Dosen Pengampuh
dr. Livia,Sp.M
Disusun oleh
KELOMPOK 9
Gloria Toding Lembang 20160811014019
Novelia Madjar 20160811014021
Novitasari Maulana 20160811014022
Emince Tabuni 20160811014024
Natalia Irma Mumpu 20160811014026
Melviana Mubalus 20160811014029
Devi Nurdianti 20160811014030
Elsina Salakay 20160811014032
Philadelfia Malino 20160811014047
Sumber :
dr.Livia,SpM,”ppt materi kuliah ophtalmologi: Strabismus”. Jayapura-papua
Yang J-W et al, Correlation between Myopic Ametropia and Stereoacuity in School-
Aged Children in Taiwab.13 Jpn J Ophthalmol. 2013 May;57(3):316-319
Sumber:
1. Dewanto I, Pardianto G, Saleh TT, Pemeriksaan Visus Pada Anak, Tinjauan
Kepustakaan, Bagian Ilmu Penyakit Mata RSU Dr. Soetomo / FK UNAIR, 2005, hal
1.
2. Handayani AT., Moestidjab, Gambaran Ketebalan Kornea Sentral Pada Penderita
Miopia Pra-Lasik Di Klinik Mata Surabaya, Laporan Penelitian, Departemen Ilmu
Kesehatan Mata Fakultas Kedokteran UNAIR / RSU Dr. Soetomo Surabaya, Jurnal
Oftalmologi Indonesia Vol. 6, No. 2, Agustus 2008: Hal. 118-126.
3. Nema H.V., Community Ophthalmology in Textbook of Ophthalmology, 4 th edition,
Chapter 30, New Delhi, Jaypee Brothers Medical Publishers (P) LTD, 2002, page
398-403.
Sumber :
dr.Livia,SpM,”ppt materi kuliah ophtalmologi: Strabismus”. Jayapura-papua
Yang J-W et al, Correlation between Myopic Ametropia and Stereoacuity in School-
Aged Children in Taiwab.13 Jpn J Ophthalmol. 2013 May;57(3):316-319
b) Hukum Sherrington
Otot-otot sinergistik adalah otot-otot yang memiliki bidang kerja yang sama.
Dengan demikian, untuk pandangan arah vertical, otot rektus superior dan
obliquus inferior bersinergi menggerakkan mata keatas. Otot-otot yang bersinergi
untuk suatu fungsi mungkin antagonistic untuk fungsi lain. Misalnya otot rektus
superior dan obliquus inferior bekerja sebagai antagonis pada gerakan torsi, rektus
superior menyebabkan intorsi dan obliwuus inferior ekstorsi. Otot-otot
ekstraokular, seperti otot rangka, memperlihatkan persarafan otot-otot anagonistik
yang timbale balik (hukum Sherrington).
Hukum Sherrington merupakan inervasi dan kontraksi yang bertambah dari
agonis dibarengi inervasi dan kontraksi yang berkurang dari antagonis.
Sumber :
Yoke muscle adalah otot utama di setiap mata yang mencapai versi tertentu (misalnya,
untuk pandangan kanan, rektus lateral kanan, dan otot rektus medialis kiri). Setiap otot
ekstraokular memiliki yoke muscle di mata yang berlawanan untuk mencapai versi ke
setiap posisi pandangan.
Sumber:
https://books.google.co.id/books?
id=ydim6J7sFS4C&pg=PA142&lpg=PA142&dq=yoke+muscle+ophthalmology+journal
&source=bl&ots=bKWuvl8Q3w&sig=ACfU3U2SDfHfO05LB5wrADoXD4yshp3ziA&
hl=en&sa=X&ved=2ahUKEwio9vzu2fnoAhWQV30KHSWIA9EQ6AEwFXoECAoQA
Q#v=onepage&q&f=false.
Sumber :
Vaughan D, Asbury J. Oftalmologi umum, Stabismus. Edisi ke-17,
Jakarta:EGC;2013, hal 230-249
anda dari jarak 60 cm tepat di depan penderita dan amatilah pantulan sinar senter pada
kornea. Apabila pasangan bola mata sejajar, maka akan tampak pantulan pada tengah
Kemudian periksalah gerakan bola mata dengan meminta penderita untuk mengikuti
gerakan obyek misalnya ujung jari atau pensil yang anda gerakkan ke 6 arah utama,
tanpa menggerakkan kepala pasien (melirik saja). Buatlah huruf H yang besar di udara
a. Kanan
b. Kanan atas
c. Kanan bawah
e. Kiri atas
f. Kiri bawah
Gerakkan tangan anda dari jarak yang dapat dilihat dengan nyaman oleh penderita
yang agak lanjut usia, jarak yang terlalu dekat ke mata mereka akan menyulitkan dan
pemeriksaan pada orang tua harus dari jarak yang lebih jauh dibandingkan anak-anak
atau orang muda. Berhentilah sebentar pada setiap posisi jari tangan anda untuk melihat
Perhatikan :
a. Apakah selama dalam gerakan tersebut, kedua mata selalu dalam keadaan sejajar,
ataukah ada deviasi?
b. Apakah ada nistagmus?
c. Hubungan antara kelopak atas dengan bola mata pada waktu penderita
menggerakkan bola mata dari atas kebawah. Dalam keadaan normal, kelopak atas
sedikit menutupi iris selama gerakan ini.
Akhirnya mintalah penderita untuk mengikuti gerakan pensil anda kearah hidungnya
untuk memeriksa kemampuan konvergensinya. Dalam keadaan normal konvergensi
dapat dipertahankan pada jarak 5 sampai 8 cm dari hidung. Pada umur lanjut,
konvergensi menjadi melemah, demikian pula untuk gerakan keatas. Dengan
menjauhkan pensil akan dapat diketahui divergensi.
Sumber:
1. Ilyas S. 2006. Dasar Teknik Pemeriksaan dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi II. Jakarta:
FKUI.
2. Dewanto I, Pardianto G, Saleh TT, Pemeriksaan Visus Pada Anak, Tinjauan
Kepustakaan, Bagian Ilmu Penyakit Mata RSU Dr. Soetomo / FK UNAIR, 2005, hal
1.
Sumber :
https://dokterie.wordpress.com/2010/03/09/strabismus-case/
Pencegahan terhadap ambliopia ialah pada anak berusia kurang 5 tahun perlu
pemeriksaan tajam penglihatan terutama bila memperlihatkan tanda-tanda juling.
Sumber :
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Badan Penerbit FKUI;2009.
Hal: 245-246
Penanganan Ambliopia
Ambliopia merupakan kelainan yang reversibel dan akibatnya tergantung pada saat
mulai dan lamanya. Saat yang sangat rentan adalah bayi pada umur 6 bulan pertama dan
ambliopia tidak akan terjadi sesudah usia lebih dari 5 tahun.
Ambliopia bila diketahui dini dapat dicegah sehingga tidak menjadi permanen.
Perbaikan dapat dilakukan bila penglihatan masih dalam perkembangannya. Bila
ambliopia ini ditemukan pada usia di bawah 6 tahun maka masih dapat dilakukan latihan
untuk perbaikan penglihatan.
Pengobatan dapat dengan:
- Untuk memulihkan kembali ambliopia pada seorang pasien muda, harus dilakukan
suatu pengobatan antisupresi aktif menyingkirkan faktor ambliopiagenik;
- Oklusi mata yang sehat;
- Penalisasi dekat, mata ambliopia dibiasakan melihat dekat dengan memberi lensa +
2,5 D sedang mata yang baik diberi atropin;
- Penalisasi jauh dimana mata yang ambliopia dipaksa melihat jauh dengan memberi
atropin pada mata yang baik serta diberi lensa + 2,50;
- Latihan ortopik bila terjadi juling
- Pencegahan terhadap ambliopia ialah pada anak berusia kurang 5 tahun perlu
pemeriksaan tajam penglihatan terutama bila memperlihatkan tanda-tanda juling.
Sumber :
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata, edisi ketiga. Jakarta: Badan Penerbit FKUI; 2009. Hal:
248