Anda di halaman 1dari 5

Materialitas

                Yaitu suatu nilai informasi akuntansi yang dihilangkan atau salah saji dalam
lingkungan yang berlaku, mungkin akan mengubah pertimbangan seseorang yang bersandar
pada informasi tersebut karena hilangnya atau salah saji informasi tersebut.

FASB mendefinisikan:

Yaitu besarnya kealpaan dan salah saji informasi akuntansi, yang dalam lingkungan tersebut
membuat kepercayaan seseorang berubah atau terpengaruh oleh adanya kealpaan dan salah
saji tersebut.

Tanggungjawab auditor adalah menentukan apakah laporan keuangan mengandung kesalahan


yang material.

Adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat dari
keadaan yang melingkupinya. Dapat mengakibatkan perubahan atau pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi tersebut. Definisi tersebut
mengharuskan auditor untuk:

1. Keadaan yang berkaitan dengan entitas, dan


2. Kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan atas laporan keuangan
auditan.

Langkah-langkah dalam menerapkan materialitas:

1. Menetapkan pertimbangan awal materialitas.


2. Mengalokasikan pertimbangan awal materialitas kepada segmen audit.
3. Mengestimasi keseluruhan dalam segmen.
4. Mengestimasi keseluruhan kesalahan.
5. Membandingkan keseluruhan estimasi dengan pertimbangan awal materialitas yang telah
direvisi.

Pertimbangan Pendahuluan tentang Materialitas

Karena sifatnya yang relatif maka tingkat materialitas dapat berubah. Selama pelaksanaan audit
tingkat materialitas bisa berubah-ubah karena;

1. Kondisi sekeliling yang mempengaruhi perusahaan berubah.


2. Tambahan informasi tentang klien mungkin diperoleh selama pelaksanaan audit.
Tingkat materialitas awal yang direncanakan (planning materiality) suatu perusahaan dapat
berubah karena kedua hal tersebut. Sebagai contoh, tingkat materialitas yang direncanakan bagi
perusahaan yang terancam bangkrut adalah 0,5 % dari modal sendiri. Apabila perusahaan itu
dapat melepaskan diri dari masalah kebangkrutan tersebut, maka tingkat materialitas akan
dinaikkan misalnya menjadi 1 % dari modal sendiri.

Sebagimana dikemukakan diatas, konsep materialitas ini diterapkan di dalam merencanakan


pelaksanaan audit. Dalam perencanaan audit, auditor menentukan materialitas pada dua tingkat:

1. Materialitas pada tingkat laporan keuangan.

Salah saji dapat disebabkan:

1. Salah penerapan prinsip akuntansi yang berlaku umum.


2. Penyimpangan dari kenyataan sesungguhnya.
3. Penyembunyian informasi yang mestinya perlu diungkapkan.

1. Materialitas pada tingkat saldo akun.

Pengalokasian materialitas dapat dilakkukan dengan tiga cara yaitu:

1. Besar relative akun.


2. Besar variable akun.
3. Pertimbangan profesional.

Materialitas, Risiko Audit, dan Strategi Audit Awal

Auditor tidak dapat memberikan jaminan bagi klien atau pemakai laporan keuangan yang lain
karena ia tidak memeriksa setiap transaksi yang terjadi dalam tahun yang di audit dan tidak dapat
menentukan apakah semua transaksi yang terjadi telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi secara semestinya ke dalam laporan keuangan.

Oleh karena itu, dalam audit atas laporan keuangan auditor memberikan keyakinan berikut ini:

1. Auditor dapat memberi keyakinan bahwa jumlah–jumlah yang disajikan dalam laporan
keuangan beserta pengungkapannya telah dicatat, diringkas, digolongkan, dan
dikompilasi.
2. Auditor dapat memberikan keyakinan bahwa ia telah mengumpulkan bukti audit
kompeten yang cukup sebagai dasar memadai untuk memberikan pendapat atas laporan
keuangan auditan.
3. Auditor dapat memberikan keyakinan, dalam bentuk pendapat, bahwa laporan keuangan
sebagai keseluruhan disajikan secara wajar dan tidak terdapat salah saji material karena
kekeliruan dan kecurangan.

Dua konsep yang melandasi keyakinan yang diberikan auditor:

 Konsep materialitas menunjukkan seberapa besar salah saji yang dapat diterima oleh
auditor agar pemakai laporan keuangan tidak terpengaruh oleh salah saji tersebut.
 Konsep risiko audit menunjukkan tingkat risiko kegagalan auditor untuk mengubah
pendapatnya atas laporan keuangan yang berisi salah saji material.

Auditor melakukan pertimbangan awal tentang tingkat materialitas dalam perencanaan auditnya.
Pertimbangan materialitas mencakup pertimbangan kuantitatif dan kualitatif. Berikut ini contoh
pertimbangan kuantitatif dan kualitatif:

 Hubungan salah saji dengan jumlah kunci tertentu dalam laporan seperti:

1. Laba bersih sebelum pajak dalam laporan keuangan.


2. Total aktiva dalam neraca.
3. Total aktiva lancar dalam neraca.
4. Total ekuitas pemegang saham dalam neraca.

 Faktor kualitatif, seperti:

1. Kemungkinan terjadinya pembayaran yang melanggar hukum.


2. Kemungkinan terjadinya kecurangan.
3. Syarat yang tercantum dalam perjanjian penarikan kredit bank yang mengharuskan klien
untuk mempertahankan rasio keuangan pada tingkat minimum tertentu.
4. Adanya gangguan dalam trend
5. Sikap manajemen terhadap integritas laporan keuangan.

Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama, auditor menggunakan
materialitas dalam perencanaan audit. Kedua, pada saat mengevaluasi  bukti audit dalam
pelaksanaan audit. Oleh karena itu, auditor harus mempertimbangkan dengan baik penaksiran
materialitas pada tahap perencanaan audit. Dalam perencanaan audit, auditor harus menyadari
bahwa terdapat lebih dari satu tingkat materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan.

Hubungan Materialitas dengan Bukti Audit


Materialitas merupakan satu di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pertimbangan auditor
tentang kecukupan bukti audit. Dalam membuat generalisasi  hubungan antara materialitas dan
bukti audit, perbedaan istilah materialitas dan saldo akun material harus tetap diperhatikan.
Semakin rendah tingkat materialitas, semakin besar jumlah bukti yang harus dibuktikan
(hubungan terbalik).

Risiko Audit

Adalah risiko yang terjadi dalam hal auditor, tanpa disadari tidak memodifikasi pendapatnya
sebagaimana semestinya, atas suatu laporan keuangan yang mengandung salah saji material.
Auditor tidak cukup hanya menentukan materialitas dengan pertanyaan berikut ini:

Kami akan menerima bahwa laporan keuangan disajikan secara wajar dan tidak berisi salah saji
material jika:

1. Total aktiva tidak mengandung salah saji lebih dari Rp.40.000.000


2. Aktiva lancar tidak mengandung salah saji lebih dari Rp.20.000.000

Auditor harus membuat pernyataan lebih lanjut berikut ini:

Kami akan menerima, pada tingkat risiko tertentu, bahwa laporan keuangan disajikan secara
wajar dan tidak berisi salah saji material jika:

1. Total aktiva tidak mengandung salah saji lebih dari Rp.40.000.000


2. Aktiva lancar tidak mengandung salah saji lebih dari Rp.20.000.000

Risiko audit, dibagi menjadi dua:

1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai keseluruhan.
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.

Terdapat tiga unsure risiko audit:

 Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap
suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
pengendalian intern yang terkait. Risiko salah saji demikian adalah lebih besar pada saldo
akun atau golongan transaksi tertentu dibandingkan dengan yang lain.
 Risiko pengendalian adalah risiko terjadinya salah saji material dalam suatu asersi yang
tidak dapat dicegah atau dideteksi secara tepat waktu oleh pengendalian intern entitas.
 Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mendeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi ditentukan oleh efektivitas
prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.

Auditor menentukan risiko deteksi dari formula risisko audit berikut ini :

Risiko audit individual = risiko bawaan x risiko pengendalian x risiko deteksi

Strategi Audit  Awal

Tujuan akhir auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan proses audit adalah mengurangi risiko
audit ke tingkat yang cukup rendah untuk mendukung pendapatnya. Dalam mengembangkan
strategi audit awal, auditor menetapkan empat unsur berikut ini:

 Tingkat risiko pengendalian taksiran yang direncanakan.


 Luasnya pemahaman atas pengendalian intern yang harus diperoleh.
 Pengujian pengendalian yang harus dilaksanakan untuk menaksir risiko pengendalian.
 Tingkat pengujian substantive yang direncanakan untuk mengurangi risiko audit ke
tingkat yang cukup rendah.

Anda mungkin juga menyukai