Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Saat ini dunia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam hal sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Untuk mengimbangi perkembangan tersebut manusia juga dituntut untuk meningkatkan mobilisasi maupun komunikasi.
Seiring dengan tuntutan tersebut gaya hidup manusia pun mengalami perubahan, mulai dari pola makan yang mengkonsumsi
junk food, manajemen stres yang kurang, maupun aktivitas fisik yang berkurang. Gaya hidup yang berubah menjadi kurang
sehat ini mengakibatkan beberapa masalah kesehatan seperti stroke.
Definisi stroke menurut WHO (2017) merupakan penyakit yang disebabkan oleh terputusnya aliran darah ke otak,
biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah atau tersumbatnya pembuluh darah ke otak sehingga nutrisi dan oksigen
ke otak mengalami penurunan pasokannya. Menurut WHO (2017), penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian
nomor satu di dunia, diperkirakan kematian akibat penyakit ini sekitar 17,9 juta jiwa seiap tahun. Empat dari lima penyebab
kematian penyakit kardiovaskuler adalah serangan jantung dan stroke. Menurut hasil laporan The Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) (2020) di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor satu dibanding penyakit yang lain
seperti Ischemic Heart Disease (IHD), diabetes, dan sirosis. Dikutip dari Riskesdas (2018), stroke di Indonesia mengalami
peningkatan dari 7% pada 2013 menjadi 10,9% pada tahun 2018. Hasil laporan Riskesdas (2018), angka terrendah yaitu di
Papua Barat dengan angka kejadian 4,1%, sedangkan angka kejadian tertinggi stroke di Indonesia terdapat di Kalimantan
Barat yaitu 14,7%. Di Surakarta sendiri stroke menempati peringkat pertama penyebab kematian dengan prosentase 46%
(DKK Surakarta, 2011). Angka kejadian stroke yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti hipertensi, diabetes
melitus, kurang aktiitas fisik, obesitas, kolesterol tinggi, mengkonsumsi alkohol, dan merokok (Johnson, Onuma, Owolabi, &
Sachdev, 2016).
Yang menjadi tinjauan utama pada makalah ini adalah perawat perlu mengetahui bagaimana manajemen keperawatan
kritis pada pasien stroke, dikutip dari Bevers dan Kimberly (2017) tak jarang pasien stroke memerlukan perawatan intensif di
ruang ICU karena kebutuhan mengenai sistem pernapasan dan hemodinamik tidak dapat terpenuhi. Sebagai seorang perawat
diharapkan mampu untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang holistik sehingga dapat meningkatkan proses
penyembuhan pasien stroke di ruang intensif.
Berdasarkan data di atas membuat kami ingin mengetahui bagaimana asuhan keperawatan kritis yang benar pada
pasien dengan stroke.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah “Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien Stroke?”.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke.
2. Tujuan khusus
a. Menggambarkan asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke.
b. Mengetahui bagaimana penyakit stroke itu.
D. Manfaat
Penulis mengharapkan manfaat makalah ini untuk:
1. Pasien
Meningkatkan proses penyembuhan.
2. Penulis
Mendapatkan ilmu untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke dengan benar.
3. Pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan.
Menambah informasi penatalaksanaan stroke.
BAB II
KAJIAN TEORI
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE

A. Definisi
Stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak, karena tersumbat atau pecahnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan
darah dan oksigen ke otak berkurang yang dapat menyebabkan gangguan fisik atau diasabilitas (Ghani dkk, 2016).

B. Klasifikasi
Stroke dibagi 2 jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik (Nurarif & Kusuma, 2015).
1. Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. 80% adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi 3, yaitu :
a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
b. Stroke Embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion Sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik
terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
a. Hemoragik intraserebral: perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Hemoragik subaraknoid: perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).

C. Etiologi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik. (Sudoyo Aru, dkk 2009).

a. Stroke Iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keselurahan terhenti. 80 % stroke adalah stroke iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh darah artei oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik : berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

b. Stroke Hemoragik adalah yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis yaitu :
1. Hemoragik Intraserebral : Perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid : Perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).
3. Infark yang berdarah
4. Sindroma kematian batang otak
Hemoragik dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dural atau epidural) dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang
sub arachnoid (hemoragi sub arachnoid atau dalam subtansial otak (hemoragi intra serebral) (Price, 2005).

Penyebab stroke dapat terbagi menjadi, yaitu :

a. Trombosis Serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama thrombosis serebral yang adalah penyebab
paling umum dari stroke (Smeltzer, 2005).
Thrombosis ditemukan pada 40 % dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis (Price, 2005).

b. Emboli Serebri
Embolisme serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh pembekuan darah, lemak, dan udara. (Misbach, jusuf
2011). Emboli serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme serebri biasanya lebih
muda dibandingkan dengan thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung sehingga masalah
yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit (Price, 2005).

D. Patofisiologi
Setiap kondisi yang meyebabkan perubahan perfusi darah pada otak yang menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebakan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat
menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan
sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan
menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral
tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang
dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke
jaringan otak. Kekurangan okigen dalam satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran.
Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang
mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak
mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa  dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri
menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga
perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu,
darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar  7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah kebagian tertentu, menimbulkan gegar otak dan kehilagan kesadaran,
peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan
mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa
dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu,
terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, menigen, dan
otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau
vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan vasokonstriksi arteri otak.
Vasospasme merupakan kompikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskmik otak dan infark.
1. KLASIFIKASI STROKE

Klasifikasi stroke debedakan menurut ptologi dari serangan stroke meliputi:

1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istorahat.
Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena, dan
kapiler. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perdarahan intraserebri (PSI)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningktan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering
dijumpai didaerah putamen, talamus, pons dan serebellum
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal adari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar perenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak , meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri sehingga nyeri kepala hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesdaran. Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5 sampai dengan ke-
9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara
bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang
subaraknoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global maupun fokal.
2. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur,
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namum terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Klasifikasi stroke dibedakan menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya:

1. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah
buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari
3. Stroke komlet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilah komplet dapat diawali
oleh serangan TIA berulang. ( Arif muttqin, 2008)

2. MANIFESTASI KLINIS STROKE


Manifestasi klinis dari stroke secara umum Menurut Soeharto (2002) menyebutkan
adalah sebagai berikut :
o Nyeri kepala yang sangat hebat menjalar ke leher dan wajah
o Mual dan muntah
o Kaku kuduk
o Penurunan kesadaran
o Hilangnya kekuatan (atau timbulnya gerakan canggung) di salah satu bagian tubuh, terutama di salah satu sisi, termasuk
wajah, lengan atau tungkai.
o Rasa baal (hilangnya sensasi) atau sensasi tak lazim di suatu bagian tubuh, terutama jika hanya salah satu sisi.
o Hilangnya penglihatan total atau parsial di salah satu sisi
o Kerusakan motoric dan kehilangan control volunteer terhadap gerakan motoric
o Gangguan komunikasi seperti : disatria (kesulitan bicara), disfasia atau afasia (kerusakan komunikasi/ kehilangan fungsi
biacara), apraksia (ketidak mampuan melakukan tindakan yang dipelajari).
o Gangguan persepsi
o Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis
o Disfungsi kandung kemih

Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya (Smeltzer dan Bare, 2002).
a. Defisit Lapangan Penglihatan
1. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
- Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan penglihatan
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak
2. Kehilangan penglihatan perifer:
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Tidak menyadari objek atau batas objek

3. Diplopia:
- Penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
- Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
2. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
- Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
3. Ataksia:
- Berjalan tidak mantap, tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar berdiri yang luas
4. Disartria:
- Kesulitan dalam membentuk kata
5. Disfagia:
- Kesulitan dalam menelan
c. Defisit Sensori
1. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
- Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
- Kesulitan dalam propriosepsi
d. Defisit Verbal
1. Afasia ekspresif:
- Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
- Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2. Afasia reseptif:
- Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
- Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
3. Afasia global:
- Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
e. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan, dan marah
- Perasaan isolasi
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
o Hemiparese sebelah kiri tubuh
o Penilaian buruk 
o Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
o Mengalami hemiparese kanan
o Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
o Kelainan bidang pandang sebelah kanan
o Disfagia global
o Afasia
o Mudah frustasi
Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:
a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
o Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi.
o Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
o Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
o Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
o Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
o Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
o Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
o Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
o Disartria (bicara pelo atau cade)
o Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
o Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
Secara klinis perbedaan stroke iskemik dan hemoragik adalah sebagai berikut :
Gejala Klinis PIS* PSA* Non Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Pada awalnya SeringSering Tidak, kec lesi di
batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan kesadaran Ada Ada Tidak ada
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak adaSering dari awal
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan N III Tidak ada Bisa ada Tidak ada

*: Merupakan Stroke Hemoragik


PIS: perdarahan intra serebral
PSA: perdarahan subarakhnoid
Pada stroke non hemoragik (iskemik), gejala utamanya adalah tmbulnya defisit neurologis secara mendadak/subakut,
didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran biasanya tidak menurun, kecuali bila
embolus cukup besar. Biasanya terjadi pada usia > 50 tahun.
Menurut WHO, dalam International Statistical Classificationof Disease and Related Health Problem 10 th Revision, Stroke
hemoragik di bagi atas :
 Perdarahan Intraserebral (PIS)
 Perdarahan Subaraknoid (PSA)
a) Stroke akibat perdarahan intraserebral (PIS) mempunyai gejala prodromal yang tidak jelas, kecuali nyeri kepala karena
hipertensi. Serangan seringkali siang hari, saat aktivitas, atau emosi/marah. Sifat nyeri kepalanya hebat sekali. Mual dan
muntah sering terjadi ketika pada permulaan serangan. Hemiparesis/hemiplegi biasa terjadi sejak permulaan serangan.
Kesadaran biasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi kurang dari setengah jam, 23% anatar ½ sampai 2 jam, dan
12% terjadi setelah 2 jam, sampai 19 hari).
b) Pada pasien dengan stroke akibat perdarahan subaraknoid (PSA) didapatkan gejala prodromal yang berupa nyeri kepala hebat
dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi. Ada gejala/tanda rangsanga menigeal. Edema pupil dapat terjadi
apabila ada perdarahan subhialoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior atau arteri karotis interna.

Gejala Stroke Non Hemoragik :


Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung pada berat ringannya
gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah :
1. Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
 Buta mendadak (amaurosis fugaks).
 Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan
 Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
2. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
 Gangguan mental.
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
 Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
 Bisa terjadi kejang-kejang.
3. Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
 Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di pangkal maka lengan lebih
menonjol.
 Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
 Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
4. Gejala akibat penyumbatan sistem vertebrobasilar.
 Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
 Meningkatnya refleks tendon.
 Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
 Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar (vertigo).
 Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia).
 Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara sehingga pasien sulit bicara (disatria).
 Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan daya
ingat, kehilangan daya ingat terhadap lingkungan (disorientasi)
 Gangguan penglihatan, sepert penglihatan ganda (diplopia), gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki
(nistagmus), penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandang pada
belahan kanan atau kiri kedua mata (hemianopia homonim).
 Gangguan pendengaran.
 Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah.
 Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior
 Koma
 Hemiparesis kontra lateral.
 Ketidakmampuan membaca (aleksia).
 Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
5. Gejala akibat gangguan fungsi luhur
 Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa. Aphasia dibagi dua yaitu, Aphasia motorik adalah
ketidakmampuan untuk berbicara, mengeluarkan isi pikiran melalui perkataannya sendiri, sementara kemampuannya
untuk mengerti bicara orang lain tetap baik. Aphasia sensorik adalah ketidakmampuan untuk mengerti pembicaraan
orang lain, namun masih mampu mengeluarkan perkataan dengan lancar, walau sebagian diantaranya tidak memiliki
arti, tergantung dari luasnya kerusakan otak.
 Alexia adalah hilangnya kemampuan membaca karena kerusakan otak. Dibedakan dari Dyslexia (yang memang ada
secara kongenital), yaitu Verbal alexia adalah ketidakmampuan membaca kata, tetapi dapat membaca huruf. Lateral
alexia adalah ketidakmampuan membaca huruf, tetapi masih dapat membaca kata. Jika terjadi ketidakmampuan
keduanya disebut Global alexia.
 Agraphia adalah hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
 Acalculia adalah hilangnya kemampuan berhitung dan mengenal angka setelah terjadinya kerusakan otak.
 Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat kemampuan yang sangat kompleks,
seperti penamaan, melakukan gerakan yang sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu. Kelainan
ini sering bersamaan dengan Agnosia jari (dapat dilihat dari disuruh menyebutkan nama jari yang disentuh sementara
penderita tidak boleh melihat jarinya).
 Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan melaksanakan bermacam perintah yang
berhubungan dengan ruang.
 Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan pada kortex motor dan premotor dari
hemisphere dominan yang menyebabkan terjadinya gangguan bicara.
 Amnesia, adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi virus, stroke, anoxia dan pasca
operasi pengangkatan massa di otak.
 Dementia, adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
(Arief mansyur, 2000)
E. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada stroke, meliputi:
1. Angiografi serebral: membantu menemukan penyebab stroke secara spesifik, seperti perdarahan atau obstruksi arteri, adanya titik
oklusi atau ruptur.
2. CT Scan: memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan infark.
3. Fungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada trombosis, emboli serebral, dan TIA. Tekanan meningkat
dan cairan yang mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subaraknoid atau perdarahan intrakranial. Kadar protein
meningkat pada kasus trombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imagging): menunjukkan daerah yang mengalami infark, hemoragik, malformasi arterivena (MAV).
5. Utrasono Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis [aliran darah atau muncul plak],
arteriosklerotik).
6. EEG (Elektroensefalogram): mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi
yang spesifik.
7. Sinar X tengkorak: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang berlawanan dari massa yang meluas;
kalsifikasi parsial dinding aneurisma pada perdarahan subaraknoid.
8. Diffusion-weighted imaging (DWI): memperlihatkan daerah- daerah yang mengalami infark sebagai daerah putih terang.
9. Perfussion-weight imaging (PWI): pemindaian sekuansial selama 30 detik setelah penyuntikan gadolinium. Daerah-daerah otak
yang kurang mendapatkan perfusi akan lambat memperlihatkan pemunculan zat warna kontras yang disuntikan tersebut, dan aliran
darah yang lambat tampak putih. Pemindahan serial dapat mengungkapkan tiga tipe pola yang berlainan: repefusi dini, reperfusi
lambat dan defisit perfusi persisten.
10. Pemeriksaan laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL, laju endap darah (LED), panel metabolik dasar (natrium, kalium,
klorida, bikarbonat, glukosa, dan serologi untuk sifilis. Pada klien yang dicurigai mengalami stroke iskemik, panel laboratorium
mengevaluasi keadaan hiperkoagulasi termasuk perawatan dasar. Pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah protombin dengan
rasio normalisasi internasional (INR), waktu tromboplastin parsial; dan hitung trombosit. Pemeriksaan lain yang mungkin
dilakukan adalah antibody antikardiolipin, protein C dan S, antitrombin III, plasminogen, faktor V Leiden, dan resistensi protei C
aktif.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan stroke di unit gawat darurat meliputi:
1. Evaluasi cepat dan diagnosis
Oleh karena jendela terapi stroke akut sangat pendek, evaluasi dan diagnosis klinik harus cepat. Evaluasi gejala dan tanda klinik
meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan, aktivitas penderita saat serangan, gejala lain seperti nyeri kepala,
mual, muntah, rasa berputar, kejang, gangguan visual, penuruanan kesadaran, serta factor resiko stroke.
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian ABC, nadi, oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher, misalnya cedera
kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis, dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung kongestif. Pemeriksaan
thorax (jantung dan paru), abdomen, kulit, dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. Pemeriksaan neurologic terutama pemeriksaan saraf kraniales, rangsang meningen,
system motorik, sikap dan cara jalan, reflex, koordinasi, sensorik, dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan saat in
adalah NIHSS (National Institute of Health Stroke Scale)
d. Studi diagnostik stroke akut meliputi CT scan tanpa kontras, KGD, elektrolit darah, tes fungsi ginjal, EKG, penanda iskemik
jantung, darah rutin, PT/INR, aPTT, dan saturasi oksigen.
2. Terapi Umum
a. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
1) Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring.
2) Pada pasien hipoksia diberi suplai oksigen
b. Stabilisasi hemodinamik
1) Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
2) Optimalisasi tekanan darah
3) Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat diberikan obat-obat vasopressor.
4) Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
5) Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.
c. Pemeriksaan awal fisik umum
1) Tekanan darah
2) Pemeriksaan jantung
3) Pemeriksaan neurologi umum awal
a) Derajat kesadaran
b) Pemeriksaaan pupil dan okulomotor
c) Keparahan hemiparesis
d. Pengendalian peninggian TIK
1) Pemantauan ketat terhadap risiko edema serebri harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologik pada hari pertama stroke
2) Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS < 9 dan pasien yang mengalami penurunan kesadaran
3) Sasaran terapi TIK < 20 mmHg
4) Elevasi kepala 20-30º.
5) Hindari penekanan vena jugulare
6) Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
7) Hindari hipertermia
8) Jaga normovolemia
9) Osmoterapi atas indikasi: manitol 0,25-0,50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi setiap 4-6 jam, kalau perlu diberikan
furosemide dengan dosis inisial 1 mg/kgBB IV.
10) Intubasi untuk menjaga normoventilasi.
11) Drainase ventrikuler dianjurkan pada hidrosefalus akut akibat stroke iskemik serebelar
e. Pengendalian Kejang
1) Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat IV 5-20 mg dan diikuti phenitoin loading dose 15-20 mg/kg bolus dengan
kecepatan maksimum 50 mg/menit.
2) Pada stroke perdarahan intraserebral dapat diberikan obat antiepilepsi profilaksis, selama 1 bulan dan kemudian diturunkan
dan dihentikan bila kejang tidak ada.
f. Pengendalian suhu tubuh
1) Setiap penderita stroke yang disertai demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.
2) Beri asetaminophen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5ºC

G. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan Peningkatan TIK
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan Peningkatan TIK
3. Gangguan mobilitas fisik  berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Peningkatan TIK
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
6. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injury biologis (Peningkatan TIK)
H. Penatalaksanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Penuruna kapasitas Setelah dilakukan tindakan Intrakranial Pressure
adaptif intrakranial b.d. keperawatan selama 3x 24 jam, (ICP) Monitoring
Peningkatan TIK diharapkanmasalah teratasi, (monitor tekanan
dengan kriteria hasil: intracranial) :
Circulation status  Berikan informasi
Tissue Prefusion : Cerebral kepada keluarga
 Mendemonstrasikan status  Monitor tekanan
sirkulasi yang ditandai perfusi serebral
dengan :  Catat respon pasien
 Tekanan systole dan terhadap stimulasi
diastole dalam rentang  Monitor tekanan
yang diharapkan 120/80 intracranial dan respon
mmHg neurology terhadap
 Tidak ada ortostatik aktivitas
hipertensi  Monitor jumlah
 Tidak ada tanda-tanda drainage cairan
peningkatan tekanan cerebrospinal
intrakranial (tidak lebih  Monitor intake dan
dari 15 mmHg) output cairan
 Mendemonstrasikan  Monitor suhu dan
kemampuan kognitif yang angka WBC
ditandai dengan :  Kolaborasi pemberian
 Berkomunikasi dengan antibiotik
jelas dan sesuai dengan  Posisikan pasien pada
kemampuan posisi semi fowler
 Menunjukkan perhatian,  Minimalkan stimulus
konsentrasi dan orientasi dari lingkungan
 Memproses informasi Peripheral sensation
 Membuka keputusan management
dengan benar (manajemen sensasi
 Menunjukkan sensori perifer) :
motorik cranial yang utuh:  Monitor adanya daerah
 Tingkat kesadaran tertentu yang hanya
membaikTidak ada peka terhadap panas
gerakan involunter atau dingin, tajam atau
tumpul
 Monitor adanya
paretese
 Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada isi atau
laserasi
 Gunakan sarung tangan
untuk proteksi
 Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
 Monitor kemampuan
BAB
 Kolaborasi pemberian
analgesik
 Monitor adanya
tromboplebitis
2 Resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation
serebral tidak efektif b.d. keperawatan selama 3x 24 jam, Management (Manajemen
Peningktan TIK diharapkanmasalah teratasi, sensasi perifer)
dengan kriteria hasil:  Monitor adanya
NOC : daerah tertentu yang
Circulation status hanya peka terhadap
Tissue perfusion : cerebral panas/dingin/tajam/tu
 Mendemonstrasikan status mpul
sirkulasi yang ditandai  Monitor adanya
dengan : paretese
 Tekanan systole dan  Instruksikan keluarga
diastole dalam rentang untuk mengobservasi
yang diharapkan kulit jika ada Isi atau
 Tidak ada ortostatik laserasi
hipertensi  Gunakan sarun
 Tidak ada tanda-tanda tangan untuk proteksi
peningkatan tekanan  Batasi gerakan pada
intrakranial (tidak lebih kepala, leher dan
dari 15 mmHg) punggung
 Mendemonstrasikan  Monitor kemampuan
kemampuan kognitif yang BAB
ditandai dengan:  Kolaborasi pemberian
 Berkomunikasi dengan analgetik
jelas dan sesuai dengan  Monitor adanya
kemampuan tromboplebitis
 Menunjukkan perhatian,  Diskusikan menganai
konsentrasi dan orientasi penyebab perubahan
 Memproses informasi sensasi
 Membuat keputusan
dengan benar
 Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak
ada gerakan gerakan
involunter
3 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan NIC :
b.d Kerusakan keperawatan selama 3x24 jam, Exercise therapy :
neurovaskuler diharapkan klien dapat ambulation
melakukan pergerakan fisik  Monitoring vital sign
dengan kriteria hasil : sebelm/sesudah latihan
1. Joint Movement : Active dan lihat respon pasien
 Mampu menggerakan saat latihan
rahang  Konsultasikan dengan
 Mampu menggerakan terapi fisik tentang
leher rencana ambulasi
 Mampu menggerakan sesuai dengan
tulang belakang kebutuhan
 Mampu menggerakan  Bantu klien untuk
jari kanan dan kiri menggunakan tongkat
2. Mobility Level saat berjalan dan cegah
 Keseimbangan terhadap cedera

 Koordinasi  Ajarkan pasien atau

 Gaya berjalan tenaga kesehatan lain

3. Self care : ADLs tentang teknik ambulasi

 Mampu makan sendiri  Kaji kemampuan


pasien dalam mobilisasi
 Mampu berpakaian
sendiri  Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
 Mampu toileting
ADLs secara mandiri
sendiri
sesuai kemampuan
4. Transfer performance
 Dampingi dan Bantu
 Berpindah dari satu
pasien saat mobilisasi
tempat ke tempat dan bantu penuhi
lainnya kebutuhan ADLs ps.
 Berpindah dari tempat  Berikan alat Bantu jika
tidur ke kursi klien memerlukan.
 Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan
4 Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Airway Management
berhubungan dengan perawatan selama 3 x 24 jam,  Buka jalan nafas,
penurunan kesadaran diharapkan pola nafas pasien guanakan teknik chin
efektif dengan kriteria hasil : lift atau jaw thrust bila
1. Respiratory status : perlu
Ventilation  Posisikan pasien untuk
 Tinkat pernafasan memaksimalkan
membaik ventilasi
 Ritme pernafasan  Identifikasi pasien
membaik perlunya pemasangan
 Kapasitas vital alat jalan nafas buatan
membaik  Pasang mayo bila perlu
2. Respiratory status :  Lakukan fisioterapi
Airway patency dada jika perlu
 Kedalaman inspirasi  Keluarkan sekret
 Mampu untuk dengan batuk atau
membersihkan sekresi suction
3. Vital sign Status  Auskultasi suara nafas,
 Tanda tanda vital catat adanya suara
dalam rentang normal tambahan
 Lakukan suction pada
mayo
 Berikan bronkodilator
bila perlu
 Berikan pelembab
udara Kassa basah
NaCl Lembab
 Atur intake untuk
cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
 Monitor respirasi dan
status O2

Oxygen Therapy
 Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
 Pertahankan jalan nafas
yang paten
 Atur peralatan
oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
5 Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan Comunication
verbal b.d Penurunan keperawatan selama  3 x 24 enchancement : Speech
sirkulasi keotak jam, diharapkan klien mampu deficit
untuk berkomunikasi lagi  Libatkan keluarga
dengan kriteria hasil: untuk membantu
1. Anxiety self control memahami /
 Memantau inten sitas memahamkan
kecemasan informasi dari / ke
 Menghilangkan klien
precursor kecemasan  Dengarkan setiap
 Menggunakan strategi ucapan klien dengan
koping yang efektif penuh perhatian
2. Coping  Gunakan kata-kata
 Identifikasi pola sederhana dan pendek
coping yang efektif dalam komunikasi
 Identifikasi pola dengan klien
coping yang inefektif  Dorong klien untuk
 Melaporkan mengulang kata-kata
penurunan stres  Berikan arahan /
3. Sensory function: perintah yang
hearing dan vision sederhana setiap
 Ketajaman interaksi dengan klien
pendengaran kanan  Programkan speech-
kiri language teraphy
 Konduksi suara udara  Lakukan speech-
kanan kiri language teraphy setiap
 Respon terhadap interaksi dengan klien
stimulasi pendengaran
4. Fear self control
 Monitor intensitas
ketakutan
 Menghilangkan
precursor ketakutan
 Control respon
ketakutan
6 Nyeri akut b.d. Agen Setelah dilakukan tindakan NIC : Pain Management
injury biologis perawatan selama 3 x 24 jam,  Lakukan pengkajian
(Peningkatan TIK) diharapkan pasien mampu nyeri secara
mengetahui dan  mengontrol komprehensif termasuk
resiko dengan kriteria hasil : lokasi, karakteristik,
Pain Level, durasi frekuensi,
Pain control kualitas dan faktor
Comfort level presipitasi
 Mampu mengontrol nyeri  Observasi reaksi
(tahu penyebab nyeri, nonverbal dan
mampu menggunakan ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi  Gunakan teknik
untuk mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
mencari bantuan) untuk mengetahui
 Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri
berkurang dengan pasien
menggunakan manajemen  Kaji kultur yang
nyeri mempengaruhi respon
 Mampu mengenali nyeri nyeri
(skala, intensitas,  Evaluasi pengalaman
frekuensi dan tanda nyeri) nyeri masa lampau
 Menyatakan rasa nyaman  Evaluasi bersama
setelah nyeri berkurang pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
Iampau
 Bantu pasierl dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor
presipitasi nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
 Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
 Berikan anaIgetik
untuk mengurangi nyeri
 Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri

Analgesic Administration
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
 Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
 Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
 Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
 Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

Pengkajian keperawatan kritis dimulai ketika perawat mengetahui adanya pasien yang akan masuk ICU dan berlanjut sampai

pemindahan dan perawatan pasien di ruang ICU. Secara garis besar terdapat empat fase proses pengkajian keperawatan kritis,

yaitu sebelum kedatangan pasien, pengkajian cepat saat menerima pasien, pengkajian secara komprehensif, dan pengkajian

lanjutan yang dilakukan selama memonitoring pasien.

1. Sebelum kedatangan pasien

Informasi ini didapat dari pusat informasi rumah sakit yang akan menginformasikan pemindahan pasien. Pengkajian

pasien pada saat ini penting karena menentukan persiapan alat yang akan dilakukan sesai dengan spesifik kebutuhan

pasien dan antisipasi terkait keadaan fisiologis pasien.

2. Pengkajian cepat saat menerima pasien


Pengkajian cepat dimulai saat pasien datang di ruang ICU menggunakan format pengkajian ABCDE (Airway, Breathing,

Circulation,Central perfusion and Chief complaint,Drugs and Diagnostic tests, Equipment). Pengkajian ini melihat secara

cepat keadekuatan jalan napas dan keefektifan perfusi jaringan untuk melakukan intervensi dini pada setiap situasi yang

mengancam jiwa.

3. Pengkajian awal secara komprehensive

Pengkajian ini harus dilakukan secepatnya setelah pengkajian secara cepat, untuk menentukan stastus fisilogis dan

kebutuhan pasien. Apabila pasien datanng dari rumah sakit yang sama, pengkajian mendalam pada pemeriksaaan fisik

secara menyeluruh dan fungsi sistem tubuh secara keseluruhan. Apabila pasien berasal dari rumah sakit lain cukup dengan

membaca ulang pengkajian cepatyang sudah dilakukan dan dibandingkan dengan keadaan saat ini.

4. Pengkajian lanjutan

Pengkajian ini dilakukan secara berkelanjutan sesuai dengan kondisi pasien untuk mengetahui secara spesifik kondisi,

pengobatan dan respon pasien terhadap terapi yang diberikan (Burns, 2014).
Format pengkajian pasien stroke bisa mengguanakan Confusion Assessment Method for the Intensive Care Unit (CAM-ICU)

Worksheet dan National Institutes of Health Stroke Score (NIHSS).

Format pengkajian National Institute of Health Stroke Score

(NIHSS)

No Indeks Skala Skor


1a Kesadaran 0 = sadar
1 = tidak sadar (tetapi merespon
terhadap stimulasi kecil)
2 = tidak sadar (membutuhkan
rangsangan yang kuat dan
berulang kali)
3 = sama sekali tidak merespon
1b Pertanyaan orientasi 0 = menjawab kedua pertanyaan
(tanyakan tentang bulan dan dengan benar
usia) 1 = menjawab satu pertanyaan
dengan benar
2 = tidak menjawab kedua
pertanyaan dengan benar

1c Respon terhadap perintah 0 = melakukan kedua perintah


(pasien diminta menutup mata dengan benar
dan menutup mata lalu
1 = hanya mampu melakukan satu
menggenggam dan perintah dengan benar
melepas tangan) 2 = tidak dapat melakukan kedua
perintah dengan benar
2 Gerakan mata horizontal 0 = normal
1 = palsy sebagian
2 = palsy total
3 Lapang pandang 0 = tidak ada kelainan lapang
pandang
1 = hemianopia sebagian
2 = hemianopia total
3 = hemianopia bilateral (buta)
4 Gerakan wajah 0 = gerakan simetris normal
(mengangkat alis, membuka
1 = kelumpuhan minor (asimetris
mata, tersenyum) saat tersenyum)
2 = kelumpuhan sebagian (tidak
ada gerakan pada wajah bagian
bawah)
3 = kelumpuhan total pada satu sisi
atau dua sisi (tidak ada gerakan
pada wajah atas dan bawah)

5 Fungsi motorik 0 = melayang


(lengan) 1 = melayang sebelum 5 detik
a. Kiri 2 = jatuh sebelum 10 detik
b. Kanan 3 = tidak ada upaya melawan
gravitasi
4 = tidak ada pergerakan
6 Fungsi motorik (kaki) 0 = melayang
a. Kiri 1 = melayang sebelum 5 detik
b. Kanan 2 = jatuh sebelum 10 detik
3 = tidak ada upaya melawan
gravitasi
4 = tidak ada pergerakan
7 Ataksia ekstermitas 0 = tidak ataksia
1 = ataksia pada 1 ekstemitas
2 = ataksia pada kedua ekstermitas
8 Sensorik 0 = tidak ada gangguan sensory
1 = gangguan sensorik ringan
2= ganggua sensorik berat

9 Bahasa 0= normal
1 = gangguan bahasa ringan
2 = gangguan bahasa berat
10 Artikulasi 0= normal
1= gangguan artikulasi ringan
2= gangguan artikulasi berat
11 Kepunahan dan
0 = tidak ada kelainan
ketidakpedulian 1 = kepunahan visual atau sensori
2= kepunahan lebih dari satu
modalitas
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Ekspektasi dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional

1. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi penyebab 1. Menentukan perubahan
efektif keperawatan selama ...x... peningkatan tekanan defisit neurologis lebih
jam maka perfusi serebral intrakranial lanjut
Definisi: Berisiko mengalami meningkat dengan kriteria 2. Berikan posisi semi 2. Memfasilitasi drainase
penurunan sirkulasi darah ke hasil: fowler Vena ke otak
otak 3. Kolaborasi pemberian 3. Meningkatkan aliran
a. Tingkat kesadaran obat darah ke otak
Faktor risiko: meningkat
b. Tekanan intrakranial
a. Aterosklerosis
menurun
b. Embolisme
c. Nilai rata-rata tekanan
darah membaik

2. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor bunyi nafas 1. Mengetahui keadaan
efektif keperawatan selama ...x... tambahan jalan nafas
jam maka bersihan jalan 2. Posisikan semi fowler 2. Memaksimalkan
Definisi: nafas meningkat dengan 3. Lakukan pengisapan potensial ventilasi
Ketidakmampuan kriteria hasil: lendir 3. Membersihkan sekresi
membersihkan sekret atau 4. Anjurkan minum hangat pada jalan nafas
obstruksi jalan nafas untuk a. Produksi sputum 5. Kolaborasi pemberian 4. Mengencerkan sputum
mempertahankan jalan nafas menurun bronkodilator, 5. Mempermudah
tetap paten b. Suara nafas membaik ekspektoran, mukolitik pengeluaran lendir
Penyebab: bila perlu
Sekresi yang tertahan
3. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola nafas 1. Mengetahui pola nafas
keperawatan selama ...x... 2. Posisikan semi fowler 2. Memaksimalkan
Definisi: jam maka pola nafas 3. Berikan oksigen sesuai potensial ventilasi
Inspirasi dan ekspsirasi yang membaik dengan kriteria terapi 3. Meningkatkan asupan
tidak memberikan ventilasi hasil: 4. Kolaborasi pemberian oksigen
adekuat bronkodilator, bila perlu 4. Mempermudah proses
a. Dispnea menurun pernafasan
Faktor penyebab: b. Penggunaan otot bantu
Gangguan neurologis pernafasan menurun
c. Frekuensi nafas
membaik

4. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Mengetahui penyebab
keperawatan selama ... x... atau keluhan fisik gangguan mobilitas
Definisi: Keterbatasan dalam jam maka mobilitas fisik lainnya 2. Mengetahui batas
gerak fisik dari satu atau meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi kemampuan pergerakan
lebih ekstremitas secara hasil: fisik melakukan 3. Membantu dalam
mandiri pergerakan pergerakan
a. pergerakan ekstremitas 3. Fasilitasi aktivitas 4. Mengurangi kekakuan
Penyebab: meningkatkan mobilisasi dengan alat sendi serta menurunkan
b. kekuatan otot meningkat bantu resiko gangguan
a. Penurunan kekuatan otot
c. rentang gerak meningkat 4. Ajarkan mobilisasi intregitas kulit
b. Kekakuan sendi
d. sendi menurun sederhana yang harus
dilakukan

5. Gangguan menelan Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor tingkat 1. Menurunkan resiko


keperawatan selama ... x... kesadaran, batuk muntah
Definisi: Fungsi menelan jam maka status menelan dan kemampuan menelan aspirasi
abnormal akibat deficit membaik dengan kriteria 2. Posisikan semi fowler 2. Mempermudah proses
struktur atau fungsi oral, hasil: 3. Berikan makanan dengan menelan
faring, atau esofagus ukuran yang kecil atau 3. Mempercepat proses
a. mempertahankan lunak penyerapan
Penyebab: makanan di mulut 4. Ajarkan teknik 4. Membantu pasien dalam
meningkat mengunyah atau menelan proses menelan
a. Gangguan b. reflek menelan
serebrovaskuler meningkat
b. Paralisis serebral c. kemampuan
mengosongkan mulut
meningkat
d. frekuensi tersedak
menurun
e. batuk menurun
f. produksi saliva membaik

Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kecepatan, 1. Mengetahui


keperawatan selama ... x... tekanan, kuantitas, kemampuan
Definisi: Penurunan, jam maka komunikasi verbal volume, dan diksi komunikasi verbal
perlambatan, atau ketiadaan meningkat dengan kriteria bicara 2. Mempermudah untuk
kemampuan untuk menerima, hasil: 2. Gunakan metode mengetahui maksud
memproses, mengirim, komunikasi alternatif dari pembicaraan
dan/atau menggunakan a. Kemampuan 3. Anjurkan berbicara 3. Memperejelas
sistem simbol. berbicara meningkat perlahan pembicaraan
b. kesesuaian ekspresi 4. Kolaborasi dengan 4. Membantu
Penyebab: Penurunan wajah atau tubuh terapis meningkatkan
sirkulasi serebral
komunikasi verbal
6. Nyeri akut Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui keluhan
keperawatan selama ... x... karakteristik, durasi, nyeri pasien secara
Definisi: Pengalaman jam maka tingkat nyeri frekuensi, kualitas, mendalam
sensorik atau emosional yang menurun dengan kriteria dan intensitas nyeri 2. Membantu
berkaitan dengan kerusakan hasil: 2. Berikan teknik mengurangi rasa nyeri
jaringan actual atau farmakologis untuk 3. Pasien mampu
fungsional, dengan onset a. kemampuan mengurangi rasa nyeri mempraktikkan
mendadak atau lambat dan menuntaskan aktivitas 3. Ajarkan teknik non secara mandiri
berintensitas ringan hingga meningkat farmakologi untuk 4. Memberikan
berat yang berlangsung b. keluhan nyeri mengurangi rasa nyeri kenyamanan
kurang dari 3 bulan menurun 4. Kolaborasi pemberian
c. frekuensi nadi analgetik
Penyebab: Agen pencedera membalik
fisiologis (mis. Inflamasi,
iskemia, neoplasma)

Sumber: Bintaro (2018), PPNI (2017), PPNI (2018)


3. Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
yang dimulai setelah perawat menyusun rencana keperawatan. Sebelum
mengimplementasikan intervensi keperawatan, gunakan pemikiran kritis
untuk menentukan ketepatan intervensi terhadap situasi klinik. Kondisi
pasien dapat berubah dalam hitungan menit (Potter & Perry dalam
Nuraini, 2017).
4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Tahap
ini sangat penting untuk menentukan adanya perbaikan kondisi atau
kesejahteraan pasien. Evaluasi merupakan suatu proses kontinu yang
terjadi saat melakukan kontak dengan pasien. Setelah melakukan
intervensi, kumpulkan data subjektif dan objektif dari pasien, keluarga,
dan anggota tim kesehatan. Selain itu juga meninjau ulang pengetahuan
tentang status terbaru dari kondisi, terapi, sumber daya pemulihan, dan
hasil yang diharapkan (Potter & Perry dalam Nuraini, 2017). Evaluasi
dilakukan dengan metode evaluasi proses dan hasil. Evaluasi proses
dilaksanakan berdasarkan respon pasien dan keberhasilan tindakan pada
saat dan setelah tindakan keperawatan dilakukan. Evaluasi hasil
dilakukan sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil dari masing-masing
intervensi pada diagnosa keperawatan yang muncul. Pada penulisan
evaluasi terdiri dari data SOAP: subyektif, obyektif, assesment, dan
planing (Nursalam dalam Nuraini, 2017)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak,
karena tersumbat atau pecahnya pembuluh darah
sehingga darah dan oksigen yang dibawa ke otak menjadi
berkurang dan dapat menyebabkan gangguan fisik atau
diasabilitas. Stroke terdapat dua jenis yaitu stroke
hemoragik dan stroke non-hemoragik (iskemik). Stroke
non-hemoragik disebabkan oleh penyumbatan pada
pembuluh darah, sedangkan stroke hemoragik disebebkan
oleh pecahnya pembuluh darah. Penyebab stroke antara
lain, jenis kelamin, umur, keturunan, hipertensi, penyakit
jantung, obesitas, diabetes militus, kolestrol tinggi,
merokok, kurang olahraga, dan sebagainnya. Manifestasi
stroke yaitu, kelumpuhan wajah atau anggota badan,
gangguan sensibilitas pada satu anggota badan, gangguan
penglihatan, bicara cadel, nyeri kepala, dan lain-lain. tak
jarang pasien stroke memerlukan perawatan intensif di ruang ICU karena
kebutuhan mengenai sistem pernapasan dan hemodinamik tidak dapat
terpenuhi..

B. Saran
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan kritis pada
pasien stroke dapat dipahami dan dimengerti oleh
pembaca sebaiknya dipelajari dengan baik sehingga dapat
menambah pengetahuan tentang stroke dan dapat
menambah referensi untuk memberi asuhan keperawatan
kritis pada pasien stroke dengan tepat. Sebagai seorang perawat
diharapkan mampu untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan
yang holistik sehingga dapat meningkatkan proses penyembuhan pasien
stroke di ruang intensif care.

Daftar Pustaka

Arofah, Annisa Nurul, 2011. Penatalaksanaan Stroke Trombotik: Peluang


Peningkatan Prognosis Pasien. Vol. 07 No. 14 : 65-70.
Arofah, Annisa Nurul. (2011). Penatalaksanaan Stroke Trombotik: Peluang
Peningkatan Prognosis Pasien. Vol. 07 No. 14 : 65-70.

Bevers M. B. & Kimberly W. T. (2017). Critical Care Management of Acute


Ischemic Stroke. Curr Treat Options Cardiovasc Med. 2017 Juni ; 19(6): 41.
doi:10.1007/s11936-017-0542-6.
Bintari, Amindhani Putri. (2018). Asuhan Keperawatan dengan
Tindakan Range of Motion untuk Mengatasi Gangguan
Aktivitas dan Latihan pada Pasien Stroke Non Hemoragik di
HCU RSJD DR. RM. Soedjarwadi Klaten. Karya Tulis Ilmiah.
Surakarta : Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan.
Diunduh dari https://lib.poltekkes-solo.ac.id pada 27
September 2019 pukul 13.45 WIB.
Burns, S.M. (2014). AACN esssentials of critical care nuesing. Norhth America:
Mc Graw Hill Education.
DKK Surakarta. (2011). Rekap Bidang Binkesmas. Surakarta: DKK
Surakarta.
Ghani, Lannywati, Delima dan Mihardja, Laurentia K. (2016). Faktor Risiko
Dominan Penderita Stroke di Indonesia. Vol. 44 No. 01 : 49-58.
Ghani, Lannywati, Delima dan Mihardja, Laurentia K. 2016. Faktor Risiko
Dominan Penderita Stroke di Indonesia. Vol. 44 No. 01 : 49-58.

Johnson, W. Onuma, O. Owolabi, M. Sachdev, S. (2016). Stroke: a global


response is needed. Bulletin of the Worl Health Organization. 2016;94:634-
634Ahttp://dx.doi.org/10.2471/BLT.16.181636.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Nuraini, Atika. (2017). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada
Ny. R dengan Diabetes Militus Hiperglikemi di Ruang
Instalasi Gawat Darurat. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta :
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan. Diunduh dari
https://lib.poltekkes-solo.ac.id pada 27 September 2019
pukul 13.45 WIB.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3.
Mediaction. Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3.
Mediaction. Yogyakarta.

PPNI .(2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi


dan Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI .(2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi
dan Kritria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta


Selatan : DPP PPNI.

Riskesdas. (2014). Pusat Kesehatan Dasar, Rikesdas 2014. Jakarta: Kementrian


Kesehatan RI.

Soeharto, Imam. 2002. Kolestrol dan Lemak Jahat, Klosterol dan Lemak Baik dan
Proses Terjadinya Serangan Jnatung dan Stroke. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Sulansi, 2015. Stroke Menurut Pasien di RSUD Ende. Vol. 07 No. 03 : 22-30.

Sulansi, 2015. Stroke Menurut Pasien di RSUD Ende. Vol.07 No. 03 : 22-30.
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). CDC in
Indonesia.
https://www.cdc.gov/globalhealth/countries/indonesia/default.htm diakses
pada tanggal 04 Februari 2020 pukul 18.23 WIB.

WHO. (2017). Cardiovascular Diseases. https://www.who.int/health-


topics/cardiovascular-diseases/#tab=tab_1 diakses pada tanggal 30 Januari
2019 pukul 17.30 WIB.

World Health Organization. (2015). The Atlas of Heart Disease and Stroke.
Tersedia dI www.who.int/cardiovaskular_diseases/resources/atlas/en/diakses
pada tanggal 30 Januari 2020 pukul 18.56 WIB.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai