Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KASUS PADA Tn.

K DENGAN SEPSIS DI RUANG


INTENSIVE CARE UNIT

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas : Profesi Keperawatan Gawat Darurat

NAMA : Erlan kusapy


NIM : 30190119078

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SANTO BORROMEUS
PADALARANG
2020
2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sepsis merupakan kondisi yang masih menjadi masalah kesehatan


dunia karena pengobatannya yang sulit sehingga angka kematiannya cukup
tinggi. Penelitian yang dilakukan di Inggris pada tahun 2001 sampai
dengan tahun 2010 oleh Mc. Pherson et al. (2013) menyatakan bahwa 1
dari 20 kematian yang terjadi di Inggris diakibatkan oleh sepsis, dengan
prevalensi kejadian sebesar 5,5% untuk wanita dan 4,8% untuk pria.
Angka kejadian sepsis yang dilaporkan di Amerika tercatat 750.000 setiap
tahunnya dan kematian sekitar 2% kasus terkait dengan kejadian severe
sepsis (Angus & Poll, 2013).

Penelitian yang dilakukan di Indonesia mengenai sepsis diantaranya


yang dilakukan di Rumah Sakit (RS) Dr. Soetomo pada tahun 2012
mengenai profil penderita sepsis akibat bakteri penghasil extended-
spectrum beta lactamase (ESBL) mencatat bahwa kematian akibat sepsis
karena bakteri penghasil ESBL adalah sebesar 16,7% dengan rerata
kejadian sebesar 47,27 kasus per tahunnya. Penelitian tersebut melaporkan
bahwa 27,08% kasus adalah sepsis berat, 14,58% syok sepsis dan 53,33%
kasus adalah kasus sepsis (Irawan et al., 2012).

Sepsis diawali dengan adanya kejadian systemic inflammatory response


syndrome (SIRS) yang disertai dengan infeksi. Walaupun kejadian sepsis
ditandai dengan adanya infeksi namun tidak selamanya terdapat
bakteremia. Kejadian tersebut dimungkinkan karena adanya endotoksin
maupun eksotoksin di dalam darah sedangkan bakterinya berada di dalam
jaringan (Guntur, 2008).
3

Sepsis dapat disebabkan oleh bakteri gram positif yang


menghasilkan eksotoksin, bakteri gram negatif yang menghasilkan
endotoksin, virus maupun jamur. Beberapa penelitian telah melaporkan
bahwa penyebab sepsis terbesar adalah bakteri gram negatif. Sebuah studi
epidemiologi melaporkan bahwa dari 14.000 pasien sepsis yang dirawat di
intensive care unit (ICU) di 75 negara disebutkan bahwa severe sepsis
yang disebabkan karena gram negatif sebesar 62% kasus, gram positif
sebesar 47% kasus dan 19% kasus disebabkan karena jamur (Vincent et
al., 2009).

Lipopolisakarida (LPS) yang dihasilkan oleh gram negatif akan


membentuk ikatan dengan lipo binding protein (LBP). Terjadi aktivasi
sistem imun seluler dan humoral sehingga membentuk LPS antibody
(LPSab) yang akan berikatan dengan reseptor cluster of differentiation
(CD) 14 untuk mengekspresikan produksi imunomodulator. Sepsis yang
disebabkan oleh gram positif terjadi karena eksotoksin berperan sebagai
superantigen yang akan difagosit oleh antigen presenting cell (APC) yang
akhirnya akan menyebabkan produksi berlebihan sitokin proinflamasi
(Guntur, 2006).

Kejadian sepsis disertai dengan adanya proses inflamasi. Inflamasi


merupakan suatu reaksi lokal jaringan yang melibatkan lebih banyak
mediator dibandingkan respons imun yang didapat. Sel-sel pada sistem
imun nonspesifik yang berperan diantaranya adalah neutrofil, sel mast,
basofil, eosinofil, makrofag jaringan. Makrofag jaringan yang aktif pada
suatu proses inflamasi akan melepaskan mediator sitokin berupa
interleukin 1 (IL) 1, IL-6 dan tumor necrosis factor alpha (TNF-α) yang
akan menginduksi perubahan lokal dan sistemik pada host (Baratawidjaja
& Renggaris, 2012).

Sitokin seperti IL-1 dan TNF-α akan memacu makrofag dan sel endotel
untuk memproduksi kemokin untuk meningkatkan ekspresi molekul
adhesi. Sitokin proinflamasi yang dilepaskan selama terjadinya sepsis
memberikan peranan yang cukup besar dalam perjalanan patogenesis
4

sepsis, severe sepsis maupun syok sepsis. Interleukin 1 dan TNF-α yang
dilepaskan selama sepsis merupakan mediator kunci sedangkan mediator
yang lainnya merupakan mediator suplementasi (Guntur, 2006).

Interleukin 1 merupakan sitokin yang berperan pada inflamasi akut


maupun kronik. Gene family IL-1 terdiri atas IL-1α, IL-1β, dan IL-1
receptor antagonist (IL-1Ra). Interleukin 1α dan IL-1β bersifat
proinflamasi sedangkan IL-1Ra bersifat antiinflamasi. Interleukin 1 beta
merupakan suatu imunoregulator yang berperan penting pada sepsis.
Sitokin ini akan meningkatkan produksi protein fase akut, perangsangan
sel endotel untuk memproduksi prostaglandin (PG), katabolisme jaringan,
ekspresi adhesions molecule dan aktivasi jalur koagulasi (Dinarello, 2011).

Sepsis dapat menyebabkan peningkatan sintesis hormon akibat


adanya stres. Sepsis meningkatkan produksi sitokin yang akan
menyebabkan perangsangan glukokortikoid dari korteks adrenal yang
diperantarai adenocorticotropic hormone (ACTH). Kortisol merupakan
hormon yang diproduksi oleh korteks adrenal pada zona fasiculata dan
retikularis. Sekresi kortisol dipengaruhi oleh rangsangan hormon
corticotropin releasing hormone (CRH). Hormon ini merupakan suatu
hormon stres yang kadarnya dapat meningkat pada keadaan inflamasi akut.
Sitokin proinflamasi dan kortisol akan bekerja dengan sistem feedback
negatif. Peningkatan kadar sitokin akan menyebabkan pengeluaran
kortisol. Kortisol berperan dalam menjaga tonus vaskuler dan hal ini
terkait dengan kejadian syok pada sepsis. Kortisol juga berperan untuk
menghambat sintesis sitokin proinflamasi melalui aktivitas nuclear factor
kappa beta (NF-κB) (Polito et al., 2011).

Penelitian yang ada sebelumnya menyebutkan adanya kaitan antara


kortisol dan IL- 6 pada pasien sepsis dan penelitian yang lainnya
mengkaitkan antara kadar kortisol dengan kejadian severe sepsis.
Penelitian ini dilaksanakan karena belum ada penelitian yang mengkaitkan
antara IL-1β dan kortisol bebas sebagai marker prognostik.
5

B. Rumusan Masalah

Sepsis adalah SIRS yang disertai dengan adanya suatu infeksi yang
memicu produksi IL-1β dan kortisol yang berpengaruh terhadap kejadian
syok septik. Apakah IL-1β dan kortisol bebas pada sepsis dapat digunakan
sebagai

marker prognostik?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menilai kadar IL-1β dan kortisol bebas pada
sepsis sebagai marker prognostic.
D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan laporan studi kasus
ini adalah metode deskriptif studi kasus dengan mengguanakan teknik
pengumpulan data melalui :
 Observasi

Teknik observasi dilakukan dengan pengumpulan data melalui


pengamatan langsung terhadap pasien.

 Pengukuran dan pemeriksaan fisik

Pengukuran dan pemeriksaan fisik merupakan cara untuk


memperoleh data dengan melakukan pemeriksaan fisik melalui
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

 Dokumentasi

Dokumenttasi yaitu cara memperoleh data melalui catatan medik


dan perawatan seperti pengobatan dan perawatan yang didapat.

Studi kepustakaan
6

Studi kepustakaan merupakan pencarian data dengan cara


mempelajari buku-buku, majalah, dan dokumen skripsi yang ada
kaitannya dengan penulisan laporan kasus ini.

E. Sistematika penulisan

BAB I : Pendahuluan ,bagian pendahuluan akan memaparkan


tentang latar belakang, tujuan penulisan, manfaat
penulisan, pengumpulan data, dan tempat serta
waktu, termasuk disini akan dijelaskan
sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan pustaka, membahas tentang pustaka-
pustaka yang terkait dengan masalah dan
pemecahannya
BAB III : Tinjauan Kasus, membahas tentang tinjauan kasus.
7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Teori
1. Pengertian
a. Sepsis adalah kondisi yang mengancam hidup yang muncul saat tubuh
berespon terhadap infeksi sistemik yang melukai organ dan jaringan
tubuh (Merinoff Symposium, 2010)
b. Sepsis adalah suatu sindrom klinis yang didefinisikan oleh kehadiran/
adanya infeksi dan sistemik Sindrom Respon Inflamasi (SIRS)
(Department of Health, 2014)
c. Sepsis adalah sindrom yang dikarakteristikkan oleh tanda-tanda klinis
dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang kearah
septicemia dan syok septic (Doengoes, Marylyn 2000)
Jadi kesimpulannya sepsis adalah suatu infeksi sistemik atau suatu
sindrom klinis yang disebabkan oleh respon inflamasi terhadap infeksi
sistemik dan bisa menyebabkan infeksi pada organ-organ diseluruh tubuh.
2. Anatomi Fisiologi Sistem Imun
8

Sumber : slideshare.net
Tubuh manusia memiliki suatu sistem pertahanan terhadap benda
asing danpatogen yang disebut sebagai sistem imun. Respon imun timbul
karena adanyareaksi yang dikoordinasi sel-sel, molekul-molekul terhadap
mikroba dan bahanlainnya. Sistem imun terdiri atas sistem imun alamiah
atau non spesifik(natural/innate/native) dan didapat atau spesifik
(adaptive/acquired). Baik sistemimun non spesifik maupun spesifik
memiliki peran masing-masing, keduanyamemiliki kelebihan dan
kekurangan namun sebenarnya ke dua sistem tersebutmemiliki kerja sama
yang erat.
a. Sistem Imun non Spesifik
Dalam mekanisme imunitas non spesifik memiliki sifat selalu
siap danmemiliki respon langsung serta cepat terhadap adanya patogen
pada individu yangsehat. Sistem imun ini bertindak sebagai lini
pertama dalam menghadapi infeksidan tidak perlu menerima pajanan
sebelumnya, bersifat tidak spesifik karena tidakditunjukkan terhadap
patogen atau mikroba tertentu, telah ada dan berfungsi sejaklahir.
Mekanismenya tidak menunjukkan spesifitas dan mampu melindungi
tubuhterhadap patogen yang potensial. Manifestasi respon imun
alamiah dapat berupakulit, epitel mukosa, selaput lendir, gerakan silia
saluran nafas, batuk dan bersin, lisozim, IgA, pH asam lambung.
Pertahanan humoral non spesifik berupa komplemen, interferon,
proteinfase akut dan kolektin. Komplemen terdiri atas sejumlah besar
protein yang biladiaktifkan akan memberikan proteksi terhadap infeksi
dan berperan dalam responinflamasi. Komplemen juga berperan
sebagai opsonin yang meningkatkanfagositosis yang dapat
menimbulkan lisis bakteri dan parasit. Tidak hanyakomplemen,
kolektin merupakan protein yang berfungsi sebagai opsonin yangdapat
mengikat hidrat arang pada permukaan kuman.
Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein yang diproduksi
olehmakrofag yang diaktifkan, sel NK dan berbagai sel tubuh yang
mengandungnukleus dan dilepas sebagai respons terhadap infeksi
virus. Peningkatan kadar C-reactive protein dalam darah dan Mannan
9

Binding Lectin yang berperan untukmengaktifkan komplemen terjadi


saat mengalami infeksi akut.
Sel fagosit mononuklear dan polimorfonuklear serta sel Natural
Killer dansel mast berperan dalam sistem imun non spesifik
selular.Neutrofil, salah satu fagosit polimorfonuklear dengan granula
azurophilicyang mengandung enzyme hidrolitik serta substansi
bakterisidal seperti defensinsdan katelicidin.Mononuklear fagosit yang
berasal dari sel primordial danberedar di sel darah tepi disebut sebagai
monosit. Makrofag di sistem saraf pusatdisebut sebagai sel mikroglia,
saat berada di sinusoid hepar disebut sel Kupffer, disaluran pernafasan
disebut makrofag alveolar dan di tulang disebut sebagaiosteoklas.
Sel Natural Killer merupakan sel limfosit yang berfungsi dalam
imunitasnonspesifik terhadap virus dan sel tumor. Sel mast berperan
dalam reaksi alergidan imunitas terhadap parasit dalam usus serta
invasi bakteri.
b. Sistem Imun Spesifik
Sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali
benda yangdianggap asing. Benda asing yang pertama kali muncul
akan segera dikenali danterjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut.
Benda asing yang sama, bilaterpajan ulang akan dikenal lebih cepat
dan kemudian dihancurkan. Responsistem imun spesifik lebih lambat
karena dibutuhkan sensitisasi oleh antigennamun memiliki
perlindungan lebih baik terhadap antigen yang sama. Sistemimun ini
diperankan oleh Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari
selprogenitor limfoid
1) Sistem imun spesifik humoral
Limfosit B atau sel B berperan dalam sistem imun spesifik
humoral yangakan menghasilkan antibodi. Antibodi dapat
ditemukan di serum darah,berasal dari sel B yang mengalami
proliferasi dan berdiferensiasi menjadisel plasma. Fungsi utama
antibodi sebagai pertahanan terhadap infeksiekstraselular, virus
dan bakteri serta menetralisasi toksinnya. Sel Bmemiliki reseptor
yang spesifik untuk tiap-tiap molekul antigen dandapat dideteksi
10

melalui metode tertentu melalui marker seperti CD19,CD21 dan


MHC II
2) Sistem imun spesifik selular
Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik selular. Pada
orangdewasa, sel T dibentuk di sumsung tulang tetapi proliferasi
dandiferensiasinya terjadi di kelenjar timus. Persentase sel T yang
matang
dan meninggalkan timus untuk ke sirkulasi hanya 5-10%.
Fungsi utamasistem imun spesifik selular adalah pertahanan
terhadap bakteri
intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan.
Sel T terdiri atas beberapa subset dengan fungsi yang
berbeda-bedayaitu sel Th1, Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3 atau Ts
atau sel Tr. CD4+merupakan penanda bagi sel T helper dan CD8
merupakan penanda dariCTL yang terdapat pada membran protein
sel.
c. Proliferasi Limfoblas
Limfoblas merupakan progenitor sel limfoid pertama yang terdapat
disumsum tulang. Limfoblas berbentuk bulat, berukuran 15-20µ
dengan sitoplasmabiru dan tidak bergranula. Inti sel limfoblas
berbentuk bulat dengan kromatinrelatif lebih kasar serta difus dan
memiliki nukeoli 1-2. Limfoblas akan membelahdua atau tiga kali
menjadi sel prolimfosit yang pada stadium selanjutnya akanmenjadi
limfosit. Semakin matang sel ini ukurannnya akan bertambah
kecildengan kromatin padat dan tidak ada nukleoli.
Sel progenitor limfoid dengan pengaruh IL-7 akan berkembang
menjadi selprolimfosit T dan B menghasilkan jumlah sel yang banyak.
Proses pematangan selT dan B memiliki jalur yang berbeda,
pematangan sel B berada di sumsum tulangsedangkan sel T berada di
timus. Dalam proses perkembangannya akan terjadiseleksi positif dan
negatif yang terjadi dalam organ limfoid primer melaluiinteraksi
dengan molekul MHC.
11

Seleksi positif terjadi pada imatur sel T apabila sel tersebut


berikatan lemahdengan self antigen pada MHC. Sedangkan seleksi
negatif terjadi pada sel T yangAPC nya berikatan kuat dengan self
antigen. Sel dengan seleksi negatif akanmendapat sinyal apoptosis dan
mati. Sel limfosit dengan seleksi positif akanmasuk ke jaringan limfoid
sekunder untuk berproliferasi dan menjadi matang.
Limfosit T dan limfosit B matur yang belum terpapar oleh antigen
dikenaldengan istilah naive limfosit. Limfosit naif ini berada dalam
keadaan istirahat atauG0 pada siklus sel dan apabila teraktivasi oleh
antigen melalui Antigen PresentingCell (APC) akan berproliferasi
menjadi limfoblas. Mekanisme ini menghasilkansuatu proses yang
disebut sebagai clonal expansion sehingga menghasilkan jumlah sel
yang banyak. Limfosit T, baik CD4 + maupun CD8 +
akanberproliferasi dan berdiferensiasi sesuai fungsinya yaitu efektor
dan memori.
Pada sel T naif (Th0) dipengaruhi oleh mekanisme autokrin dari
IL-2 untukberproliferasi yang akan berdiferensiasi menjadi Th1 dan
Th2. Proses diferensiasiTh1 melibatkan reseptor sel T, IFN-γ, IL-12
dan T-bet, STAT1, STAT4 sebagaifaktor transkripsi. Fungsi utama
Th1 sebagai pertahanan dalam melawan infeksiterutama oleh mikroba
intraselular, mekanisme efektor ini terjadi melalui aktivasimakrofag,
sel B dan sel neutrofil. Diferensiasi Th2 muncul sebagai
responterhadap reaksi alergi dan parasit, melibatkan reseptor sel T, IL-
4, faktortranskripsi GATA-3 dan STAT6. IL-4 menstimulasi terhadap
produksi IgE yangberfungsi dalam opsonisasi parasit. Selain itu, IL-5
juga diproduksi oleh Th2 yangmengaktivasi eosinofil sebagai respon
terhadap adanya antigen parasit.
Pada studi baru-baru ini, ditemukan Th17 sebagai subset ketiga
dari sel TCD4 + mencit. Sel Th17 ini mensekresikan IL-17, tidak
memproduksi IFN- γ ataupun IL-4. Diferensiasi sel Th17 dari sel T
naïve CD4 + berasal dari stimulasiantigen dan hadirnya sitokin TGF-β
bersama dengan IL-6, IL-1 dan sitokin pro-inflamatori lainnya.
Sebaliknya, diferensiasi sel Th17 ini dihambat oleh IFN-γ atau IL-4.
12

Aktivasi sel B naif diawali dengan pengenalan spesifik oleh


reseptorpermukaan. Antigen dan perangsang lain termasuk Th,
merangsang proliferasidan diferensiasi klon sel B spesifik. Interaksi sel
T dan B pada T-B interface yangselanjutnya sel B akan diaktifkan oleh
CD40L dan sitokin. Kemudian terbentukfokus ekstrafolikular sel B di
zona sel T dan terjadi isotype switching serta sekresiIg. Sel B yang
teraktivasi akan kembali lagi ke folikel selanjutnya akan
terbentukgerminal center yang merupakan tempat maturasi afinitas,
isotype switching, sel Bmemori dan sel plasma.
3. Terminologi dan Klasifikasi Sepsis
Sesuai konsensus sepsis yang telah disusun oleh ACCP dan
SCCM, makakriteria diagnosis sepsis dapat diklasifikasikan sesuai dengan
tahapanperkembangannya sebagai berikut :
a. Bakteremia : Adanya bakteri dalam darah, yang di buktikan
dengankultur darah positif.
b. Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) : Respon
tubuhterhadap inflamasi sistemik, ditandai dengan dua atau lebih
keadaanberikut :
 Suhu > 38 0 C atau < 36 0 C.
 Takikardia (HR > 90 kali/menit)
 Takipnue (RR > 20 kali/menit) atau PaCO 2 < 32 mmHg
 Leukosit darah > 12.000/µL, < 4.000/µL atau neutrofil batang
>10%
c. Sepsis : SIRS yang dibuktikan atau diduga penyebabnya adalah
kuman.
d. Sepsis berat (severe sepsis) : Sepsis yang disertai dengan
disfungsiorgan, hipoperfusi atau hipotensi (tekanan sistolik <90mmHg
atau terjadipenurunan >40mmHg dari keadaan sebelumnya tanpa
penyebab yanglain) termasuk asidosis laktat, oliguria dan penurunan
kesadaran
e. Septik syok : Sepsis dengan hipotensi meskipun telah diberikan
resusitasicairan secara adekuat, bersama dengan disfungsi organ.
13

f. Hipotensi : Tekanan darah sistolik < 90 mmHg atau berkurang 40


mmHgdari tekanan darah normal pasien.
g. Multiple Organ Dysfunction Syndrome (MODS) : Disfungsi dari
satuorgan atau lebih, memerlukan intervensi untuk
mempertahankanhomeostatis

4. Etiologi
Sepsis merupakan respon terhadap setiap kelas mikroorganisme.
Dari hasilkultur darah ditemukan bakteri dan jamur 20-40% kasus dari
sepsis. Bakteri gramnegatif dan gram positif merupakan 70% dari
penyebab infeksi sepsis berat dansisanya jamur atau gabungan beberapa
mikroorganisme. Pada pasien yang kulturdarahnya negatif, penyebab
infeksi tersebut biasanya diperiksa denganmenggunakan kultur lainnya
atau pemeriksaan mikroskopis. Penelitian terbaru mengkonfirmasi bahwa
infeksi dengan sumber lokasi saluranpernapasan dan urogenital adalah
penyebab paling umum dari sepsis (Shapiro,2010)

Faktor Presipitasi
Tabel 1. Penyebab Sepsis pada Orang Sehat
Sumber lokasi Mikroorganisme
Kulit taphylococcus aureus dan gram
positif bentukcocci lainnya
Saluran kemih Eschericia coli dan gram negatif
bentuk batanglainnya
Saluran pernapasan Streptococcus pneumonia
Usus dan Kantung empedu Enterococcus faecalis, E.coli dan
gram negativebentuk batang lainnya,
14

Bacteroides fragilis
Organ pelvis Neissseria gonorrhea,anaerob
Sumber : Moss et.al, 2012

Tabel 2. Penyebab Umum Sepsis pada Pasien yang Dirawat


Masalah Klinis Mikroorganisme
Pemasangan Kateter Escherichia coli, Klebsiella
spp.,Proteus spp., Serratia
spp.,Pseudomonas spp.
Penggunaan iv kateter Staphylococcus
aureus,Staph.epidermidis, Klebsiella
spp.,Pseudomonas spp., Candida albicans
Setelah operasi:

Wound infection Staph.aureus,E.coli,anaerobes(tergantung


lokasinya)

Tergantung lokasi anatominya


Deep infection
Luka bakar coccus gram-positif, Pseudomonasspp.,
Candida albicans
Pasien Semua mikroorganisme diatas
immunocompromised
Sumber : Moss et.al, 2012
Faktor Resiko
a. Usia
Pada usia muda dapat memberikan respon inflamasi yang lebihbaik
dibandingkan usia tua. 19 Orang kulit hitam memiliki
kemungkinanpeningkatan kematian terkait sepsis di segala usia, tetapi
risiko relative mereka terbesar dalam kelompok umur 35 sampai 44
tahun dan 45 sampai54 tahun. Pola yang sama muncul di antara orang
Indian Amerika / AlaskaPribumi. Sehubungan dengan kulit putih,
orang Asia lebih cenderungmengalami kematian yang berhubungan
dengan sepsis di masa kecil danremaja, dan kurang mungkin selama
masa dewasa dan tua usia. RasHispanik sekitar 20% lebih mungkin
15

dibandingkan kulit putih untukmeninggal karena penyebab yang


berhubungan dengan sepsis di semuakelompok umur.
b. Jenis Kelamin
Perempuan kurang mungkin untuk mengalami kematian
yangberhubungan dengan sepsis dibandingkan laki-laki di semua
kelompok ras/etnis. Laki-laki 27% lebih mungkin untuk mengalami
kematian terkaitsepsis. Namun, risiko untuk pria Asia itu dua kali lebih
besar, sedangkanuntuk laki-laki Amerika Indian / Alaska Pribumi
kemungkinan mengalamikematian berhubungan dengan sepsis hanya
7%.
c. Ras
Tingkat mortalits terkait sepsis tertinggi diantara ornag ulit hitam
dan terendah diantara orang asia.
d. Penyakit komorbid
Kondisi komorbiditas kronis yang mengubah fungsi
kekebalantubuh (gagal ginjal kronis, diabetes mellitus, HIV,
penyalahgunaanalkohol) lebih umum pada pasien sepsis non kulit
putih, dan komorbiditaskumulatif dikaitkan dengan disfungsi organ
akut yang lebih berat.
e. Genetik
Pada penelitian Hubacek JA, et al menunjukkan
bahwapolimorfisme umum dalam gen untuk lipopolysaccharide
binding protein(LBP) dalam kombinasi dengan jenis kelamin laki-laki
berhubungandengan peningkatan risiko untuk pengembangan sepsis
dan, lebih jauhlagi, mungkin berhubungan dengan hasil yang tidak
menguntungkan.Penelitian ini mendukung peran imunomodulator
penting dari LBP di sepsis Gram negatif dan menunjukkan bahwa tes
genetik dapat membantuuntuk identifikasi pasien dengan respon yang
tidak menguntungkan untukinfeksi Gram-negatif
f. Terapi Kortikosteroid
Pasien yang menerima steroid kronis memiliki
peningkatankerentanan terhadap berbagai jenis infeksi. Risiko infeksi
berhubungandengan dosis steroid dan durasi terapi. Meskipun bakteri
16

piogenikmerupakan patogen yang paling umum, penggunaan steroid


kronismeningkatkan risiko infeksi dengan patogen intraseluler seperti
Listeria,jamur, virus herpes, dan parasit tertentu. Gejala klinis yang
dihasilkan darisebuah respon host sistemik terhadap infeksi
mengakibatkan sepsis.
g. Kemoterapi
Obat-obatan yang digunakan dalam kemoterapi tidak
dapatmembedakan antara sel-sel kanker dan jenis sel lain yang tumbuh
cepat,seperti sel-sel darah, sel-sel kulit. Orang yang menerima
kemoterapiberesiko untuk terkena infeksi ketika jumlah sel darah putih
merekarendah. Sel darah putih adalah pertahanan utama tubuh
terhadap infeksi.Kondisi ini, yang disebut neutropenia, adalah umum
setelah menerimakemoterapi. Untuk pasien dengan kondisi ini, setiap
infeksi dapat menjadiserius dengan cepat. Menurut Penack O, et al.,
sepsis merupakan penyebabutama kematian pada pasien kanker
neutropenia
h. Obesitas
Obesitas dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitaspada pasien dengan sepsis akut. Menurut penelitian Henry
Wang, RussellGriffin, et al. didapatkan hasil bahwa obesitas pada
tahap stabil kesehatansecara independen terkait dengan kejadian sepsis
di masa depan. Lingkarpinggang adalah prediktor risiko sepsis di masa
depan yang lebih baikdaripada BMI. Namun pada penelitian
Kuperman EF, et al diketahuibahwa obesitas bersifat protektif pada
mortalitas sepsis rawat inap dalamstudi kohort, tapi sifat protektif ini
berhubungan dengan adanyakomorbiditas resistensi insulin dan
diabetes

5. Patofisiologi Sepsis
Pathogenesis
Respon host pada sepsis terdiri dari beragam mekanisme imunitas.
Sebagianbesar berasal dari sistem imunitas bawaan dan imunitas adaptif
yang manakomponen dari imunitas bawaan termasuk sel fagositik, seperti
17

neutrofil danmakrofag yang dapat menelan dan menghilangkan patogen


sedangkan imunitasadaptif merupakan imunitas yang spesifik terhadap
patogen dan mempunyaimemori imunologik untuk mencegah infeksi
ulangan.
 Imunitas bawaan (Innate Immunity).
Sistem imunitas bawaan merupakan respon awal tubuh terhadap
bakteri patogen dengan aktivasi cepat. 17 Sel neutrofil dan makrofag
yang berperan dalamfase ini memiliki Pattern Recognition Receptors
(PRRs) yang segera mengenaliPathogen-Associated Molecular
Patterns (PAMPs) yang terdapat pada bakterigram positif. 19
Mekanisme pengenalan ini memicu sekresi berbagai sitokin yangsalah
satunya adalah TNF-α.Selain mekanisme pengenalan PAMPs, monosit
juga akan mengaktivasifaktor transkripsi seperti PRRs intraselulerm,
NOD1 dan NOD2 yang akanmengaktivasi sistem imunitas tubuh
melalui NF- K B ketika berikatan denganmolekul patogen yang
difagositnya
 Imunitas adaptif (Adaptive Immunity)
Sistem imunitas adaptif berfungsi menghasilkan respon yang
spesifikterhadap patogen dan menghasilkan imunitas protektif terhadap
re-infeksi olehorganisme yang sama. Makrofag yang mem-fagosit
patogen asing (bakteri danvirus) akan memunculkan protein
permukaan dari mikroorganisme tersebut padatempat pengikatan
Major Histocompatibility Complex (MHC), MHC iniselanjutnya akan
menampilkan protein untuk menarik sel T spesifik yangberperan dalam
aktivasi sitokin serta antibodi yang sesuai.
Limfosit B (sel B) menghasilkan berbagai macam antibodi dan
pengenalanantigen oleh reseptor atau menginduksi survival dari sel T
yang terlibat sehinggadapat menimbulkan memori imunologik. Sel T-
helper (Th) yang terbagi menjadi2 tipe (Th1 dan Th2) berfungsi untuk
melawan infeksi, produksi antibody (terutama pada respon IgE) dan
patogenesis reaksi hipersensitivitas.
Pada kondisi syok septik, ditemukan adanya peningkatan sel T
regulator yangberfungsi memodulasi pematangan sel imun untuk
18

membatasi respon adaptif, sertaapoptosis limfosit dan sel dendritik.


4,5,20,21 Hilangnya sel-sel ini (limfosit dandendritik) menyebabkan
kerusakan pada imunitas adaptif. Pada fase awal responimunitas tubuh,
Th-1 mendominasi karena berkaitan dengan infeksi
patogen,selanjutnya terjadi pergeseran menuju Th-2 ketika makrofag
dan sel dendritikmemfagosit produk apoptosis sel imun dan kemudian
menghasilkan berbagaisitokin. Pergeseran Th-1 menjadi Th-2
berdampak pada terjadinya imunoparesis.
Patofisiologi
 Respon imun terhadap infeksi
Reaksi tubuh (host) terhadap infeksi tergantung pada kombinasi
yangkompleks dari imunitas bawaan dan imunitas adaptif. Imunitas
adaptif bergantungpada sebagian besar reseptor antigen spesifik yang
ada pada memori patogen yangsebelumnya ditemui, sedangkan
imunitas bawaan menggambarkan respon hostterhadap komponen
molekul tertentu untuk dapat menyerang patogen, hal initermasuk
lipopolisakarida (LPS) dan peptidoglycans bakteri, serta glikolipid
RNA mikobakteri. Imunitas bawaan mempunyai peran penting dalam
menandakan adanyainisiasi reaksi immuno-inflamasi serta infeksi
gram-negatif (60% dari kasussepsis) yang dipicu oleh endotoksin
(lipopolisakarida) dan infeksi gram-positif(40% dari kasus sepsis)
yang terjadi baik akibat produksi eksotoksin atau karenafragmen
membran sel. Lipopolisakarida yang dikomplekskan dengan
proteinplasma tertentu selanjutnya berikatan dengan reseptor membran
(CD14) pada selefektor seperti makrofag dan sel endotel. Hal ini
merupakan tanda mulainyatransduksi sinyal intraseluler melalui
mekanisme reseptor spesifik (TLR).
 Respon Inflamasi terhadap infeksi
Setelah respon inflamasi dipicu, endotelium vaskular orchestrates
prosesinflamasi berikutnya, mengarahkan elemen seluler (terutama
leukosit) ke lokasiinfeksi. Kompleks interaksi endotel-leukosit
merupakan prekursor penting untukmempertahankan respon inflamasi,
hal ini diatur oleh urutan waktu pada ekspresimolekuler
19

 Leukosit-endotel adhesi dan migrasi


Marginasi leukosit awal dan yang berjalan sepanjang dinding
endotel diaturoleh kelompok glikoprotein yang dikenal sebagai
selectins pada permukaan keduasel endotel (P-dan E-selectins) dan
leukosit (L-selectin). Proses ini dipicu olehberbagai mediator
proinflamasi termasuk tumor necrosis factor (TNF-α),interleukin 1
(IL-1), histamin, komplemen, leukotrien, dan radikal bebas.Rendahnya
afinitas yang dihasilkan pada pola interaksi tersebut
dapatmempromosikan adhesi intermiten antara leukosit dan
endotelium.Kekuatan adhesi leukosit-endotel diikuti dengan
transmigrasi leukosit keluardari pembuluh darah ke dalam jaringan di
bawahnya (dinding pos-kapiler venula),meskipun dapat terjadi pada
kapiler paru. Migrasi tersebut juga didukung olehkarena permeabilitas
pembuluh darah yang meningkat dan edema local

 Respon Endotel dan jaringan local


Sitokin pro-inflamasi dan neutrofil yang disekresikan ke dalam
endotelpembuluh darah dianggap menginduksi apoptosis (kematian sel
terprogram)dalam sel-sel endotel, dimana aktivasi neutrofil
menyebabkan kerusakan olehkaskade kejadian yang mengarah pada
pembentukan radikal bebas oksigen O 2 •dan OH • dalam sel endotel,
22 sehingga dariinteraksi endotel-leukosit tersebutmenghasilkan
cedera jaringan yang terjadi baik pada tingkat sel endotel maupun
jaringan di bawahnya. Pada sepsis, respon inflamasi istirahat bebas
dari anti-inflamasi sehinggadapat meluas dan menyebabkan kerusakan
sistemik
 Nitrat oksida dan efek potensial terhadap respirasi sel pada sepsis.
NO dihasilkan dari L-arginin oleh aksi sintase nitrogen oksida
enzim (NOS).Ada tiga isoform dari NOS: 21
- eNOS : ditemukan di endothelium,
- nNOS : ditemukan di neuron,
- iNOS : ditemukan di sejumlah lokasi (misalnya makrofag,
otot polos dan
20

endotelium).
eNOS dan nNOS adalah enzim konstitutif yang dikelompokkan
di dalamcNOS. Sebaliknya, ekspresi iNOS diinduksi oleh beberapa
rangsangan yangberhubungan dengan peradangan dan jumlah iNOS
yang dihasilkan jauh lebihbesar dibandingkan cNOS.
NO berfungsi mengatur respirasi sel dengan bertindak pada
oksidasesitokrom C mitokondria (kompleks IV) untuk mengurangi
penggunaan oksigen.Karena NO dapat digantikan oleh O 2 dalam
proses yang kompetitif, makainteraksi antara O 2 dan tingkat fisiologis
NO berfungsi melindungi sel denganmengurangi jumlah konsumsi O 2
saat tingkat O 2 rendah.
Namun, dalam sepsis rangsangan pro-inflamasi menyebabkan
induksi iNOSselama beberapa jam, sehingga menyebabkan produksi
NO berlebihan. Dalam halini, ada O 2 yang cukup untuk menggantikan
NO dari kompleks IV. Akibatnya,rantai pernapasan menjadi
berkurang. O2 pada akhirnya, bereaksi dengan NObebas untuk
membentuk anion peroxynitrite (ONOO•). Berbeda dengan
efekreversibel NO di kompleks IV, ONOO• menyebabkan kerusakan
permanen padakompleks I dan III, sehingga menyebabkan inisiasi
terjadinya apoptosis. Haltersebut dibuktikan dengan adanya disfungsi
mitokondria di sejumlah jaringanselama sepsis, termasuk monosit,
mukosa usus, hati dan otot rangka. Tingkatdisfungsi sesuai dengan
tingkat keparahan sepsis

6. Manifestasi Klinik
Gejala klinis sepsis biasanya didahului oleh tanda-tanda sepsis
nonspesifik, seperti demam hingga menggigil dan gejala konstitutif seperti
lelah,malaise, gelisah atau kebinggungan
Kriteria diagnostic sepsis menurut ACCP/SCCM(2001) dan
International Sepsis Definitions Conference (2003) kriteria diagnostic
sepsis adalah:
a. Variable Umum
21

 Suhu tubuh >38 C


 HR > 90x/menit
 Takipneu
 Penurunan Status Mental
 Edema atau balance cairan yang positif > 20ml/kg/24jam
 Hiperglikemia > 120 mg/dl pada pasien yang tidak diabetes
b. Variable Inflamasi
 WBC >12.000/mm 3atau < 4000/mm3atau 10 % bentuk immature
 Peningkatan plasma C- reactive protein
 Peningkatan plasma procalcitonin
c. Variable Hemodinamik
 Hipotensi atrial (sistolik <90 mmHg atau penurunan sistolikm40>
mmHg dari sebelumnya). Mean atrial pressure < 70 mmHg
 Saturasi vena (SvO2 >70 %)
 Kardiak indeks > 3,5 L/m/m3
d. Variable Perfusi Jaringan
 Serum laktat > 1 mmol/L
 Penurunan capillary refille
e. Variable Disfungsi Organ
 Atrial hipoksemia (PaO2/FiO2<300)
 Akut oliguria atau urine output < 0,5 ml/ kg/jam
 Peningkatan creatinin >0,5 mg/dl
 Abnormalitas koagulasi, INR > 1,5 atau APTT > 60 detik
 Ileus
 Trombositopenia (Trombosit < 100.000 mm3)
 Hiperbilirubinemia (Plasma total bilirubin > 4mg/dl)

7. Komplikasi
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari.Potensi
komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
22

a. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguanfungsi


respirasi akut (acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan
terutamapada paru. Terbentuknya cairan inflamasi dalam
alveolimengganggu pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps
paru, dan menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguanfungsi
respirasi dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ ARDStimbul pada banyak
kasus sepsis atau sebagian besar kasussepsis yang berat dan biasanya
mudah terlihat pada foto toraks,dalam bentuk opasitas paru bilateral
yang konsisten denganedema paru. Pasien yang septik yang pada
mulanya tidakmemerlukan ventilasi mekanik selanjutnya
mungkinmemerlukannya jika pasien mengalami ALI/ ARDS
setelahresusitasi cairan.

b. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)


Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade
koagulasidiaktivasi secara difus sebagai bagian respons inflamasi.
Padasaat yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya
bertindakuntuk mempertahankan kaskade pembekuan,
diaktifkan.Sehingga memulai spiral umpan balik dimana kedua
sistemdiaktifkan secara konstan dan difus−bekuan yang baruterbentuk,
lalu diuraikan. Sejumlah besar faktor pembekuanbadan dan trombosit
dikonsumsi dalam bekuan seperti ini.Dengan demikian, pasien berisiko
mengalami komplikasiakibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya
koagulopati padasepsis berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.
c. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok
septik,dengan mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya
adalahkerja langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan
perfusiarteri koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung
yangberlebihan, yang dapat memicu sindroma koronaria akut
(ACS)atau infark miokardium (MCI), terutama pada pasien usialanjut.
23

Dengan demikian obat inotropic dan vasopressor (yangpaling sering


menyebabkan takikardia) harus digunakan dengan berhati-hati
bilamana perlu, tetapi jangan diberikan bila tidakdianjurkan.
d. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai
ikteruskolestatik, dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase,
danalkali fosfatase. Fungsi sintetik biasanya tidak berpengaruhkecuali
pasien mempunyai status hemodinamik yang tidakstabil dalam waktu
yang lama.
e. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang
utamaterjadinya gagal ginjal pada keadaan sepsis,
yangdimanifestasikan sebagai oliguria, azotemia, dan sel-
selperadangan pada urinalisis. Jika gagal ginjal berlangsung beratatau
ginjal tidak mendapatkan perfusi yang memadai, makaselanjutnya
terapi penggantian fungsi ginjal (misalnyahemodialisis) diindikasikan.
f. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga
intervensidiperlukan untuk mempertahankan homeostasis.
 Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkanlangsung oleh
infeksi atau trauma pada organ-organtersebut. Misal, gangguan
fungsi jantung/paru padakeadaan pneumonia yang berat.
 Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkanoleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadapserangan. Misal, ALI atau
ARDS pada keadaanurosepsis.

8. Pemeriksaan Diagnostik
Tindakan tes diagnostik pada pasien dengan sindrom sepsis atau
dicurigaisindrom sepsis memiliki dua tujuan. Tes diagnostik digunakan
untukmengidentifikasi jenis dan lokasi infeksi dan juga menentukan
tingkat keparahaninfeksi untuk membantu dalam memfokuskan terapi
(Shapiro et.al,2010).Bila pasien mengalami penurunan kesadaran, sebelum
evaluasi diagnostic dimulai lakukan penilaian awal dari pasien yang sakit
24

perhatikan jalan nafas(perlu untuk intubasi), pernapasan (laju pernafasan,


gangguan pernapasan, denyutnadi), sirkulasi (denyut jantung, tekanan
darah, tekanan vena jugularis, perfusikulit), dan inisiasi cepat resusitasi
(Russell, 2012). Kemudian dilakukananamnesis riwayat penyakit dan juga
beberapa pemeriksaan fisik untuk mencarietiologi sepsis.
Sistem pernapasan adalah sumber yang paling umum infeksi pada
pasiensepsis. Riwayat batuk produktif, demam, menggigil, gejala
pernapasan atas,masalah tenggorokan dan nyeri telinga harus dicari.
Kedua, adanya pneumoniadan temuan takipnea atau hipoksia telah terbukti
merupakan alat prediksikematian pada pasien dengan sepsis. Pemeriksaan
fisik juga harus mencakupevaluasi rinci untuk infeksi fokal, misalnya
tonsilitis eksudatif, nyeri pada sinus,injeksi membran timpani, dan ronki
atau dullness pada auskultasi paru.
Sistem pencernaan adalah yang kedua paling umum sumber
sepsis.Sebuah riwayat nyeri perut, termasuk deskripsi, lokasi, waktu, dan
faktorpemberat harus dicari. Riwayat lebih lanjut, termasuk adanya mual,
muntah, dandiare harus dicatat. Pemeriksaan fisik yang cermat, mencari
tanda-tanda iritasiperitoneal, nyeri perut, dan bising usus , sangat penting
dalam mengidentifikasisumber sepsis perut. Perhatian khusus harus
diberikan temuan fisik member kesan sumber umum infeksi atau penyakit
tanda Murphy menunjukkankolesistitis, nyeri pada titik McBurney
menunjukkan usus buntu, nyeri kuadrankiri bawah menunjukkan
divertikulitis, dan pemeriksaan rektal mengungkapkanabses rektum atau
prostatitis.
Sistem neurologis diperiksa dengan mencari tanda-tanda
meningitis,termasuk kaku kuduk, demam, dan perubahan kesadaran.
Pemeriksaan neurologisterperinci adalah penting. Letargi atau perubahan
mental mungkin menunjukkanpenyakit neurologis primer atau hasil dari
penurunan perfusi otak dari keadaanshock.
Riwayat urogenital termasuk pertanyaan mengenai adanya nyeri
pinggang,disuria, poliuria, discharge, pemasangan kateter, dan
instrumentasi urogenital.Riwayat seksual untuk menilai resiko penyakit
menular seksual. Alat kelaminjuga harus diperiksa untuk melihat apakah
25

ada bisul, discharge, dan lesi penis atauvulva. Pemeriksaan dubur harus
dilakukan, menentukan ada nyeri, pembesaranprostat, konsisten dengan
prostatitis. Nyeri adneksa pada wanita berpotensi absestuba-ovarium.
Riwayat muskuloskeletal adanya gejala ke sendi tertentu.
Kemerahan,pembengkakan, dan sendi terasa hangat, terutama jika ada
berbagai penurunankemampuan gerak sendi, mungkin tanda-tanda sepsis
arthritis dan mungkinarthrocentesis. Pasien harus benar-benar terbuka dan
kulit diperiksa untuk melihatselulitis, abses, infeksi luka, atau trauma.
Luka yang mendalam, benda asing sulituntuk mengidentifikasi secara
klinis. Petechiae dan purpura merupakan infeksiNeisseria meningitidis
atau DIC. Ruam seluruh tubuh merupakan eksotoksin daripathogen seperti
Staphylococcus aureus atau Streptococcus pyogenes (Shapiroet.al,2010).
Pada pasien sepsis juga dilakukan pemeriksaan laboratorium
danpemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosis.Pada tabel
dibawahdijelaskan hal-hal yang menjadi indikator laboratorium pada
penderita sepsis.

Pemeriksa Temuan Uraian


an Laboratorium
Hitung Leukosit Leukositosis atau Endotoxemia menyebabkan leukopenia
Leukopenia
Hitung Trombositosis atau Peningkatan jumlahnya diawal
Trombosit menunjukkan responfase akut;
Trombositopenia penurunan jumlahtrombosit
menunjukkan DIC
Kaskadekoagulsi Defisiensi protein Abnormalitas dapat diamatisebelum
C;defisiensi kegagalan organdan tanpa pendarahan
antitrombin;peningkat
an D-dimer;

pemanjangan PT dan
PTT
Kreatinin Peningkatan Kreatinin Indikasi gagal ginjal akut
Asam laktat As.laktat>4m Hipoksia jaringan
mol/L(36mg/dl)
Enzim hati Peningkatan Gagal hepatoselular akut disebabkan
alkalinephosphatase, hipoperfusi
AST, ALT,bilirubin
Serum Hipofosftemia Berhubungan dengan level cytokine
fosfat proinflammatory
26

C-reaktif Meningkat Respon fase akut


protein (CRP)
Procalcito Meningkat Membedakan SIRS denganatau tanpa
nin infeksi
Sumber : LaRosa, 2010
Pemeriksaan penunjang yang digunakan foto toraks, pemeriksaan
dengan prosedur radiografi dan radioisotope lain sesuai dengan dugaan
sumber infeksi primer.

9. Penatalaksanaan Klinis Severe sepsis berdasarkan evidence-based


Penanganan Severe sepsis dan syok septiksaat ini bertujuan untuk
mangatasi infeksi, mencapaihemodinamik yang stabil, meningkatkan
respon imunitas,dan memberikan support untuk organ dan
metabolisme.Surviving Sepsis Campaign (SSC) adalah prakarsa
globalyang terdiri dari organisasi internasional dengan tujuanmembuat
pedoman yang terperinci berdasarkan
evidence-based dan rekomendasi untuk penanganan Severe sepsis
dan syok septik. Penanganan berdasarkanSSC.

a. Sepsis Resuscitation Bundle (initial 6 h)


Resusitasi awal pasien sepsis harus dikerjakandalam waktu 6
jam setelah pasien didiagnosis sepsis.Hal ini dapat dilakukan di ruang
emergensi sebelum pasien masuk di ICU. Identifikasi awal dan
resusitasi yangmenyeluruh sangat mempengaruhi outcome. Dalam 6
jampertama “Golden hours” merupakan kesempatan yang kritis pada
pasien. Resusitasi segera diberikan bila terjadihipotensi atau
peningkatan serum laktat > 4mmol/l. Resusitasi awal tidak hanya
stabilisasi hemodinamiktetapi juga mencakup pemberian antibiotik
empirik danmengendalikan penyebab infeksi.
a) Resusitasi Hemodinamik
Resusitasi awal dengan pemberian cairan yang agresif. Bila
terapi cairan tidak dapat memperbaikitekanan darah atau laktat
tetap meningkat maka dapatdiberikan vasopressor. Target terapi
27

CVP 8-12mmHg,MAP ≥ 65mmHg, produksi urin ≥ 0,5 cc/kg/jam,


oksigensaturasi vena kava superior ≥ 70% atau saturasi mixedvein
≥ 65%
b) Terapi inotropik dan Pemberian PRC
Jika saturasi vena sentral <70% pemberian infuse cairan
dan/atau pemberian PRC dapat dipertimbangkan.Hematokrit ≥
30% diinginkan untuk menjamin oxygendelivery. Meningkatkan
cardiac index dengan pemberiandobutamin sampai maksimum
20ug/kg/m dapat dipertimbangkan.
c) Terapi Antibiotik
Antibiotik segera diberikan dalam jam pertamaresusitasi awal.
Pemberian antibiotik sebaiknyamencakup patogen yang cukup
luas. Terdapat bukti Bahwa pemberian antibiotik yang adekuat
dalam jam pertamaresusitasi mempunyai korelasi dengan
mortalitas
d) Identifikasi dan control penyebab infeksi
Diagnosis tempat penyebab infeksi yang tepatdan mengatasi
penyebab infeksi dalam 6 jam pertama.Prosedur bedah
dimaksudkan untuk drainase abses, debridemen jaringan nekrotik
atau melepas alat yangpotensial terjadi infeksi
b. Sepsis Management Bundle (24 h bundle) Steroid
Steroid diberikan bila pemberian vasopressortidak respon terhadap
hemodinamik pada pasien syok septik. Hidrokortison intravena dosis
rendah (<300mg/ hari) dapat dipertimbangkan pada pasien syok septik
dengan hipotensi yang tidak respon terhadap resusitasicairan dan
vasopressor.
a) Ventilasi Mekanik
Lung Protective strategies untuk pasien denganALI/ARDS
yang menggunakan ventilasi mekanik sudah diterima secara luas.
Volume tidal rendah (6cc/kg)dan batas plateau pressure ≤ 30
cmH2O diinginkanpada pasien dengan ALI/ARDS. Pola
pernapasan inidapat meningkatkan PaCO2 atau hiperkapnia
28

permisif.Pemberian PEEP secara titrasi dapat dicoba


untukmencapai sistem pernapasan yang optimal.

b) Kontrol Gula Darah


Beberapa penelitian menunjukkan penurunan angka
kematian di ICU dengan menggunakan terapi insulin intensif.
Peneliti menemukan target GD < 180mg/dl menurunkan mortalitas
daripada target antara 80-108mg/dl. Banyaknya episode
hipoglikemia ditemukanpada kontrol GD yang ketat. Rekomendasi
SSC adalahmempertahankan gula darah < 150 mg/dl
c) Recombinant Human-Activated Protein C (rhAPC)
Pemberian rhAPC tidak dianjurkan pada pasien dengan
risiko kematian yang rendah atau pada anak-anak. SSC
merekomendasikan pemberian rhAPC pada pasien dengan risiko
kematian tinggi (APACHE II≥25 ataugagal organ multipel)
d) Pemberian Produk darah
Pemberian PRC dilakukan bila Hb turun dibawah7.0 g/dl.
Direkomendasikan target Hb antara 7-9 g/dl pada pasien sepsis
dewasa. Tidak menggunakanFFP untuk memperbaiki hasil
laboratorium denganmasa pembekuan yang abnormal kecuali
ditemukanadanya perdarahan atau direncanakan prosedur
invasif.Pemberian trombosit dilakukan bila hitung trombosit
<5000/mm3 tanpa memperhatikan perdarahan.
29

B. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Primer
a. Airway : yakinkan kepatenan jalan napas, berikan alat bantu napas
jika perlu (gudel atau nasopharyngeal) jika terjadi penurunan fungsi
pernapasan segera kontak ahli anastesi dan bawa segera mungkin ke
ICU
b. Breathing : kaji jumlah pernapasan lebih dari 24 kali/menit
merupakan gejala yang signifikan, kaji saturasi oksigen, periksa gas
darah arteri untuk mengkaji status oksigenasi dan kemungkinan
asidosis berikan 100% oksigen melalui non-rebreathing mask,
auskultasi dada, untuk mengetahui adanya infeksi di dada, periksa foto
thorax
c. Circulation : kaji denyut jantung, >100 Kli permenit merupakan
tanda signifikan, monitoring tekanan darah, periksa capillary reffile,
pasang infuse dengan menggunakan kanul yang besar, berikan cairan
koloid, gelofusin atau haemaccel, pasang kateter, lakukan pemeriksaan
darah lengkap, siapkan untuk pemeriksaan kultur, catat temperature,
kemungkinan pasien pyrexia atau temperature kurang dari 36 C,
siapkan pemeriksaaan urine dan sputum, berikan antibiotic spectrum
luas sesuai kebijakan setempat.
d. Disability : binggung merupakan salah satu tanda pertama pasien
sepsis padahal sebelumnya tidak ada masalah. Kaji tingkat kesadaran
dengan menggunakan AVPU
e. Exposure : jika sumber infeksi tidak di ketahui, cari adanya cidera,
luka dan tempat suntikan dan tempat sumber infeksi lainnya.
Tanda dan ancaman kehidupan
Sepsis yang berat didefinisikan sebagai sebagai sepsis yang
menyebabkan kegagalan fungsi organ.
 Penurunan fungsi ginjal
 Penurunan fungsi jantung
 Hypoxia
 Asidosis
30

 Gangguan pembekuan
 ARDS
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Ds: menurunnya tenaga/ kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
DS: riwayat pembedahan jantung/ bypass cardiopulmonary,
fenomena embolik (darah, udara, lemak)
DO : Tekanan darah bisa normal atau meningkat ( terjadinya
hipoksemia) hipotensi terjadi pada stadium lanjut (shock), HR :
takikardi bisa terjadi, bunyi jantung : normal pada fase awal, S2
(komponen pulmonic) dapat terjadi distritmia, tetapi EKG sering
menunjukkan normal, kulit dan membrane mukosa : mungkin pucat,
dingin, cyanosis bisa terjadi (stadium lanjut).
c. Integritas ego
DS : ketakutan perasaan dekat dengan kematian
DO : restlessness agitasi, gemetar, iritabel, perubahan mental
d. Makanan/ cairan
DS : kehilangan selera makan nausea
DO : perubahan berat badan, hilang/ melemahnya bowel
sounds
e. Neurosensori
DS & DO : gejala trauma kepala, kelambatan mental, disfungsi
motorik
f. Respirasi
DS : Riwayat aspirasi, merokok/ inhalasi gas, inteksi pulmonal
diffuse kesulitan bernapas akut atau kronis
DO : Takipneu swallow and grunting
g. Rasa Aman
DS : adanya riwayat trauma tulang/fraktur, sepsis, transfuse
darah
31

3. Diagnosa Keperawatan
a. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi dan edema
paru
b. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan afterload &
preload
c. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan cardiac
output yang tidak mencukupi
d. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen
f. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
g. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan penurunan perfusi
jaringan, edema syok, haemoragia
h. Resiko pendarahan berhubungan dengan trombositopenia
32

4. Rencana Intervensi Keperawatan

1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan


afterload & preload
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
pasien akan:
 Menunjukkan TTV dalam rentang normal
 Tidak ada odem paru dan tidak ada asites
 Tidak ada penurunan kesadaran
 Dapat mentoleransi aktivitas
NIC Rasional
Monitor TTV Megobservasi perkembangan klien,
bila tensi turun menandakan
penurunan curah jantung
Catat adanya tanda dan gejala Mengetahui perkembangan klien
penurunan cardiac output dan mengantisipasi adanya shock
Monitor jumlah, bunyi dan irama S1 dan S2 mungkin lemah karena
jantung menurunnya kerja pompa. Irama
Gallop umum (S3 dan S4)
dihasilkan sebagai aliran darah
kesermbi yang disteni. Murmur
dapat menunjukkan
Inkompetensi/stenosis katup.
Pantau capillary refille Menunjukkan pengisian kapiler
memadai atau tidak
Monitor balance cairan Mengetahui intake dan output untuk
mengevaluasi volume cairan tubuh
Catat adanya distritmia jantung Irama jantung yang tidak beraturan
menandakan ada gangguan SA node
dan AV node
Evaluasi adanya nyeri dada Menandakan adanya bagian yang
iskemik/infark pada otot jantung
Kolaborasi pemberian vasopressor Meningkatkankan kontraktilitas
jantung, meningkatkan cardiac
output, dan vasokonstriksi
33

pembuluh darah

2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi dan


edema paru
NOC : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,
klien menunjukkan keefektifan pola napas dengan kriteria hasil:
 Menunjukkan pernapasan dalam rentang normal 12-24x/menit
 Tidak sesak
 Tidak ada suara napas tambahan

NIC Rasional
Kaji frekuensi kedalaman Kecepatan biasanya mencapai
pernapasan dan ekspansi dada/ look kedalamanpernapasan bervariasi
listen feel tergantung derajat gagal napas
Posisikan pasien semifowler/fowler Meningkatkan ekspansi dada
Berikan oksigen Membantu meningkatkan
kecukupan oksigen dalam tubuh dan
menurunkan kerja napas
Auskultasi bunyi napas Mengetahui apakah ada bunyi
tambahan atau tidak

3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


berhubungan dengan cardiac output yang
tidak mencukupi
NOC : Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3x24 jam, klien
menunjukkan keefektifan perfusi jaringan perifer
dengan keriteria hasil:
 Menunjukkan perfusi adekuat, pengisian
kapiler baik (capillary refill <2 detik),
haluaran urine adekuat
 Ekstremitas hangat
 RR dan denyut nadi klien dalam batas
34

normal (RR = 12-20 x/menit, nadi = 60-


100 x menit, TD dalam batas normal
120/80 mmHg).
 Saturasi oksigen normal (AGD >90%)
 Kulit tidak pucat, membran mukosa
lembab.
 Edema ekstremitas tidak ada.
NIC Rasional
Awasi tanda vital, kaji pengisian kapiler, warna Memberikan
kulit/membran mukosa informasi tentang
derajat/keadekuatan
perfusi jaringan dan
membantu
menetukan
kebutuhan intervensi
Catat keluhan rasa dingin, pertahankan Vasokonstriki
suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai indikasi menurunkan sirkulasi
perifer. Kebutuhan
rasa hangat harus
seimbang dengan
kebutuhan untuk
menghindari panas
berlebihan pencetus
vasodilatasi
Kaji respon verbal dan gangguan memori Dapat
mengindikasikan
gangguan serebral
akibat hipoksia.
Awasi pemeriksaan laboratorium misalnya Mengidentifikasi
Hb/Ht, GDA, eritrosit defisiensi dan
kebutuhan
pengobatan/respon
terhadap terapi.
Kolaborasi pemberian cairan intravena Meningkatkan
35

volume cairan
intravascular

DAFTAR PUSTAKA

Departement of Health, 2014. Sepsis Management : National Clinical Guidline


No. 6. www.health.gov.ie. Diakses pada 20 Maret 2014 pukul 18.00 WIB

Society of Critical Care Medicine. 2012. Surviving Sepsis Compaign :


International Guidelines for Management of Severe Sepsis and Septic
36

Shock. www.survivingsepsis.org. diakses pada 20 Maret 2015 pukul 00.20


WIB.

Napitupulu., H. 2010. Sepsis. www.indonesia.digitaljournals.org. diakses pada 21


Maret pukul 21.00 WIB

Saia et al. BMC Public Health 2010, 10:636 http://www.biomedcentral.com/1471-


2458/10/636

Silbernagl, S.(2000). Teks dan Atlas berwarna Patofisiologi. Jakarta: Penerbit


Buku Kedokteran ECG

Wilkinson., J., dan Nancy. 2012. Diagnosis Keperawatan : Diagnosa Nanda


Intervensi NIC dan keritera hasil NOC. Jakarta :ECG

Wilkinson, J., dan Nancy. (2012). Diagnosis Keperawatan.


Jakarta: ECG

Wong, Donna L, dkk.2009.Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Edisi


6.Jakarta : EGC.
37
38

Anda mungkin juga menyukai