Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Hirsprung
I.1 Definisi
Hircshprung adalah malformasi kongenital dimana saraf dari ujung
distal usus tidak ada (Sacharin, 2002). Hircshprung disebut juga
penyakit yang disebabkan oleh obstruksi mekanis yang disebabkan
oleh tidak adekuatnya motilitas pada usus sehingga tidak ada
evakuasi usus spontan dan tidak mampunya spinkter rectum
berelaksasi. Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang
tidak adanya sel – sel ganglion dalam rectum atau bagian
rektosigmoid Colon. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus
spontan ( Betz, Cecily &Sowden : 2000 ). Klasifikasinya yaitu
sebagai berikut :
a. Hirschprung segmen pendek : meliputi colon sigmoid, rektum,
dan anal canal, tipe ini lebih sering diderita oleh laki-laki serta
sering ditemukan.
b. Hirschprung segmen panjang: tidak ditemukan sel-sel ganglionik
hampir diseluruh colon atau seluruh colon tidak memiliki
ganglion (aganglionik colon total), biasanya melebihi sigmoid,
kadang-kadang sampai usus halus.

I.2 Etiologi
Penyebab hirsprung sendiri belum diketahui secara pasti tetapi diduga
terjadi karena faktor genetic dan lingkungan, sering terjadi pada anak
dengan down syndrome, kegagalan sel neural pada masa embrio
dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik
dan sub mukosa dinding plexus (Nurarif, 2015).

I.3 Tanda dan Gejala


Gejala yang ditemukan pada bayi yang baru lahir adalah: Dalam
rentang waktu 24-48 jam, bayi tidak mengeluarkan mekonium
(kotoran pertama bayi yang berbentuk seperti pasir berwarna hijau
kehitaman), malas makan, muntah yang berwarna hijau, pembesaran
perut (perut menjadi buncit) distensi abdomen, konstipasi, dan diare
meningkat. Sedangkan, gejala pada masa pertumbuhan (usia 1 -3
tahun) adalah sebagai berikut:
a. Tidak dapat meningkatkan berat badan
b. Konstipasi (sembelit)
c. Pembesaran perut (perut menjadi buncit)
d. Diare cair yang keluar seperti disemprot
e. Demam dan kelelahan adalah tanda-tanda dari radang usus halus
dan dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam
jiwa.

Pada anak diatas 3 tahun, gejala bersifat kronis :


a. Konstipasi (sembelit)
b. Kotoran berbentuk pita
c. Berbau busuk
d. Pembesaran perut
e. Pergerakan usus yang dapat terlihat oleh mata (seperti
gelombang)
f. Menunjukkan gejala kekurangan gizi dan anemia
Pada anak-dewasa :
a. Konstipasi
b. Distensi abdomen
c. Dinding abdomen tipis
d. Aktivitasperistaltikmenurun
e. Terjadi malnutrisi dan pertumbuhannya terhambat

I.4 Patofisiologi
Masalah utama dari penyakit ini adalah inervasi dari usus yang
mengalami gangguan terutama pada segmen anal termasuk mulai dari
lokasi sfingter sampai internus ke arah proksimal. Inervasi kolon
berasal dari dua saraf yaitu saraf intrinsik dan saraf ekstrinsik, saraf
ekstrinsik simpatis berasal dari medula spinalis, sedangkan yang
parasimpatis untuk kolon sebelah kanan berasal dari nervus vagus,
sedangkan yang sebelah kiri berasal dari S2, S3, S4. Persarafan dari
segmen anal dan sfingter internus berasal dari sraf simpatis L5 dan
saraf parasimpatis S1, S2, S3. Persarafan simpatis akan menghambat
kontraksi dari usus sedangkan persarafan para simpatis akan
mengaktifkan aktifitas peristaltik dari kolon. Saraf intrinsik berasal
dari saraf parasimpatis ganglion pleksus submukosa meisner dan
ganglion mienterikus aurbach, yang terletak diantara otot yang
sirkuler dan longitudinal.

I.5 Pemeriksaan Penunjang


1. Radiologi
a. Foto Polos Abdomen
Pemeriksaan foto polos abdomen, terlihat tanda-tanda
obstruksi usus letak rendah. Umumnya gambaran kolon sulit
dibedakan dengan gambaran usus halus. Pada foto polos
abdomen memperlihatkan obstruksi pada bagian distal dan
dilatasi kolon proksimal. Penyakit Hirschsprung pada neonatus
cenderung menampilkan gambaran obstruksi usus letak
rendah. Daerah pelvis terlihat kosong tanpa udara. Pada pasien
bayi dan anak gambaran distensi kolon dan massa feses lebih
jelas dapat terlihat.
b. Foto Barium Enema
Pada foto barium enema memberikan gambaran yang sama
disertai dengan adanya daerah transisi diantara segmen yang
sempit pada bagian distal dengan segmen yang dilatasi pada
bagian yang proksimal. Jika tidak terdapat daerah transisi,
diagnosa penyakit hirschprung ditegakkan dengan melihat
perlambatan evakuasi barium karena gangguan peristaltik.
Terdapat tiga jenis gambaran zona transisi yang dijumpai pada
foto enema barium :
 Abrupt, perubahan mendadak
 Cone, bentuk seperti corong atau kerucut
 Funnel, bentuk seperti cerobong
2. Laboratorium
a. Kimia Darah : Pada kebanyakan pasien temuan elektrolit dan
panel renal biasanya dalam batas normal. Anak dengan diare
memiliki hasil yang sesuai dengan dehidrasi. Pemeriksaan ini
dapat membantu mengarahkan pada penatalaksanaan cairan
dan elektrolit.
b. Darah Rutin : Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui
hematokrit dan platelet preoperatif.
c. Profil Koagulasi : Pemeriksaan ini dilakukan untuk
memastikan tidak ada gangguan pembekuan darah yang perlu
dikoreksi sebelum operasi dilakukan.
3. Patologi Anatomis (Biopsi)
Biopsi rektum untuk melihat ganglion pleksus submukosa
meisner, apakah terdapat ganglion atau tidak. Pada penyakit
hirschprung ganglion ini tidak ditemukan.

I.6 Komplikasi
Komplikasi hirsprung adalah Enterokolitis nekrotikans, pneumatosis
usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia..

I.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hirsprung ada dua cara, yaitu pembedahan dan
konservatif.
a) Pembedahan
Pembedahan pada penyakit hirscprung dilakukan dalam dua
tahap.Mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double–barrel
sehingga tonus dan ukuran usus yang dilatasi dan hipertrofi dapat
kembali normal (memerlukan waktu kira-kira 3 sampai 4 bulan).
Bila umur bayi itu antara 6-12 bulan (atau bila beratnya antara 9
dan 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dilakukan dengan cara
memotong usus aganglionik dan menganastomosiskan usus yang
berganglion ke rectum dengan jarak 1 cm dari anus.

Prosedur pembedahan :
1. Prosedur Duhamel
Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang
berusia kurang dari 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan
kolon normal ke arah bawah dan menganastomosiskannya di
belakang anus aganglionik, menciptakan dinding ganda yang
terdiri dari selubung aganglionik dan bagian posterior kolon
normal yang ditarik tersebut.
2. Prosedur Swenson
Pada prosedur Swenson, bagian kolon yang aganglionik itu
dibuang. Kemudian dilakukan anastomosis end-to-end pada
kolon bergangliondengan saluran anal yang dilatasi.
Sfinterotomi dilakukan pada bagian posterior.
3. Prosedur Soave
Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar
dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukanuntuk
mengobati penyakit hirsrcprung. Dinding otot dari segmen
rektum dibiarkan tetap utuh. Kolon yang bersaraf normal
ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis
antara kolon normal dan jaringan otot rektosigmoid yang
tersisa.Dengan cara membiarkan dinding otot dari segmen
rektum tetap utuh kemudian kolon yang bersaraf normal ditarik
sampai ke anus tempat dilakukannya anastomosis antara kolon
normal dan jaringan otot rektosigmoid yang tersisa
4. Prosedur Transanal Endorectal Pull-Through.
Tehnik ini dilakukan dengan pendekatan lewat anus. Setelah
dilakukan dilatasi anus dan pembersihan rongga anorektal
dengan povidon-iodine, mukosa rektum diinsisi melingkar 1
sampai 1,5 cm diatas linea dentata. Dengan diseksi tumpul
rongga submukosa yang terjadi diperluas hingga 6 sampai 7
cm kearah proksimal. Mukosa yang telah terlepas dari
muskularis ditarik ke distal sampai melewati anus sehingga
terbentuk cerobong otot rektum tanpa mukosa.
Keuntungan prosedur ini antara lain lama pemendekan dan
operasi lebih singkat, waktu operasi lebih singkat, perdarahan
minimal, feeding dapat diberikan lebih awal, biaya lebih
rendah, skar abdomen tidak ada. Akan tetapi masih didapatkan
komplikasi enterokolitis, konstipasi dan striktur anastomosis.
5. Posterior Sagital Neurektomi Repair for Hirschsprung
Disease
Teknik ini diperkenalkan oleh Rochadi, 2005. Setelah
dilakukan desinfeksi pada daerah anogluteal kemudian daerah
operasi ditutup duk steril. Irisan pertama dimulai dengan irisan
kulit intergluteal dilanjutkan membuka lapisan-lapisan otot
yang menyusun “muscle complex” secara tumpul dan tajam
sehingga terlihat dinding rektum. Lapisan otot dinding rektum
dibuka memanjang sampai terlihat lapisan mukosa menyembul
dari irisan operasi. Identifikasi daerah setinggi linea dentata
dilakukan dengan cara memasukkan jari telunjuk tangan kiri ke
anus. Panjang irisan adalah 1 cm proksimal linea dentata
sampai zone transisi yang ditandai dengan adanya perubahan
diameter dinding rektum. Supaya tidak melukai mukosa
rektum maka setelah mukosa menyembul, muskularis dinding
rektum dipisahkan dari mukosa dengan cara tumpul sehingga
lapisan muskularis benar-benar telah terpisah dari mukosa.
Strip muskularis dinding rektum dengan lebar 0,5 cm
dilepaskan dari mukosa sepanjang zone spastik sampai zone
transisi. Material ini dikirim ke bagian Patologi Anatomi untuk
pemeriksaan pewarnaan hematoksilin-eosin guna identifikasi
sel ganglion Auerbach dan Meissner.
Tehnik Posterior Sagittal Repair for Hirschsprung’s Disease ini
dilakukan satu tahap, tanpa kolostomi dan tanpa pull –through.
b)    Konservatif
Pada neonatus dengan obstruksi usus dilakukan terapi konservatif
melalui pemasangan sonde lambung serta pipa rectal untuk
mengeluarkan mekonium dan udara.
c) Tindakan bedah sementara
Kolostomi dikerjakan pada pasien neonatus, pasien anak dan
dewasa yang terlambat didiagnosis dan pasien dengan
enterokolitis berat dan keadaan umum memburuk. Kolostomi
dibuat di kolon berganglion normal yang paling distal.
I.8 Pathways

Kegagalan sel neural pada Sel ganglion pada kolon tidak


masa embrio dalam dinding ada / sangat sedikit
usus, gagal eksistensi, kranio
kaudal pada myenterik dan Control kontraksi dan relaksasi
sub mukosa dinding plexus peristaltic abnormal

Peristaltic tidak sempurna Spingter rectum tidak dapat relaksasi

Obstruksi parsial Akumulasi benda padat, gas, cair Feses tidak mampu melewati
spingter ani

Refluk peristaltik
Obstruksi dikolon Pelebaran kolon (mega kolon)

Mual dan muntah Perasaan penuh

Resiko kekurangan volume Ketidakseimbangan nutrisi


cairan kurang dari kebutuhan
tubuh
Gangguan rasa nyaman
Nyeri

Intervensi pembedahan Gangguan defekasi

Ansietas Kurangnya informasi konstipasi

Sumber : Aplikasi Asuhan Keperawatan NANDA (NIC-NOC) Jilid 2, (2015).


II. Rencana Asuhan Klien Dengan
II.1Pengkajian
1.     Lakukan pengkajian melalui wawancara terutama identitas,
keluhan utama, pengkajian pola fungsional dan keluhan
tambahan.
II.1.1 Riwayat Keperawatan
1.    Riwayat pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama
setelah lahir, biasanya ada keterlambatan.
2.   Riwayat tinja seperti pita dan bau busuk.
3.    Riwayat psikososial keluarga berkaitan dengan
a.      Anak : Kemampuan beradaptasi dengan penyakit,
mekanisme koping yang digunakan.
b.      Keluarga : Respon emosional keluarga, koping yang
digunakan keluarga, penyesuaian keluarga terhadap
stress menghadapi penyakit anaknya.

II.1.2 Pemeriksaan Fisik ( Data Fokus)


Lakukan pengkajian fisik rutin, dapatkan riwayat kesehatan
dengan cermat terutama yang berhubungan dengan pola
defekasi.
1.      Kaji status hidrasi dan nutrisi umum
a.       Monitor bowel elimination pattern
b.      Ukur lingkar abdomen
c.       Observasi manifestasi penyakit hischprung
2.      Periode bayi baru lahir 
a.       Gagal mengeluarkan mekonium dalam 24 – 48 jam
setelah lahir
b.      Menolak untuk minum air
c.       Muntah berwarna empedu / hijau-Distensi
abdomen
3.      Masa bayi
a.       Ketidakadekuatan penambahan berat badan
b.      Konstipasi
c.       Distensi abdomen
d.      Episode diare dan muntah
e.       Tanda – tanda ominous (sering menandakan
adanya enterokolitis)
f.        Diare berdarah
g.       Demam dan Letargi berat
4.      Masa kanak – kanak (gejala lebih kronis)
a.       Konstipasi
b.      Feses berbau menyengat seperti karbon
c.       Distensi abdomen
d.      Masa fekal dapat teraba
e.       Anak biasanya mampu mempunyai nafsu makan &
pertumbuhan yang buruk 

II.1.3 Pemeriksaan Penunjang


a.      Radiasi : Foto polos abdomen yang akan ditemukan
gambaran obstruksi usus letak rendah.
b.      Biopsi rektal : menunjukan aganglionosis otot rectum.
c.      Manometri anorectal : ada kenaikan tekanan paradoks
karena rektum dikembangkan / tekanan gagal menurun.
d. Pemeriksaan laboratorium darah hemoglobin, leukosit
dan albumin juga perlu dilakukan untuk mengkaji
indikasi terjadinya anemia, infeksi dan kurangnya
asupan protein.

II.2Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


Beberapa diagnose keperawatan yang sering muncul menurut
NANDA (NIC-NOC) Jilid 1, (2015) :
1. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
gangguan saluran pencernaan, mual dan muntah
2. Konstipasi b.d obstruksi ketidakmampuan kolon mengevakuasi
feses
3. Resiko kekurangan volume cairan b.d muntah, ketidak mampuan
absorpsi air oleh intestinal
4. Gangguan rasa nyaman b.d distensi abdomen
5. Nyeri akut b.d agen cidera biologis ( obstruksi parsial pada
dinding usus
6. Ansietas b.d prognosis penyakit, kurangnya informasi, rencana
pembedahan.

Diagnosa 1 :
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
gangguan saluran pencernaan, mual dan muntah
II.2.1 Definisi :
Keadaan dimana intake nutrisi kurang dari kebutuhan
metabolisme tubuh.
II.2.2 Batasan Karakteristik :
Penggunaan diagnosis ini hanya jka terdapat satu diantara
tanda NANDA berikut:
- Berat badan kurang dari 20% atau lebih dibawah berat
badan ideal untuk tinggi badan dan rangka tubuh
- Asupan makanan kurang dari kebutuhan metabolik,
baik kalori total maupun zat gizi tertentu
- Kehilangan berat badan dengan asupan makanan yang
adekuat
- Melaporkan asupan makanan yang tidak adekuat kurang
dari recommended daily allowance (RDA).
Subjektif:
- kram abdomen
- nyeri abdomen
- menolak makan
- indigesti
- persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
- melaporkan perubahan sensasi rasa
- melaporkan kurangnya makanan
- merasa cepat kenyang setelah mengkonsumsi makanan
Objektif:
- pembuluh kapiler rapuh
- diare
- adanya bukti kekurangan makanan
- kehilangan rambut yang berlebihan
- bising usus hiperaktif
- kurang informasi, informasi yang salah
- kurangnya minat terhadap makanan
- membrane mukosa pucat
- tonus otot buruk
- rongga mulut terluka (inflamasi)
- kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
mengunyah
II.2.3 Faktor yang Berhubungan :
- ketergantungan zat kimia
- penyakit kronis
- kesulitan mengunyah atau menelan
- faktor ekonomi
- intoleransi makanan
- kebutuhan metabolik tinggi
- refleks mengisap pada bayi tidak adekuat
- kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
- akses terhadap makanan terbatas
- hilang nafsu makan
- mual dan muntah
- pengabaian oleh orang tua
- gangguan psikologis

Diagnosa 2 :
Konstipasi b.d obstruksi ketidakmampuan kolon mengevakuasi feses
II.2.4 Definisi :
Penurunan pada fungsi normal defekasi yang disertai oleh
kesulitan atau pengeluaran tidak lengkap feses atau
pengeluaran feses yang kering dan keras.
II.2.5 Batasan Karakteristik :
1. Nyeri abdomen
2. Nyeri tekan abdomen disertai distensi otot
3. Anoreksia
4. Feses berdarah
5. Rasa tekanan rectal
II.2.6 Faktor yang Berhubungan :
1. Kelemahan otot abdomen
2. Kurang aktifitas fisik
3. Hirsprung
4. Perubahan pola defekasi
5. Prolaps rektal

II.3Perencanaan
Diagnosa 1 :
II.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil :
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2) Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
3) Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4) Tidak ada tanda malnutrisi
5) Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dan
menelan.
II.3.2 Intervensi Keperawatan :
1. Kaji penurunan BB sebelum dan sesudah sakit
2. Monitor turgor kulit
3. Monitor kalori dan intake nutrisi
4. Tanyakan makanan kesukaan klien
5. Berikan makanan selagi hangat
6. Anjurkan makan sedikit namun sering
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori, nutrisi, dan jenis makanan yang di butuhkan klien

Diagnosa 2 :

II.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil :


1)      Pola eliminasi dalam batas normal
2)      Warna feses dalam batas normal
3)      Feses lunak / lembut dan berbentuk 
4)      Bau feses dalam batas normal (tidak menyengat)
5)      Konstipasi tidak terjadi 
II.3.4 Intervensi Keperawatan dan Rasional :

1)    Tetapkan alasan dilakukan tindakan pembersihan


sistem pencernaan.
2)      Pilih pemberian enema yang tepat
3)      Jelaskan prosedur pada pasien
4)     Monitor efek samping dari tindakan irigasi atau
pemberian obat oral
5)      Catat keuntungan dari pemberian enema laxatif 
6)     Informasikan pada pasien kemungkinan terjadi perut
kejang atau keinginan untuk defekasi.
III. Daftar Pustaka
Behram, klieman & Nelson. 2000. ”Ilmu kesehatan anak”. Jakarta : EGC
Doengoes, Maryllin E.1999. Rencana asuhan keperawatan. Jakarta :
EGC
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta Kedokteran jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Markum, A.H. (1999). Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 1. Jakarta:
Fakultas Ilmu Kedokteran Universitas Indonesia.
Muhsinin & Tauhidah, N.I. (2016). Buku Panduan dan Log Book
Pendidikan Profesi Ners Stase Keperawatan Anak. Banjarmasin:
UMB PRESS
Nurarif, A. H. & Kusuma H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda. Jilid 1. Jogjakarta:
Mediaction
Syamsuhidajat, R. 2004.Buku ajar Ilmu bedah. Jakatra:EGC
Wong, Dona L. 2004. pedoman klinis keperawatan pediatric. Jakatra :
EGC

Banjarmasin, Juni 2017


Preseptor Akademik,
Preseptor Klinik

( )
( )

Anda mungkin juga menyukai