Anda di halaman 1dari 4

PELACUR, WANITA TUNA SUSILA,

PEKERJA SEKS, DAN "APA LAGI" :


STIGMATISASI ISTILAH
,S~a'~ 4oiv' a(n c,~,iIrsrllrd.'

1 . Pengantar kerja seks, pekerja seks


komersial, dan yang lain-
Dalam sebuah pengantar
nya .
rapat penyusunan protap
(prosedur tetap) pena- 2 . Pengertian
nganan HIV/AIDS di
Istilah pelacur berasal
Daerah Istimewa Yogya-
dan dasar kata lacur, arti-
karta, seorang kepala
nya adalah malang, cela-
kantor wilayah departe-
ka, gagal, sial, atau tidak
men tertentu berulang kali menyebut istilah
jadi . Kata lacur berarti pula buruk laku .
pekerja seks dan pekerja seks komersial
Bentukan kata dan kata lacur adalah me-
(PSK) untuk menggantikan istilah pelacur.
lacur, yaitu berbuat lacur atau menjual din
Ketika itu, kami tanyakan apakah istilah pe-
sebagai pelacur . Orang yang berbuat lacur
kerja seks dan pekerja seks komersial itu
atau menjual din itu disebut dengan pelacur.
merupakan istilah resmi pemenntah untuk
Pelacur, sekali lagi, adalah orang yang
menggantikan istilah pelacur? Jawabnya
melacur, orang yang melacurkan did atau
adalah tidak . Dikatakannya bahwa istilah pe-
menjual did.
kerja seks dan pekerja seks komersial se-
Istilah pelacur senngkali disamakan de-
karang sudah lazim dikatakan dan ditulis
ngan istilah wanita tunasusila (WTS) . Bah-
oleh banyak orang . Dua kata IN merupakan
kan, melalui Keputusan Menteri Sosial Re-
terjemahan dan sex worker yang dijumpai
publik Indonesia Nomor 23/HUK/96, peme-
pada beberapa buku bacaannya .
nntah Iebih mengakui istilah WTS (wanita tu-
Istilah pelacur penting didiskusikan da-
nasusila) . Eufemisme ini justru mengundang
lam parafrasenya dengan istilah lain . Me-
protes banyak orang dan banyak kalangan .
ngapa penting? Jawabnya adalah bahwa is-
Mereka mempertanyakan bagaimana jika
tilah ini, menyangkut masalah stigma . Ma-
pelakunya adalah pria? Artinya, orang yang
salah stigma berkaitan erat dengan istilah
melacurkan did atau menjual din itu berjenis
pemahaman, pemaknaan, dan penerimaan
kelamin pria . Mengapa dalam masyarakat
sebuah istilah, perilaku, atau gejala perilaku
awam tidak berkembang istilah pria tunasu-
tertentu . Oleh karena itu, mendiskusikan
sila (PTS)? Bahkan, sang konsumen layan-
istilah pelacur dan istilah lain yang gayut de-
an jasa si pelacur wanita Ku pun tidak ber-
ngannya menjadi sangat penting dan diper-
istilah . Mengapa tidak saja disebut PTS bagi
lukan . Pemberian arti dan makna sebuah
"konsumen WTS" atau gigolo? Apabila isti-
istilah menjadi sangat penting manakala kita
lah pelacur disamakan dengan WTS, benar-
kemudian melihat dampak penlaku yang
kah bahwa pelacur itu tunasusila?
ditimbulkan oleh proses pemaknaan, pe-
Dalam etimologinya, kata pelacur dalam
mahaman, dan penerimaannya . Untuk hal
bahasa Indonesia dimaknai sebagai pe-rem-
itu, tulisan ini menguraikan dan membahas
puan yang melacur, bukannya pria, se-
berbagai istilah yang gayut dengan istilah
kalipun dalam praktik kedua jenis kelamin ini
pelacur, misalnya, wanita tuna sustla, pe-
sama-sama dapat menjual din . Pelacur

I Doktorandus, Master of Arts, Doctor of Philosophy, staf pengajar Fakulas Psikologi, UGM
2
Doktoranda, Magister Sains, Staf pengajar Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, UGM

30 Humaniora No. 11 Mei - Agustus 1999


-ZIA M I" CfvV1 "

wanita kemudlan dikenal oleh masyarakat rupakan perbuatan asusila, bahkan dosa .
dengan istilah WTS untuk membedakanya Menurut agama Islam, yang diyakini oleh
dengan pelacur pria yang disebut gigolo . lebih dan 85 % penduduk Indonesia, me-
Gigolo adalah laki-laki bayaran yang dipeli- lacur adalah haram hukumnya (OS : 17,32) .
hara oleh seorang wanita sebagai kekasih Oleh karena itu, Islam tidak akan menerima
atau laki-laki sewaan yang pekerjaannya dan tidak akan melegistimasi pelacuran se-
menjadi pasangan pemenuhan seksualitas bagai lahan pekerjaan. Namun, kalau toh
perempuan. Kembai pada pertanyaan di pelacuran tetap saja diakui sebagai upaya
alas, benarkah bahwa pelacur itu tunasu- mencari penghidupan, pemerintah seharus-
sila? nya menyantuni mereka sesuai dengan
Akhir-akhir ini, banyak pakar dan praktisi UUD 1945 pasal 27 ayat 2, yang menya-
mengantikan istilah pelacur dengan pekerja takan bahwa setiap warga negara Indonesia
seks atau pekerja seks komersial (PSK) . berhak atas penghidupan yang layak .
Dengan melihat perkembangan is-tilah itu, Dan pandangan sila kedua, Kemanu-sia-
kita pahami bahwa bahasa, me-mang, milik an yang Adil dan Beradab, pelacuran ju-ga
masyarakat. Pemahaman ba-hasa surut dapat disejajarkan dengan perbudakan wa-
dan berkembang secara arbitrer atau mana- nita . Kata budak dalam pengertian ini berarti
suka sesuai dengan perkem-bangan masya- orang yang dapat dibeli dan dijadikan bu-
rakatnya . Sampai dewasa ini, sampai di- dak, dijadikan orang bayaran . Hal ini seperti
terbitkannya Kamus Baser Bahasa Indo- juga dikatakan oleh Barry (1979) dan
nesia edisi kedua pada tahun 1993 . Istilah Bullough, Shelton, dan Slavin (1988) bahwa
pelacur tetap dibatasi dengan pemaknaan pelacuran cenderung merendahkan derajat
perempuan yang melacur . Istilah lain untuk wanita dan martabat individu, khususnya
menyebut pelac ur adalah sundal, yaitu pe- wanita . Pandangan ini mirip pula dengan
rempuan jalang . Perem-puan jalang adalah Keputusan Menteri Sosial Republik Indo-
perempuan yang Gar, nakal, dan melanggar nesia Nomor 23/HUK/96 bahwa segala
norma susia . Maslh ada kata lain untuk bentuk pelacuran itu bertentangan dengan
menyinonomkan kata pelacur ialah lonte. nilai sosial, agama, dan moral Republik In-
Lonte bersinonim dengan perempuan ja- donesia . Pelacuran cenderung merendah-
lang, WTS, pelacur, dan sundal . kan derajat dan martabat wanita . Namun,
Disebut sebagai WTS karena si wanita pada penerapannya di lapangan, berbagai
tidak mempunyai susila . Si wanita tidak kasus pelacuran di Indonesia hanya dapat
mempunyai adab dan tidak pula bersopan dijerat oleh beberapa pasal KUHP, seperti
santun dalam berhubungan seks menurut pasal 506 tentang perzinaan bagi yang telah
norma masyarakat . Jika dikaitkan dengan kawin; pasal 279 dikenakan bagi mereka
istilah pekerja seks atau pekerja seks ko- yang teribat perdagangan wanita dewasa ;
mersial, barangkab, pare pakar dan prak-tisi dan pasal 296 dikenakan bagi orang yang
itu akan menyatukan WTS (wanita tuna- mensponsori pelacuran atau menjalankan
susia) dan PTS (pria t nasusila) dalam sa- praktik germo . Di dalamnya tidak ditemukan
tu istilah yang tidak membedakan jenis ke- satu pasal pun yang berbicara langsung
lamin. Bila disepakati, sebaiknyalah dilu-rus- tentang pelacuran . Istilah perzinaan, misal-
kan ist ah mi. Pelacur mencakup WTS dan nya, tidak sama dengan pelacuran . Perzina-
PTS . an berarti perbuatan zina, yaitu perbuatan
bersenggama antara laki-laki dan perem-
3. Pelacur dan Konteks Indonesianisme puan yang tidak terikat oleh hubungan pemi-
Di Indonesia, praktik pelacuran, menu-rut kahan atau perkawinan, atau, perbuatan
interprestasi penis, bertentang dengan bersenggama seorang laki-laki yang terikat
sumber dad segala sumber hukum, yaitu perkawinan dengan perempuan yang bukan
Pancasila, khususnya sila pertama, Ketu- istrinya, atau seorang perempuan yang
hanan Yang Maha Esa, dan sila kedua, Ke- terikat perkawinan dengan seorang laki-laki
manusiaan yang Adil dan Beradab . Dalam yang bukan suaminya . Jadi, pelacuran
kaitannya dengan sila pertama, sekuuh aga- berbeda dengan perzinaan dalam arti
ma dan airan kepercayaan yang ada dl denotatif.
Indonesia menyatakan bahwa pelac ur me-

31
Human ore No. 11 Mai - Agues 1999
xl . A . cf1 ,e%iWfiW
Berkaitan dengan pasal 506, misalnya, di dakan yang bensangkutan dengan kejahatan
India, seperti dikatakan oleh Benerji dan atau tindakan yang bersangkutan dengan
Benerji (1989) bahwa perzinaan adalah pe- pelanggaran hukum, yang dapat dihukum
langgaran (penal offense) dan bahkan ini menurut undang-un-dang yang melakukan
berlaku pula di seluruh negeri yang beradab disebut kriminals . Di dalam bidang hukum,
meskipun pemyataan ini mengundang kriminalisasi meru-pakan proses yang mem-
banyak ketidaksetujuan dan perdebatan . perlihatkan peri-laku, yang semula tidak
Menurut Bullough dan Bullough (1988) serta dianggap sebagai peristiwa pidana, tetapi
Davis dan Stasz (1990), perzinaan adalah kemudian digolongkan sebagai peristiwa
hal yang biasa di USA ; demikian pula sikap pidana oleh masyarakat. Hal-hal yang ber-
dan peraturan mendua tentang palacuran, sifat kriminal itulah yang merupakan krimi-
bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan nalitas .
juga di banyak negara . Di negara bagian yang masih menganut
pendapat bahwa pelacuran merupakan tin-
4 . Pelacuran dalam Konteks Penulis Fe-
dakan kriminal, manakala pelacuran dikero-
minis
yok, yang ditahan oleh polisi adalah pelacur
Isu pelacuran masih dianggap sebagai dan tidak termasuk costumer-nya (Davis
isu yang sangat peka dan kompleks bagi dan Stasz, 1990) . Kondisi di negara bagian
kaum feminis . Penggantian istilah pelacur USA, yang masih menganut pendapat bah-
menjadi pekerja seks, atau penyamaan ke- wa pelacuran merupakan tindak kriminal
due istilah itu, menurut hemat penulis, ber- pun ternyata masih mirip dengan perlakuan
akar dari terminologi sex worker yang diaju- terhadap pelacur di Indonesia .
kan oleh para penulis radikal . Dalam banyak Di Australia, misalnya, standar ganda
literatur, istilah sex worker dalam referensi masih diberlakukan . Hanya pelacur jalanan
Barat, sebenarnya, baru muncul pada awal yang dilarang, tetapi toh tuntutan hukum
tahun 1990-an, tetapi hingga referensi tahun hanya diberlakukan pada pelacur, bukan
1996 pun masih banyak penulis feminis costumer-nya (Carpeter, 1994) . Di Gambia,
Barat yang menyebut sex worker sebagai pelacuran dilarang . Bahkan, di Thailand dan
prostitute . Di dalam bahasa Indonesia, pros- Philippina yang dikenal dengan pro-gram
titusi berarti pertukaran hubungan seksual sex tourism, pelacuran adalah illegal. Se-
dengan uang atau hadiah-hadiah sebagai mentara itu, di Senegal, pelacur hams ter-
suatu transaksi perdagangan . Istilah lain daftar dan menurut hukum para pelacur
yang dikenal awam adalah pelacuran . Istilah harus melaporkan din untuk diperiksa ke-se-
prostitusi itu muncul, bahkan sebenamya di hatan (Pickerring dkk ., 1992). Meskipun
antara kaum feminis pun belum ada kesa- pada kenyataannya kedudukan pelacuran
tuan pandang untuk masalah pelacuran ini . masih mengambang, pada umumnya ba-
Oleh satu kelompok feminis radikal, pela- nyak negara di Asia menolak berbagai prak-
curan diperjuangkan agar diakui sebagai tik pelacuran . Pada kenyataannya, se-cara
sebuah pekerjaan yang sah, seperti halnya sembunyi-sembunyi, di negara tersebut ba-
sekretaris . Namun, oleh kelompok lain, pela- nyak terdapat pula praktik pelacuran .
curan tidak dipandang sebagai pekerjaan, Ada pendapat ekstrem yang menyata-
bahkan dianggap merendahkan derajat dan kan bahwa pelacuran itu dibutuhkan ma-
martabat kaum wanita . syarakat untuk tujuan kontrol sosial . Napo-
5 . Persepsi Masalah Pelacuran leon Bonaparte (Bullough dan Bullough,
1988) mengatakan bahwa pelacuran itu di-
Pendapat banyak ahli memperlihatkan perlukan oleh masyarakat . Tanpa ada pela-
bahwa pelacur dan pelacuran di banyak ne- curan, laki-laki akan menyerang kehormatan
gara masih dikenai tuntutan yang kabur de- wanita di jalan-jalan . Coleman dan Cressey
ngan tuntutan hukum yang sangat tleksibel. (1987) melihat adanya aspek positif dad
Di beberapa negara bagian USA, pelacuran pelacuran dan mendukung pendapat Bona-
d ipandang bukan merupakan tindakan kri- parte di atas . Menurutnya, paling tidak ada
minal, tetapi di negara bagian yang lain empat alasan pentingnya mengontrol segala
prostitusi merupakan tindakan kriminal . Tin- bentuk praktik pelacuran . Pertama, pelacur-
dak kriminal, seperti diketahui, adalah tin- an menggoda (solicits) laki-laki yang tidak

32 Humardors No. 11 Mal-AVM tus 1999



tertarik pada pelayanan prostitusi . Kedua, bangunan, pekerja pabrik . Oleh karena itu,
pelacuran melanggar atau membuat risih pemakaian istilah pekerja seks mengindika-
kelompok masyarakat yang tidak menyetu- sikan secara transparan adanya penerimaan
juinya . Ketiga, pelacuran mengundang pe- bahwa melacur adalah bekerja . Karenanya,
nyebaran penyakit kelamin dan HIVIAIDS . status pekerjaan pelacur sama dengan pe-
Keempat, jika rumah bordil atau resosiali- rawat, dokter, psikolog, atau pekerja lain .
sasi ditutup, jumlah pelacur jalanan akan Apabila memang pelacuran telah diakui
meningkat tajam . Hal ini akan membuat sebagai salah satu jenis pekerjaan, hal ini
pelacur sulit dikontrol, balk pengaruhnya bertentangan dengan norma budaya, susila,
maupun penyebaran penyakitnya . Alasan dan kelayakan, bahkan agama bagi bangsa
keempat ini sesuai dengan pendapat Co- Indonesia . Sudah pada saatnya kita ting-
leman dan Cressey (1987), bahwa pening- galkan istilah pekerja seks dan pekerja seks
katan jumlah pelacur jalanan justru akan komersial.
membuat masalah pelacuran menjadi se-
makin serius . Berkaitan dengan ini, ialah DAFTAR PUSTAKA
Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 23/-
HUK/96 yang menyatakan bahwa pemba- Benerji, S .C . dan R . Benerji . 1989 . The
ngunan resosialisasi merupakan hal penting, Castaway of Indian Society: History
khususnya untuk menjaga masyarakat dari of Protitution in India Since Vedic ti-
akibat-akibat negatif pelacuran . mes, based on Sanskrit, Pali, Prakrit
6 . Penutup and Bengali Source . Calcura : Punthi
Pustak.
Dari uraian singkat di atas, dapat dika-ta-
kan bahwa istilah pelacur lebih dipilih dari- Barry, K . 1979 . Female Sexual Slavery .
pada yang lain . Ada beberapa alasan yang New Jersey : Pretice-Hall, Inc .
mendasarinya . Pertama, istilah pela-cur
sudah bebas bias gender. Oleh sebab itu, Bullough, V.L., Shelton, B ., dan Slavin, S .,
istilah ini dapat digunakan untuk pelacur 1988 . The Subordinated sex: A
wanita maupun pria . Masyarakatlah yang History of Attitudes Toward Wo-
menggeser pikirannya atas istilah itu bahwa men . Athens : The University of
istilah pelacur mencakup balk pelaku pria Georgia Press .
maupun wanita . Kedua, arti pelacur, balk
secara denotatif maupun konotatif, Iebih Carpeter, B. 1994 . "The Dilemma of Prosti-
lengkap dan spesifik . Ketiga, istilah pekerja tution for Feminists" Sosial Aalter-
seks berlaku sangat Iuas, kurang spesifik, natives Vol . 12 . No . 4 hIm . 25-28 .
dan dapat memberikan makna ganda.
Misalnya, pekerja di pant pijat belum tentu Coleman, J .W . dan Cressey, D .R . 1987 .
melacur, dalam arti menjual diri dalam Sosial Problems. New York : Harper
layanan seksual kepada pasangannya . Ke- & Row Publishers .
empat, tidak semua pelacur adalah pekerja
seks . Pada saat-saat tertentu, manakala Davis . N .J . dan C . Stasz . 1990 . Sosial Con-
pelacur berhubungan seks dengan pe- trol of Deviance: A Critical Per-
Ianggan atau "pacar"-nya dan tidak terjadi spective : New York : McGraw-Hill Pu-
transaksi uang, atau, mereka berhubungan blishing Co .
seks di luar konteks kontrol germo istilah
pekerja seks menjadi kurang tepat, tetapi Pickering, H ., Todd, J ., Dunn, D .F ., Pepin, J .
masih dapat secara tegas masuk kategod dan A . . Walkins . 1992 . "Prostitutes
tindak pelacuran . Germo sering disebut- and Their Clients : A Gambian Sur-
sebut sebagai mucikari, yaiitu induk semang vey" Sosial Science Medicine Vol .
bagi perempuan pelacur. Kelima, istilah 34 . No . 1 . HIm . 75-88 .
pekerja seks dapat diartikan sebagai pe-
ngakuan bahwa melacur merupakan pe-
kerjaan, para pelacur itu jugs merupakan
pekerja, seperti halnya, misainya, pekerja

Humaniora No . 11 Mei - Agustus 1999 33

Anda mungkin juga menyukai