Anda di halaman 1dari 12

4.

Langkah-langkah diagnosis

Pemeriksaan klinis pada infeksi menular seksual (IMS), lebih menekankan pada
pemeriksaan genital dan organ-organ yang berhubungan. Prinsipnya sama seperti
pada pemeriksaan klinis lainnya, yaitu:

 Anamnesis

 Pemeriksaan fisik

 Pengambilan bahan untuk pemeriksaan laboratorium

1. ANAMNESIS

Untuk mendapatkan informasi yang penting, terutama pada waktu


menanyakan riwayat seksual, perlu hati-hati dan dengan cara tertentu. Hal
yang harus dijaga ialah kerahasiaan. Pertanyaan diajukan dalam bahasa yang
mudah dimengerti oleh pasien. Anamnesis pada pasien dengan dugaan IMS
meliputi:

a. Keluhan dan riwayat penyakit saat ini

b. Keadaan umum yang dirasakan

c. Pengobatan yang telah diberikan, baik topikal ataupun sistemik,


dengan penekanan pada antibiotika

d. Riwayat seksual

 Kontak seksual, baik di dalam maupun di luar pernikahan


(berganti-ganti pasangan atau banyak kontak seksual).
 Kontak seksual dengan pasangannya setelah mengalami gejala
penyakit.
 Frekuensi dan jenis kontak seksual (homo- atau heteroseksual)
 Cara melakukan hubungan seksual (genitogenital, orogenital,
anogenital)
 Apakah pasangannya juga merasakan keluhan/gejala yang
sama
e. Riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan IMS atau penyakit
di daerah genital lain.

f. Riwayat penyakit berat lainnya

g. Riwayat keluarga: pada dugaan IMS yang ditularkan lewat ibu kepada
bayinya.

h. Keluhan lain yang mungkin berkaitan dengan komplikasi


IMS,misalnya erupsi kulit, nyeri sendi, dan pada wanita tentang nyeri
perut bawah, gangguan haid, kehamilan dan hasilnya.

i. Riwayat alergi obat.

2. PEMERIKSAAN FISIK

Dua hal penting yang harus diperhatikan ialah kerahasiaan pribadi


pasien, dan sumber cahaya yang baik untuk dokter pemeriksanya. Satu hal
yang tidak boleh dilupakan, selalu harus menggunakan sarung tangan setiap
kali memeriksa pasien.

Terdapat dua perbedaan mendasar pada anatomi dan pemeriksaan


pasien pria dan wanita

o Pada pria: = terdapat kesatuan saluran genitourinarius = organ


reproduktif mudah diraba.

o Pada wanita: = terdapat pemisahan antara saluran urinarius dan genital


= organ reproduktif terdapat dalam rongga pelvik, sehingga
pemeriksaan tidak semudah pria.

Teknik pemeriksaan meliputi inspeksi dan palpasi. Daerah kelamin dan


sekitarnya harus terbuka, sehingga memudahkan pemeriksaan.

Mula-mula inspeksi daerah inguinal, dan raba adakah pembesaran


kelenjar, dan catat konsistensi, ukuran, mobilitas, rasa nyeri, serta tanda-tanda
radang pada kulit di atasnya, Pada waktu bersamaan, perhatikan daerah pubis
dan kulit sekitamya, adakah pedikulosis folikulitis, atau lesi kulit lainnya.

Lakukan inspeksi skrotum, apakah terdapat asimetri, eritema, lesi


superfisial, dan palpasi isi skrotum (testis dan epididimis) dengan hati-hati.
Akhirnya, perhatian ditujukan pada penis, inspeksi dari dasar pangkal sampai
ujung. Tarik prepusium (pada pasien yang tidak disirkumsisi), inspeksi daerah
subprepusium. Perhatian khusus untuk daerah sulkus koronarius. Inspeksi
meatus uretra ekstermus adakah meatitis, lesi uretra atau duh tubuh uretra,
serta kelainan kongenital (misalnya hipospadia). Kadang-kadang perlu juga
memeriksa celana dalamnya untuk melihat adanya bercak duh tubuh. Inspeksi
daerah perineum dan anus, pasien sebaiknya dalam posisi bertumpu pada
lutut-siku. Periksa adakah kutil kelamin, atau kelainan lain. Pada anus
diperiksa adakah ulkus, fisura, fistula, hemoroid. Bila perlu dan tersedia alat,
lakukan pemeriksaan rektum dengan proktoskopi.

Pemeriksaan ulkus genital pada pasien pria

Perhatikan ukuran, bentuk, jumlah, dan posisi ulkus pada atau di sekitar
genital. Catat pula adakah nyeri. Dasar ulkus harus diraba untuk mencari
indurasi.

Pengambilan bahan duh tubuh uretra pasien pria:

Mula-mula meatus dibersihkan dengan kain kasa yang bersih dan kering.
Duh tubuh uretra diambil dengan sengkelit (sengkelit masuk ke dalam uretra
sampai melewati fosa navikularis), kemudian dioleskan pada gelas objek yang
bersih untuk dilakukan pengecatan Gram, atau pada media kultur untuk
gonokokus. Dalam keadaan duh tubuh uretra sangat sedikit, kadang-kadang
perlu dilakukan pengurutan uretra, untuk memperoleh bahan pemeriksaan.
Untuk pemeriksaan Chlamydia trachomatis, diambil denean t kapas steril yang
dimasukkan ke dalam uretra beberapa sentimeter. Kemudian dimasukkan
dalam media transport khusus. Untuk pemeriksaan T. vaginalis. sengkelit
harus dimasukken sejauh 2 cm ke dalam uretra dengan mengerok sedikit
mukosana Bahan lalu dicampur dengan setetes larutan NaCl fisiologis di atas
gelas objek.

Pemeriksaan untuk ulkus genital:

Bila ada kecurigaan ulkus karena sifilis:

Pemeriksa harus menggunakan sarung tangan pelindung. Mula- mula ulkus


dibersihkan dengan kain kasa yang telah dibasahi de- ngan larutan salin
fisiologis, keringkan, tekan di antara telunjuk dan ibu jari, dan tunggu sampai
keluar cairan serum jernih, bila ada darah dibersihkan lebih dulu, serum
diambil dengan ujung kaca tutup, dan kemudian ditutupkan di atas gelas objek
yang telah ditetesi 1 tetes larutan salin fisiologis. Diperiksa dengan mikroskop
lapangan gelap.

Pada ulkus mole:

Ulkus dibersihkan dengan kain kasa yang telah dibasahi dengan larutan
salin fisiologis, eksudat serum diambil dengan ujung gelas objek, dan
dioleskan dalam satu arah pada gelas objek yang lain. Kemudian bahan
diwarnai dengan pewarnaan Gram atau Unnapappanheim. Bila hasil
pemeriksaan ulkus negatif, maka pemeriksaan di atas dilakukan selama 3 hari
berturut-turut.

3. PEMERIKSAAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI INFEKSI


MENULAR SEKSUAL

A. Pemeriksaan Laboratorium Treponema pallidum (Sifilis)

Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan


dengan pemeriksaan laboratorium berupa :
1) Pemeriksaan lapangan gelap dengan bahan pemeriksaan dari bagian
dalam lesi, untuk menemukan T.pallidum.

o Pemeriksaan lapangan gelap (dark field)

Ruam sifilis primer, dibersihkan dengan larutan NaCI fisiologis.


Serum diperoleh dari bagian dasar/dalam lesi dengan cara menekan
lesi sehingga serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop
lapangan gelap menggunakan minyak imersi. T.pallidum berbentuk
ramping, gerakan lambat, dan angulasi. Harus hati-hati
membedakannya dengan Treponema lain yang ada di daerah genitalia.
Karena di dalam mulut banyak dijumpai Treponema komensal, maka
bahan pemeriksaan dari rongga mulut tidak dapat digunakan.

o Mikroskop fluoresensi

Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan
aseton, sediaan diberi antibodi spesifik yang dilabel fluorescein,
kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Penelitian lain
melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat memberi hasil nonspesifik
dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.

2) Penentuan antibodi di dalam serum

Pada waktu terjadi infeksi Treponema, baik yang menyebabkan sifilis,


frambusia, atau pinta, akan dihasilkan berbagai variasi antibodi. Beberapa
tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibodi nonspesifik, akan
tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan juga IgG, ialah

a. Tes yang menentukan antibodi nonspesifik.

 Tes Wasserman
 Tes Kahn

 Tes VDRL (Venereal Diseases Research Laboratory)

 Tes RPR (Rapid Plasma Reagin)

 Tes Automated reagin

b. Antibodi terhadap kelompok antigen yaitu tes RPCF (Reiter


Protein Complement Fixation).

c. Yang menentukan antibodi spesifik yaitu:

 Tes TPI (Treponema Pallidum Immobilization)

 Tes FTA-ABS (Fluorescent Treponema Absorbed).

 Tes TPHA (Treponema Pallidum Haemagglutination Assay)

 Tes Elisa (Enzyme linked immuno sorbent assay)

B. Pemeriksaan Laboratorium Haemophilus ducreyi (Ulkus Mole)

Diagnosis ulkus mole ditegakkan berdasarkan riwayat pasien, keluhan


dan gejala klinis, serta pemeriksaan laboratorium untuk menemukan agen
penyebabnya.

Pemeriksaan langsung bahan ulkus dengan pengecatan Gram


memperlihatkan basil kecil negatif Gram yang berderet berpasangan seperti
rantai atau kumpulan ikan intrasel maupun ekstrasel. Bahan pemeriksaan
dianmbil dari dasar ulkus yang bergaung. Terlebih dahulu lesi dibersihkan
dengan kain kasa yang dibasahi larutan salin normal. Kemudian serum
diambil dengan lidi kapas steril, lalu diapuskan pada kaca objek dalam satu
arah agar didapatkan morfologi organisme yang berbentuk rantai. Dapat pula
dipakai pewarnaan Wright, Unna-Papan- heim, atau Giemsa. Sensitivitas dan
spesifisitas cara ini kurang dari 50%.

Diagnosis yang lebih akurat didapat dari kultur H.ducreyi. Bahan diambil
dari dasar ulkus yang purulen atau pus bubo, setelah eksudat yang nekrotik
diangkat dengan salin steril nonbakteriostatik. Kultur harus segera diinokulasi
karena belum ada sistem media transport yang memuaskan, Organisme dapat
bertahan selama 2-4 jam pada swab. Pemakaian 2 jenis media perlu untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Media baku berupa agar gonokokus dan agar
Mueller-Hinton. Kedua media mengandung hemoglobin, 5% serum embrio
sapi, ko-enzim, dan asam amino. Dapat ditambahkan 1% Iso-Vitalex yang
mengandung 3 ugr/ml vankomisin untuk mengurangi kontaminasi. Biakan ini
harus diinkubasi pada lingkungan yang mengandung 5% karbon dioksida,
suhu 33°-35° Celcius, dan kelembaban tinggi. Koloni akan tumbuh dalam
waktu 2-4 hari, tetapi dapat sampai 7 hari. Koloni yang khas tampak kecil,
nonmukoid, kuning abu-abu, dan tetap utuh bila diangkat ke permukaan agar.
Pada agar yang mengandung darah kelinci, dapat terlihat zona hemolisis.

Tes serologi untuk ulkus mole telah dicoba. Tes fiksasi komplemen,
presipitin, dan aglutinin menunjukkan hasil positif pada pasien dengan ulkus
genital karena infeksi H.ducreyi. Tes ELISA (Enzyme- linked immunosorbent
assay) memakai whole lysed H.ducreyi sebagai antigen memiliki spesifisitas
dan sensitivitas tinggi.

Cara-cara lain untuk menyokong diagnosis ulkus mole, misalnya reaksi


hipersensitivitas tipe lambat terhadap antigen H.ducreyi pada tes kulit Ito-
Reenstierna, atau tes inokulasi sendiri untuk menghasilkan ulkus baru, tidak
lagi dipergunakan.

Penemuan patogen ulkus lainnya tidak menyingkirkan diagnosis ulkus


mole. Patogen lainnya, sendiri maupun dalam kombinasi, dapat mirip ulkus
mole. Sehingga semua ulkus genital harus secara rutin dilakukan pemeriksaan
untuk kuman penyebab IMS lainnya yang dapat menyertai infeksi H.ducreyi.

C. Pemeriksaan Laboratorium Chlamydia a. (Limfogranuloma venerum)

Diagnosis LGV dapat ditegakkan berdasarkan

o Gambaran klinis

o Tes GPR (Gate Papacosta Reaction)

o Pengecatan Giemsa dari pus bubo

o Test Frei

o Test serologi

o Kultur jaringan

1. Gambaran klinis

Pada anamnesis terdapat koitus suspektus, disertai dengan


gambaran klinis yang khas sudah cukup kuat untuk membuat
diagnosis LGV.

2. Tes GPR

Tes GPR ini berdasarkan peningkatan globulin dalam darah.


Dilakukan dengan cara memberikan beberapa tetės (1-2 tetes) formalin
40% pada 2 cc serum penderita dan dibiarkan 24 jam. Hasil positif bila
terjadi penggumpalan (serum menjadi beku). Tes ini tidak spesifik oleh
karena dapat positif pada penyakit lain.

3. Pengecatan Giemsa dari pus bubo


Cara ini dipakai untuk menemukan badan inklusi Chlamydia yang
khas.

4. Tes Frei

Frei memperkenalkan tes ini pertama kali pada tahun 1925. Daban
diambil dari aspirasi bubo yang helum pecah. Selain itu ada pula antigen
yang dibuat dari hasil pembiakan dalam sclaput kuning elur embrio ayam,
dengan nama dagang Lygranum.

Cara: disuntikkan 0,1 ml antigen intradermal pada lengan bawah


dengan kontrol lengan lainnya. Reaksi dibaca setelah 48-72 tam, hasil
positif bila tampak papul eritematosa dikelilingi dacrah vang infiltrat
dengan diameter > 6 mm, dan daerah kontrol negatif.

Hasil positif dalam waktu 2 sampai beherapa minggu (hahkan danat


dilihat sampai 6 bulan) setelah infeksi dan akan tetap positif untuk jangka
waktu lama bahkan seumur hidup.

Reaksi ini merupakan delayed intradermal reaction yang spsifik


terhadap golongan Chlamydia schingga dapat memberi hasil positif semu
pada penderita dengan infeksi Chlamydia yang lain.

5. Tes serologi

Tes serologi terdiri atas: complement fixation test (CFT), radio isotop
presipitation (RIP). dan immunofluorescence (micro-IF) typing.

Pada CFT digunakan antigen yang spesifik. merupakan tes yang lebih
sensitif dan dapat lebih dipercaya dari Tes Frei. Terdapat reaksi silang
dengan infeksi Chlamydia yang lain dan antibodi dapat tetap positif
dengan titer tinggi atau rendah sampai beberapa tahun. Titer 1:64 atau
lebih besar secara umum menunjukkan infeksi LGV yang aktif.
Penurunan titer dapat dipakai untuk menunjukkan keberhasilan terapi.
Titer rendah biasa didapatkan pada kasus-kasus inaktif atau infeksi
Chlamydia lain.

Pada tes RIP dan Micro IF typing lebih spesifik dan lebih sensitif dari
CFT dan dapat membedakan serotipe Chlamylia temasuk ketiga serotipe
penyebab LGV. Kekurangannya adalah sangat rumit dan mahal.

6. Kultur Jaringan

Dilakukan di dalam volk sac embrio ayam atau dalam biakan sel
dengan bahan pemeriksaan dari aspirasi pus bubo yang belum pecah
dapat memberi konfirmasi diagnosis.

D. Pemeriksaan Laboratorium Herpex Simplex Virus (Herpes Genital)

Dalam menangani kasus herpes genitalis, langkah pertama adalah


menegakkan diagnosis yang bila memungkinkan ditunjang dengan
pemeriksaan laboratorium. Diagnosis secara klinis ditegak- kan dengan
adanya gejal khas berupa vesikel berkelompok dengan dasar eritem dan
bersifat rekuren.

Pemeriksaan laboratorium yang paling sederhana adalah pemeriksaan tes


Tzank yang diwarnai dengan pengecatan Giemsa atau Wright, akan terlihat sel
raksasa berinti banyak. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan ini umumnya
rendah.

Pemeriksaan langsung dengan mikroskop elektron, hasilnya sudah dapat


dilihat dalam waktu 2 jam, tetapi tidak spesifik karena dengan teknik ini
kelompok virus herpes tidak dapat dibedakan.

Cara yang paling baik adalah dengan melakukan kultur jaringan, karena
paling sensitif dan spesifik dibandingkan dengan cara-cara lain. Bila titer virus
dalam spesimen cukup tinggi, maka hasil positif dapat dilihat dalam jangka
waktu 24-48 jam. Pertum- buhan virus dalam sel ditunjukkan dengan
terjadinya granulasi sito- plasmik, degenerasi balon dan sel raksasa berinti
banyak. Namun cara ini memiliki kekurangan karena waktu pemeriksaan yang
lama dan biaya yang mahal.

Masih ada sejumlah tes untuk mendeteksi antigen HSV dengan harapan
diagnosis lebih cepat ditegakkan dibandingkan dengan kultur. Tes ini
dilakukan secara imunologik memakai antibodi poliklonal atau monoklonal,
misalnya teknik pemeriksaan dengan imunofluoresensi, imunoperoksidase dan
ELISA. Deteksi antigen secara langsung dari spesimen sangat potensial, cepat,
dan dapat merupakan deteksi paling awal pada infeksi HSV.

Pemeriksaan imunoperoksidase tak langsung dan imunofluoresensi


langsung memakai antibodi poliklonal memberikan kemungkinan hasil positif
palsu dan negatif palsu. Dengan memakai antibodi monoklonal pada
pemeriksaan imunofluoresensi, dapat ditentukan tipe virus. Pemeriksaan
imunofluoresen memerlukan tenaga yane terlatih, dan mikroskop khusus.
Pemeriksaan antibodi monoklonal dengan cara mikroskopik imunofluoresen
tak langsung dari kerokan lesi, sensitivitasnya 78% sampai 88%.

Pemeriksaan dengan cara ELISA (enzyme linked immunosorbent assays)


adalah pemeriksaan untuk menemukan antigen HSV. Pemerik. saan ini
sensitivitasnya 95% dan sangat spesifik, tapi dapat berkurang jika spesimen
tidak segera diperiksa. Tes ini memerlukan waktu 4.5 jam. Tes ini juga dapat
dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadan HSV dalam serum penderita. Tes
ELISA ini merupakan tes altematif yang terbaik di samping mempunyai
beberapa keuntungan seperti hasilnya cepat dibaca, dan tidak memerlukan
tenaga terlatih.

Sumber :
Daili, Sjaiful Fahmi; dkk. 2011. Infeksi Menular Seksual Edisi Keempat. Jakarta:
Badan Penerbit FKUI.

Anda mungkin juga menyukai