Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu insiden dimana angka


kejadiannya meningkat setiap tahun dan menjadi masalah kesehatan utama di
dunia. Terjadinya penyakit gagal ginjal merupakan resiko kejadian penyakit
jantung dan pembuluh darah serta meningkatkan angka kesakitan dan kematian
(Wiliyanarti dan Muhit dalam Setianingsih, 2013).

Hasil studi sistematik review dan meta analisis yang dilakukan


menunjukkan bahwa 13,4% penduduk dunia menderita penyakit ginjal kronis
(Wiliyanarti dan Muhit dalam Hill, 2016). Menurut Astuti , Ghofar, Suwandi
dalam Data National Kidney and Urologic Disease Information Clearinghouse
(NKUDIC, 2012) menunjukkan bahwa insidensi gagal ginjal kronik di suku
Asia terus mengalami peningkatan sejak tahun 1980 hingga tahun 2009 dan
menempati urutan ketiga dengan jumlah rasio insidensi sebanyak 400 per juta
penduduk.

Hasil Riskesdas 2013, populasi umur lebih dari 15 tahun yang


terdiagnosis gagal ginjal kronis sebesar 0,2% dimana prevalensi terus
meningkat seiring bertambahnya umur dengan peningkatan tajam pada
kelompok umur 35-44 tahun dibanding kelompok umur 25-34 tahun.
Prevalensi pada laki laki (0,3%) lebih tinggi dari pada perempuan (0,2%).
Provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%
diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara dengan prevalensi masing-masing
0,4%. Di Jawa Tengah sendiri prevalensi gagal ginjal kronis berdasarkan
diagnosis dokter sebesar 0,3% (Susatyo, 2016).

4
Meninjau dampak yang dapat ditimbulkan dari gagal ginjal kronis,
maka diperlukan penatalaksanaan komprehensif bagi kelangsungan hidup
penderita. Penatalaksanaan gagal ginjal kronis tahap akhir yaitu memberikan
terapi yang dapat menggantikan fungsi ginjal. Penatalaksanaan lainnya
meliputi preskripsi diet dan cairan, kontrol hipertensi dan pencegahan
penyakit penyerta dan komplikasi. Selain itu, kepatuhan diet rendah garam
dan pembatasan cairan pada penderita gagal ginjal kronis juga sangat
diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup pasien sebagai bagian dari
preskripsi pengobatannya. Penelitian Wizeman, Wabel, Chamney, Zaluska, et
al., menunjukkan bahwa kelebihan masukan cairan (overhydration) pada
pasien GGK (GGK) dengan hemodialisis akan meningkatkan angka
mortalitas. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di Rumah Sakit
Umum Pusat dr.Hasan Sadikin Bandung terhadap 12 orang pasien yang
menjalani HD rutin, ditemukan sebanyak 7 orang diantaranya datang
dengan keluhan sesak tanpa demam sehingga pasien menggunakan
terapi oksigen selama HD. Data lain yang didapatkan selama
studi pendahuluan diketahui bahwa dari 7 orang tersebut mengalami
peningkatan Interdialytic weight gain(IDWG) lebih dari 5%. Selain itu,
didapatkan pula seorang pasien yang mengalami edema anasarkadengan
pitting edema+3 serta peningkatan IDWG sebesar 30% (Wulan & Emaliyawati,
2018).

Berdasarkan data diatas bahwa angka kejadian gagal ginjal dari tahun ke
tahun mengalami perubahan, untuk itu perawat sebagai ujung tombak
dilapangan maka diperlukan perawatan yang professional dalam menangani hal
yang bersifat kritis pada pasien gagal ginjal. Dengan asuhan keperawatan yang
professional, maka diharapkan lama perawatan di rumah sakit menjadi pendek
dan angka kejadian dapat terkontrol. Untuk itu penulis mengambil judul
makalah tentang Asuhan Keperawatan Pada Pasien Gagal Ginjal.

5
B. Rumusan Masalah
Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal?
C. Tujuan Studi Kasus
Tujuan Umum
Menggambarkan asuhan keperawatan pasien gagal ginjal.
Tujuan Khusus
1. Mendiskripsikan mengenai pengkajian keperawatan pasien gagal ginjal.
2. Mendiskripsikan mengenai diagnosa keperawatan pasien gagal ginjal.
3. Mendiskripsikan mengenai intervensi keperawatan pasien gagal ginjal.
4. Mendiskripsikan mengenai implementasi keperawatan pasien gagal ginjal.
5. Mendiskripsikan mengenai evaluasi keperawatan pasien gagal ginjal.
D Manfaat Studi Kasus
1. Bagi pelayanan kesehatan masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi dalam
meningkatkan derajat kesehatan pada pasien gagal ginjal.
2. Bagi pendidikan dan pengembangan ilmu
Makalah ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan dan
evaluasi bagi perawat dalam meningkatkan pelayanan kesehatan terutama
profesionalismenya memberikan asuhan keperawatan pada pasien gagal
ginjal.
3. Bagi penulis
Memberikan wawasan, pengalaman, dan informasi penulis mengenai
asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal.

6
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Gagal ginjal yaitu keadaan dimana ginjal kehilangan kemampuan
untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh meski dalam
keadaan asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi
dua kategori, yaitu kronis dan akut. (Nurarif dan Kusuma, 2015)
Gagal ginjal akut merupakan sindrom klinis yang ditandai oleh
penurunan fungsi ginjal secara mendadak dan cepat, yang mengakibatkan
retensi buangan nitrogen (nitrogen urea dan kreatinin) dan
ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. (Stillwell, 2012)
Gagal ginjal kronis (GGK) disebabkan oleh adanya kerusakan fungsi
ginjal secara progresif dan ireversibel dalam berbagai periode waktu, dari
beberapa bulan hingga beberapa dekade. GGK terjadi karena nefron tidak
berfungsi secara permanen dan terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus
(GFR). (Chang, Daly, & Elliot, 2010)

2. Klasifikasi
Menurut Sudoyo, dkk (2010) klasifikasi gagal ginjal kronis didasarkan atas
dua hal, yaitu dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis
etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit dibuat atas dasar LFG
(Laju Filtrasi Glomerulus), yang dihitung dengan rumus Kockroft – Gault
sebagai berikut :

LFG (ml/mnt/1,73 m2) *)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

7
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis Atas Dasar Derajat Penyakit
Stadium Keterangan LFG (mL/menit/1,73 m)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal ≥ 90
atau meningkat
2 Kerusakan ginjal dengan penurunan LFG 60 - 89
ringan
3 Penurunan LFG yang sedang 30 - 59
4 Penurunan LFG yang berat 15 - 29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis Atas Dasar Diagnosis Etiologi

Penyakit Tipe Mayor (contoh)

Penyakit ginjal Diabetes tipe 1 dan 2


diabetes
Penyakit ginjal Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi sistemik,
non diabetes obat, neoplasma)
Penyakit vaskular (penyakit pembuluh darah besar,
hipertensi)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik, batu,
obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)
Penyakit pada Rejeksi kronik
transplantasi Keracunan obat
Penyakit recurrent (glomerular)

Sistem klasifikasi lima stadium untuk menggolongkan


progresivitas penyakit ginjal dengan menggunakan GFR secara umum
menunjukkan fungsi ginjal yang normal (stadium 1), penurunan fungsi
ginjal (stadium 2), insufisiensi ginjal (stadium 3), gagal ginjal (stadium 4),
dan gagal ginjal stadium-terminal (stadium 5). stadium 1 dan 2

8
memerlukan pemantauan ketat untuk mempertahankan fungsi
ginjal;stadium 3 memerlukan penanganan agresif untuk memperlambat
perburukan penyakit: stadium 4 serta 5 memerlukan penatalaksanaan
khusus oleh seseorang dokter spesialis nefrologi untuk menghindari
komplikasi GGK jangka panjang.

3. Etiologi

Menurut Stillwell (2012) menjelaskan hal yang menjadi penyebab


terjadinya gagal ginjal akut ada 3 yaitu prerenal, intrarenal dan pascarenal.
a. Prerenal
Faktor yang menurunkan perfusi ginjal (misal syok, deplesi volume,
intravaskuler, oklusi atau kerusakan pada arteri renalis, agens
farmakologis, dan gagal hepar berat yang menyebabkan sindrom
hepatorenal).
b. Intrarenal
Faktor yang merusak parenkim ginjal (misal agens nefrotoksik
(antibiotik, media kontras, pestisida, mioglobin), inflamasi, trauma, dan
proses prarenal yang menimbulkan iskemia ginjal) ; nekrosis tubular
akut (acute tubular necrosis, ATN) merupakan gagal intrarenal.
c. Pascarenal
Faktor yang disebabkan oleh obstruksi aliran urine dari ginjal ke
lingkungan eksternal (misal hipertrofi prostat, batu ginjal, atau tumor
kandung kemih).
Penyebab Gagal Ginjal Kronik menurut Nurarif dan Kusuma (2015)
diantaranya adalah penyakit infeksi tubulointerstitial, penyakit
peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan jaringan ikat,
gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obsruktif.
Klasifikasi penyebab Gagal Ginjal Kronis yaitu
Tabel 3. Klasifikasi penyebab Gagal Ginjal Kronis

9
Klasifikasi Penyakit Penyakit

Penyakit infeksi tubulointerstitial Pielonefritis kronis atau refluks


nefropati
Penyakit peradangan Glomerulonefritis
Penyakit vaskuler hipertensif Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis
maligna, Stenosis arteria renalis
Gangguan jaringan ikat Lupus eritematosus sistemik,
Poliarteritis nodosa
Gangguan kongenital dan herediter Penyakit ginjal polikistik, Asidosis
tubulus ginjal
Penyakit metabolik Diabetes mellitus, Goat,
Hiperparatiroidisme, Amiloidosis
Nefropati toksik Penyalahgunaan analgesik, Nefropati
timah
Nefropati obstruktif Traktus urinarius bagian atas : batu,
neoplasma, fibrosis retroperitoneal.
Traktus urinarius bagian bawah :
hipertrofi prostat, struktur uretra,
anomaly congenital, leher vesika
urinaria dan uretra

4. Manifestasi Klinis

Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) menjelaskan perjalanan klinis gagal


ginjal akut dibagi menjadi 3 stadium yaitu oliguria, deuresis, dan
pemulihan.
a. Stadium Oliguria
Oliguria timbul dalam waktu 24-48 jam sesudah trauma disertai
azotemia.
b. Stadium deuresis
10
Stadium gagal ginjal akut dimulai bila keluaran urin dimulai dari 400
ml/hari, berlangsung 2-3 minggu, pengeluaran urin harian jarang
melebihi 4 liter, asalkan pasien tidak mengalami hidrasi yang
berlebih, tingginya kadar urea darah, kemungkinan menderita
kekurangan kalium, natrium dan air, selama stadium dini diuresis
kadar BUN mungkin meningkat terus.
c. Stadium pemulihan
Stadium pemulihan gagal ginjal akut berlangsung sampai satu tahun,
dan selama itu anemia dan kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi
sedikit membaik.
Menurut Nurarif dan Kusuma (2015) berdasarkan perjalanan klinis
gagal ginjal kronis yaitu:
a. Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat
menurun hingga 25 % dari normal.
b. Insufisiensi ginjal, pasien mengalami poliuria dan nokturia, GFR
menurun 10 % - 25 % dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN
sedikit meningkat di atas normal.
c. Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah,
letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan cairan,
neuropati perifer, pruritus, perikarditis, kejang-kejang sampai koma).
Ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar kreatinin dan
BUN meningkat tajam.
Menurut Price & Wilson (2010) setiap sistem tubuh pada gagal
ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan
menunjukkan sejumlah tanda dan gejala. Keparahan tanda dan gejala
bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, usia pasien dan
kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis
adalah sebagai berikut:
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin- angiotensin- aldosteron), pitting edema (kaki, tangan,

11
sakrum), edema periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran
vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus,
ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan
Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut,
anoreksia, mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran
gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler

5. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronis pada awalnya tergantung pada


penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan
hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving
nephrons) sebagai upaya kompensasi yang diperantarai oleh molekul
vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti

12
oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses
ini akhirnya diikuti dengan fungsi nefron yang progresif, walaupun
penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktifitas
aksis reninangiostensin- aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi
terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.
Aktivitas jangka panjang aksis renin-angiostensin-aldosteron, sebagian
diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-
β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap progresifitas
penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
dislipidemia.Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya
sklerosis dan fibrosis glomelurus maupun tubulointersitial.
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronis, terjadi kehilangan
daya cadang ginjal (renal reserve) pada keadaan dimana basal LFG (Laju
Filtrasi Glomelurus) masih normal atau malah meningkat. Kemudian
secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang
progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin
serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan
keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan
kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan
pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang dan
penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30% pasien
memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,
hipertensi gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual,
muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti
infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna.
Juga akan terjadi gangguan keseimbangan cairan seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan
kalium. Pada LFG di bawah 15%akan terjadi gejala dan komplikasi yang
lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada

13
keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Sudoyo
dkk, 2010).

6. Penatalaksanaan

Menurut Smeltzer dan Bare (2011) tujuan terapi pada gagal ginjal
adalah mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin.
Semua faktor yang menyebabkan gagal ginjal kronis dicari dan diatasi.

a. Penatalaksanaan Konservatif
Meliputi pengaturan diet, cairan dan garam, memperbaiki
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa, mengendalikan
hipertensi, penanggulangan asidosis, pengobatan neuropati, deteksi
dan mengatasi komplikasi.
b. Penatalaksanaan Pengganti
1) Transplantasi Ginjal
2) Dialisis
a) Hemodialisa
Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun dari peredaran
darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea,
kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain melalui membran
semipermiabel sebagai pemisah, dan cairan dianalisa pada
ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis, dan
ultrafiltrasi.
b) CAPD (Continuous Ambulatory Peritoneal Dyalisis)
Metode pencucian darah dengan menggunakan peritoneum
(selaput yang melapisi perut dan membungkus organ perut).
Selaput ini memiliki area permukaan yang luas dan kaya
pembuluh darah. Zat-zat dari pembuluh darah dapat dengan
mudah tersaring melalui peritoneum ke dalam rongga perut.
Cairan dimasukkan melalui sebuah selang kecil yang
menembus dinding perut ke dalam rongga perut. Cairan harus

14
dibiarkan selama waktu tertentu sehingga limbah metabolik
dari aliran darah secara perlahan masuk ke dalam cairan
tersebut, kemudian cairan dikeluarkan, dibuang dan diganti
dengan cairan yang baru.

7. Komplikasi

Komplikasi dari Gagal Ginjal kronis menurut Mansjoer (2010)


antara lain adalah
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik,
katabolisme, dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusiperikardial, dan tamponad jantung akibat retensi
produk sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem
renin angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolic akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal
dan peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan
ion anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar urea dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.

B. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal Ginjal Kronis (GGK)

1. Pengkajian
Pengkajian fokus gagal ginjal kronis menurut Doengoes,
Moorhouse & Murr (2010) yaitu
a. Aktivitas / Istirahat

15
Pasien dengan GGK biasanya mengalami kelelahan, kelemahan,
malaise, kelemahan otot, kehilangan tonus otot, dan berkurangnya
rentang gerak.
b. Sirkulasi
Riwayat hipertensi, palpitasi, nyeri dada (angina), distensi vena
jugularis, pitting edema pada kaki dan tangan, nadi kuat, disretmia
jantung, nadi lemah, dan halus, hipotensi ortostatik menunjukkan
hipovolemia yang jarang pada penyakit tahap akhir, Friction rub
pericardial (respon terhadap akumulasi sisa), pucat, kulit kekuningan,
cenderung terjadi perdarahan.
c. Integritas ego
Hal yang perlu ditanyakan dalam mengkaji pasien dengan GGK
meliputi faktor stress dari factor keuangan, ekonomi, hubungan
dengan orang lain, dan sebagainya. Kemudian apakah ada perasaan
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan. Pasien GGK
umumnya mengalami ansietas, takut, marah, mudah terangsang
karena penyakitnya, perubahan kepribadian yang temperamen.
d. Eliminasi
Penderita GGK mengalami perubahan pola berkemih seperti
penurunan frekuensi urin, perubahan warna urin menjadi kuning
pekat atau merah kecoklatan, oliguri, anuria (gagal ginjal tahap
lanjut), distensi abdomen, diare, atau konstipasi.

e. Makanan/ Cairan
Berat badan penderita GGK akan mengalami perubahan apabila
terjadi edema maka berat badan akan naik jika terdapat dehidrasi
pada pasien GGK akan mengalami penurunan berat badan. Pasien
GGK kerap mengalami anoreksia, nyeri ulu hati, mual dan muntah,
distensi abdomen atau asites, pembesaran hati tahap akhir, penuruna
turgor kulit dan kelembaban, dan edema.
f. Neurosensori

16
Gangguan neurosensori yang dapat terjadi adalah sakit kepala dan
penglihatan kabur, kram otot/ kejang, kebas/ kesemutan dan rasa
terbakar pada kaki, penurunan lapang pandang, sulit berkonsentrasi,
kehilangan memori, bahkan sampai menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran.
g. Nyeri/ Ketidaknyamanan
Rasa nyeri sering dirasakan di panggul, sakit kepala. kram otot/
nyeri kaki (memperburuk saat malam hari). Ditandai dengan perilaku
hati-hati/ distraksi, gelisah.
h. Respirasi
Pada GGK dapat terjadi edema paru sehingga dapat memunculkan
napas pendek, dispnea noktural proksimal, batuk dengan tanpa
sputum kental dan banyak, takipnea, dispnea, pernapasan kusmaul,
batuk produktif dengan sputum merah muda dan encer .
i. Keamanan
Setelah seseorang pasien dengan GGK menjalani transfuusi darah
perlu dikaji adanya rasa gatal pada kulit, ada berulangnya infeksi,
pruritus, demam, petekie, dan ekimosis pada kulit.
j. Seksual
Penurunan libido, amenore atau berhenti menstruasi, dan infertilitas.
k. Interaksi sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu
bekerja,mempertahankan fungsi peran biasanya dalam berkeluarga.
l. Penyuluhan/ pembelajaran
Riwayat diabetes melitus (DM), keluarga (resiko tinggi untuk
gagal ginjal), penyakt polikistik, netresis herediter dan riwayat
terpajan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
2. Diagnosa
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut

17
a. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium.
b. Nyeri akut
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia mual muntah.
d. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, dan
penumpukan produk sampah.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan
status metabolik sekunder.
3. Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan KH Intervensi Keperawatan


Keperawatan NOC NIC
1 Kelebihan volume Tujuan: Fluid Management :
cairan b.d Setelah dilakukan 1. Kaji status cairan ;
penurunan keluaran asuhan keperawatan timbang berat
urin dan retensi selama …x24 jam badan,keseimbangan
cairan dan natrium volume cairan masukan dan keluaran,
seimbang. turgor kulit dan adanya
edema

Kriteria Hasil: 2. Batasi masukan cairan


NOC : Fluid Balance 3. Identifikasi sumber
1. Terbebas dari potensial cairan
edema,efusi, 4. Jelaskan pada pasien dan
anasarka keluarga rasional
2. Bunyi nafas pembatasan cairan
bersih,tidak 5. Kolaborasi pemberian
adanya dipsnea cairan sesuai terapi.

18
3. Memilihara Hemodialysis therapy
tekanan vena 1. Ambil sampel darah dan
sentral, tekanan meninjau kimia darah
kapiler paru, (misalnya BUN,
output jantung dan kreatinin, natrium,
vital sign normal. pottasium, tingkat
phospor) sebelum
perawatan untuk
mengevaluasi respon
terhadap terapi.
2. Rekam tanda vital: berat
badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan
darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi
untuk menghilangkan
jumlah yang tepat dari
cairan berlebih di tubuh
klien.

4. Bekerja secara kolaboratif


dengan pasien untuk
menyesuaikan panjang
dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan
obat-obatan untuk
mengatur cairan dan
elektrolit pergeseran
antara pengobatan
2 Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri

19
tindakan keperawatan 1. Kaji tingkat nyeri,
selama …. Gangguan meliputi: lokasi,
pertukaran pasien karakteristik, durasi,
teratasi dengan kriteria kualitas, intensitas
hasil: 2. Kontrol faktor - faktor
Kontrol nyeri lingkungan yang dapat
1. Mengenal kapan mempengaruhi respon
nyeri terjadi (dari pasien terhadap
sering menunjukkan ketidaknyamanan
ke jarang 3. Ajarkan penggunaan
menunjukkan) tehnik non farmakologi
2. Menggambarkan seperti relaksasi napas
faktor penyebab dalam bila nyeri timbul
nyeri (dari sering 4. Anjurkan pasien untuk
menunjukkan ke meningkatkan tidur /
jarang menunjukkan) istirahat yang cukup

3. Mengenali gejala 5. Berikan informasi tentang


nyeri (dari sering nyeri seperti penyebab
menunjukkan ke nyeri, berapa lama nyeri
jarang menunjukkan) akan dirasakan dan
4. Melaporkan nyeri antisipasi dari
terkontrol (dari ketidaknyamanan
sering menunjukkan prosedur
ke jarang 6. Kolaborasi pemberian
menunjukkan) analgetik
Tingkat nyeri
1. Nyeri yang Pemberian Analgetik
dilaporkan (dari berat 1. Cek perintah pengobatan

20
ke ringan) meliputi obat, dosis, dan
2. Mengeluarkan frekuensi obat yang akan
keringat (dari berat diberikan
ke ringan) 2. Cek adanya riwayat alergi
3. Ekspresi wajah (dari obat
berat ke ringan) 3. Monitor vital sign sebelum
4. Frekuensi napas (dari dan sesudah pemberian
berat ke ringan) analgetik
5. Denyut nadi (dari 4. Berikan analgetik yang
berat ke ringan) tepat sesuai dengan resep
6. Tekanan darah (dari 5. Pilih rute intravena daripada
berat ke ringan) intramuskuler untuk injeksi
pengobatan yang sering.
6. Dokumentasikan respon
terhadap analgesik dan
adanya efek samping.

3 Gangguan nutrisi Setelah dilakukan Nutritional Management


kurang dari asuhan keperawatan 1. Monitor adanya mual dan
kebutuhan selama … x24 jam muntah
tubuh.dan anoreksia nutrisi seimbang dan 2. Monitor adanya
mual muntah adekuat. kehilangan berat badan
Kriteria Hasil: dan perubahan status
NOC : Nutritional nutrisi.
Status 3. Monitor albumin, total
 Nafsu makan protein, hemoglobin, dan
meningkat hematocrit level yang
 Tidak terjadi mengindikasikan status
penurunan BB nutrisi dan untuk
 Masukan nutrisi perencanaan treatment

21
adekuat selanjutnya.
 Menghabiskan porsi 4. Monitor intake nutrisi dan
makan kalori klien.
 Hasil lab normal 5. Berikan makanan sedikit
(albumin, kalium) tapi sering
6. Berikan perawatan mulut
7. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pemberian diet
sesuai terapi
5 Gangguan perfusi Setelah dilakukan Circulatory Care
jaringan asuhan keperawatan 1. Lakukan penilaian secara
berhubungan selama …x24 jam komprehensif fungsi
dengan penurunan perfusi jaringan sirkulasi perifer. (cek nadi
suplai O2 dan adekuat. prifer, oedema, kapiler
nutrisi ke jaringan refil, temperatur
sekunder. ekstremitas).

Kriteria Hasil: 2. Kaji nyeri

NOC: Circulation 3. Inspeksi kulit dan Palpasi

Status anggota badan

1. Membran mukosa 4. Atur posisi pasien,

merah muda ekstremitas bawah lebih

2. Conjunctiva tidak rendah untuk memperbaiki

anemis sirkulasi.

3. Akral hangat 5. Monitor status cairan

4. TTV dalam batas intake dan output

normal 6. Evaluasi nadi, oedema


7. Kolaborasi dalam
pemberian terapi
antikoagulan.
6 Intoleransi aktivitas NOC : NIC :

22
berhubungan  Self Care : ADLs 1. Observasi adanya
dengan keletihan,  Toleransi aktivitas pembatasan klien dalam
anemia, dan  Konservasi eneergi melakukan aktivitas
penumpukan Setelah dilakukan 2. Kaji adanya faktor yang
produk sampah. tindakan keperawatan menyebabkan kelelahan
selama …. Pasien 3. Monitor nutrisi dan
bertoleransi terhadap sumber energi yang
aktivitas dengan adekuat
Kriteria Hasil : 4. Monitor pasien akan
1. Berpartisipasi adanya kelelahan fisik
dalam aktivitas dan emosi secara
fisik tanpa disertai berlebihan
peningkatan 5. Monitor respon
tekanan darah, nadi kardivaskuler terhadap
dan RR aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,

2. Mampu melakukan diaporesis, pucat,

aktivitas sehari hari perubahan hemodinamik)

(ADLs) secara 6. Monitor pola tidur dan


mandiri lamanya tidur/istirahat

3. Keseimbangan pasien

aktivitas dan 7. Kolaborasikan dengan

istirahat Tenaga Rehabilitasi


Medik dalam
merencanakan progran
terapi yang tepat.
8. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang

23
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
10. Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas
seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang disukai

13. Bantu klien untuk


membuat jadwal latihan
diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga
untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
15. Sediakan penguatan
positif bagi yang aktif
beraktivitas
16. Bantu pasien untuk
mengembangkan motivasi
diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik,
emosi, sosial dan spiritual
7 Kerusakan Tissue Integrity : NIC : Pressure

24
integritas kulit Skin and Mucous Management
berhubungan Membranes 1. Anjurkan pasien untuk
dengan pruritas, Wound Healing : menggunakan pakaian
gangguan status primer dan sekunder yang longgar
metabolik Setelah dilakukan 2. Hindari kerutan pada
sekunder. tindakan keperawatan tempat tidur
selama….. kerusakan 3. Jaga kebersihan kulit agar
integritas kulit pasien tetap bersih dan kering
teratasi dengan kriteria 4. Mobilisasi pasien (ubah
hasil: posisi pasien) setiap dua
1. Integritas kulit jam sekali
yang baik bisa 5. Monitor kulit akan adanya
dipertahankan kemerahan
(sensasi,
elastisitas, 6. Oleskan lotion atau
temperatur, minyak/baby oil pada
hidrasi, derah yang tertekan
pigmentasi) 7. Monitor aktivitas dan
2. Tidak ada luka/lesi mobilisasi pasien
pada kulit 8. Monitor status nutrisi
3. Perfusi jaringan pasien
baik 9. Memandikan pasien
4. Menunjukkan dengan sabun dan air
pemahaman dalam hangat
proses perbaikan 10. Kaji lingkungan dan
kulit dan peralatan yang
mencegah menyebabkan tekanan
terjadinya sedera 11. Observasi luka : lokasi,
berulang dimensi, kedalaman luka,
5. Mampu karakteristik,warna cairan,
melindungi kulit granulasi, jaringan

25
dan nekrotik, tanda-tanda
mempertahankan infeksi lokal, formasi
kelembaban kulit traktus
dan perawatan 12. Ajarkan pada keluarga
alami tentang luka dan
6. Menunjukkan perawatan luka
terjadinya proses 13. Kolaburasi ahli gizi
penyembuhan luka pemberian diet TKTP
14. Cegah kontaminasi feses
dan urin
15. Lakukan tehnik perawatan
luka dengan steril

16. Berikan posisi yang


mengurangi tekanan pada
luka

4. Implementasi
Melakukan tindakan sesuai dengan perencanaan yang telah
disusun.
5. Evaluasi
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) evaluasi dihaharapkan keadaan
klien dapat memenuhi kriteria sebagai berikut
a. Nyeri akut
S : Pasien mengatakan nyeri berkurang
O : Pasien tampak rileks
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluran urin
dan retensi cairan dan natrium.
S : Klien mengatakan sudah tidak terjadi bengkak.

26
O : Terbebas dari edema. Terbebas dari distensi vena jugularis.
Terbebas dari kelelahan.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia mual muntah.
S: Klien mengatakan mual muntah berkurang, asupan nutrisi
meningkat, mampu menghabiskan diit yang diberikan, mengatakan
berat badan meningkat.
O: Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan. Berat badan
sesuai dengan tinggi badan.Tidak ada tanda tanda mal nutrisi.
Meningkatkkan fungsi pengecapan dan menelan.Tidak terjadi
penurunan berat badan.

d. Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan


suplai O2 dan nutrisi ke jaringan sekunder.
S : pasien mengatakan lebih segar
O: Membran mukosa merah muda, konjungtiva tidak anemis, kral
hangat, TTV dalam batas normal
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, dan
penumpukan produk sampah.
S: Klien mengatakan tidak lagi merasa pusing, peningkatan aktivitas
individu.
O: Berpartisipasi dalam aktifitas fisik tanpa disertai peningkatan
tekanan darah. Mampu melakukan aktivitas sehari hari
secaramandiri.Tanda tanda vital normal. Mampu berpindah tempat
menggunakan alat bantu atau mandiri. Status respirasi adekuat.
f. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pruritas, gangguan
status metabolik sekunder.
S: Klien mengatakan tidak merasakan lagi gatal gatal di kulit
O: Integritas kulit yang baik dapat di pertahankan. Tidak ada luka atau

27
lesi pada kulit. Perfusi jaringan baik serta menunjukan proses
perbaikan kulit.

28
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Gagal ginjal merupakan keadaan ginjal kehilangan kemampuan untuk


mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh meski dalam keadaan
asupan makanan normal. Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori,
yaitu kronis dan akut.
Gagal ginjal akut ditandai oleh penurunan fungsi ginjal secara mendadak
dan cepat, yang mengakibatkan retensi buangan nitrogen (nitrogen urea dan
kreatinin) dan ketidakseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Gagal
ginjal kronis disebabkan adanya kerusakan fungsi ginjal secara progresif dan
ireversibel dalam berbagai periode waktu, dari beberapa bulan hingga beberapa
dekade. GGK terjadi karena nefron tidak berfungsi secara permanen dan terjadi
penurunan laju filtrasi glomerulus.
Penyebab terjadinya gagal ginjal akut ada 3 yaitu prerenal, intrarenal dan
pascarenal. Penyebab gagal ginjal kronik diantaranya penyakit infeksi
tubulointerstitial, penyakit peradangan, penyakit vaskuler hipertensif, gangguan
jaringan ikat, gangguan kongenital dan herediter, penyakit metabolik, nefropati
toksik, nefropati obsruktif. Penatalaksaan pada pasien gagal ginjal yaitu terapi
penyakit ginjal, pengobatan penyakit penyerta, penghambatan penurunan
fungsi ginal, pencegahan dan pengobatan penyakit kardiovaskuler, pencegahan
dan pengobatan komplikasi akibat penurunan fungsi ginjal terapi pengganti
ginjal dengan dialysis atau transplantasi jika timbul gejala dan tanda uremia.

29
B. Saran
1. Bagi mahasiswa supaya dapat memberikan asuhan keperawatan pada
pasien gagal ginjal sesuai dengan perkembangan ilmu saat ini.
2. Bagi tenaga kesehatan supaya menerapkan asuhan keperawatan yang tepat
pada pasien gagal ginjal sesuai dengan perkembangan ilmu.
3. Bagi institusi semoga dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan
pada pasien gagal ginjal.

30
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, P., Ghofar, A., Suwandi, E.W., (2017). Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Pembatasan Cairan Pada Pasien GGK Dengan Hemodialisa.
Jurnal EduNursing. 1 (2).

Bare BG., Smeltzer SC. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC.

Chang, E., Daly, J., & Elliott, D. (2009). Patofisiologi: Aplikasi pada Praktik
Keperawatan. Jakarta: ECG.

Doengoes, M.E., Moorhouse, M.F., & Murr, A.C. (2010). Nursing Care Plans:
Guidelines for Individualizing Client Care Across the Life Span. (8th Ed.).
Philadelphia: F.A. Davis Company.

Mansjoer, A dkk. (2010). Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta:


Media Aesculapius

Nurarif, A.H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc. Jogjakarta: MediAction Publishing.

Price, S.A. & Lorraine, M.W. (2010). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC.

Stilweell, S. B. (2012). Pedoman Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC


Sudoyo dkk. (2010). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2 Edisi 5. Jakarta Pusat
: Interna Publishing.
Susatyo, B. (2016). Gambaran Kepatuhan Diet Pasien Gagal Ginjal Kronik yang
Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Kayen Kabupaten Pati
Tahun 2015. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 4 (3).
Talbot, Laura A. & Marquardt, M. M. (2012). Pengkajian Keperawatan Kritis.
Jakarta : EGC
Wiliyanarti, P.F., Muhith. (2019). Life Experience of Chronic Kidney Disease
Undergoing Hemodialisa Therapy. NurseLine Jurnal. 4 (1).

31
32

Anda mungkin juga menyukai