Anda di halaman 1dari 9

Jurnal Anestesiologi Indonesia

LAPORAN KASUS
Anestesi Epidural Thorakal Pada Tumor Phyllodes
Epidural Thoracal Anesthesia in Phyllodes Tumour Excision

Yudi Hadinata*, Djudjuk Rahmad Basuki*, Hari Bagianto*


*Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK Unibraw/ RSUD dr. Saiful Anwar, Malang

ABSTRACT
Background: The development of neuroaxial technique in anesthesia has been
contribute in providing good anesthesia and analgesia for surgery procedure and
postoperative pain management. Epidural anesthesia has been one of the versatile
technique widely used in anesthesia. This anesthesia technique can be performed
regarding the operation site from the cervical, thoracal, lumbar or caudal region.
Case: We report a case of anesthesia technique using thoracal epidural inserted at the
site of intervertebrae thoracal space 7-8 to accommodate mastectomy surgery in
female patient ASA II with phyllodes mammary tumor.
Keyword: thoracic epidural anesthesia, mastectomy
ABSTRAK
Latar Belakang: Perkembangan teknik anestesi neuroaksial telah memberikan
kontribusi yang bermanfaat untuk prosedur anestesi dan analgesia, baik selama
prosedur operasi maupun tatalaksana nyeri pasca operasi. Anestesi epidural
merupakan salah satu teknik anestesi yang telah digunakan secara umum. Teknik
anestesi tersebut bisa dilakukan dengan melihat dermatom area operasi yang
dipersarafi sesuai regio servikal, torakal, lumbal maupun caudal.
Kasus: Pada kasus ini kami melaporkan penggunaan anestesi epidural mid-thorakal
dengan insersi pada ruang intervertebra torakal 7-8 untuk mengakomodasi prosedur
operasi mastektomy pasien wanita ASA II dengan tumor payudara phyllodes kiri.
Kata kunci: anestesi epidural torakal, mastektomi

PENDAHULUAN
Penggunaan teknik epidural anestesi jantung dan pernafasan dengan
dan analgesi torakal mengalami memudahkan pasien untuk bernafas
peningkatan seiring dengan dalam, batuk yang adekuat, ekstubasi
perkembangan operasi abdomen, torak dini dan mobilisasi awal serta menjaga
dan kardiovaskuler. Tujuan dari fungsi pencernaan sehingga
penggunaan blok epidural torakal tidak mempengaruhi penyembuhan paska
semata untuk menghalangi rangsangan operasi yang lebih baik.1
nyeri melalui serabut saraf afferen luka
operasi tetapi juga simpatektomy yang KASUS
selektif pada daerah torakal. Dampak Seorang wanita berusia 52 tahun, berat
penurunan rasa nyeri dan simpatektomi badan 60 kg didiagnosa tumor
yang terjadi akan mengurangi stress phyllodes sinistra dilakukan
paska operasi sebagai proteksi terhadap

Volume V, Nomor 1, Tahun 2013 45


Jurnal Anestesiologi Indonesia

tersebut pasien diklasifikasikan status


mastektomy sederhana dengan anestesi fisik ASA 2 dengan hipertensi. Pasien
epidural midtorakal. Dari anamnesa selanjutnya mendapatkan penjelasan dan
perioperatif tidak didapatkan riwayat menandatangani persetujuan mengenai
alergi obat atau makanan. Tidak prosedur anestesi dan bedah yang akan
didapatkan riwayat sakit seperti asma, dikerjakan.
diabetes mellitus, ataupun konsumsi
antikoagulan. Diketahui pasien selama Persiapan pembiusan umum dan obat
ini memiliki hipertensi grade 1 dan emergensi dipersiapkan sebelum
mendapatkan captopril 3 x 12.5 mg. prosedur anestesi dimulai. Pasien
Premedikasi diberikan ranitidine 50 mg mendapatkan injeksi midazolam 2.5 mg
dan metoclopramide 10 mg intravena 1 dan petidhine 50 mg intramuskuler 30
jam sebelum tindakan anestesi dan menit sebelum prosedur anestesi di
operasi. ruang premedikasi. Pasien diposisikan
duduk dan diidentifikasi celah
Pemeriksaan fisik secara umum intervertebra torakal 7-8 sesuai tepi
didapatkan data nafas spontan, RR 14 x/ inferior scapula. Dilakukan tindakan
m, saturasi udara ruangan 98%, jalan asepsis dan antisepsis, kemudian jarum
nafas normal, buka mulut > 2 jari, jarak epidural disuntikkan dengan cara
thyromental > 3 jari, Mallampati II, paramedian teknik loss of resistance
fleksi ekstensi leher normal, suara nafas (LOR) menggunakan cairan NS 0.9%
vesikuler kedua paru, tidak didapatkan didapatkan jarak LOR sedalam 4 cm.
ronkhi maupun wheezing. Kateter epidural dimasukkan sepanjang
Akral hangat, kering, merah, CRT < 2 8 cm pada tepi kulit dan diberikan test
detik, Nadi 84x/m, TD 130/70 mmHg, dose dengan lidocaine 1% 30 mg +
Suara jantung I dan II normal, tidak ada Epinephrine 1:200.000 (volume 3 cc).
murmur ataupun gallop. Tidak Evaluasi setelahnya tidak menunjukkan
didapatkan anemia konjungtiva. Compos perubahan nadi, tekanan darah, tinnitus,
mentis, tidak didapatkan defisit oral numbness, maupun gelombang
neurologis. Motoris baik, Sensoris EKG serta blok motorik. Selanjutnya
normal. Miksi spontan, normal, warna diberikan dosis epidural menggunakan
kuning jernih. Bising usus (+) normal. bupivacaine 0.5% 50 mg (volume total
Tidak didapatkan kelainan tulang 10 cc) dengan cara inkrimental. Blok
ekstremitas maupun vertebra, evaluasi sensoris tercapai pada ketinggian T-1
intervertreba space 7-8 mudah dengan batas bawah Th-8 pada menit ke
diidentifikasi. 30 menggunakan evaluasi pinprick test
dan kapas alkohol, Evaluasi otot
Status lokalis massa tumor phyllodes pernafasan dilakukan dengan
payudara kiri dengan ukuran 30x35x20 menanyakan kepada pasien apakah ada
cm, konsistensi padat, terdapat tanda keluhan dalam usaha ventilasi dan
radang, eritrema serta nyeri tekan melihat pola nafas pasien. Setelah
(gambar 1). anestesi dinyatakan berjalan, maka
operasi bisa dimulai. Operasi berjalan
Data tambahan rontgen thorak PA, EKG, lancar selama 210 menit, dan pada 30
laboratorium darah lengkap, faal menit sebelum operasi berakhir
hemostasis, elektrolit, fungsi hati, fungsi dilakukan pemberian dosis bupivacaine
ginjal, dan gula darah sewaktu (0.125% + morfin 2 mg) volume 10 cc
menunjukkan data normal. Dari data untuk analgesia paska operasi.

46 Volume V, Nomor 1, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Gambar 1. Tumor phyllodes kiri

Gambar 2. Grafik Tanda vital durante operasi

Volume V, Nomor 1, Tahun 2013 47


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Parameter hemodinamik dan respirasi (TEA) pada kasus tumor phyllodes ini
selama prosedur operasi relatif stabil menjadi pilihan karena massa tumor
dan tidak membutuhkan obat vasopresor yang membutuhkan blok area payudara
maupun inotropik dan analgesia lain hingga melewati midline sternum, serta
selama prosedur operasi, ataupun tatalaksana nyeri paska operasi yang
bantuan ventilasi (gambar 2). lebih efektif.
Paska operasi diberikan regimen Teknik penusukan jarum untuk TEA ada
analgesik bupivacaine (0.125% + morfin dua cara yaitu median dan paramedian.
2 mg) volume 10 cc. Observasi Teknik median menjadi pilihan pada
terhadap keluhan nyeri paska operasi torakal tinggi (T1-T3) dan torakal rendah
selama 4 hari pemasangan epidural (T10-T12), sementara cara paramedian
memiliki rentang skor VAS 0-1 dan lebih dipilih pada lokasi midtorakal (T4-
tidak terdapat gangguan respirasi T9) karena sudut prosesus spinosus yang
maupun hemodinamik. Pasien juga lebih prominen pada regio midtorakal.
tidak mengeluhkan pruritus ataupun Pada teknik paramedian, jarum epidural
mual muntah karena morfin dan tidak dimasukkan kira-kira 2 cm lateral dan 2
memerlukan tambahan analgesik lain. cm inferior dari prosesus spinosus level
Mobilisasi dini dapat segera dilakukan torakal yang dipilih dengan sudut 450
saat pasien pindah ke ruang rawat terhadap kulit dan arahnya medial kira-
(Gambar 3). kira 15-200 terhadap midline (gambar
4).6
PEMBAHASAN
Ketinggian blok yang diharapkan
Phyllodes tumor pertama kali dilaporkan disesuaikan dengan dermatome
oleh Johannes Muller pada tahun 1838 manipulasi operasi yang akan dikerjakan
dengan istilah cystosarcoma phyllodes.
Tumor ini merupakan bentuk neoplasma Ujung kateter diharapkan berada pada
fibroepitelial dengan angka kejadian 0.3 titik tengah luas lapangan operasi yang
-1% dari kasus tumor payudara dan akan dikerjakan. Hal lain yang
memiliki potensi terjadi rekurensi berpengaruh pada ketinggian blok adalah
sebesar 20%. Tumor ini jumlah volume obat yang dimasukkan,
diklasifikasikan berdasarkan gambaran dimana pada level torakal dapat terisi
histopatologisnya menjadi tipe benign, 0.75-1 cc/segmen torakal.7 Pada kasus
borderline, dan malignant.2 Terapi pada ini blok sensoris diidentifikasi dengan tes
kasus ini adalah tindakan operasi berupa pinprick dan kapas alkohol seluas area
eksisi biopsi, eksisi luas atau T1-T8.
mastectomy dan dilanjutkan dengan
tindakan kemoterapi atau radioterapi Jenis obat anestesi lokal yang digunakan
berdasarkan gambaran akan berpengaruh terhadap onset dan
histopatologinya.3,4 durasi blok yang terjadi, sementara
konsentrasi obat anestesi lokal akan
Operasi tumor payudara dapat berpengaruh pada jenis blok yang terjadi
dikerjakan melalui beberapa pilihan
teknik anestesi seperti anestesi lokal, Penambahan ajuvan lain seperti opioid,
blok interkostalis, blok paravertebra, alfa-2 agonis dan epinephrine dapat
blok epidural torakal, pembiusan umum memperpanjang durasi blok serta
ataupun kombinasi pembiusan umum modulasi efek analgesiknya. Akan tetapi
dan regional.5 Anestesi epidural torakal observasi efek samping masing-masing

48 Volume V, Nomor 1, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Gambar 3. Kondisi pasca operasi

Gambar 4. Pendekatan paramedian TEA

Volume V, Nomor 1, Tahun 2013 49


Jurnal Anestesiologi Indonesia

ajuvan perlu diwaspadai.8 refrakter dari konduksi nodus AV, hal


tersebut dapat mengurangi resiko
Paska anestesi terjadi penurunan disritmia ventrikel selama pembedahan
hemodinamik dari tekanan darah awal jantung atau bypass kardiopulmoner,
120-140 / 70-90 mmHg menjadi 100- akan tetapi resiko kejadian disritmia
120 / 60-70 mmHg, akan tetapi obat atrium tidak berubah.17,18
vasopresor tidak pernah diberikan.
Cairan perioperatif diberikan ringer Curah jantung dapat menurun dengan
l a k t a t ( R L) s e s u a i k e b u t u h a n TEA, walaupun evaluasi kontraksi
maintenance, dan co-loading cairan RL miokardium dengan transthoracic
10 cc/KgBB diberikan sebelum tindakan echocardiography dilaporkan tidak
anestesi. berpengaruh terhadap pengisian serta
ejeksi ventrikel kiri pada relawan sehat
Persiapan tatalaksana cairan perioperatif dan pasien dengan resiko iskemia.19,20
ya n g c u k u p d i p e r l u k a n u n t u k
mengurangi resiko hipotensi selama Arteri koroner jantung dipersarafi oleh
prosedur TEA. Hipotensi dapat terjadi serabut saraf simpatis adrenergik.
karena selektif kardiodepresan atau Stimulasi rangsang simpatis dapat
vasodilatasi tonus arteri dan vena. menyebabkan vasokontriksi koroner,
Tonus vaskuler perifer dipengaruhi sementara blok tinggi TEA dapat
secara langsung oleh stimulasi simpatis mengurangi vasokontriksi yang
pada reseptor adrenergik a dan b, serta terjadi.21,22,23 Pada pasien dengan
secara tidak langsung oleh penyakit koroner berat dan angina tidak
norepinephrine yang dilepaskan medulla stabil, TEA tinggi dapat mengurangi
adrenal. Blok simpatis T5-L1 dapat nyeri angina dengan vasodilatasi koroner
menurunkan norepinephrine dari renal dan menurunkan kebutuhan konsumsi
dan mempengaruhi sistem renin oksigen dengan menurunkan tekanan
angiotensin serta vasopresin. 9 , 1 0 darah sistolik, frekuensi denyut jantung,
Penurunan renin akan menyebabkan tekanan darah arteri pulmoner dan
peningkatan vasopressin endogen untuk pulmonary capillary wedge pressure.24
mengkompensasi penurunan
hemodinamik.11,12 Penggunaan obat Mekanisme komplikasi paska operasi
antihipertensi captopril juga harus pada sistem pernafasan bersifat
diwaspadai sebagai faktor resiko multifaktorial oleh karena nyeri operasi,
terjadinya hipotensi paska TEA. mobilisasi yang kurang, disfungsi otot
diafragma, interkostalis, dan otot
Epidural torakal tinggi dapat secara abdomen. Infeksi pneumonia dan
potensial memblok serabut saraf afferen atelektasis merupakan komplikasi yang
dan efferent jantung pada inervasi T1- dapat terjadi akibat prolonged intubasi
T5. 1 3 Dengan TEA, t erdapat dan kemampuan batuk yang kurang.25
pengurangan frekuensi jantung yang Penggunaan epidural torakal dapat
minimal pada pasien sehat dan yang memberikan manajemen nyeri yang baik
menjalani operasi.14,15 Pada operasi sehingga pasien merasa nyaman untuk
arteri karotid, penggunaan TEA dapat bernafas dalam, batuk dan mobilisasi
menurunkan reaktivitas dari baroreflek dini.6
akan tetapi blok total terhadap reflek ini
tidak pernah didapatkan.16 TEA dapat Pada kasus ini pasien tidak mengeluhkan
menyebabkan perlambatan denyut perubahan nafas yang membuat pasien
jantung dan memperpanjang fase merasa sesak atau nafas bertambah berat.

50 Volume V, Nomor 1, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Walaupun observasi selama operasi memiliki kepentingan yang lebih


terhadap pola pernafasan tidak terdapat dibandingkan tes fungsi paru yang
perubahan dari jumlah frekuensi nafas, lain.25
saturasi atau penggunaan otot bantu
pernafasan lain, akan tetapi resiko Aplikasi TEA pada pasien PPOK berat
untuk terjadinya gangguan aktivitas otot dengan penggunaan ekstensif otot
pernafasan dapat terjadi karena TEA diafragma dan interkostalis
dapat menyebabkan blokade serabut menunjukkan penurunan VC dan FEV1.
saraf intercostalis. Tes fungsi paru Pada percoban oleh Groeben dengan
dapat menilai hal tersebut. blok pada dermatom C5-T8
menggunakan bupivakain epidural
Pada pasien TEA, pengukuran aktivitas 0.75% volume 6 – 8 cc, terjadi
elektrik pada muskulus intercostalis penurunan VC dan FEV1 serta
menunjukkan penurunan, akan tetapi hemodinamik pasien, akan tetapi analisa
otot lain seperti scalenus tidak gas darah tidak terganggu dan rasio
menunjukkan peningkatan aktivitas FEV1/FVC atau FRC tetap. Hal serupa
listrik yang menandakan bahwa pada diungkapkan Gruber dengan TEA pada
pasien dengan TEA dapat melakukan pasien PPOK menggunakan bupivakain
ventilasi dengan adekuat selama fungsi 0.25% volume 10-12 cc dimana pola
diafragma tidak terganggu.26 Hal ini nafas, kekuatan otot nafas inspirasi,
disebabkan otot diafragma berperan pertukaran gas dan ventilasi mekanik
pada 75% dari fungsi pernafasan dan tidak terganggu.29,30 Walaupun terjadi
dipersarafi oleh nervus phrenicus (C3- penurunan FEV1, VC, dan rasio FEV1/
C5).8 VC pada TEA pasien operasi payudara
dengan premorbid PPOK yang
TEA dapat menyebabkan penurunan dilaporkan Groeben, akan tetapi tidak
kapasitas inspirasi sebesar 11%, terdapat perbedaan yang signifikan
kapasitas vital 13% (VC), kapasitas antara obat bupivakain 0.75% dan
total paru 9% (TLC), kapasitas residu ropivakain 0.75% yang digunakan.30
paru 6% (FRC), FEV1 dan FVC
sebesar 12%. 27 Hal serupa juga RINGKASAN
diutarakan oleh Sundberg pada blok
dermatom T1 – T5 dapat menurunkan Operasi payudara yang tidak melibatkan
VC sebesar 5.6% dan FEV1 sebesar manipulasi intratorakal seperti pada
4.9% tanpa disertai keluhan dispneu operasi mastektomi tumor phyllodes ini,
atau kesulitan bernafas.28 bisa dilakukan dengan tindakan anestesi
epidural torakal murni. Pemilihan
Tenling et al. menemukan hal yang teknik TEA harus didasari pada kondisi
sama pada pasca operasi pasien operasi premorbid pasien dengan kewaspadaan
jantung terjadi penurunan VC dan terhadap kemungkinan depresi sistem
FEV1 sebesar 10% dari nilai basal, respirasi dan kardiovaskular. Dengan
akan tetapi pasien-pasien dengan TEA menggunakan teknik TEA ini maka
mampu melakukan tes fungsi paru 1 nyeri paska operasi dapat teratasi
jam paska ekstubasi dibandingkan dengan baik, terjadi penurunan insiden
dengan pasien yang menerima opioid mual dan muntah paska operasi, durasi
sistemik. Dengan mempertimbangkan perawatan paska operasi yang lebih
bahwa FEV1 mencerminkan singkat, resiko ileus yang lebih singkat
kemampuan pasien untuk melakukan dan penurunan komplikasi pernafasan.
batuk, hal tersebut menunjukkan FEV1

Volume V, Nomor 1, Tahun 2013 51


Jurnal Anestesiologi Indonesia

Walaupun penggunaan bupivacaine 3. Verslegers. Massive Infarction Of a


0.5% pada laporan kasus ini tidak Recurrent Phyllodes Tumor Of The Breast:
MRI Findings. JBR-BTR. 2004. 87:21-22.
terdapat gangguan fungsi pernafasan 4. Altaf FJ, Daffa N. Phyllodes Tumor.
yang dikeluhkan oleh pasien, akan Bahrain Medical Bulletin. 2004. 26(3): 1-8.
tetapi bila memungkinkan maka 5. Cousins, MJ. Neural Blockade in Clinical
pemilihan obat anestesi lokal untuk Anesthesia and Pain Medicine 4th ed. China.
tindakan epidural sebaiknya dipilih Lippincot Williams & Wilkins. 2009. 11:
241-75.
yang memiliki resiko blok motorik 6. Wong, Cynthia A. Spinal and Epidural
lebih rendah, dalam hal ini ropivacaine, Anesthesia. The McGraw-Hill Companies.
atau levobupivacaine dapat menjadi United State of America. 2007. 9: 221-26.
pilihan. Hal yang menjadi 7. Dunn, Peter F. Clinical Anesthesia
pertimbangan penggunaan bupivacaine Procedures of the Massachusets General
Hospital 7th edition. Boston: Lippincot
0.5% pada kasus ini adalah ketersediaan Williams & Wilkins: 2007; 16:248-72.
agen anestesi epidural dan teknik 8. Morgan. Clinical anesthesiology 4th ed. US:
inkrimental yang digunakan dengan Lange: 2007; 16: 248-72.
harapan untuk mencapai ketinggian 9. Kaneko Y. Renin release during acute
blok tindakan operasi dengan dosis reduction of arterial pressure in
normotensive subjects and patients with
yang seminimal mungkin. Depresi renovascular hypertension. J Clin Invest.
nafas yang terjadi harus diantisipasi 1967; 46: 705-16.
dengan kesiapan tindakan manajemen 10. Kirchheim H. Sympathetic modulation of
jalan nafas dan persiapan anestesi renal hemodynamis, renin release and
umum. sodium excretion. Klin Wochenschr 1989;
67: 858-64.
Penurunan hemodinamik yang terjadi 11. Hopf HB. Sympathetic neural blockade by
thoracic epidural anesthesia suppresses renin
pada kasus ini dapat dikompensasi release in response to arterial hypotension.
dengan co-loading cairan dan tidak Anesthesiology 1994; 80:992-99.
memerlukan obat vasopresor ataupun 12. Peters J. Sympathetic blockade by epidural
inotropik. Status hidrasi pasien menjadi anesthesia attenuates the cardiovascular
perhatian sebelum tindakan anestesi dan response to severe hypoxemia.
Anesthesiology 1990; 72:134-144.
s el am a du r ant e op er asi unt uk 13. Goodson AR, Leibold JM, Guteterman DD.
menurunkan resiko hipotensi karena Inhibition of nitric oxide synthesis augments
simpatektomy yang menyebabkan centrally induced sympathetic coronary
relatif hipovolemik. Persiapan obat vasoconstriction in cats. Am J Physiol 1994;
vasokonstriktor seperti phenylephrine, 267:1272-8.
14. Wattwil M. Circulatory changes during high
efedrin atau norepinephrine dapat thoracic epidural anesthesia-influence of
menjadi pilihan. Sementara gangguan symphatetic block and systemic effect of the
intropik dapat dikompensasi dengan local anaesthetic. Acta Anaesthesiol scand
penggunaan dopam i ne at aupun 1985; 29:849-55.
15. Loick HM. High thoracic epidural
dobutamine bila diperlukan.
anesthesia, but not clonidine, attenuates the
perioperative stress response via
DAFTAR PUSTAKA sympatholysis and reduces the release of
troponin T in patients undergoing coronary
1. McLeod GA. Thoracic epidural anaesthesia artery bypass grafting. Anesth Analg 1999;
and analgesia. Critical care & pain. 2004; 4 88:701-9.
(1): 6-9. 16. Bonnet F, Szekely B, Abhay K, et al.
2. Tan. Phyllodes Tumor Of The Breast. Baroreceptor control after cervical epidural
American Jurnal of Clinical Pathology. anesthesia in patients undergoing carotid
2005; 23: 529-40. artery surgery. J Cardiothorac Anesth 1989;
3:418-24.

52 Volume V, Nomor 1, Tahun 2013


Jurnal Anestesiologi Indonesia

17. Scott NB. A prospective randomized study of 24. Lagunilla J. High thoracic epidural blockade
the potential benefits of thoracic anesthesia increases myocardial oxygen availability in
and analgesia in patients undergoing coronary surgery patients. Acta anaesthesiol
coronary artery bypass grafting. Anesth Scand 2006; 50:780-6.
Analg 2001; 93:528-35. 25. Tenling A. Thoracic epidural analgesia as an
18. Liu SS, Block BM, Wu CL. Effects of adjunct to gengeral enaesthesia for cardiac
perioperative central neuraxial analgesia on surgery. Effects on pulmonary mechanics.
outcome after coronary artery bypass Act Anaesthesiol Scand 2000; 44:1071-6.
surgery: a meta analysis. Anesthesiology 26. MacCarthy GS. The effect of thoracic
2004; 101:153-61. extradural analgesia on pulmonary gas
19. Niimi Y. Echocardiographic evaluation of distribution, functional residual capacity and
global left ventricular function during high airway closure. Br J Anaesth 1976; 48:243-8.
thoraci epidural anesthesia. J Clin Anesth 27. Takasaki M, Takahashi T. respiratory
1997; 9:118-24. function during cervical and thoracic
20. Saada M. Effect of thoracic epidural extradural analgesia in patients with normal
anesthesia combined with general anesthesia lungs. Br J Anaesth 1980; 52:1271-6.
on segmental wall motion assessed by 28. Sundberg A, Wattmil M, Arvill A.
transesophageal echocardiography. Anesth Respiratory effect of high thoracic epidural
Analg 1992; 75:329-35. anaesthesia. Acta Anaesthesiol Scand 1986;
21. Buffington CW, Feigl EO. Adrenergic 30: 215-17.
coronary vasoconstriction in the presence of 29. Gruber EM. The effect of thoracic epidural
coronay stenosis in dog. Circ Res 1981; analgesia with bupivacaine 0.25% on
48:416-23. ventilatory mechanics in patients with severe
22. Brown BG. Response of normal and diseased chronic obstructive pulmonary disease.
epicardial coronary arteries to vasoactive Anesth Analg 2001; 92:1015-9.
drugs: quantitative arteriographic studies. 30. Groeben H. Lung function under high
Am J Cardiol 1985; 56:23-29. thoracic segmental epidural anesthesia with
23. Mudge GH Jr, Grossman W, Mills RM Jr, ropivacaine or bupivacaine in patients with
Lesch M, Braunwald E. Reflex increase in severe obstructive pulmonary disease
coronary vascular resistance. N Engl J Med undergoing breast surgery. Anesthesiology
1976; 295:1333-7. 2002; 96:536-41.

Volume V, Nomor 1, Tahun 2013 53

Anda mungkin juga menyukai