Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Preeklamsi adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
disertai dengan proteinuria. Penyebab penyakit ini sampai sekarang belum bisa
diketahui secara pasti. Namun banyak teori yang telah dikemukakan tentang
terjadinya hipertensi dalam kehamilan tetapi tidak ada satupun teori tersebut yang
dianggap benar-benar mutlak.
Pada kehamilan dengan preeklamsia dapat terjadi tekanan intra uterin atau
kelainan pada pembuluh darah sehingga aliran darah di uteri plasenta terganggu yang
akibatnya terjadi iskemia uteri. Hal ini dapat menimbulkan pengeluaran renin dan
terjadi penurunan aliran darah dari uterus mengalir keseluruh tubuh ibu dalam
merangsang angiotensi I dan II yang mempunyai khasiat dalam spasme pembuluh
darah dan menimbulkan hipertensi.
Istilah eklamsia berasal dari bahasa Yunani dan berarti “halilintar”. Kata
tersebut dipakai karena seolah-olah gejala-gejala eklamsia timbul dengan tiba-tiba
tanpa didahului oleh tanda-tanda lain. Secara defenisi eklamsia adalah preeklamsia
yang disertai dengan kejang tonik klonik disusul dengan koma.
Pre-eklampsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit, yakni yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, walaupun belum jelas bagaimana hal ini
terjadi, istilah kesatuan penyakit diartikan bahwa kedua peristiwa dasarnya sama
karena eklampsia merupakan peningkatan dari pre-eklamsia yang lebih berat dan
berbahaya dengan tambahan gejala-gejala tertentu. Pre-eklampsia berat dan
eklampsia merupakan risiko yang membahayakan ibu di samping membahayakan
janin melaluiplacenta.Setiap tahun sekitar 50.000 ibu meninggal di dunia karena
eklampsia. Insidens eklampsia di negara berkembang berkisar dari 1:100
sampai1:1700.
Beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang tetap ringan sepanjang
kehamilan. Pada stadium akhir yang disebut eklampsia, pasien akan mengalami
kejang, Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat akan terjadi kehilangan kesadaran
dan kematian karena kegagalan jantung, kegagalan ginjal, kegagalan hati atau
perdarahan otak. Oleh karena itu kejadian kejang pada penderita eklampsia harus
dihindari. Karena eklampsia menyebabkan angka kematian sebesar 5% atau lebih
tinggi.

B.       Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan preeklamsia dan eklamsia ?
2.      Apa epidemologi dari preeklamsia dan eklamsia ?
3.      Bagaimana patofisiologi preeklamsia dan eklamsia ?
4.      Apa saja tanda dan gejala preeklamsia dan eklamsia ?
5.      Bagaimana cara penanganan preeklamsia dan eklamsia ?
6.      Apa saja klasifikasi dan etiologi preeklamsia  dan eklamsi ?
7.      Bagaimana penatalaksanaan pada preeklamsia dan eklamsia ?
8.      Bagaimana prinsip pencegahan pada pre eklamsi dan eklamsi ?

C.       Tujuan
1.      Untuk mengetahui yang dimaksud dengan preeklamsia dan eklamsia.
2.      Untuk mengetahui epidemologi dari preeklamsia dan eklamsia.
3.      Untuk mengetahui patofisiologi dari preeklamsia dan eklamsia.
4.      Untuk mengetahui tanda dan gejala dari preeklamsia dan eklamsia.
5.      Untuk mengetahui cara penanganan preeklamsia dan eklamsia.
6.      Untuk mengetahui klasifikasi dan etiologi preeklamsi dan eklamsi.
7.      Untuk mengetahui penatalaksanaan dari preeklamsia dan eklamsi.
8.      Untuk mengetahui prinsip pencegahan pada preeklamsi dan eklamsi.

D.       Manfaat
1. Menambah pengetahuan mengenai kegawatdaruratan yaitu pre-eklampsia dan
eklampsi dan hipertensi dalam kehamilan
2. Mengetahui penanganan kegawatdaruratan pre-eklampsia dan eklampsi dan
hipertensi dalam kehamilan
BAB II
TINJAUAN TEORI

A.      PRE EKLAMSIA
1.        Pengertian
Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan usia
kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai dengan meningkatnya
tekanan darah menjadi 140/90 mmHg. (Sitomorang, dkk 2016)
Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan
(Praworihadrjo, 2009). Preeklampsia adalah hipertensi pada kehamilan yang
ditandai dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah umur kehamilan 20 minggu,
disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam (Nugroho, 2012).
Hipertensi biasanya lebih dahulu timbul daripada tanda-tanda yang lain. Untuk
menegakkan diagnosa Pre-Eklamsia kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau
lebih. Kenaikan tekanan diagnostik lebih dapat dipercaya apabila tekanan distolik
meningkat 15 mmHg atau lebih atau menjadi 90 mmHg atau lebih. Pemeriksaan
tekanan darah dilakukan minimal 2x dengan jarak waktu 6 jam pada keaadaan
istirahat.
Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda lain. Kenaikan sistolik
harus 30 mmHg atau lebih diatas tekanan yang biasanya ditemukan atau mencapai
140 mmHg atau lebih.
Edema ialah penimbunan cairan secara umum dan berlebih dalam jaringan tubuh
dan biasanya dapat diketahui dari kenaikan berat badan serta embengkakan kaki, jari
tangan dan muka. Oedema Pretibal yang ringan sering terjadi pada kehamilan biasa,
sehingga tidak berarti untuk penentuan diagnosis pre-eklamsi. Kenaikan berat badan
½ kg setiap minggu masih normal tetapi jika kenaikan berat badan 1 kg atau lebih
setiap minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan terhadap
timbulnya pre-eklamsia (Marmi, 2011).

2.      Epidimiologi
Prevalensi pre eklamsi berfariasi sesuai karakteristik populasi dan definisi yang
digunakan untuk menerangkanya ( Chappell et all,1999  ) terjadi kurang dari 5%
dalam kebanyakan populasi, dan study prospektif menunjukan insiden dibawah
2,2%, bahkan pada populasi primigravida yang diketahui prevalensinya lebih tinggi (
Higgins et all, 1997 dalam asuhan kebidanan persalinan dan kelahian,2006).

3.      Patofisiologi
Pada beberapa wanita hamil, terjadi peningkaan sensitifitas vaskuler terhadap
angiotensin II. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler,
akibatnya akan terjadi vasospasme. Vasospasme menurunkan diameter pembuluh
darah kesemua organ, fungsi-fungsi organ, seperti plasenta, ginjal, hati, dan otak
menurun sampai 40-60%. Gangguan plasenta menimbukan degenerasi pada plasenta
dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada fetus. Aktifitas uterus dan sensitifitas
terhadap oksitosin meningkat.
Penurunan perfungsi ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan
glomerolus, protein keluar melalui urine, asam urat menurun, tekanan osmotik
plasma menurun, cairan keluar dari intravaskuler, menyebabkan hemokonsentrasi
peningkatan fiskositas darah dan edema jaringan berat dan peningkatan hematokrit.
Penurunan perfungsi hati menimbulkan gangguan fungsi hati, edema hepar dan
hemoragik sub-kapsular menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri epigastrium atau
nyeri pada kuadram atas.
Mochtar (1999;199) dalam Marmi (2011) menjelaskan bahwa pada pre-eklamsi
terjadi pada spasme pembuluh darah yang disertai dengan retensi garam dan air. Pada
biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola Glomerolus. Pada beberapa kasus,
lumen arteriole sedemikian sempitnya sehingga nyata dilalui oleh satu sel darah
merah. Jadi jika semua arteriola didalam tubuh mengalami spasme maka tekanan
darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar
oksigen jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang
disebabkan oleh penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intestinal belum
diketahui sebabnya, mungkin karena retensi air dan garam. Proteinuria dapat
disebabkan oleh spasme arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerolus
(Marmi,2011).
Teori lain yang lebih masuk akal adalah bahwa preeklampsia merupakan akibat
dari keadaan imun atau alergi pada ibu. Selain itu terdapat bukti bahwa preeklampsi
diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta, yang mengakibatkan pelepasan
substansi plasenta sehingga menyebabkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas
(Hutabarat dkk, 2016).

4.        Tanda dan Gejala.


Tanda-tanda pre eklamsi biasanya timbul dalam urutan pertambahan berat badan
yang berlebihan, diikuti oedema, hipertensi dan akhirnya proteinuria. Pada pre
eklamsi ringan tidak ditemukan gejala-gejala subyektif, pada eklamsi ditemukan
sakit kepala didaerah frontal, skotoma, diploma, penglihatan kabur, nyeri didaerah
epigastrium, mual dan muntah-muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada pre-
eklamsi yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklamsi akan timbul.
Ciri-ciri preeklamsi berat diantaranya yaitu:
a.       Hipertensi dengan tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih diukur minimal 2x
dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat
b.      Proein urine 5 gram/24jam atau lebih, +++ atau ++++ pada pemeriksaan
kualitatif
c.       Oliguria, urine 400ml/24 jam atau kurang
d.      edema paru-paru, sianosis
e.       tanda gejala lain yaitu sakit kepala berat, masalah penglihatan, padangnan kabur
dan spasme arteri retina funduskopi, nyeri episgastrium,mual muntah serta emosi
dan mudah marah
f.       pertumbuhan janin intrauterin terlambat
g.      adanya HEELLP syndrome ( H=Hemolysis, ELL=Elfatedliverenzym, p=low
platelet count ).

5.        Klasifikasi.
Klasifikasi pre eklamsi dibagi menjadi 2 golongan:
a.       Pre-eklamsia ringan.
1)        Tekanan darah 140/90 mmHg atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih
(diukur pada posisi berbaring terlentang) atau kenaikan sistolik 30 mmHg
atau lebih. Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2x pemeriksaan
dengan jarak.
2)        Proteinuria 0,3 gr/lt atau 1+ atau 2+.
3)        Edema pada kaki, jari tangan, muka dan berat badan naik >1 kg/minggu.
b.      Pre-eklamsia berat.
1)        Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2)        Proteinuria 5gr/lt atau lebih.
3)        Oliguria (jumlah urine <500 cc per 2 jam.
4)        Terdapat edema paru dan sianosis.
5)        Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan rasa nyeri di epigastrium.

6.      Etiologi
Penyebab timbulnya preeklamsi pada ibu hamil belum diketahui secara pasti,
tetapi pada umumnya disebabkan oleh vasospasme arteriola. Faktor-faktor lain yang
diperkirakan akan mempengaruhi timbulnya preeklamsi antara lain: primigravida,
kehamilan ganda, hidramion, molahidatidosa, multigravida, malnutrisi berat, usia ibu
kurang dari 18 thun atau lebih dari 35 tahun serta anemia.
Penyebab pre-eklamsia secara pasti belum diketahui, namun pre-eklamsia sering
terjadi pada:
a.         Primigravida.
b.        Tuanya kehamilan.
c.         Kehamilan ganda.

7.        Prinsip pencegahan pre eklamsia


a.         Pencegahan/ANC yang baik: ukuran tekanan darah, timbangan berat badan,
ukur kadar protein tiap minggu.
b.        Diagnosa dini/tepat: diet, kalau perlu pengakhiran kehamilan.

8.        Penanganan
a.         Penanganan pre eklamsia ringan:
1)        Rawat jalan
a)        Banyak istirahat (berbaring tidur miring).
b)        Diet: cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.
c)        Sedative ringan (jika tidak bisa istirahat) tablet Fenobarbital 3x30
mg peroral selama 2 hari.
d)       Roboransia.
e)        Kunjungan ulang tiap 1 minggu.
2)        Jika dirawat di Puskesmas atau Rumah Sakit.
a)        Pada kehamilan preterm (kurang dari 37 minggu).
(1)     Jika tekanan darah mencapai normotensif selama perawatan
persalinan ditunggu sampai aterm.
(2)     Bila tekanan darah turun tetapi belum mencapai normotensif
selama perawatan maka kehamilannya dapat diakhiri pada
kehamilan lebih dari 37 minggu.
b)        Pada kehamilan aterm (lebih dari 37 minggu).
Persalinan ditunggu spontan atau dipertimbangkan untuk melakukan
induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan.
3)        Cara Persalinan
Persalinan dapat dilakukan spontan bila perlu memperpendek kala II
dengan bantuan bedah obstetri.
b.        Penanganan pre eklamsia berat di rumah sakit:
Penanganan aktif:
1)      Indikasi
Indikasi perawatan aktif ialah bila di dapatkan satu atau lebih keadaan ini pada
ibu:
a)        Kehamilan lebih dari 37 minggu.
b)        Adanya tanda-tanda impending.
c)        Kegagalan terapi pada perawatan konservatif.
Pada janin:
a)        Adanya tanda-tanda fetal distres.
b)        Adanya tanda-tanda IUFD (Marmi,2011).

9.      Pentalaksanaan
Prinsip penatalaksanaaan preeklamsia:
a.       Melindungi ibu dari efek peningkatan darah
b.      Mencegah progesifitas penyskit menjadi eklamsia
c.       Mengtasi atau menurunkan resiko janin ( solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin).
d.      Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin
setelah matur atau imatur jka diketahui bahwa resiko janin atau ibu akan lebih
berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Penatalaksanaan preeklamsi ringan ( TD <140/90 mmHg ):
a.       Dapat dikatakan tidak beresiko bagi ibu dan janin
b.      Tidak perlu segera diberi obat anti hipertensi dan tidak perlu dirawat, kecuali
tekanan darah meningka terus ( batas aman : 140-150/90-100mmHg
c.       Istirahat yang cukup ( berbaring 4 jam pada siang hari dan 8 jam pada malam
hari ) diet rendah garam, tinggi protein.
d.      Jika maturitas janin masih lama lanjutkan kehamilan, periksa tiap 1minggu
e.       Indikasi dirawat, jika ada pemburukan, tekanan darah tidak turun setelah 2
minggu rawat jalan
f.       Jika dalam perawatan tidak ada perbaikaN, tatalaksana sebagai preeklamsi berat
Penatalaksanaan preeklamsi berat ( tekanan darah > 160/90 mmHg). Dapat
ditangani secara konservatif atau aktif:
a.       Konservatif berarti kehamilan tetap dipertahankan bersaam dengan
pemberian pengobatan medisinal ( untuk kehamilan < 35 minggu tanpa
disertai tanda inpending eklamsia dengan keadaan janin baik.
b.      Penanganan aktif
Apabila ibu memiliki satu atau lebih kriteria berikut:
1)      Ada tanda-tanda impending eklamsia
2)      Ada HELLP syndrom
3)      Ada kegagalan penanganan konservatif
4)      Ada tanda-tnda pertumbuhan janin terhambat
5)      Usia kehamilan > 35 minggu
6)      Mak ibu harus dirawat dirumah sakit, khususnya kamar bersalin
7)      Pemberian pengobtan medisianal: anti kejang
8)      Terminasi kehamilan : bila pasien belum inpartu dilakukan induksi
persalinan
9)      Persalianan SC dilakukan apabila syarat induksi persalinan tidak
terpenuhi atau ada kontraindikasi persalinan pervaginam.
10. Komplikasi
Kejang (eklampsia) Eklampsia adalah keadaan ditemukannya serangan kejang
tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa
nifas yang sebelumnya menunjukan gejala preeklampsia (Prawirohardjo, 2010).
Preeklampsia pada awalnya ringan sepanjang kehamilan, namun pada akhir
kehamilan berisiko terjadinya kejang yang dikenal eklampsia. Jika eklampsia tidak
ditangani secara cepat dan tepat, terjadilah kegagalan jantung, kegagalan ginjal dan
perdarahan otak yang berakhir dengan kematian (Natiqotul, 2016).

B.       EKLAMSIA
1.        Pengertian.
Istilah eklamsi berasal dari bahasa yunani berarti halilintar. Kata tersebut
dipakai karna seolah-olah gejala eklamsi timbul dengan tiba-tiba tanpa didahului
tanda-tanda lain. Eklamsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalampersalinan
atau nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya, wanita
tersebut menunjukan gejala-gejala preeklamsi ( kejang-kejang timbul bukan akibat
kelainan neurologic ). ( PB POGI,1991 ).
Eklamsi adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam masa persalinan atau nifas
yang ditadai dengan timbulnya kejang atau demam ( Dr. Handaya,dkk ).
Eklamsia merupakan serangan konvulsi yang biasa terjadi pada kehamilan,
tetapi tidak selalu komplikasi dari pre eklamsi. Konvulsi dapat terjadi sebelum,
selama dan sesudah persalinan. Jika ANC dan INC mempunyai standar yang tinggi,
konvulsi postpartum akan lebih sering terhindar. Ini terjadi lebih dari 48-72 jam
setelahnya.  Monitor tekanan darah dan urin untuk proteinuria harus dilakukan dan
dilanjutkan selama periode postpartum (Marmi,2011).

2.      Epidemologi
Frekuensi eklamsi berfariasi. Frekuensi rendah ada umumnya merupakan
petunjuk tentang adanya pengawasan antenatal yang baik dan penanganan
preeklamsia yang sempurna dinegara yang sedang berkembang, frekuensi dilaporkan
berkisar anta 0,3-0,7%. Sedangkan dinegara maju anagka tersebut lebih kecil, yaitu
0,05-0,1%.
3.      Patofisiologi
Kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan cairan yang
berlebihan dalam ruang interstitial. Bahwa pada eklampsi dijumpai kadar aldosteron
yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari pada kehamilan normal.
Aldosteron penting untuk mempertahankan volume plasma dan mengatur retensi air
dan natrium. Serta pada eklampsia permehabilitas pembuluh darah terhadap protein
meningkat. Pada plasenta dan uterus terjadi penurunan aliran darah ke plasenta
mengakibatkan gangguan fungsi plasenta. Pada hipertensi pertumbuhan janin
terganggu sehingga terjadi gawat-janin sampai menyebabkan kematian karena
kekurangan oksigenisasi. Kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap
perangsangan sering terjadi pada eklampsia, sehingga mudah terjadi partus
prematurus.
Perubahan pada ginjal disebabkan oleh aliran darah ke dalam ginjal menurun,
sehingga menyebabkan filtrasi glomerulus berkurang. Kelainan pada ginjal yang
penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan mungkin dengan retensi garam
dan air. Mekanisme retensi garam dan air akibat perubahan dalam perbandingan
antara tingkat filtrasi glomelurus dan tingkat penyerapan kembali oleh tubulus. Pada
kehamilan normal penyerapan ini meningkat sesuai dengan kenaikan filtrasi
glomerulus. Penurunan filtrasi glomelurus akibat spasmus arteriolus ginjal
menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan
retensi garam dan retensi air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari
normal, sehingga menyebabkan diuresis turun pada keadaan lanjut dapat terjadi
oliguria atau anuria. Pada retina tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada  beberapa arteri jarang terlihat perdarahan atau eksudat. Pelepasan
retina disebabkan oleh edema intraokuler dan merupakan indikasi untuk pengakhiran
kehamilan . Setelah persalinan berakhir, retina melekat lagi dalam 2 hari sampai 2
bulan. Skotoma, diplopia, dan ambiliopia merupakan gejala yang menunjukkan akan
terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan aliran darah dalam
pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
Edema paru-paru merupakan sebab utama kematian penderita eklampsia.
Komplikasi disebabkan oleh dekompensasio kordis kiri. Perubahan pada otak bahwa
resistensi pembuluh darah dalam otak pada hipertensi dalam kehamilan lebih tinggi
pada eklampsia. Sehingga aliran darah ke otak dan pemakaian oksigen pada
eklampsia akan menurun. Metabaolisme dan elektrolit yaitu hemokonsentrasi yang
menyertai eklampsia sebabnya terjadi pergeseran cairan dan ruang intravaskuler ke
ruang interstisial. Kejadian ini, diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein
serum, dan bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang, viskositet
darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama. Karena itu, aliran darah ke
jaringan diberbagai bagian tubuh berkurang  akibatnya hipoksia. Dengan perbaikan
keadaan, hemokonsentrasi berkurang, sehingga turunnya hematokrit dapat dipakai
sebagai ukuran perbaikan keadaan penyakit dan berhasilnya pengobatan.
Pada eklampsia, kejang dapat menyebabkan kadar gula darah naik untuk
sementara. Asidum laktikum dan asam organik lain naik, dan bikarbonas natrikus,
sehingga menyebabkan cadangan alkali turun. Setelah kejang, zat organik dioksidasi
sehingga natrium dilepaskan untuk dapat bereaksi dengan asam karbonik menjadi
bikarbaonas natrikus. Dengan demikian, cadangan alkali dapat pulih kembali. Pada
kehamilan cukup bulan kadar fibrinogen meningkat. Waktu pembekuan lebih pendek
dan kadang-kadang ditemukan kurang dari 1 menit pada eklampsia.

4.      Tanda dan gejala


Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklamsi dan
terjadinya gejala-gejala nyeri kepala daerah frontal, gangguan penglihatan, mual
yang hebat, nyeri di epigastrium dan hiper refleksi. Bila keadaan ini tidak segera
diobati akan timbul kejang. Terutama pada persalinan, bahaya ini besar.
Konvulsi eklamsia dibagi dalam empat tingkat:
a.       Tingkat awal ( aura ). Keadaan ini berlangsung kira-kira 30 detik, mata penderita
terbuka tanpa melihat, kelopak mata bergetar. Demikian pula tangannya dan
kepala berputar kekiri atau kekanan.
b.      Tingkat kejang tonik. Berlangsung kurang dari 30 detik. Dalam tingkat ini
seluruh otot menjadi kaku, wajahnya kelihatan kaku, tangan menggenggam, kaki
membengkok kedalam, pernafasan berhenti, muka mulai menjadi sianotik, lidah
dapat tergigit.
c.       Tingkat kejang klonik, berlangsung antara 1-2menit. Semua otot berkontraksi
dan berulang-ulang dalam tempo yang cepat, mulut membuka dan menutup, lidah
dapat tergigit, bola mata menonjol, dari mulut keluar ludah yang berbusa, muka
menunjukan kongesti dan sianosis, klien menjadi tidak sadar.
d.      Tingkat koma. Lama kesadaran tidak selalu sama secara perlahan-lahan
penderita mulai sadar lagi, akan tetapi dapat terjadi pula bahwa sebelum itu
timbul serangan baru dan berulang sehingga ia tetap dalam koma. Selama
serangan, tekanan darah meninggi, nadi cepat, dan suhu meningkat sampai 40°C.

5.      Klasifikasi
Klasifikasi menurut saat terjadinya eklampsi dikenal dengan istilah:
a.       Eklampsi antepartum ialah eklampsi yang terjadi sebelum persalinan (paling
sering setelah 20 minggu kehamilan)
b.      Eklampsi intrapartum ialah eklampsi sewaktu persalinan.
c.       Eklampsi postpartum ialah eklampsi setelah persalinan.
Klasifikasi ditinjau dari tuanya kehamilan
a.       Kehamilan trimester pertama   : ( 0 – 12 minggu)
b.      Kehamilan trimester kedua      : (12 – 28 minggu)
c.       Kehamilan trimester ketiga      : (28 – 40 minggu)

6.        Etiologi
Dalam eklamsi berat terdapat hipoksia serebral yang disebabkan karena spasme
kuat oedem. Hipoksia serebral menunjukkan kenaikan dysthytmia serebral dan ini
mungkin terjadi karena konvulsi. Beberapa pasien ada yang mempunyai dasar
dysrhytmia serebral dan oleh karena itu konvulsi terjadi mengikuti bentuk yang lebih
kuat dari pre eklamsi.
Ada satu tanda eklamsi, bernama konvulsi eklamsi. Empat fasenya antara lain:
a)        Tahap Premonitory. Pada tahap ini dapat terjadi kesalahan jika observasi
pada ibu tidak tetap. Mata dibuka, ketika wajah dan otot tangannya
sementara kejang.
b)        Tahap Tonic. Hampir seluruh otot-otot wanita segera menjadi serangan
spasme. Genggamannya mengepal, tangan dan lengannya kaku. Dia
menyatukan gigi dan bisa saja menggigit lidahnya. Kemudian otot
respirasinya dalam spasme, dia berhenti bernafas dan warnanya berubah
sianosis. Spasme ini berlangsung sekitar 30 detik..
c)        Tahap Klonik. Spasme berhenti, pergerakan otot menjadi tersendat-sendat
dan serangan menjadi meningkat. Seluruh tubuhnya bergerak-gerak dari
satu sisi kesisi yang lain, sementara terbiasa, sering saliva blood-strained
terlihat pada bibirnya.
d)       Tahap Comatose. Wanita dapat tidak sadar dan mungkin nafasnya berbunyi.
Sianosis memudar, tapi wajahnya tetap bengkak. Kadang-kadang sadar
dalam beberapa menit atau koma untuk beberapa jam (Marmi,2011).

7.      Prinsip pencegahan eklamsi


Mencegah timbulnya eklampsi jauh lebih penting dari mengobatinya, karena sekali
ibu mendapat serangan, maka prognosis akan jauh lebih buruk. Pada umumnya
eklampsi dapat dicegah atau frekuensinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk
menurunkannya adalah dengan ;
a.       Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklampsi
bukanlah suatu penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh
masyarakat awam.
b.      Meningkatkan jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta
mengusahakan agar semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya sejak hamil
muda.
c.       Pelayanan kebidanan bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan
diamati tanda-tansa preeklampsi dan mengobatinya sedini mungkin.

8.      Penangan eklamsi
Tujuan utama penanganan eklampsia adalah menghentikan berulangnya
serangan kejang dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman
setelah keadaan ibu mengizinkan. Penanganan yang dilakukan :
a.       Beri obat anti konvulsan
b.      Perlengkapan untuk penanganan kejang
c.       Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
d.      aspirasi mulut dan tenggorokan
e.       baringkan pasien pada sisi kiri
f.       posisikan secar trandelenburg untuk mengurangi resiko aspirasi
g.      berikan oksigen 4 – 6 liter / menit.

Asuhan Ibu Dengan Eklampsi


Penatalaksanaan asuhan pada ibu dengan eklampsi adalah:
1. Segera istirahat baring selama ½-1 jam.
2. Nilai kembali tekanan darah, nadi, pernafasan, reflek patella, bunyi jantung bayi,
dan dieresis
3. Berikan infus terapi anti kejang ( misalnya MgSO4 ) dengan catatan reflek
patella harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta diuresis baik
(harus sesuai instruksi dokter)
4. Ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht, leukosit,
LED, ureum, kreatinin, gula darah, elektolit dan urin lengkap.
5. Bila dalam 2 jam setelah pemberian obat anti kejang (MgSO4), tekanan darah
tidak turun biasanyadiberikan antihipertensi parenteral atau oral sesuai instruksi
dokter.
6. Bila pasien sudah tenang, bisa dinilai keadaan kehamilan pasien dan monitor
DJJ.
7. Siapkan alat-alat pertolongan persalinan
8. Postpartum boleh diberikan uterotonika dan perinfus.

9.      Penatalaksanaan
a.       Menghentikan / mencegah kejang
b.      Mempertahankan fungsi organ vital
c.       Koreksi hipoksia / asidosis
d.      Mengendalikan tekanan darah dalam batas aman
e.       Pengakhiran kehamilan
Mencegah / mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi, untuk mencapai
stabilisasi keadaan ibu seoptimal mungkin.
Penatalaksanaan umum yang dilakukan pada ibu dengan eklampsia, adalah sebagai
berikut :
a.       Ibu dirawat di rumah sakit dengan perawatan intensif.
b.      Penanganan kejang :
1)      Hindari pemeriksaan yang berulang-ulang untuk mengurangi rangsangan
kejang.
2)      Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, suction, masker
oksigen, oksigen) untuk mempertahankan jalan nafas yang bebas, pemberian
oksigen, menghindari tergigitnya lidah).
c.       Pemberian cairan intravena
d.      Obat-obatan : anti kejang (MgSO4)
e.       Sikap dasar : semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri tanpa
memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Pertimbangannya adalah
keselamatan ibu. Kehamilan diakhiri bila sudah terjadi stabilisasi hemodinamika
dan metabolisme ibu, cara terminasi dengan prinsip trauma ibu seminimal
mungkin (dr. Handaya, dkk).

10.  Komplikasi
a.       Solusio plasenta
b.      Hipofibrinogemia
c.       Hemolisis
d.      Perdarahan otak
Kelainan mata, kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung
sampai 1 minggu, perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina. Hal ini
merupakan tanda gawat akan terjadinya apofleksia serebri.
e.       Edema baru
f.       Nekrosis hati
g.      Sindroma HELLP
h.      Kelainan ginjal
i.        Komplikasi lain: lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jatuh dan DIC.
j.        Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterine.

C. PENANGANAN UMUM PRE EKLAMPSI DAN EKLAMPSI


Penanganan preeklampsia berat dan eklampsia sama, kecuali bahwa persalinan
harus berlangsung dalam 6 jam setelah timbulnya kejang pada eklampsia.
 Monitoring selama di rumah sakit
Pemeriksaan sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda-tanda
klinik berupa: nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan
cepat berat badan. Selain itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan,
pengukuran proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium,
dan pemeriksaan USG dan NST.
 Manajemen umum perawatan preeklampsia berat
Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan preeklampsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur:
1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi
medisinalis.
2. Sikap terhadap kehamilannya ialah: Aktif: manajemen agresif,
kehamilan diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika
sudah stabil.
 Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap
dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri).
Perawatan yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan
karena penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai risiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, terapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan
oliguria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradien tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure.
Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan
output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan melalui urin.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi.
Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5 % Ringer-dekstrose atau cairan
garam faali jumlah tetesan: < 125 cc/jam atau (b) Infus Dekstrose 5 % yang
tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500cc.
Dipasang Foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam. Diberikan
antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang,
dapat menghindari risiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang
cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

Pengelolaan kejang:

1. Beri obat anti kejang (anti konvulsan)


2. Perlengkapan untuk penanganan kejang (jalan nafas, penghisap lendir, masker
oksigen, oksigen)
3. Lindungi pasien dari kemungkinan trauma
4. Aspirasi mulut dan tenggorokan
5. Baringkan pasien pada sisi kiri, posisi Trendelenburg untuk mengurangi risiko
aspirasi
6. Berikan O2 4-6 liter/menit
7. Pengelolaan umum
8. Jika tekanan diastolik ≥ 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik antara 90-100 mmHg
9. Pasang infus Ringer Laktat dengan jarum besar no.16 atau lebih
10. Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload
MAGNESIUM SULFAT UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA
Alternatif I Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
Segera dilanjutkan dengan 15 ml MgSO4 (40%) 6 g dalam
larutan Ringer Asetat / Ringer Laktat selama 6 jam
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 (40%)
2 g IV selama 5 menit
Dosis Pemeliharaan MgSO4 1 g / jam melalui infus Ringer Asetat / Ringer Laktat
yang diberikan sampai 24 jam postpartum
Alternatif II Dosis awal MgSO4 4 g IV sebagai larutan 40% selama 5 menit
Dosis pemeliharaan Diikuti dengan MgSO4 (40%) 5 g IM dengan 1 ml Lignokain
(dalam semprit yang sama)
Pasien akan merasa agak panas pada saat pemberian MgSO4
Sebelum pemberian Frekuensi pernafasan minimal 16 kali/menit
MgSO4 ulangan, Refleks patella (+)
lakukan Urin minimal 30 ml/jam dalam 4 jam terakhir
pemeriksaan:
Hentikan pemberian Frekuensi pernafasan < 16 kali/menit
MgSO4, jika: Refleks patella (-), bradipnea (<16 kali/menit)
Siapkan antidotum Jika terjadi henti nafas:
  Bantu pernafasan dengan ventilator
  Berikan Kalsium glukonas 1 g (20 ml dalam larutan 10%)
IV perlahan-lahan sampai pernafasan mulai lagi

11. Kateterisasi urin untuk pengukuran volume dan pemeriksaan proteinuria


12. Infus cairan dipertahankan 1.5 - 2 liter/24 jam
13. Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
14. Observasi tanda vital, refleks dan denyut jantung janin setiap 1 jam
15. Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru. Adanya krepitasi merupakan
tanda adanya edema paru. Jika ada edema paru, hentikan pemberian cairan dan
berikan diuretik (mis. Furosemide 40 mg IV)
16. Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan. Jika pembekuan tidak terjadi
setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
ANTI KONVULSAN

Magnesium sulfat merupakan obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi


kejang pada preeklampsia dan eklampsia. Alternatif lain adalah Diasepam, dengan
risiko terjadinya depresi neonatal.

DIAZEPAM UNTUK PREEKLAMPSIA DAN EKLAMPSIA


Dosis awal Diasepam 10 mg IV pelan-pelan selama 2 menit
Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal
Dosis pemeliharaan Diasepam 40 mg dalam 500 ml larutan Ringer laktat
melalui infus
Depresi pernafasan ibu baru mungkin akan terjadi bila
dosis > 30 mg/jam
Jangan berikan melebihi 100 mg/jam

ANTI HIPERTENSI

1. Obat pilihan adalah Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang
sampai 8 kali/24 jam
2. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg
Nifedipin sublingual.
3. Labetolol 10 mg oral. Jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan
lagi Labetolol 20 mg oral.

PERSALINAN

1. Pada preeklampsia berat, persalinan harus terjadi dalam 24 jam, sedangkan


pada eklampsia dalam 6 jam sejak gejala eklampsia timbul
2. Jika terjadi gawat janin atau persalinan tidak dapat terjadi dalam 12 jam (pada
eklampsia), lakukan bedah Caesar
3. Jika dipilih persalinan pervaginam, dilakukan upaya untuk memperingan kala
II
4. Jika bedah Caesar akan dilakukan, perhatikan bahwa:
a. Tidak terdapat koagulopati. (koagulopati merupakan kontra indikasi anestesi
spinal).
b. Anestesia yang aman / terpilih adalah anestesia umum untuk eklampsia dan
spinal untuk PEB. Dilakukan anestesia lokal, bila risiko anestesi terlalu tinggi.
5. Jika serviks telah mengalami pematangan, lakukan induksi dengan Oksitosin 2-
5 IU dalam 500 ml Dekstrose 5% mulai 8 tetes/menit yang dinaikan 4 tetes/15
menit sampai didapat his yang adekuat atau dengan cara pemberian
prostaglandin / misoprostol

PERAWATAN POST PARTUM

1. Anti konvulsan diteruskan sampai 24 jam postpartum atau kejang yang terakhir
2. Teruskan terapi hipertensi jika tekanan diastolik masih > 90 mmHg
3. Lakukan pemantauan jumlah urin

RUJUKAN

1. Rujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, jika:


a. Terdapat oliguria (< 400 ml/24 jam)
b. Terdapat sindroma HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzymes & Low
Platelets)
c. Koma berlanjut lebih dari 24 jam setelah kejang

Asuhan Ibu Dengan Eklampsi


Penatalaksanaan asuhan pada ibu dengan eklampsi adalah:
1. Segera istirahat baring selama ½-1 jam.
2. Nilai kembali tekanan darah, nadi, pernafasan, reflek patella, bunyi jantung bayi,
dan dieresis
3. Berikan infus terapi anti kejang ( misalnya MgSO4 ) dengan catatan reflek
patella harus (+), pernafasan lebih dari 16 kali per menit serta diuresis baik
(harus sesuai instruksi dokter)
4. Ambil contoh darah untuk pemeriksaan laboratorium, seperti : Hb, Ht, leukosit,
LED, ureum, kreatinin, gula darah, elektolit dan urin lengkap.
5. Bila dalam 2 jam setelah pemberian obat anti kejang (MgSO4), tekanan darah
tidak turun biasanyadiberikan antihipertensi parenteral atau oral sesuai instruksi
dokter.
6. Bila pasien sudah tenang, bisa dinilai keadaan kehamilan pasien dan monitor
DJJ.
7. Siapkan alat-alat pertolongan persalinan
8. Postpartum boleh diberikan uterotonika dan perinfus.

PROSEDUR RUJUKAN

1. Rawat jalan dengan pengawasan pada kasus preeklampsia ringan


2. Rujukan konsultatif dan perawatan medis ke Puskesmas PONED pada
kasus preeklampsia ringan yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
istirahat
3. Rujukan konsultatif ke Puskesmas PONED pada kasus dengan hipertensi
kronis dengan/tanpa tanda klinis preeklampsia
4. Rujukan perawatan medis ke rumah sakit kabupaten pada kasus dengan
preeklampsia berat / eklampsia setelah pemberian MgSO4 dosis inisial (4
g iv) maupun dosis pemeliharaan (6 g / 6 jam dalam 500 ml RL)
5. Rujukan perawatan medis diikuti tenaga kesehatan dengan perlengkapan
pencegahan kejang dan kegawatdaruratan medis
6. Pada setiap kasus yang dirujuk harus dilakukan komunikasi terlebih
dahulu / secara bersamaan dengan institusi pelayanan kesehatan tujuan
rujukan

D. KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN

DIAGNOSIS TEKANAN DARAH TANDA LAIN


1. HIPERTENSI KRONIK
Hipertensi kronik Hipertensi Kehamilan < 20 minggu
Superimposed preeclampsia Hipertensi kronik Proteinuria dan tanda lain dari
preeklampsia
2. HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN
Hipertensi Tekanan diastolik ≥ 90 mmHg atau Proteinuria (-)
kenaikan 15 mmHg dalam 2 pengukuran Kehamilan > 20 minggu
berjarak 1 jam
Preeklampsia ringan udem Proteinuria 1+
Preeklampsia berat Tekanan diastolik > 110 mmHg Proteinuria 2+
Oliguria
Hiperrefleksia
Gangguan penglihatan
Nyeri epigastrium
Eklampsia Hipertensi Kejang

DAFTAR PUSTAKA

Marmi, dkk.2011.Asuhan Kebidanan Patologi.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal Dan Neonatal.Jakarta : PT Bina Pustaka.

Abdul Bari. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal.

Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo Bagian Obstetric Dan Patologi.

Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. 1984.

ObstetricSaifuddin,:Elstar Offset.Sujiantini, M.Keb. dkk. 2009. Asuhan Patologi


Kebidanan. Yogyakarta : Nuha Medika.Nugroho, dr. Taufan.2012.

https://www.academia.edu/19161174/Makalah_Gadar_Preeklamsia

Anda mungkin juga menyukai