Askep Kritis Stroke
Askep Kritis Stroke
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Saat ini dunia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam hal sosial, ekonomi, pendidikan, dan kesehatan.
Untuk mengimbangi perkembangan tersebut manusia juga dituntut untuk meningkatkan mobilisasi maupun komunikasi.
Seiring dengan tuntutan tersebut gaya hidup manusia pun mengalami perubahan, mulai dari pola makan yang mengkonsumsi
junk food, manajemen stres yang kurang, maupun aktivitas fisik yang berkurang. Gaya hidup yang berubah menjadi kurang
sehat ini mengakibatkan beberapa masalah kesehatan seperti stroke.
Definisi stroke menurut WHO (2017) merupakan penyakit yang disebabkan oleh terputusnya aliran darah ke otak,
biasanya disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah atau tersumbatnya pembuluh darah ke otak sehingga nutrisi dan oksigen
ke otak mengalami penurunan pasokannya. Menurut WHO (2017), penyakit kardiovaskular menjadi penyebab kematian
nomor satu di dunia, diperkirakan kematian akibat penyakit ini sekitar 17,9 juta jiwa seiap tahun. Empat dari lima penyebab
kematian penyakit kardiovaskuler adalah serangan jantung dan stroke. Menurut hasil laporan The Centers for Disease Control
and Prevention (CDC) (2020) di Indonesia stroke merupakan penyebab kematian nomor satu dibanding penyakit yang lain
seperti Ischemic Heart Disease (IHD), diabetes, dan sirosis. Dikutip dari Riskesdas (2018), stroke di Indonesia mengalami
peningkatan dari 7% pada 2013 menjadi 10,9% pada tahun 2018. Hasil laporan Riskesdas (2018), angka terrendah yaitu di
Papua Barat dengan angka kejadian 4,1%, sedangkan angka kejadian tertinggi stroke di Indonesia terdapat di Kalimantan
Barat yaitu 14,7%. Di Surakarta sendiri stroke menempati peringkat pertama penyebab kematian dengan prosentase 46%
(DKK Surakarta, 2011). Angka kejadian stroke yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor risiko seperti hipertensi, diabetes
melitus, kurang aktiitas fisik, obesitas, kolesterol tinggi, mengkonsumsi alkohol, dan merokok (Johnson, Onuma, Owolabi, &
Sachdev, 2016).
Yang menjadi tinjauan utama pada makalah ini adalah perawat perlu mengetahui bagaimana manajemen keperawatan
kritis pada pasien stroke, dikutip dari Bevers dan Kimberly (2017) tak jarang pasien stroke memerlukan perawatan intensif di
ruang ICU karena kebutuhan mengenai sistem pernapasan dan hemodinamik tidak dapat terpenuhi. Sebagai seorang perawat
diharapkan mampu untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang holistik sehingga dapat meningkatkan proses
penyembuhan pasien stroke di ruang intensif.
Berdasarkan data di atas membuat kami ingin mengetahui bagaimana asuhan keperawatan kritis yang benar pada
pasien dengan stroke.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah “Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan Kritis pada Pasien Stroke?”.
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Tujuan umum dari makalah ini adalah untuk mengetahui gambaran asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke.
2. Tujuan khusus
a. Menggambarkan asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke.
b. Mengetahui bagaimana penyakit stroke itu.
D. Manfaat
Penulis mengharapkan manfaat makalah ini untuk:
1. Pasien
Meningkatkan proses penyembuhan.
2. Penulis
Mendapatkan ilmu untuk mengaplikasikan asuhan keperawatan kritis pada pasien stroke dengan benar.
3. Pendidikan dan perkembangan ilmu keperawatan.
Menambah informasi penatalaksanaan stroke.
BAB II
KAJIAN TEORI
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE
A. Definisi
Stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak, karena tersumbat atau pecahnya pembuluh darah ke otak sehingga pasokan
darah dan oksigen ke otak berkurang yang dapat menyebabkan gangguan fisik atau diasabilitas (Ghani dkk, 2016).
B. Klasifikasi
Stroke dibagi 2 jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik (Nurarif & Kusuma, 2015).
1. Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. 80% adalah stroke iskemik. Stroke iskemik ini dibagi 3, yaitu :
a. Stroke Trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
b. Stroke Embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah.
c. Hipoperfusion Sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik
terjadi pada penderita hipertensi. Stroke hemoragik ada 2 jenis, yaitu:
a. Hemoragik intraserebral: perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
b. Hemoragik subaraknoid: perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).
C. Etiologi
Stroke dibagi menjadi dua jenis yaitu: stroke iskemik dan stroke hemoragik. (Sudoyo Aru, dkk 2009).
a. Stroke Iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keselurahan terhenti. 80 % stroke adalah stroke iskemik.
Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
1. Stroke Trombotik : Proses terbentuknya thrombus yang membuat penggumpalan.
2. Stroke Embolik : Tertutupnya pembuluh darah artei oleh bekuan darah.
3. Hipoperfusion Sistemik : berkurangnya aliran darah keseluruh bagian tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.
b. Stroke Hemoragik adalah yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70% kasus stroke hemoragik terjadi
pada penderita hipertensi.
Stroke hemoragik ada 2 jenis yaitu :
1. Hemoragik Intraserebral : Perdarahan yang terjadi didalam jaringan otak.
2. Hemoragik Subaraknoid : Perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid (ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan
jaringan yang menutupi otak).
3. Infark yang berdarah
4. Sindroma kematian batang otak
Hemoragik dapat terjadi diluar durameter (hemoragi ekstra dural atau epidural) dibawah durameter (hemoragi subdural), diruang
sub arachnoid (hemoragi sub arachnoid atau dalam subtansial otak (hemoragi intra serebral) (Price, 2005).
a. Trombosis Serebri
Aterosklerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama thrombosis serebral yang adalah penyebab
paling umum dari stroke (Smeltzer, 2005).
Thrombosis ditemukan pada 40 % dari semua kasus stroke yang telah dibuktikan oleh ahli patologi. Biasanya ada kaitannya
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat aterosklerosis (Price, 2005).
b. Emboli Serebri
Embolisme serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh pembekuan darah, lemak, dan udara. (Misbach, jusuf
2011). Emboli serebri termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke. Penderita embolisme serebri biasanya lebih
muda dibandingkan dengan thrombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu thrombus dalam jantung sehingga masalah
yang dihadapi sesungguhnya merupakan perwujudan penyakit (Price, 2005).
D. Patofisiologi
Setiap kondisi yang meyebabkan perubahan perfusi darah pada otak yang menyebabkan keadaan hipoksia. Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebakan iskemik otak. Iskemik yang terjadi dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat
menyebabkan defisit sementara dan bukan defisit permanen. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu lama dapat menyebabkan
sel mati permanen dan mengakibatkan infark pada otak.
Setiap defisit fokal permanen akan bergantung pada daerah otak mana yang terkena. Daerah otak yang terkena akan
menggambarkan pembuluh darah otak yang terkena. Pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik adalah arteri serebral
tengah dan arteri karotis interna. Defisit fokal permanen dapat diketahui jika klien pertama kali mengalami iskemik otak total yang
dapat teratasi.
Jika aliran darah ke tiap bagian otak terhambat karena trombus atau emboli, maka mulai terjadi kekurangan suplai oksigen ke
jaringan otak. Kekurangan okigen dalam satu menit dapat menunjukan gejala yang dapat pulih seperti kehilangan kesadaran.
Sedangkan kekurangan oksigen dalam waktu yang lebih lama menyebabkan nekrosis mikroskopik neuron-neuron. Area yang
mengalami nekrosis disebut infark.
Gangguan peredaran darah otak akan menimbulkan gangguan pada metabolisme sel-sel neuron, dimana sel-sel neuron tidak
mampu menyimpan glikogen sehingga kebutuhan metabolisme tergantung dari glukosa dan oksigen yang terdapat pada arteri-arteri
menuju otak.
Perdarahan intrakranial termasuk perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau ke dalam jaringan otak sendiri. Hipertensi
mengakibatkan timbulnya penebalan dan degeneratif pembuluh darah yang menyebabkan rupturnya arteri serebral sehingga
perdarahan menyebar dengan cepat dan menimbulkan perubahan setempat serta iritasi pada pembuluh darah otak.
Perdarahan biasanya berhenti karena pembentukan trombus oleh fibrin trombosit dan oleh tekanan jaringan. Setelah 3 minggu,
darah mulai direabsorbsi. Ruptur ulangan merupakan resiko serius yang terjadi sekitar 7-10 hari setelah perdarahan pertama.
Ruptur ulangan mengakibatkan terhentinya aliran darah kebagian tertentu, menimbulkan gegar otak dan kehilagan kesadaran,
peningkatan tekanan cairan serebrospinal (CSS), dan menyebabkan gesekan otak (otak terbelah sepanjang serabut). Perdarahan
mengisi ventrikel atau hematoma yang merusak jaringan otak.
Perubahan sirkulasi CSS, obstruksi vena, adanya edema dapat meningkatkan tekanan intrakranial yang membahayakan jiwa
dengan cepat. Peningkatan tekanan intrakranial yang tidak diobati mengakibatkan herniasi unkus atau serebellum. Disamping itu,
terjadi bradikardia, hipertensi sistemik, dan gangguan pernafasan.
Darah merupakan bagian yang merusak dan bila terjadi hemodialisa, darah dapat mengiritasi pembuluh darah, menigen, dan
otak. Darah dan vasoaktif yang dilepas mendorong spasme arteri yang berakibat menurunnya perfusi serebral. Spasme serebri atau
vasospasme biasa terjadi pada hari ke-4 sampai ke-10 setelah terjadinya perdarahan dan menyebabkan vasokonstriksi arteri otak.
Vasospasme merupakan kompikasi yang mengakibatkan terjadinya penurunan fokal neurologis, iskmik otak dan infark.
1. KLASIFIKASI STROKE
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subaraknoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiaannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istorahat.
Kesadaran klien umumnya menurun.
Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan bukan oleh trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh darah arteri, vena, dan
kapiler. Perdarahan otak dibagi menjadi dua, yaitu
a. Perdarahan intraserebri (PSI)
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningktan TIK yang terjadi cepat,
dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intraserebri yang disebabkan hipertensi sering
dijumpai didaerah putamen, talamus, pons dan serebellum
b. Perdarahan subaraknoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal adari pembuluh darah
sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar perenkim otak. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang
subaraknoid menyebabkan TIK meningkat mendadak , meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah
serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan
hemisensorik, afasia dan lainnya).
Pecahnya arteri dan keluarnya darah ke ruang subaraknoid mengakibatkan terjadinya peningkatan TIK yang
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri sehingga nyeri kepala hebat. Sering juga dijumpai kaku kuduk dan tanda-
tanda rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatan TIK yang mendadak juga mengakibatkan perdarahan subhialoid pada
retina dan penurunan kesdaran. Perdarahan subaraknoid dapat mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebri.
Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5 sampai dengan ke-
9, dan dapat menghilang setelah minggu ke-2 sampai dengan ke-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara
bahan-bahan yang berasal dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinal dengan pembuluh arteri di ruang
subaraknoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global maupun fokal.
2. Stroke non hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan trombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur,
atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namum terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul
edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
1. TIA. Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan
hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam
2. Stroke involusi. Stroke yang terjadi masih terus berkembang, gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah
buruk. Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari
3. Stroke komlet. Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai dengan istilah komplet dapat diawali
oleh serangan TIA berulang. ( Arif muttqin, 2008)
Manifestasi klinis stroke dapat dilihat dari deficit neurologiknya (Smeltzer dan Bare, 2002).
a. Defisit Lapangan Penglihatan
1. Homonimus heminopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan):
- Tidak menyadari orang atau objek di tempat hehilangan penglihatan
- Mengabaikan salah satu sisi tubuh
- Kesulitan menilai jarak
2. Kehilangan penglihatan perifer:
- Kesulitan melihat pada malam hari
- Tidak menyadari objek atau batas objek
3. Diplopia:
- Penglihatan ganda
b. Defisit Motorik
1. Hemiparesis (kelemahan salah satu sisi tubuh):
- Kelemahan wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
2. Hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi):
- Paralisis wajah, lengan, dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada hemisfer yang berlawanan)
3. Ataksia:
- Berjalan tidak mantap, tegak
- Tidak mampu menyatukan kaki. Perlu dasar berdiri yang luas
4. Disartria:
- Kesulitan dalam membentuk kata
5. Disfagia:
- Kesulitan dalam menelan
c. Defisit Sensori
1. Parestesia (terjadi pada sisi berlawanan dari lesi):
- Kebas dan kesemutan pada bagian tubuh
- Kesulitan dalam propriosepsi
d. Defisit Verbal
1. Afasia ekspresif:
- Tidak mampu membentuk kata yang dapat dipahami
- Mungkin mampu bicara dalam respon kata-tunggal
2. Afasia reseptif:
- Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
- Mampu bicara tetapi tidak masuk akal
3. Afasia global:
- Kombinasi baik afasia reseptif dan ekspresif
e. Defisit Kognitif
- Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
- Penurunan lapang perhatian
- Kerusakan kemampuan untuk berkosentrasi
- Alasan abstrak buruk
- Perubahan penilaian
f. Defisit Emosional
- Kehilangan control diri
- Labilitas emosional
- Penurunan toleransi pada situasi yang menimbulkan stress
- Depresi
- Menarik diri
- Rasa takut, bermusuhan, dan marah
- Perasaan isolasi
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
o Hemiparese sebelah kiri tubuh
o Penilaian buruk
o Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan terjatuh kesisi yang berlawanan
b. Stroke hemisfer kiri
o Mengalami hemiparese kanan
o Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
o Kelainan bidang pandang sebelah kanan
o Disfagia global
o Afasia
o Mudah frustasi
Adapun tanda dan gejala dilihat dari jenis stroke, yaitu:
a. Gejala klinis pada stroke hemoragik berupa:
o Defisit neurologis mendadak, didahului gejala prodormal yang terjadi pada saat istirahat atau bangun pagi.
o Kadang tidak terjadi penurunan kesadaran
o Terjadi trauma pada usia > 50 tahun
o Gejala neurologis yang timbul bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya.
b. Gejala klinis pada stroke akut berupa:
o Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparesis) yang timbul mendadak.
o Ganguan sensibilitas pada suatu anggota badan (gangguan hemisensorik)
o Perubahan mendadak pada status mental (konfusi, delirium, letargi, stupor/koma)
o Afasia (tidak lancar atau tidak dapat bicara)
o Disartria (bicara pelo atau cade)
o Afaksia (tungkai atau anggota badan tidak tepat pada sasaran)
o Vertigo (mual dan muntah atau nyeri kepala).
Secara klinis perbedaan stroke iskemik dan hemoragik adalah sebagai berikut :
Gejala Klinis PIS* PSA* Non Hemoragik
Defisit fokal Berat Ringan Berat ringan
Onset Menit/jam 1-2 menit Pelan (jam/hari)
Nyeri kepala Hebat Sangat hebat Ringan
Muntah Pada awalnya SeringSering Tidak, kec lesi di
batang otak
Hipertensi Hampir selalu Biasanya tidak Sering kali
Penurunan kesadaran Ada Ada Tidak ada
Kaku kuduk Jarang Ada Tidak ada
Hemiparesis Sering dari awal Permulaan tidak adaSering dari awal
Gangguan bicara Bisa ada Jarang Sering
Likuor Berdarah Berdarah Jernih
Paresis/gangguan N III Tidak ada Bisa ada Tidak ada
G. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan kapasitas adaptif intrakranial berhubungan dengan Peningkatan TIK
2. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan Peningkatan TIK
3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Peningkatan TIK
5. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan Kerusakan neurovaskuler
6. Nyeri akut berhubungan dengan Agen injury biologis (Peningkatan TIK)
H. Penatalaksanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
1 Penuruna kapasitas Setelah dilakukan tindakan Intrakranial Pressure
adaptif intrakranial b.d. keperawatan selama 3x 24 jam, (ICP) Monitoring
Peningkatan TIK diharapkanmasalah teratasi, (monitor tekanan
dengan kriteria hasil: intracranial) :
Circulation status Berikan informasi
Tissue Prefusion : Cerebral kepada keluarga
Mendemonstrasikan status Monitor tekanan
sirkulasi yang ditandai perfusi serebral
dengan : Catat respon pasien
Tekanan systole dan terhadap stimulasi
diastole dalam rentang Monitor tekanan
yang diharapkan 120/80 intracranial dan respon
mmHg neurology terhadap
Tidak ada ortostatik aktivitas
hipertensi Monitor jumlah
Tidak ada tanda-tanda drainage cairan
peningkatan tekanan cerebrospinal
intrakranial (tidak lebih Monitor intake dan
dari 15 mmHg) output cairan
Mendemonstrasikan Monitor suhu dan
kemampuan kognitif yang angka WBC
ditandai dengan : Kolaborasi pemberian
Berkomunikasi dengan antibiotik
jelas dan sesuai dengan Posisikan pasien pada
kemampuan posisi semi fowler
Menunjukkan perhatian, Minimalkan stimulus
konsentrasi dan orientasi dari lingkungan
Memproses informasi Peripheral sensation
Membuka keputusan management
dengan benar (manajemen sensasi
Menunjukkan sensori perifer) :
motorik cranial yang utuh: Monitor adanya daerah
Tingkat kesadaran tertentu yang hanya
membaikTidak ada peka terhadap panas
gerakan involunter atau dingin, tajam atau
tumpul
Monitor adanya
paretese
Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi
kulit jika ada isi atau
laserasi
Gunakan sarung tangan
untuk proteksi
Batasi gerakan pada
kepala, leher dan
punggung
Monitor kemampuan
BAB
Kolaborasi pemberian
analgesik
Monitor adanya
tromboplebitis
2 Resiko perfusi jaringan Setelah dilakukan tindakan Peripheral Sensation
serebral tidak efektif b.d. keperawatan selama 3x 24 jam, Management (Manajemen
Peningktan TIK diharapkanmasalah teratasi, sensasi perifer)
dengan kriteria hasil: Monitor adanya
NOC : daerah tertentu yang
Circulation status hanya peka terhadap
Tissue perfusion : cerebral panas/dingin/tajam/tu
Mendemonstrasikan status mpul
sirkulasi yang ditandai Monitor adanya
dengan : paretese
Tekanan systole dan Instruksikan keluarga
diastole dalam rentang untuk mengobservasi
yang diharapkan kulit jika ada Isi atau
Tidak ada ortostatik laserasi
hipertensi Gunakan sarun
Tidak ada tanda-tanda tangan untuk proteksi
peningkatan tekanan Batasi gerakan pada
intrakranial (tidak lebih kepala, leher dan
dari 15 mmHg) punggung
Mendemonstrasikan Monitor kemampuan
kemampuan kognitif yang BAB
ditandai dengan: Kolaborasi pemberian
Berkomunikasi dengan analgetik
jelas dan sesuai dengan Monitor adanya
kemampuan tromboplebitis
Menunjukkan perhatian, Diskusikan menganai
konsentrasi dan orientasi penyebab perubahan
Memproses informasi sensasi
Membuat keputusan
dengan benar
Menunjukkan fungsi
sensori motori cranial
yang utuh : tingkat
kesadaran membaik, tidak
ada gerakan gerakan
involunter
3 Hambatan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan NIC :
b.d Kerusakan keperawatan selama 3x24 jam, Exercise therapy :
neurovaskuler diharapkan klien dapat ambulation
melakukan pergerakan fisik Monitoring vital sign
dengan kriteria hasil : sebelm/sesudah latihan
1. Joint Movement : Active dan lihat respon pasien
Mampu menggerakan saat latihan
rahang Konsultasikan dengan
Mampu menggerakan terapi fisik tentang
leher rencana ambulasi
Mampu menggerakan sesuai dengan
tulang belakang kebutuhan
Mampu menggerakan Bantu klien untuk
jari kanan dan kiri menggunakan tongkat
2. Mobility Level saat berjalan dan cegah
Keseimbangan terhadap cedera
Oxygen Therapy
Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
Pertahankan jalan nafas
yang paten
Atur peralatan
oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi
pasien
Onservasi adanya tanda
tanda hipoventilasi
Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigenasi
5 Gangguan komunikasi Setelah dilakukan tindakan Comunication
verbal b.d Penurunan keperawatan selama 3 x 24 enchancement : Speech
sirkulasi keotak jam, diharapkan klien mampu deficit
untuk berkomunikasi lagi Libatkan keluarga
dengan kriteria hasil: untuk membantu
1. Anxiety self control memahami /
Memantau inten sitas memahamkan
kecemasan informasi dari / ke
Menghilangkan klien
precursor kecemasan Dengarkan setiap
Menggunakan strategi ucapan klien dengan
koping yang efektif penuh perhatian
2. Coping Gunakan kata-kata
Identifikasi pola sederhana dan pendek
coping yang efektif dalam komunikasi
Identifikasi pola dengan klien
coping yang inefektif Dorong klien untuk
Melaporkan mengulang kata-kata
penurunan stres Berikan arahan /
3. Sensory function: perintah yang
hearing dan vision sederhana setiap
Ketajaman interaksi dengan klien
pendengaran kanan Programkan speech-
kiri language teraphy
Konduksi suara udara Lakukan speech-
kanan kiri language teraphy setiap
Respon terhadap interaksi dengan klien
stimulasi pendengaran
4. Fear self control
Monitor intensitas
ketakutan
Menghilangkan
precursor ketakutan
Control respon
ketakutan
6 Nyeri akut b.d. Agen Setelah dilakukan tindakan NIC : Pain Management
injury biologis perawatan selama 3 x 24 jam, Lakukan pengkajian
(Peningkatan TIK) diharapkan pasien mampu nyeri secara
mengetahui dan mengontrol komprehensif termasuk
resiko dengan kriteria hasil : lokasi, karakteristik,
Pain Level, durasi frekuensi,
Pain control kualitas dan faktor
Comfort level presipitasi
Mampu mengontrol nyeri Observasi reaksi
(tahu penyebab nyeri, nonverbal dan
mampu menggunakan ketidaknyamanan
tehnik nonfarmakologi Gunakan teknik
untuk mengurangi nyeri, komunikasi terapeutik
mencari bantuan) untuk mengetahui
Melaporkan bahwa nyeri pengalaman nyeri
berkurang dengan pasien
menggunakan manajemen Kaji kultur yang
nyeri mempengaruhi respon
Mampu mengenali nyeri nyeri
(skala, intensitas, Evaluasi pengalaman
frekuensi dan tanda nyeri) nyeri masa lampau
Menyatakan rasa nyaman Evaluasi bersama
setelah nyeri berkurang pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
Iampau
Bantu pasierl dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
Kurangi faktor
presipitasi nyeri
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
Berikan anaIgetik
untuk mengurangi nyeri
Evaluasi keefektifan
kontrol nyeri
Tingkatkan istirahat
Kolaborasikan dengan
dokter jika ada keluhan
dan tindakan nyeri
tidak berhasil
Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri
Analgesic Administration
Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
obat
Cek instruksi dokter
tentang jenis obat,
dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute pemberian,
dan dosis optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
BAB III
A. Pengkajian
Pengkajian keperawatan kritis dimulai ketika perawat mengetahui adanya pasien yang akan masuk ICU dan berlanjut sampai
pemindahan dan perawatan pasien di ruang ICU. Secara garis besar terdapat empat fase proses pengkajian keperawatan kritis,
yaitu sebelum kedatangan pasien, pengkajian cepat saat menerima pasien, pengkajian secara komprehensif, dan pengkajian
Informasi ini didapat dari pusat informasi rumah sakit yang akan menginformasikan pemindahan pasien. Pengkajian
pasien pada saat ini penting karena menentukan persiapan alat yang akan dilakukan sesai dengan spesifik kebutuhan
Circulation,Central perfusion and Chief complaint,Drugs and Diagnostic tests, Equipment). Pengkajian ini melihat secara
cepat keadekuatan jalan napas dan keefektifan perfusi jaringan untuk melakukan intervensi dini pada setiap situasi yang
mengancam jiwa.
Pengkajian ini harus dilakukan secepatnya setelah pengkajian secara cepat, untuk menentukan stastus fisilogis dan
kebutuhan pasien. Apabila pasien datanng dari rumah sakit yang sama, pengkajian mendalam pada pemeriksaaan fisik
secara menyeluruh dan fungsi sistem tubuh secara keseluruhan. Apabila pasien berasal dari rumah sakit lain cukup dengan
membaca ulang pengkajian cepatyang sudah dilakukan dan dibandingkan dengan keadaan saat ini.
4. Pengkajian lanjutan
Pengkajian ini dilakukan secara berkelanjutan sesuai dengan kondisi pasien untuk mengetahui secara spesifik kondisi,
pengobatan dan respon pasien terhadap terapi yang diberikan (Burns, 2014).
Format pengkajian pasien stroke bisa mengguanakan Confusion Assessment Method for the Intensive Care Unit (CAM-ICU)
(NIHSS)
9 Bahasa 0= normal
1 = gangguan bahasa ringan
2 = gangguan bahasa berat
10 Artikulasi 0= normal
1= gangguan artikulasi ringan
2= gangguan artikulasi berat
11 Kepunahan dan
0 = tidak ada kelainan
ketidakpedulian 1 = kepunahan visual atau sensori
2= kepunahan lebih dari satu
modalitas
B. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
1. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi penyebab 1. Menentukan perubahan
efektif keperawatan selama ...x... peningkatan tekanan defisit neurologis lebih
jam maka perfusi serebral intrakranial lanjut
Definisi: Berisiko mengalami meningkat dengan kriteria 2. Berikan posisi semi 2. Memfasilitasi drainase
penurunan sirkulasi darah ke hasil: fowler Vena ke otak
otak 3. Kolaborasi pemberian 3. Meningkatkan aliran
a. Tingkat kesadaran obat darah ke otak
Faktor risiko: meningkat
b. Tekanan intrakranial
a. Aterosklerosis
menurun
b. Embolisme
c. Nilai rata-rata tekanan
darah membaik
2. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor bunyi nafas 1. Mengetahui keadaan
efektif keperawatan selama ...x... tambahan jalan nafas
jam maka bersihan jalan 2. Posisikan semi fowler 2. Memaksimalkan
Definisi: nafas meningkat dengan 3. Lakukan pengisapan potensial ventilasi
Ketidakmampuan kriteria hasil: lendir 3. Membersihkan sekresi
membersihkan sekret atau 4. Anjurkan minum hangat pada jalan nafas
obstruksi jalan nafas untuk a. Produksi sputum 5. Kolaborasi pemberian 4. Mengencerkan sputum
mempertahankan jalan nafas menurun bronkodilator, 5. Mempermudah
tetap paten b. Suara nafas membaik ekspektoran, mukolitik pengeluaran lendir
Penyebab: bila perlu
Sekresi yang tertahan
3. Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor pola nafas 1. Mengetahui pola nafas
keperawatan selama ...x... 2. Posisikan semi fowler 2. Memaksimalkan
Definisi: jam maka pola nafas 3. Berikan oksigen sesuai potensial ventilasi
Inspirasi dan ekspsirasi yang membaik dengan kriteria terapi 3. Meningkatkan asupan
tidak memberikan ventilasi hasil: 4. Kolaborasi pemberian oksigen
adekuat bronkodilator, bila perlu 4. Mempermudah proses
a. Dispnea menurun pernafasan
Faktor penyebab: b. Penggunaan otot bantu
Gangguan neurologis pernafasan menurun
c. Frekuensi nafas
membaik
4. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Mengetahui penyebab
keperawatan selama ... x... atau keluhan fisik gangguan mobilitas
Definisi: Keterbatasan dalam jam maka mobilitas fisik lainnya 2. Mengetahui batas
gerak fisik dari satu atau meningkat dengan kriteria 2. Identifikasi toleransi kemampuan pergerakan
lebih ekstremitas secara hasil: fisik melakukan 3. Membantu dalam
mandiri pergerakan pergerakan
a. pergerakan ekstremitas 3. Fasilitasi aktivitas 4. Mengurangi kekakuan
Penyebab: meningkatkan mobilisasi dengan alat sendi serta menurunkan
b. kekuatan otot meningkat bantu resiko gangguan
a. Penurunan kekuatan otot
c. rentang gerak meningkat 4. Ajarkan mobilisasi intregitas kulit
b. Kekakuan sendi
d. sendi menurun sederhana yang harus
dilakukan
PENUTUP
A. Kesimpulan
Stroke adalah terputusnya aliran darah ke otak,
karena tersumbat atau pecahnya pembuluh darah
sehingga darah dan oksigen yang dibawa ke otak menjadi
berkurang dan dapat menyebabkan gangguan fisik atau
diasabilitas. Stroke terdapat dua jenis yaitu stroke
hemoragik dan stroke non-hemoragik (iskemik). Stroke
non-hemoragik disebabkan oleh penyumbatan pada
pembuluh darah, sedangkan stroke hemoragik disebebkan
oleh pecahnya pembuluh darah. Penyebab stroke antara
lain, jenis kelamin, umur, keturunan, hipertensi, penyakit
jantung, obesitas, diabetes militus, kolestrol tinggi,
merokok, kurang olahraga, dan sebagainnya. Manifestasi
stroke yaitu, kelumpuhan wajah atau anggota badan,
gangguan sensibilitas pada satu anggota badan, gangguan
penglihatan, bicara cadel, nyeri kepala, dan lain-lain. tak
jarang pasien stroke memerlukan perawatan intensif di ruang ICU karena
kebutuhan mengenai sistem pernapasan dan hemodinamik tidak dapat
terpenuhi..
B. Saran
Pengetahuan tentang asuhan keperawatan kritis pada
pasien stroke dapat dipahami dan dimengerti oleh
pembaca sebaiknya dipelajari dengan baik sehingga dapat
menambah pengetahuan tentang stroke dan dapat
menambah referensi untuk memberi asuhan keperawatan
kritis pada pasien stroke dengan tepat. Sebagai seorang perawat
diharapkan mampu untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan
yang holistik sehingga dapat meningkatkan proses penyembuhan pasien
stroke di ruang intensif care.
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Imunologi. Jakarta: Salemba Medika
Nuraini, Atika. (2017). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada
Ny. R dengan Diabetes Militus Hiperglikemi di Ruang
Instalasi Gawat Darurat. Karya Tulis Ilmiah. Surakarta :
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan. Diunduh dari
https://lib.poltekkes-solo.ac.id pada 27 September 2019
pukul 13.45 WIB.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3.
Mediaction. Yogyakarta.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC Edisi Revisi Jilid 3.
Mediaction. Yogyakarta.
Soeharto, Imam. 2002. Kolestrol dan Lemak Jahat, Klosterol dan Lemak Baik dan
Proses Terjadinya Serangan Jnatung dan Stroke. Jakarta : PT. Gramedia
Pustaka Utama
Sulansi, 2015. Stroke Menurut Pasien di RSUD Ende. Vol. 07 No. 03 : 22-30.
Sulansi, 2015. Stroke Menurut Pasien di RSUD Ende. Vol.07 No. 03 : 22-30.
The Centers for Disease Control and Prevention (CDC). (2020). CDC in
Indonesia.
https://www.cdc.gov/globalhealth/countries/indonesia/default.htm diakses
pada tanggal 04 Februari 2020 pukul 18.23 WIB.
World Health Organization. (2015). The Atlas of Heart Disease and Stroke.
Tersedia dI www.who.int/cardiovaskular_diseases/resources/atlas/en/diakses
pada tanggal 30 Januari 2020 pukul 18.56 WIB.
LAMPIRAN