Anda di halaman 1dari 4

Suri, Sisi Lainku

Bintari
Ini tentangku yang tak tahu siapa tentang diri sendiri. Kehidupan ini kujalani dengan
hampa. Kala sendiri, terbesit pertanyaaan pada diriku Who am I? Mengapa aku selalu
bersandiwara seakan hidupku paling sempurna? Aku tak tahu persis kapan diriku
berkamuflase. Selama ini orang-orang mengenalku suri anak yang cantik, berprestasi, idola,
rajin, dan ceria. Tak satu pun tahu bahwa sebenarnya aku selalu merasa terpenjara
Surinala pratiwi adalah namaku yang selalu dielu-elukan para siswa karena aku sangat
terkenal di sekolah. Aku mendapat juara umum, ketua UKS, juara pidato bahasa inggris nasional
dan banyak lagi prestasiku yang menunjang eksistensiku. Masa SMA yang orang bilang masa
yang paling indah dan berkesan dalam hidup namun sampai sekarang aku merasa duniaku
biasa-biasa.
Semua orang berlomba-lomba untuk menjadi temanku dengan alasan yang sudah
kuketahui namun aku tak peduli selama aku selalu sempurna di mata semua orang. Meski
terkadang, aku bisa sedikit sombong, mereka selalu memujiku. Namun, di antara para temanku
itu, ada seseorang yang benar-benar tulus bersahabat denganku. Ia adalah Mega Sukma.
Mega anak yang cantik walaupun dia kurang pintar namun dia sangat tulus
menyayangiku. Dia juga paling setia menemaniku saat belajar di perpustakaan walau dengan
wajah cemberutnya. Hari ini kelas kami pulang cepat karena guru rapat. Aku dan mega pun
berencana untuk belajar di rumahku.
“Suri kita langsung ke rumah kamu?” tanya mega.
“Iya mau ke mana lagi?” jawabku.
“kamu mah gak asik, kita jalan dulu atau makan dulu yah, please …,”rengeknya manja.
“Ya udah, tapi cuma hari ini, ya,”ujarku.
“Gitu dong sesekali ke luar rumah jangan cuma diam di kamar mulu,”ledeknya dengan
wajah sumringah.
Akhirnya sebelum pulang, kami pun pergi ke mall untuk jalan-jalan. Sampai di sana aku
merasa hal yang berbeda. Duniaku seketika berubah karena aku tak merasa sebebas ini,
bersama Mega aku selalu bahagia karena dia sangat mengerti diriku. Belum pernah aku bermain
ke luar atau jalan ke tempat-tempai ramai. Aku selalu menghabiskan waktu di kamar dan
sekolah. Saat ini aku merasakan suasana yang sedikit lain. Kemana saja aku selama ini?
Setelah kami puas bermain, kami pun menuju sebuah Kafe untuk makan. Mega sangat
kelelahan karena terlalu bersemangat bermain, jadi aku yang harus memesan makanan. Setelah
memesan, aku pun langsung bergegas kembali ke meja. Namun, seorang pelayan laki-laki yang
membawa makanan tak sengaja menabrakku. Hidangan tumpah dan membuat bajuku basah
semua.
“Maaf, Mbak. Saya nggak sengaja,” ujarnya seraya membersihkan makanan yang
berhamburan di lantai. Tak lupa ia memberikan tisu padaku.
“Mas ini gimana sih! Kan baju saya basah semua,” sahutku kesal, lalu menerima tisu itu
dengan kasar dan menyeka cairan di bajuku.
“Maaf, Mbak. Sekali lagi maaf, saya nggak lihat Mbak lewat,” jawabnya masih sibuk
membersihkan kekaucauan yang terjadi.
Aku begitu kesal. Belum sempat menjawab pelayan itu tiba-tiba muncul seorang laki-laki
separuh baya yang menghampiri. Rupanya ia adalah pemilik Kafe tersebut. Kedatangan lelaki
paruh baya itu menyelesaikan perselisihan antara aku dan pelayan Kafe. Kami pun mendapat
makanan gratis sebagai permintaan maaf.
Hari sudah sangat sore saat kami keluar Kafe. Setelah memutuskan untuk membatalkan
acara belajar hari itu, kami pun berpisah karena arah rumah yang berlawanan. Malam pun
menjelang, namun taxi belum juga ada yang lewat. Sementara gawaiku mati kehabisan baterai
sehingga tak bisa memesan taxi atau ojek online. Sebelumnya aku tidak pernah pulang setelat
ini. Ada perasaan khawatir hadir menghantuiku. Semoga mama ngerti kalau aku jelasin baik-
baik. Ah, tidak. Mungkin aku harus berbohong sedikit? Duh, aku takut … batinku gelisah.
“Assalamualaikum, Ma. Suri pulang!” aku masuk sambil tersenyum melihat mama
menyambutku. Namun, wajahnya tampak sangat marah.
“Waalaikumusallam … Dari mana aja kamu? Kenapa baru pulang Suri?” tanyanya ketus.
“Jadi gini, Ma. Suri tadi ada kerja kelompok di sekolah, makanya baru pulang,” jawabku
ragu-ragu.
“Kamu sudah berani bohongin Mama, ya. Mama tahu kamu main sama Mega ke Mall,
kan?”ungkap mama.
“Ta–Tapi, Ma … ?”
“Sekarang kamu masuk! Mulai sekarang jangan keluar rumah kecuali Mama yang antar,
Paham!” bentak mama menyuruhku masuk kamar, ia tak mau repot mendengarkan penjelasan
dan apa saja yang kualami hari ini.
Inilah yang kubilang bahwa hidupku itu bagai di neraka karena aku selalu diarahkan
bukan dengan keinginan dan bakatku tapi karena kemauan dan harapan mama. Ia memang
memiliki tujuan yang baik tapi mama tak pernah bertanya bagaimana perasaanku. Apa yang
ingin aku lakukan? Apa hobi atau kesukaanku? Mama hanya ingin tahu aku harus jadi juara
umum, jadi pemenang olimpiade dan prestasi-prestasi akademis lainnya.
Terkadang aku merasa muak dengan hidupku. Aku juga ingin seperti anak lain yang
bebas bergaul dengan siapa saja. Bebas dan bahagia akan pilihan hidupnya, tapi sepertinya itu
hanya mimpi bagiku. Malam itu aku mengurung diri di kamar dan menangis hingga tertidur.
Keesokan harinya, ada pengumuman nilai kimia yang akan di tempel di mading sekolah.
Aku berharap bisa mendapat nilai tertinggi agar Mama marah lagi. Namun, takdir baik tak
berpihak padaku. Nama yang tertulis diurutan pertama adalah Ersa Angely, sementara aku
berada di nomor ketiga. Oh, tidak! Mama akan marah jika tahu hal ini!
“Hei, Ersa! Aku yakin kalo kamu nyontek, iya kan? Karena nggak mungkin banget nilai
kamu yang tertinggi!” seruku sinis.
“Eh, kalo punya mulut dijaga, ya. Aku belajar dengan keras, usaha sendiri! Enak aja kalo
ngomong! Kamu iri ya karena nilaimu turun?” sahutnya tak mau kalah.
Aku terbakar emosi mendengar perkataan Ersa ditambah frustrasi memikirkan
kemarahan mama. Tanpa bisa kukendalikan, kami pun terlibat perkelahian yang membuat seisi
sekolah gaduh. Jika anak nakal atau bermasalah yang berkelahi itu adalah hal biasa. Tapi kini,
seorang Suri, siswa teladan berprestasi sedang menjambak rambut siswi lain? Benar-benar
akan menjadi tontonan sekaligus topik pembicaraan terpanas kali ini!
Pamorku sebagai siswi teladan berprestasi, serta sebagai malaikat berhati suci luntur
sudah. Seolah debu yang hilang tersiram air hujan, mereka yang dulu memuji bahkan
mendekatiku sebagai teman kini berbalik membicarakan kejelekanku di mana pun. Kantin, UKS,
kelas, lapangan bahkan di taman sekolah. Apalagi Ersa kini mengibarkan bendera perang
permusuhan terus menyebarkan keburukanku hingga pada hal yang tak masuk akal.
Sekarang hariku benar-benar berbeda setelah semua orang menyebutku sebagai iblis
bertopeng malaikat. Hanya beberapa teman yang benar-benar tulus masih mau berhubungan
dekat denganku termasuk Mega.
“Suri, jalanilah hidupmu dengan semangat. Tidak usah memikirkan orang-orang yang
tidak suka padamu. Alasan aku tetap bertahan menjadi sahabatmu karena sahabat itu saling
menerima bukan hanya saat manis dan bahagia saja, tapi juga ketika situasi sedih, susah dan
sengsara, ” ucapnya seraya memelukku hangat.
Aku tak bisa menahan tangis mendengar kata-katanya. Aku sangat menyesal karena selalu
merendahkan orang lain, dan menilai hanya dengan kecerdasannya saja. Dari Mega aku belajar
tentang arti sahabat sebenarnya. Kini aku kembali bersemangat dalam memulai hariku dengan
lembaran yang baru. Dari Mega pula aku belajar untuk berani jujur pada diriku sendiri dan tak
perlu berkamuflase untuk disukai semua orang. Aku juga akan menjelaskan kepada mama
bahwa aku juga ingin kebebasan seperti anak yang lain. Aku bukan tahanan yang harus
dikurung.
Bintari

Gadis kelahiran sukajadi yang dipanggil biben ini berasal dari pulau timah yaitu Bangka
Belitung.Gadis ini menyukai dunia literasi sudah sejak kecil.Kalau dalam menulis gadis ini lebih
tertarik dan banyak menulis puisi bahkan dia sudah mempunyai 2 buku antologi bersama
project sila “Dermaga rasa” dan “Puisi langit”.untuk menulis cerpen ini yang pertama kalinya ia
tulis secara serius.Gadis ini sangat menyukai warna biru karena memberinya ketenangan,dan
untuk mengetahui kesehariannya bisa di follow akun social medianya IG:bintari_tari01 Fb;
bintari dan bibenbintsri dan dapat berkirim pesan di email bri99302@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai