bAB II DAN III
bAB II DAN III
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa
diketahui secara pasti. Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang
terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang
dianggap benar-benar mutlak.
Pada kehamilan dengan preeklamsia dapat terjadi tekanan intra uterin atau
kelainan pada pembuluh darah sehingga aliran darah di uteri plasenta terganggu yang
akibatnya terjadi iskemia uteri. Hal ini dapat menimbulkan pengeluaran renin dan
terjadi penurunan aliran darah dari uterus mengalir keseluruh tubuh ibu dalam
merangsang angiotensi I dan II yang mempunyai khasiat dalam spasme pembuluh
darah dan menimbulkan hipertensi.
Istilah eklamsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti “halilintar”. Kata
tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklamsia timbul dengan tiba-tiba
tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklamsia adalah preeklamsia
yang disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma.
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini
terjadi, istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama
karena eklampsia merupakan peningkatan dari pre-eklamsia yang lebih berat dan
berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Pre-eklampsia berat dan
eklampsia merupakan risiko yang membahayakan ibu di samping membahayakan
janin melaluiplacenta.Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena
eklampsia. Insidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100
sampai1:1700.
Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang
kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami
kejang, Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran
dan kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau
perdarahan otak. Oleh karena itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus
dihindari. Karena eklampsia menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih
tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan preeklamsia dan eklamsia ?
2. Apa epidemologi dari preeklamsia dan eklamsia ?
3. Bagaimana patofisiologi preeklamsia dan eklamsia ?
4. Apa saja tanda dan gejala preeklamsia dan eklamsia ?
5. Bagaimana cara penanganan preeklamsia dan eklamsia ?
6. Apa saja klasifikasi dan etiologi preeklamsia dan eklamsi ?
7. Bagaimana penatalaksanaan pada preeklamsia dan eklamsia ?
8. Bagaimana prinsip pencegahan pada pre eklamsi dan eklamsi ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan preeklamsia dan eklamsia.
2. Untuk mengetahui epidemologi dari preeklamsia dan eklamsia.
3. Untuk mengetahui patofisiologi dari preeklamsia dan eklamsia.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari preeklamsia dan eklamsia.
5. Untuk mengetahui cara penanganan preeklamsia dan eklamsia.
6. Untuk mengetahui klasifikasi dan etiologi preeklamsi dan eklamsi.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari preeklamsia dan eklamsi.
8. Untuk mengetahui prinsip pencegahan pada preeklamsi dan eklamsi.
D. Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai kegawatdaruratan yaitu pre-eklampsia dan
eklampsi dan hipertensi dalam kehamilan
2. Mengetahui penanganan kegawatdaruratan pre-eklampsia dan eklampsi dan
hipertensi dalam kehamilan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PRE EKLAMSIA
1. Pengertian
Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia
kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai dengan meningkatnya
tekanan darah menjadi 140/90 mmHg. (Sitomorang, dkk 2016)
Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
(Praworihadrjo, 2009). Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang
ditandai dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu,
disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Nugroho, 2012).
Hipertensi biasanya lebih dahulu timbul daripada tanda-tanda yang lain. Untuk
menegakkan diagnosa Pre-Eklamsia kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau
lebih. Kenaikan tekanan diagnostik lebih dapat dipercaya apabila tekanan distolik
meningkat 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan
tekanan darah dilakukan minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam pada keaadaan
istirahat.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan sistolik
harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan atau mencapai
140 mmHg atau lebih.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebih dalam jaringan tubuh
dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta embengkakan kaki, jari
tangan dan muka. Oedema Pretibal yang ringan sering terjadi pada kehamilan biasa,
sehingga tidak berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan
½ kg setiap minggu masih normal tetapi jika kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
setiap minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap
timbulnya pre-eklamsia (Marmi, 2011).
2. Epidimiologi
Prevalensi pre eklamsi berfariasi sesuai karakteristik populasi dan definisi yang
digunakan untuk menerangkanya ( Chappell et all,1999 ) terjadi kurang dari 5%
dalam kebanyakan populasi, dan study prospektif menunjukan insiden dibawah
2,2%, bahkan pada populasi primigravida yang diketahui prevalensinya lebih tinggi (
Higgins et all, 1997 dalam asuhan kebidanan persalinan dan kelahian,2006).
3. Patofisiologi
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkaan sensitifitas vaskuler terhadap
angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler,
akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh
darah kesemua organ, fungsi-fungsi organ, seperti plasenta, ginjal, hati, dan otak
menurun sampai 40-60%. Gangguan plasenta menimbukan degenerasi pada plasenta
dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktifitas uterus dan sensitifitas
terhadap oksitosin meningkat.
Penurunan perfungsi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan
glomerolus, protein keluar melalui urine, asam urat menurun, tekanan osmotik
plasma menurun, cairan keluar dari intravaskuler, menyebabkan hemokonsentrasi
peningkatan fiskositas darah dan edema jaringan berat dan peningkatan hematokrit.
Penurunan perfungsi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan
hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium atau
nyeri pada kuadram atas.
Mochtar (1999;199) dalam Marmi (2011) menjelaskan bahwa pada pre-eklamsi
terjadi pada spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola Glomerolus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriole sedemikian sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola didalam tubuh mengalami spasme maka tekanan
darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar
oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intestinal belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus
(Marmi,2011).
Teori lain yang lebih masuk akal adalah bahwa preeklampsia merupakan akibat
dari keadaan imun atau alergi pada ibu. Selain itu terdapat bukti bahwa preeklampsi
diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta, yang mengakibatkan pelepasan
substansi plasenta sehingga menyebabkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas
(Hutabarat dkk, 2016).
5. Klasifikasi.
Klasifikasi pre eklamsi dibagi menjadi 2 golongan:
a. Pre-eklamsia ringan.
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih
(diukur pada posisi berbaring terlentang) atau kenaikan sistolik 30 mmHg
atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan
dengan jarak.
2) Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau 2+.
3) Edema pada kaki, jari tangan, muka dan berat badan naik >1 kg/minggu.
b. Pre-eklamsia berat.
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5gr/lt atau lebih.
3) Oliguria (jumlah urine <500 cc per 2 jam.
4) Terdapat edema paru dan sianosis.
5) Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium.
6. Etiologi
Penyebab timbulnya preeklamsi pada ibu hamil belum diketahui secara pasti,
tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola. Faktor-faktor lain yang
diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklamsi antara lain: primigravida,
kehamilan ganda, hidramion, molahidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu
kurang dari 18 thun atau lebih dari 35 tahun serta anemia.
Penyebab pre-eklamsia secara pasti belum diketahui, namun pre-eklamsia sering
terjadi pada:
a. Primigravida.
b. Tuanya kehamilan.
c. Kehamilan ganda.
8. Penanganan
a. Penanganan pre eklamsia ringan:
1) Rawat jalan
a) Banyak istirahat (berbaring tidur miring).
b) Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
c) Sedative ringan (jika tidak bisa istirahat) tablet Fenobarbital 3x30
mg peroral selama 2 hari.
d) Roboransia.
e) Kunjungan ulang tiap 1 minggu.
2) Jika dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit.
a) Pada kehamilan preterm (kurang dari 37 minggu).
(1) Jika tekanan darah mencapai normotensif selama perawatan
persalinan ditunggu sampai aterm.
(2) Bila tekanan darah turun tetapi belum mencapai normotensif
selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada
kehamilan lebih dari 37 minggu.
b) Pada kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu).
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan
induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
3) Cara Persalinan
Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kala II
dengan bantuan bedah obstetri.
b. Penanganan pre eklamsia berat di rumah sakit:
Penanganan aktif:
1) Indikasi
Indikasi perawatan aktif ialah bila di dapatkan satu atau lebih keadaan ini pada
ibu:
a) Kehamilan lebih dari 37 minggu.
b) Adanya tanda-tanda impending.
c) Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
Pada janin:
a) Adanya tanda-tanda fetal distres.
b) Adanya tanda-tanda IUFD (Marmi,2011).
9. Pentalaksanaan
Prinsip penatalaksanaaan preeklamsia:
a. Melindungi ibu dari efek peningkatan darah
b. Mencegah progesifitas penyskit menjadi eklamsia
c. Mengtasi atau menurunkan resiko janin ( solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin).
d. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin
setelah matur atau imatur jka diketahui bahwa resiko janin atau ibu akan lebih
berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Penatalaksanaan preeklamsi ringan ( TD <140/90 mmHg ):
a. Dapat dikatakan tidak beresiko bagi ibu dan janin
b. Tidak perlu segera diberi obat anti hipertensi dan tidak perlu dirawat, kecuali
tekanan darah meningka terus ( batas aman : 140-150/90-100mmHg
c. Istirahat yang cukup ( berbaring 4 jam pada siang hari dan 8 jam pada malam
hari ) diet rendah garam, tinggi protein.
d. Jika maturitas janin masih lama lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1minggu
e. Indikasi dirawat, jika ada pemburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2
minggu rawat jalan
f. Jika dalam perawatan tidak ada perbaikaN, tatalaksana sebagai preeklamsi berat
Penatalaksanaan preeklamsi berat ( tekanan darah > 160/90 mmHg). Dapat
ditangani secara konservatif atau aktif:
a. Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersaam dengan
pemberian pengobatan medisinal ( untuk kehamilan < 35 minggu tanpa
disertai tanda inpending eklamsia dengan keadaan janin baik.
b. Penanganan aktif
Apabila ibu memiliki satu atau lebih kriteria berikut:
1) Ada tanda-tanda impending eklamsia
2) Ada HELLP syndrom
3) Ada kegagalan penanganan konservatif
4) Ada tanda-tnda pertumbuhan janin terhambat
5) Usia kehamilan > 35 minggu
6) Mak ibu harus dirawat dirumah sakit, khususnya kamar bersalin
7) Pemberian pengobtan medisianal: anti kejang
8) Terminasi kehamilan : bila pasien belum inpartu dilakukan induksi
persalinan
9) Persalianan SC dilakukan apabila syarat induksi persalinan tidak
terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
10. Komplikasi
Kejang (eklampsia) Eklampsia adalah keadaan ditemukannya serangan kejang
tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa
nifas yang sebelumnya menunjukan gejala preeklampsia (Prawirohardjo, 2010).
Preeklampsia pada awalnya ringan sepanjang kehamilan, namun pada akhir
kehamilan berisiko terjadinya kejang yang dikenal eklampsia. Jika eklampsia tidak
ditangani secara cepat dan tepat, terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan
perdarahan otak yang berakhir dengan kematian (Natiqotul, 2016).
B. EKLAMSIA
1. Pengertian.
Istilah eklamsi berasal dari bahasa yunani berarti halilintar. Kata tersebut
dipakai karna seolah-olah gejala eklamsi timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
tanda-tanda lain. Eklamsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalampersalinan
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya, wanita
tersebut menunjukan gejala-gejala preeklamsi ( kejang-kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologic ). ( PB POGI,1991 ).
Eklamsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam masa persalinan atau nifas
yang ditadai dengan timbulnya kejang atau demam ( Dr. Handaya,dkk ).
Eklamsia merupakan serangan konvulsi yang biasa terjadi pada kehamilan,
tetapi tidak selalu komplikasi dari pre eklamsi. Konvulsi dapat terjadi sebelum,
selama dan sesudah persalinan. Jika ANC dan INC mempunyai standar yang tinggi,
konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72 jam
setelahnya. Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus dilakukan dan
dilanjutkan selama periode postpartum (Marmi,2011).
2. Epidemologi
Frekuensi eklamsi berfariasi. Frekuensi rendah ada umumnya merupakan
petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik dan penanganan
preeklamsia yang sempurna dinegara yang sedang berkembang, frekuensi dilaporkan
berkisar anta 0,3-0,7%. Sedangkan dinegara maju anagka tersebut lebih kecil, yaitu
0,05-0,1%.
3. Patofisiologi
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsi dijumpai kadar aldosteron
yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal.
Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air
dan natrium. Serta pada eklampsia permehabilitas pembuluh darah terhadap protein
meningkat. Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin
terganggu sehingga terjadi gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena
kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi partus
prematurus.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang
penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam
dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan
antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada
kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi
glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria atau anuria. Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan
retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran
kehamilan . Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2
bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan
terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia.
Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa
resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi
pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada
eklampsia akan menurun. Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang
menyertai eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke
ruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein
serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet
darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke
jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan
keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai
sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan.
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk
sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus,
sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi
bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada
kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek
dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.
5. Klasifikasi
Klasifikasi menurut saat terjadinya eklampsi dikenal dengan istilah:
a. Eklampsi antepartum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (paling
sering setelah 20 minggu kehamilan)
b. Eklampsi intrapartum ialah eklampsi sewaktu persalinan.
c. Eklampsi postpartum ialah eklampsi setelah persalinan.
Klasifikasi ditinjau dari tuanya kehamilan
a. Kehamilan trimester pertama : ( 0 – 12 minggu)
b. Kehamilan trimester kedua : (12 – 28 minggu)
c. Kehamilan trimester ketiga : (28 – 40 minggu)
6. Etiologi
Dalam eklamsi berat terdapat hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme
kuat oedem. Hipoksia serebral menunjukkan kenaikan dysthytmia serebral dan ini
mungkin terjadi karena konvulsi. Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar
dysrhytmia serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih
kuat dari pre eklamsi.
Ada satu tanda eklamsi, bernama konvulsi eklamsi. Empat fasenya antara lain:
a) Tahap Premonitory. Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika observasi
pada ibu tidak tetap. Mata dibuka, ketika wajah dan otot tangannya
sementara kejang.
b) Tahap Tonic. Hampir seluruh otot-otot wanita segera menjadi serangan
spasme. Genggamannya mengepal, tangan dan lengannya kaku. Dia
menyatukan gigi dan bisa saja menggigit lidahnya. Kemudian otot
respirasinya dalam spasme, dia berhenti bernafas dan warnanya berubah
sianosis. Spasme ini berlangsung sekitar 30 detik..
c) Tahap Klonik. Spasme berhenti, pergerakan otot menjadi tersendat-sendat
dan serangan menjadi meningkat. Seluruh tubuhnya bergerak-gerak dari
satu sisi kesisi yang lain, sementara terbiasa, sering saliva blood-strained
terlihat pada bibirnya.
d) Tahap Comatose. Wanita dapat tidak sadar dan mungkin nafasnya berbunyi.
Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap bengkak. Kadang-kadang sadar
dalam beberapa menit atau koma untuk beberapa jam (Marmi,2011).
8. Penangan eklamsi
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :
a. Beri obat anti konvulsan
b. Perlengkapan untuk penanganan kejang
c. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d. aspirasi mulut dan tenggorokan
e. baringkan pasien pada sisi kiri
f. posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
g. berikan oksigen 4 – 6 liter / menit.
9. Penatalaksanaan
a. Menghentikan / mencegah kejang
b. Mempertahankan fungsi organ vital
c. Koreksi hipoksia / asidosis
d. Mengendalikan tekanan darah dalam batas aman
e. Pengakhiran kehamilan
Mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, untuk mencapai
stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.
Penatalaksanaan umum yang dilakukan pada ibu dengan eklampsia, adalah sebagai
berikut :
a. Ibu dirawat di rumah sakit dengan perawatan intensif.
b. Penanganan kejang :
1) Hindari pemeriksaan yang berulang-ulang untuk mengurangi rangsangan
kejang.
2) Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, suction, masker
oksigen, oksigen) untuk mempertahankan jalan nafas yang bebas, pemberian
oksigen, menghindari tergigitnya lidah).
c. Pemberian cairan intravena
d. Obat-obatan : anti kejang (MgSO4)
e. Sikap dasar : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah
keselamatan ibu. Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika
dan metabolisme ibu, cara terminasi dengan prinsip trauma ibu seminimal
mungkin (dr. Handaya, dkk).
10. Komplikasi
a. Solusio plasenta
b. Hipofibrinogemia
c. Hemolisis
d. Perdarahan otak
Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
sampai 1 minggu, perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apofleksia serebri.
e. Edema baru
f. Nekrosis hati
g. Sindroma HELLP
h. Kelainan ginjal
i. Komplikasi lain: lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh dan DIC.
j. Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterine.
Pengelolaan kejang:
ANTI HIPERTENSI
1. Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam
2. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg
Nifedipin sublingual.
3. Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan
lagi Labetolol 20 mg oral.
PERSALINAN
1. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
2. Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
3. Lakukan pemantauan jumlah urin
RUJUKAN
PROSEDUR RUJUKAN
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.
https://www.academia.edu/19161174/Makalah_Gadar_Preeklamsia