Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH HASIL PRODUK DARI APLIKASI BIOTEKNOLOGI

“WINE”

Disusun oleh :

JEFFLIANA PAKAMMA

183145201243

FAKULTAS FARMASI, TEKNOLOGI RUMAH SAKIT DAN INFORMATIKA

UNIVERSITAS MEGA REZKY MAKASSAR

2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wine adalah minuman hasil fermentasi dari buah anggur spesies Vitis

Vinifera, yang pada proses akhirnya akan menghasilkan berbagai macam jenis

wine seperti Red Wine, White Wine, Rose Wine, Sparkling Wine, Fruit

Wine, Sweet Wine dan Fortified Wine.

Wine adalah minuman yang sejarahnya bisa ditarik sampai sekitar tahun

6000 SM. Berasal dari daerah Mesopotamia, wine kemudian menyebar ke

berbagai negara dibagian dunia. Prancis salah satunya, adalah negara yang

sangat erat hubungannya dengan wine. Selain sebagai negara yang

mempopulerkan wine, Prancis pun terkenal sebagai negara yang memproduksi

wine terbesar didunia. Dengan jumlah produksi sebesar 50 – 60 juta hectoliter

atau sekitar 7 – 8 miliar botol wine per tahunnya. Selain Prancis, Spanyol dan

Itali juga merupakan negara yang terkenal dengan winenya dan juga sebagai

negara penghasil wine-wine kelas dunia.

Diluar negara-negara di Eropa, kawasan Asia yang selama ini dianggap

jauh dari tradisi wine ternyata mempunyai fakta yang cukup mengejutkan.

Dalam sebuah riset terungkap bahwa wine di Asia bisa tumbuh sekitar 10 – 20

persen per tahun. Kawasan tersebut diwakili oleh China, Hong Kong, Taiwan,

Singapura, dan Korea sebagai pemimpinnya. Nilai konsumsi di Asia (tidak

termasuk Jepang) mempunyai potensi meningkat hingga dua kali lipat,


mencapai US$17 miliar pada 2012 dan melonjak menjadi US$ 27 miliar pada

2017.

Proses fermentasi wine sendiri, dengan bantuan mikroorganisme yang

sering disebut dengan ragi. Bagi kalangan awam, istilah ragi sudah sering

didengar. Ragi digunakan untuk pembuatan roti, minuman keras, beberapa jenis

makanan tradisional seperti tape, tahu, tempe. Ragi juga digunakan dalam

produksi ethanol baik dalam skala industri besar maupun kecil. Penggunaan ragi

diantaranya saccaromyces sebagai pembuat roti dan alkohol (wine).

Alkohol, disebut juga etanol, etil alkohol, alkohol murni, atau alkohol

absolut, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak

berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam

kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat

ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. alkohol adalah

salah satu obat rekreasi yang paling tua.

Fermentasi gula menjadi alkohol merupakan salah satu reaksi organik

paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi alkohol yang

memabukkan juga telah diketahui sejak dulu.

Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup

banyak jenis ragi. Saccharomyces adalah dari berasal dari bahasa Latin yang

berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting

dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae,

yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus
ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur dan

Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari

Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata,

mulus, basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam

warna. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk

berbagai memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari

Saccharomyces.

Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan

nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri fermentasi.

Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol inilah, S. cerevisiae

disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally Regarded as Safe) yang

paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan berbagai minuman beralkohol,

mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan oleh manusia ini

memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang pertama di dunia.

Kali ini kami mendapatkan sebuah artikel tentang pembuatan wine dengan

ekstrak buah anggur yang difermentasi dengan remah roti tawar yang

mengandung saccaromyces cerevisiae.

B. Tujuan

Mengetahui pembuatan wine dari buah anggur merah dengan

menggunakan bantuan fermentasi mikroorganisme saccaromyces

cerevisae yang terkandung didalam roti tawar.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Dasar Teori

Khamir (yeast) merupakan kelompok mikroorganisme yang telah banyak

dimanfaatkan dalam industri pangan sebagai bahan pengawet. Contohnya yaitu

anggur (wine) yang diproduksi dalam jumlah besar dan waktu yang singkat

tersebut membutuhkan khamir seperti S. cerevisiae untuk bisa membuatnya

tahan lama dengan mengubah gula menjadi etanol. Namun khamir juga bisa

menjadi kontaminan yang menyebabkan kerusakan pada makanan yang

mengandung gula dalam kadar sedang maupun tinggi. Misalnya pada sari buah,

sirup, selai dll. Khamir cenderung dapat bertahan hidup lebih baik pada medium

tersebut daripada bakteri yaitu pada makanan yang memiliki aw lebih rendah

(0,62-0,65).

Khamir merupakan anggota dari kingdom jamur. Sebagian besar

berbentuk uniselular, tetapi ada yang bentuknya multiselular dengan

pembentukan formasi berbentuk string (tali) yang dihubungkan dengan sel yang

berbelah yang disebut dengan pseudohyphae atau hifa palsu (false hyphae).

Ukuran rata-rata yeast adalah 3-4 µm untuk diameternya, walaupun beberapa

yeast bisa mencapai 40 µm.

Budiyanto dan Krisno, (1996:75-77) Dalam proses pembuatan anggur

(wine) terjadi proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 akibat dari

aktifitas enzim yang dihasilkan oleh sel khamir. Adapun hal-hal yang harus
diperhatikan selama proses fermentasi berlangsung adalah: pemilihan khamir,

nutrien, kosentrasi gula, keasaman, pemberian oksigen dan suhu dari perasan

buah anggur tersebut. Khamir yang digunakan pada proses fermentasi ini harus

tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan SO2.

Serta diharapkan mampu menghasilkan alkohol yang tinggi dan menghasilkan

asam yang rendah. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap fermentasi wine.

Suhu yang cocok untuk proses ini adalah dibawah 30oC. Semakin rendah suhu

fermentasi maka semakin tinggi la alkohol yang akan dihasilkan. pH yang

digunakan untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5. Untuk menaikkan pH

digunakan NaOH, dan untuk menurunkan pH digunakan asam nitrat.

Fermentasi anggur (wine) juga dipengaruhi oleh kosentrasi garam logam dalam

perasan. Pada kosentrasi yang rendah akan menstimulir aktivitas dan

petumbuhan khamir, sedangkan pada kosentrasi yang tinggi akan menghambat

pertumbuhan sel khamir. Starter yang ditambahkan pada perasan buah anggur

yang akan difermentasi banyaknya 2-5%. Karena hal tersebut dapat

memperpendek fase adaptasi. Starter yang digunakan sebaiknya mempunyai

kadar alkohol lebih dari 4%. Hal ini berguna untuk menekan pertumbuhan

mikroorganisme yang merusak atau mengkontaminasi. Starter yang baik adalah

starter dari biakan murni yang dapat diisolasi dari buah. Media starter dibuat

dari must yang sudah disterilisasikan antara 2-5% volume dan yang telah

diinokulasikan dengan khamir.


Sekarang orang melakukan fermentasi untuk menghasilkan suatu jenis

produk dari berbagai jamur, khamir, dan bakteri. Menurut Hidayat Nur,

(1992:3) Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel pada keadaan

anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi merupakan salah satu bentuk

respirasi anaerob, definisi fermentasi dapat juga dikatakan sebagai perubahan

gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan jamur.

Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu,

dekomposisi pati gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, serta oksidasi

senyawa nitrogen organik. Sedangkan Buchle K. A, (1987:92-93) mengatakan

bahwa Fermentasi diartikan pula sebagai pertumbuhan mikroorgaisme yang

terjadi tanpa adanya oksigen. Dari mikroorganisme yang berperan dalam proses

fermentasi yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam

asetat, asam sitrat dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol. Fermentasi

timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik. Untuk hidup semua

mikroorganisme membutuhkan sumber energi, sumber energi diperoleh dari

metabolisme bahan pangan di mana mikroorganisme tersebut berada.

Bahan baku energi yang paling banyak digunakan di antara

mikroorganisme adalah glukosa. Sel dari Sacharomyces

cereviceae. Berkembang biak dengan cara vegetatif dengan arah menguncup

multilateral. Konjugasi isogam/heterogam dapat terjadi setelah pembentukan

askus. Dapat berbentuk tonjolan-tonjolan, setiap askus dapat mengandung 1-4

spora dengan berbagai bentuk, spora dapat berkonjugasi disimilasi dan


berlangsung dari oksidatif yang disukai sampai kepada fermentatif yang

dominan. Dalam biakan cair biasanya terjadi pertumbuhan didasar. Cincin dan

partikel dapat terbentuk secara merata yang lebih panjang, senyawa-senyawa

gula pada umumnya difermentasikan dengan kuat, dan nitratnya tidak

diasimilasikan”.

B. Metode Praktikum

1. Alat

a. Blender

b. Baskom

c. Pisau

d. Botol

e. Kain saring

f. Tabung Erlenmeyer

g. Timbangan elektrik

2. Bahan

a. Gula (225 Gram)

b. Jus Anggur (500 cc)

c. Roti (100 Gram)

3. Cara Pembuatan

a. Roti tawar dihaluskan kering dengan diblender. Disisihkan

b. ½ kg anggur merah di pisahkan dari biji lalu di blender halus dan

menjadi 500 cc jus anggur.


c. Kemudian Jus Anggur di campur dengan roti tawar yang sudah di

hancurkan halus dan gula.

d. Setelah tercampur rata kemudian dimasukkan ke dalam botol.

e. Botol ditutup dengan kain tipis dan karet sebagai pengeratnya.

f. Wine di fermentasikan selama 3 minggu sebelum nanti dicicipi rasanya

C. Reaksi fermentasi alcohol

Juice anggur bersama-sama dengan bahan yang lain yang diubah secara

reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan untuk proses

fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol dan

CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju udara dan alkohol akan

tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah menjadi alkohol

atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau

dihentikan. Selama fermentasi sering ditambahkan nitrogen dan mikro nutrien

guna mencegah produksi gas H2S. Jika gas ini muncul akan menyebabkan bau

yang tidak enak.

Selama fermentasi, cairan yang dihasilkan setelah buah anggur

dihancurkan disebut must. Komposisi must terdiri dari 85-95 % sari buah, 5-12

% kulit, dan 0-4 % biji. Guna mencegah tumbuhnya bakteri pada must maka

dilakukan pengadukan. Must mulai bergelembung pada jam ke 8 – 20.

Selama fermentasi kandungan tannin dalam kulit buah juga terektraksi,

sehingga red wine mengandung tannin lebih tinggi daripada white wine dan

rose wine. Beberapa organisme seperti Saccharomyces dapat hidup, baik dalam
kondisi lingkungan cukup oksigen maupun kurang oksigen. Organisme yang

demikian disebut aerob fakultatif. Saccharomyces akan melakukan respirasi

biasa dalam keadaan cukup oksigen. Akan tetapi, jika dalam keadaan

lingkungan kurang oksigen Saccharomyces akan melakukan fermentasi. Asam

piruvat yang dihasilkan oleh proses glikolisis akan diubah menjadi asam asetat

dan CO2 dalam keadaan anaerob. Selanjutnya, asam asetat diubah menjadi

alkohol. Proses perubahan asam asetat menjadi alkohol tersebut diikuti pula

dengan perubahan NADH menjadi NAD+. Terbentuknya NAD+ menyebabkan

peristiwa glikolisis dapat terjadi lagi. Fermentasi alkohol ini hanya dapat

mengubah satu mol glukosa menjadi 2 molekul ATP. Fermentasi alkohol,

secara sederhana, berlangsung sebagai berikut :

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2+ 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per

mol).

Dijabarkan sebagai Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol

(etanol) + CO2 + Energi (ATP). Sebagaimana halnya fermentasi asam laktat,

reaksi ini merupakan suatu pemborosan. Sebagian besar dari energi yang

terkandung di dalam glukosa masih terdapat di dalam etanol, karena itu etanol

sering dipakai sebagai bahan bakar mesin. Reaksi ini, seperti fermentasi asam

laktat juga berbahaya. Ragi dapat meracuni dirinya sendiri jika konsentrasi

etanol mencapai 13%. Hal ini menjelaskan kadar maksimum alkohol pada

minuman hasil fermentasi seperti anggur.


Sumber karbon, jenis gula utama terdapat dalam must adalah glukosa dan

fruktosa. Sebagian besar khamir untuk wine memfermentasi glukosa lebih cepat

dari fruktosa. Tetapi S. elegans, memfermentasi fruktosa lebih cepat daripada

glukosa. Galur ini digunakan dalam industri sauterne wine, yaitu sejenis white

wine dengan rasa sedikit manis yang berasal dari distrik Sauternes, Bordeaux,

Perancis. Fermentasi karbohidrat yang secara alami terdapat dalam buah anggur

akan cepat menghasilkan alkohol sampai sekitar 11-12 persen. Iklim dinginyang

terjadi terutama di Amerika Serikat bagian timur dimana buah anggur varitas

Vitis labrusca banyak ditanam untuk industri wine, wine yang dihasilkan

kadang-kadang ditambah gula (amelioration). Sebaliknya, apabila cuaca

menyebabkan buah anggur terlalu cepat masak (mature) maka untuk

memproduksi wine dengan komposisi normal, perlu penambahan air.

Etanol yang diproduksi oleh sel-sel khamir selama proses fermentasi akan

menghambat aktifitas dan pertumbuhan sel. Jika suhu fermentasi meningkat,

derajat pengahambatan juga meningkat. Suhu fermentasi yang lebih rendah

akan menghasilkan etanol yang lebih tinggi karena disamping fermentasi

berlangsung lebih sempurna, hilangnya etanol karena penguapan akibat suhu

yang lebih tinggi dapat diperkecil.

Tekanan karbondioksida (CO2) sekitar 72 atm menyebabkan pertumbuhan

sel-sel khamir akan terhambat dan pada tekanan 30 atm produksi etanol terhenti

sama sekali. Pengaruh tekanan CO2ini sangat penting dalam pembotolan, tangki

wine atau jika kecepatan fermentasi diatur dengan tekanan. Sekitar 0.1-0.5 gram
CO2 per liter terlarut dalam tabel wine. Konsentrasi CO2 sebanyak 12 gr/L akan

menyebabkan tekanan sebesar 4.0, 4.8, 5.8, 6.6 dan 7.5 atm pada suhu 0.5, 10,

15 dan 30°C. Produk akhir sparking wine lebih disukai jika terdapat tekanan

CO2 sebesar 6-8 atmosfir.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Wine

Fermentasi alkohol/wine (anggur) dipengaruhi oleh beberapa faktor,

diantaranya:

1. Spesies sel khamir

Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat

yang digunakan sebagai medium, sebagai contoh untuk memproduksi

alkohol dari pati dan gula digunakan Sacharomyces cerevisiae sedangkan

untuk laktosa dari “whey” menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi

tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh

dengan cepat dan toleransi terhadap konsentrasi yang tinggi, mampu

menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol

tersebut.

2. Jumlah sel khamir

Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium

fermentasi. Tipe dan kosentrasi mikroorganisme yang diinokulasikan

merupakan “critical factor” yang mempengaruhi (wood, 1998). Menurut

Soeharto (1986), jumlah “starter” optimum pada fermentasi alkohol adalah


2-5% serta jumlah khamir yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup

dengan jumlah sel berkisar 2-5 . 106 sel per ml.

3. Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang

digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescott and Dunn,

2002). Sedangkan menurut Daulay dan Rahman (1992), pada umumnya sel

khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5 –

6,0.

4. Suhu

Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk

pembentukan selnya, optimum untuk khamir adalah 25 – 30 oC serta

khamir dapat tumbuh secara efesien pada suhu 28 – 35 oC. Peningkatan

suhu sampai 40 oC dapat mempertinggi kecepatan awal produksi etanol,

tetapi produktivitas fermentasi secara keseluruhan menurun karena

meningkatnya pengaruh penghambatan oleh etanol terhadap pertumbuhan

sel khamir.

5. Oksigen

Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen

yaitu sekitar 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir

untuk biosintesa lemak tak jenuh dan lipid. Jumlah oksigen yang lebih

tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga

produktivitasnya alkohol menjadi lebih rendah. Menurut Daulay dan


Rahman (1992), persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan

perkembangbiakan sel khamir dan permulaan fermentasi, namun produksi

alkohol terbaik pada kondisi anaerob.

6. Udara

Mikroorganisme aerobik seperti kapang, lapisan film khamir dan

Acetobacter tidak dapat tumbuh bila tidak terdapat udara (oksigen), tetapi

bakteri asam laktat tumbuh baik dalam keadaan anaerobik.

7. Kandungan gula.

Dry wine yang rendah kandungan gulanya (sekitar 0.1 persen), jarang

mengalami kerusakan akibat bakteri. Kadar gula sekitar 0.5-1.0 persen atau

lebih merupakan kondisi yang sesuai bagi mikrona perusak.

8. Konsentrasi alkohol.

Toleransi mikroba perusak terhadap alcohol, bervariasi. Bakteri asam

asetat dapat dihambat pada konsentrasi alcohol 14-15 persen (v/v).

BAkteri-bakteri kokus dihambat pada konsentrasi alcohol sekitar 12

persen, Leuconostoc pada konsentrasi alcohol lebih dari 14 persen,

heterofermentatif Lactobacillus sekitar 18 persen, kecuali L. trichodes yang

dapat tumbuh pada kadar alcohol lebih dari 20 persen dan

homofermentatif Lactobacillus sekitar 10 persen.

9. Konsentrasi senyawa faktor pertumbuhan.

Spesies Acetobacter dapat mensintesa sendiri vitamin-vitamin yang

dibutuhkannya, tetapi bakteri asam laktat membutuhkan penambahan


vitamin dari luar. Sumber utama senyawa ini didalam wine adalah sel-sel

khamir (wine yeast), yang mengeluarkan senyawa – senyawa faktor

pertumbuhan tersebut pada saat autolisis. Makin banyak jumlah senyawa

ini makin besar kemungkinan ketusakan wine oleh bakteri adam laktat.

10. Konsentrasi tannin.

Tanin yang ditambahkan bersama-sama dengan gelatin dalam proses

penjernihan dapat menghambat bakteri, tetapi jumlah yang ditambahkan

biasanya tidak cukup untuk sekaligus berfungsi sebagai inhibitor dalam

wine.

11. Konsentrasi sulfur dioxide (SO2).

Makin tinggu konsentrasi SO2 yang ditambahkan , makin besar daya

penghambatan terhadao mikroba perusak. Biasanya jumlah

SO2 yang ditambahkan ke dalam musts adalah sekitar 75-200 ppm.

Efektivitas penghambatan tergantung pada jenis mikroba dan daya

penghambatan tersebut akan meningkat dengan menurunnya pH dan

kandungan gula.

E. Analisis Kerusakan Wine

Menurut Handoyo (2007), Kerusakan wine secara organoleptik dapat

dideteksi dari warna, rasa, dan bau. Penyebab kerusakan tersebut dikarenakan

cara pembuatan yang kurang baik, penyimpanan, dan penyajian yang keliru.

Wine yang disimpan pada temperatur tinggi dapat menyebabkan wine terasa

seperti dimasak atau dipanaskan, dimana karakter freshnessnya sudah hilang


dan aromanya terasa seperti buah-buahan yang telah dimasak. Sedangkan

kerusakan karena penyajian dapat menyebabkan oksidasi wine menjadi asam

cuka (tersedia oksigenyang cukup). Oksidasi juga bisa disebakan karena

sumbat botol (cork) yang dipakai mempunyai kualitas yang kurang bagus,

sehingga memungkinkan udara masuk kedalam botol.

Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan

wine adalah:

· Bau sayuran busuk

· Bau belerang

· Bau apel busuk

· Bau telur busuk

· Bau apek

Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri

Asam Laktat (BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan

Lactobacillus. Bakteri jenis ini dapat memetabolisme gula, asam, dan unsur

lain yang ada dianggur menghasilkan beberapa senyawa yang menyebabkan

pembusukan. Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara alami akan terjadi

proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL. Reaksi ini

mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan

menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai

0,5. Setelah proses MLF selesai, maka kehidupan dari BAL tergantung pada

komposisi wine dan bagaimana wine ditangani. Jika wine memiliki pH tinggi
(> 3,5) dan SO2 tidak memadai, maka bakteri BAL dapat tumbuh dan merusak

wine atau penyebab kebusukan.

Kerusakan wine dapat terjadi baik secara nonmikrobial maupun

mikrobial. Maupun microbial. Kerusakan-kerusakan wine termasuk yang

disebabkan oleh logamnya atau garamnya, enzim dan bahan-bahan yang

digunakan dalam proses penjernihan wine. Fe miasalnya, dapat menyebabkan

terbentuknya endapan putih besi pospat pada white wine yang dikenal sebagai

casse. Timah dan tembaga dapat menyebabkan timbulnya kekeruhan

pada wine. Gelatin yang digunakan dalam proses penjernihan juga dapat

menimbulkan kekeruhan. Enzim-enzim pengoksidasi seperti peroksidase dari

kapang tertentu dapat menyebabkan white wine berubah menjadi coklat, dan

warna merah red wine mengendap.

Mikroorganisme penyebab kerusakan wine terutama adalah sel-sel

khamir liar (wild yeast), kapang dan bakteri dari genus Acetobacter,

Lactobacillus, Leuconostoc dan mungkin Micrococcus dan Pediococcus.

Kerusakan wine dapat dibagi menjadi 2, antara lain :

1. Kerusakan oleh Mikroba Aerobik

Lapisan film khamir yang dapat mengoksidasi alcohol dan asam-asam

organic dapat tumbuh pada permukaan musts dan wine yang kontak dengan

udara dan akan memebntuk wine flowers. Timbulnya film khamir ini dapat

dihindari dengan cara mengaduk musts secara periodic dan menjada agar

wine tidak kontak dengan udara.


Dengan adanya udara, bakteri-bakteri asam asetat seperti Acetobacter

aceti dan A. oxydans, akan mengoksidasi alcohol dalam musts atau wine

menjadi asam asetat (Acetifikasi). Bakteri ini juga dapat mengoksidaso

glukosa menjadi asam glukonat yang menyebabkan rasa asam manis padan

musts.

Berbagai jenis kapsng terutama Mucor, Penicillium dan Asperigillus,

dapat tumbuh pada berbagai alat yang digunakan dalam produksi wine

seperti tangki fermentasi, pipa-pipa penghubung, penutup, alat pengukur

dan alat-alat lain termasuk dinding-dinding pabrik. Karena itu diperlukan

pencucian dan disinfektasi yang memadai terhadap alat-alat tersebut.

2. Kerusakan oleh Mikroba Fakultatif

Sel-sel khamir liar termasuk semua khamir kecuali khamir yang

ditambahkan sebagai starter, dapat menyebabkan fermentasi berlangsung

tidak normal sehingga menghasilkan wine dengan kandungan alkohol yang

rendah, asam-asam volatile yang tinggi dan flavor yang tidak disenangi.

Disamping itu sel-sel khamir liar tersebut akan menyebabkan kekeruhan

pada wine yang dihasilkan. Sel-sel khamir liar ini yang terutama berasal

dari buah anggur yang digunakan, dapat ditekan atau dihilangkan dengan

cara menggunakan starter khamir wine yang aktif, sulfitisasi atau

pasteurisasi musts belum fermentasi dan pengontrolan suhu yang ketat

selama fermentasi berlangsung.


Bakteri asam laktat merupakan penyebab utama kerusakan bakteri

musts wine. Pendugaan jenis bakteri perusak wine sering menamui

kesulitan, karena jenis bakteri yang berbeda dapat menyebabkan jenis

kerusakan yang sama, dan bakteri yang sama pada kondisi yang berbeda

dapat menyebabkan jenis kerusakan yang berbeda. Jenis kerusakan oleh

bakteri yang umumnya terjadi adalah terbentuknya asam dari gula, glukosa

dan fruktosa dalam wine yang terutama disebabkan oleh species-species

Lactobacillus heterofermentatif. Timbulnya kekeruan dan kerusakan warna

wine juga merupakan jenis-jenis kerusakan oleh bakteri.

Jika fermentasi fruktosa menghasilkan mannitol, yaitu senyawa yang

mempunyai rasa pahit, maka fermentasi ini disebut mannitic. Rasa pahit

juga dapat disebabkan karena terjadi fermentasi gliserol dalam

wine. Timbulnya gas dalam wine dapat disebabkan oleh beberapa

penyebab antara lain pembentukan CO2 oleh bakteri asam laktat

heterofermentatif yang disebut pousse.

Keasaman wine dapat diturunkan oleh bakteri-bakteri perusak melalui

oksidasi asam malat, asam tartarat oleh Acebacter, atau melalui fermentasi

asam malat dan tartarat oleh species Lactobacillus, Leuconostoc atau

Pediococcus.

Setiap bakteri dan sel khamir yang tumbuh dalam wine akan

menimbulkan kekeruha, dan setiao bakteri asetat atau laktat

heterofermentatif akan meningkatkan asam-asam volatile dalam wine.


Fermentasi gula biasanya akan meningkatkan keasaman karena

terbentuknya asam-asam organic yang tidak dapat menguap oleh bakteri

laktat homofermentatif, atau terbentuknya asam-asam organik tidak

menguap dan asam organik menguap (volatile)

oleh laktat heterofermentatif. Oksidasi atau fermentative lebih lanjut

terhadap asam-asam organic yang tidak menguap dapat menurunkan

konsentrasi asam-asam organic tersebut dalam musts atau wine.


BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam pembuatan wine banyak faktor yang harus di perhatikan. Karena

faktor – faktor keberhasilan pembuatan wine meliputi Spesies sel khamir,

Jumlah sel khamir, Derajat keasaman (pH), Suhu, Oksigen, Udara, Kandungan

gula, Konsentrasi alcohol, Konsentrasi senyawa faktor pertumbuhan,

Konsentrasi tannin dan Konsentrasi sulfur dioxide (SO2).

Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri

Asam Laktat (BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan

Lactobacillus. Kerusakan wine dapat terjadi secara nonmikrobial maupun

mikrobial. Mikroorganisme penyebab kerusakan wine terutama adalah sel-sel

khamir liar (wild yeast), kapang dan bakteri dari genus Acetobacter,

Lactobacillus, Leuconostoc dan mungkin Micrococcus dan Pediococcus.

Selain itu dalam teknik pembuatan dan peralatan harus sesuai prosedur

dan steril. Penggunaan kain saring sebagai penutupbotol wine dinilai sangat

tidak efektif.memang dapat sebagai keluar masuk udara. Namun penggunaan

dalam jangka lama mampu menyebabkan kontaminasi.

Anda mungkin juga menyukai