terapi kortikosteroid dengan dosis rendah dapat
direkomendasikan dalam waktu terpendek yang diperlukan.

Bagi arthritis rematoid yang lanjut dan tidak pernah sembuh,obat-


obat imunosupresi diresepkan mengingat kemampuannya untuk
mempengaruhi produksi antibody pada tingkat seluler.Obat-obat ini mencakup
preparat metotreksat dosis tinggi,siklofosfamid dan azatioprin.Namun obat-
obat ini sangat toksis dan dapat menimbulkan depresi sumsum
tulang,anemia,gangguan gastrointestinal serta ruam.Plasmaferesis,limfoferesis
dan iradiasi total limfoid merupakan prosedur eksprimental yang dikenalkan
dalam tahun 1970-an dan kini dianggap tidak atau hanya sedikit peranannya
dalam penanganan penyakit rematik,kecuali pada kasus-kasus akut yang
mengancam penderitanya dan tidak menunjukkan respons terhadap terapi
konvensional yang agresif.

2.6.6 Terapi Komplementer Yang Dapat Diberikan


a) Terapi Back Massage Terhadap Intensitas Nyeri Reumatik Pada Lansia
Back massage adalah salah satu tehnik memberikan tindakan masase
pada punggung dengan usapan secara perlahan (Kenworthy, Snowley,
Gilling, 2002). Usapan dengan lotion/balsem memberikan sensasi hangat
dengan mengakibatkan dilatasi pada pembuluh darah lokal. Berdasarkan
wawancara dari beberapa penderita reumatik mereka sering mengalami
kaki dan pinggang pegal-pegal, nyeri sendi dan otot, saat sehabis
melakukan aktivitas berat atau saat pagi habis bangun tidur, dan hampir
semua para penderita reumatik jika penyakitnya kambuh.
Dengan pemberian terapi back massage dapat merangsang serabut A
beta yang banyak terdapat di kulit dan berespon terhadap masase ringan
pada kulit sehingga impuls dihantarkan lebih cepat. Pemberian stimulasi
ini membuat masukan impuls dominan berasal dari serabut A beta
sehingga pintu gerbang menutup dan impuls nyeri tidak dapat diteruskan
ke korteks serebral untuk diinterpretasikan sebagai nyeri (Guyton & Hall,
2007). Di samping itu, sistem kontrol desenden juga akan bereaksi dengan

13
melepaska endorphin yang merupakan morfin alami tubuh sehingga
memblok transmisi nyeri dan persepsi nyeri tidak terjadi (Potter & Perry,
2005). jadi intensitas yang dirasakan mengalami penurunan.
b) Kompres Serei Hangat Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Artritis
Rheumatoid Pada Lanjut Usia
Artritis rheumatoid merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta
melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini
merupakan suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya
sinovitis erosive simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan
persendian, seringkali juga melibatkan organ tubuh lainya yang disertai
nyeri dan kaku pada sistem otot (musculoskeletal) dan jaringan ikat/
connective tissue (Sudoyo, 2007).
Dalam buku Herbal Indonesia disebutkan bahwa khasit tanaman serei
mengandung minyak atsiri yang memiliki sifat kimiawi dan efek
farmakologi yaitu rasa pedas dan bersifat hangat sebagai anti radang (anti
inflamasi) dan menghilangkan rasa sakit atau nyeri yang bersifat analgetik
serta melancarkan sirkulasi darah, yang di indikasikan untuk
menghilangkan nyeri otot dan nyeri sendi pada penderita artritis
rheumatoid, badan pengalinu dan sakit kepala (Hembing, 2007).
Penelitian dari The Science and Technology menentukan bahwa serai
memiliki manfaat antioksidan yang dapat membantu mencegah kanker,
dalam serei terdapat kandungan zat anti-mikroba dan anti bakteri yang
berguna sebagai obat infeksi serta mengandung senyawa analgetik yang
membantu menghilangkan rasa sakit atau nyeri seperti nyeri otot dan nyeri
sendi akibat artritis rheumatoid atau anti rematik. Pemberian kompres
hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hypothalamus
melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap
panas dihypothalamus diransang, system effector mengeluarkan signal
yang mulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran
pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari
tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga
terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah
kesetiap jaringan bertambah khususnya yang mengalami radang dan nyeri,
sehingga terjadi penurunan nyeri sendi pada jaringan yang meradang

14
(Tamsuri, 2006).
Durasi kompres serei hangat juga mempengaruhi respon nyeri yang
dirasakan, dengan kata lain kompres serei hangat diberikan jika toleransi
respon fisiologis setiap pasien berbeda-beda. Toleransi yang dapat
diberikan pada seseorang dalam pemberian kompres serei hangat ini yaitu
dilakukan selama 20 menit.
c) Pemberian Campuran Daun Pandan Wangi (Pandanus Amaryllifolius
Roxb) Dan Virgin Coconut Oil (Vco) Berpengaruh Terhadap Penurunan
Nyeri Sendi Pada Lansia Dengan Osteoartritis.
Osteoartritis (OA) merupakan penyakit sendi yang paling banyak
dijumpai (60%) dibanding dengan penyakit sendi lainnya seperti gout atau
artritis reumatoid, OA genu (sendi lutut). Penggunaan bahan alam, baik
sebagai obat maupun tujuan lain cenderung meningkat, terlebih dengan
adanya pemikiran mengunakan obat alami serta krisis berkepanjangan
yang mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat. Indonesia sebagai
negara tropis memiliki kekayaan tanaman obat. Salah satu tanaman yang
dimanfaatkan untuk pengobatan tradisional adalah pandan wangi
(Pandanus amaryllifolius Roxb). daun pandan wangi kaya alkaloid,
terpenoid, steroid, flavonoid dan saponin. Senyawa-senyawa ini
berpotensi sebagai antioksidan alami (Yadial, 2009). Selain itu daun
pandan wangi juga mengandung flavonoid.
Peneliti berpendapat bahwa denganpemberian campuran daun pandan
wangi dan virgin coconut oil pada area lutut yang mengalami nyeri sendi
akibat Osteoartritis maka zat yang terkandung didalam campuran daun
pandan wangi dan virgin coconut oil tersebut akan masuk ke tubuh
melalui kulit yang diawali dengan melewati stratum corneum kemudian
zat tersebut masuk ke pembuluh darah yang ada di sendi secara difusi
pasif sehingga menurunkan nyeri sendi yang muncul.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa campuran daun pandan wangi
dan Virgin Coconut Oil (VCO) dapat menurunkan nyeri sendi pada lansia
dengan Osteoartritis, hal ini dapat dilihat dari penurunan skala nyeri yang
terlihat pada kelompok perlakuan. Pemberian campuran daun pandan
wangi dan virgin coconut oil dapat membantu mengurangi nyeri sendi
yang dialami pada lansia, sehingga lansia dapat lebih mudah dalam

15
beraktifitas baik itu aktifitas dalam ruangan maupun di luar ruangan.
Penggunaan dari campuran daun pandan wangi dan Virgin Coconut Oil
(VCO) tanpa menimbulkan efek samping sehingga baik untuk digunakan
untuk lansia yang takut akan ketergantungan obat kimia. Untuk orang
yang awam atau lansia, pengetahuan mengenai penggunaan campuran
daun pandan wangi dan virgin coconut oil merupakan suatu hal yang
sangat berguna dan dapat memberikan manfaat kepada mereka yang
memerlukan perawatan terhadap nyeri sendi.
d) Pengaruh Rebusan Daun Sirsak Untuk Menurunkan Nyeri Gout Atrhitis
Pada Lansia.
Sirsak merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis di Benua
Amerika, yaitu hutan Amazon (Amerika Selatan), Karibia dan Amerika
Tengah. Pada daun dan buahnya mengandung senyawa fruktosa, lemak,
protein, kalsium, fosfor, besi, vitamin A dan vitamin B. Metabolit
sekunder yang terkandung didalamnya adalah senyawa golongan tanin,
fitosterol (Sumantri, et all 2014). Selain itu, daun sirsak juga mengandung
senyawa monotetrahidrofuran asetogenin; seperti anomurisin A dan
anomurisin B, gigantetrosin A, annonasin-10-one, murikatosin A dan B,
annonasin dan gonniotalamisin (Haryana, et all., 2013). Senyawa yang
paling penting adalah tannin, resin dan magostine yang mampu mengatasi
nyeri sendi pada penyakit gout (Lina & Juwita dalam Wirahmadi, 2013).
Penanganan nyeri gout dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi
termasuk dalam terapi komplementer perawat yaitu dengan penggunan
bahan herbal. Salah satu terapi komplementer untuk menurunkan asam
urat dan keluhan nyeri sendi adalah daun sirsak. Terapi minum rebusan
daun sirsak terbukti efektif dalammenurunkan nilai asam urat darah dan
menurunkan keluhan nyeri sendi pada penderita gout arthritis.
Intervensi dilakukan dengan cara meminum rebusan daun sirsak
sebanyak 10 lembar direbus dengan 2 gelas air hingga mendidih sampai
tersisa 1 gelas (dengan api sedang), diminum 2x sehari pada pagi dan sore
hari 1 jam setelah makan rutin selama 8 minggu.

16
e) Terapi Kompres Jahe Dan Massage Pada Osteoartritis Di Panti Wreda St.
Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta.
Osteoartritis merupakan penyakit muscoloskelektal yang sering terjadi
pada warga usia lanjut. Gangguan pada sistem muscoloskelektal yang
ditandai dengan munculnya nyeri sendi dan kekakuan yang
mengakibatkan penurunan kemampuan fisiologis atau kualitas hidup
lansia. Jahe yang diyakini memiliki manfaat sebagai antiinflamasi dan
antirematik. Teknik nonfarmakologi yang dapat digunakan untuk
mengurangi nyeri pada penderita osteoartritis diantaranya yaitu dengan
stimulasi kulit (message kutaneus atau pijat, kompres panas atau dingin,
akupuntur, stimulasi kontralateral), stimulasi elektrik saraf kulit
transkutan, teknik distraksi, teknik relaksasi dan istirahat. Selain itu
tindakan nonfarmakologi ini dapat digunakan sebagai pertolongan
pertama ketika nyeri menyerang (Anas 2006). Pengaruh Jahe (Zingiber
officinale Rosc) termasuk dalam daftar prioritas WHO sebagai tanaman
obat yang paling banyak digunakan di dunia. Rimpangnya yang
mengandung zingiberol dan kurkuminoid terbukti berkhasiat mengurangi
peradangan dan nyeri sendi (Nyoman, Nastiti, dewa 2011).
Rangsangan massage otot ini diperkaya akan merangsang serabut
berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan implus
nyeri. Massase adalah stimulasi kulit tubuh secara umum, dipusatkan pada
punggung dan bahu, atau dapat dilakukan pada satu atau beberapa bagian
tubuh dan dilakukan sekitar 10 menit masing-masing bagian tubuh untuk
mencapai hasil relaksasi yang maksimal (Tamsuri 2006). Penggunaan
panas memberikan efek mengatasi dan menghilangkan sensasi nyeri,
teknik ini juga memberikan reaksi banyak lansia yang mengalami nyeri
sendi dan kekakuan pada sendi.
Dari pernyataan informan didapatkan setelah mendapat terapi jahe
mereka mengungkapkan bahwa tidurnya lebih nyenyak dibandingkan
malam sebelumnya diberi terapi. Penggunaan jahe yang bersifat panas
dapat mengurangi nyeri, menambah kelenturan sendi, dengan
menggunakan kompres jahe dan massage.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses
inflamasi pada sendi (Lemone & Burke, 2001 : 1248). Nainggolan (2009)
memaparkan bahwa provinsi Bali memiliki prevalensi penyakit rematik di atas angka
nasional yaitu 32,6%, namun tidak diperinci jenis rematik secara detail. Sedangkan
pada penelitian Suyasa et al (2013) memaparkan bahwa RA adalah peringkat tiga
teratas diagnosa medis utama para lansia yang berkunjung ke tempat pemeriksaan
kesehatan dan pengobatan gratis di salah satu wilayah pedesaan di Bali.

3.2 Saran

Adapun saran yang penulis dapat berikan bagi pembaca, khususnya mahasiswa
keperawatan diharapkan mampu mengetahui, dan memahami mengenai trend dan
issue keperawatan gerontik yang fenomena demografi, permasalahan pada lansia,
fenomena biopsikososiospiritual, masalah kesehatan gerontik, upay pelayan kesehatn
terhadap lansia serta terapi komplementer yang dapat diberikan pada lasia yg
mengalami masalah kesehatan serta dapat diaplikasikan pada praktik lapangan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Apriana, Rista., Retnaingsih, Dwi., & Supriyanto, Joko. 2014. Pengaruh Rebusan Daun
Sirsak Untuk Menurunkan Nyeri Gout Atrhitis Pada Lansia. (Online). Availabe at
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/psn12012010/article/download/2321/2297 diakses
tanggal 1 maret 2019

Hyulita, Sri. 2013. Pengaruh Kompres Serei Hangat Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri
Artritis Rheumatoid Pada Lanjut Usia Di Kelurahan Tarok Dipo Wilayah Kerja
Puskesmas Guguk Panjang Bukittinggi Tahun 2013. Afiyah. Vol. I, No. I, Bulan
Januari, Tahun 2014. Available at
http://ejournal.stikesyarsi.ac.id/index.php/JAV1N1/article/view/5/165 diakses tanggal 1
maret 2019

Lestari, Indah., Nurhayati, Yeti., & Setiyajati, Ari. Terapi Kompres Jahe Dan Massage Pada
Osteoartritis Di Panti Wreda St. Theresia Dharma Bhakti Kasih Surakarta. (online) .
Available at http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id/files/disk1/13/01-gdl-indahlesta-640-1-
artikel-w.pdf diakses tanggal 1 maret 2019

Maryam, R siti. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatanya. Jakatra: Salemba medika
Nainggolan,Olwin. (2009). Prevalensi dan Determinan Penyakit Rematik di Indonesia. Maj
Kedokt Indon, vol.59, no.12.

Nugroho, Wahjudi SKM. (1995). Perawatan Lanjut Usia. Jakarta : EGC


Qie30, (2009). Trend dan Isu Pelayanan Kesehatan Lansia. Available at
http://qie30.wordpress.com/2009/05/07/tren-dan-isu-pelayanan-kesehatan-lansia/ .
diakses 1 Maret 2019
Sahar juniati (2001) Keperawatan Gerontik, Coordinator Keperawatan Komunitas, fakultas
ilmu keperawatan UI, Jakarta

Setiabudhi, Tony. (1999). Panduan Gerontologi Tinjauan Dari Berbagai Aspek Menjaga
Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia.Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Situart dan Sundart. (2001) Keperawatan Medikal Bedah 1. Jakarta: EGC

Suherry, Reza., Yusuf, Ah., Indarwati, Retno. (2014). Pemberian Campuran Daun Pandan
Wangi (Pandanus Amaryllifolius Roxb) Dan Virgin Coconut Oil (Vco) Berpengaruh

19
Terhadap Penurunan Nyeri Sendi Pada Lansia Dengan Osteoartritis. Article In Journal Of
Community Health Nursing. Diakses tanggal 1 Maret 2019.

Stikes (2009). Trend dan Isu Pelayanan Kesehatan Lansia. Available at


http://stikeskabmalang.wordpress.com/2009/10/01/trend-dan-issue-keperawatan -
lansia/ diakses tanggal 1 Maret 2019
Wibowo, Daniel A., Zen, Dini N., & Agustiana, Y. 2018. Pengaruh Terapi Back Massage
Terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Pada Penderita Rheumatoid Arthritis Di Desa
Rajadesa Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis Tahun 2018. Jurnal Keperawatan
Galuh, Volume : 1 – Nomor : 1 Tahun : 2019. Available at
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/JKG/article/view/1836/1511 diakses tanggal 1 maret
2019

20

Anda mungkin juga menyukai