Dibuat oleh:
Mardianti Alvionita
051001700064
Dosen Pembimbing:
Muhammad Zulfadhli, S.Pd., M.Pd.
3. Mengganti bahan- bahan kimia dengan bahan- bahan organik atau alami
Kita semua tahu bahwa limbah dari bahan- bahan kimia rata- rata mempunyai sifat yang
berbahaya. maka dari itu, alangkah lebih amannya apabila kita menggunakan bahan- bahan yang alami
sehingga menjadi lebih ramah bagi lingkungan dan juga makhluk hidup. Ada banyak sekali alternatif
dari bahan- bahan kimia yang digunakan manusia dalam kehidupan sehari- hari. Kita mulai saja dari
bahan bakar misalnya, bahan bakar yang kita gunakan untuk menggerakkan kendaraan kita mempunyai
peran yang sangat besar bagi pencemaran udara di dunia. Bahkan saking banyaknya pencemaran di
Bumi ini, lapisan ozon yang melindungi bumi banyak yang telah mengalami kebocoran. Akibatnya
cahaya matahari yang masuk tidak mengalami penyaringan dan banyak kerugian yang bisa ditimbulkan
dan membuat banyak jenis penyakit kulit. Maka dari itu tidak ada salahnya apabila kita menggunaka
energi alternatif yang lebih ramah, seperti menggunakan biogas atau bioetanol sebagai pengganti bahan
bakar minyak. Sekarang sudah banyak masyarakat yang mengembangkan energi alternatif adri bahan
baku alami, sehingga lebih ramah lingkungan.
4. Rehabilitasi kerusakan sifat fisik tanah
Upaya penanggulangan kerusakan pada tanah salah satunya adalah rehabilitasi kerusakan sifat
fisik pada tanah. Kerusakan sifat fisik tanah pada umumnya diakibatkan oleh memburuknya struktur
tanah. Terjadinya kerusakan struktur tanah ini dimulai dengan menurunnya kestabilan agregat tanah.
Hal ini diakibatkan oleh kikisan air hujan dan aliran permukaan. Penurunan kualitas kestabilan agregat
tanah ini diiringi oleh penurunan kandungan bahan- bahan organik, aktivitas perakaran vegetasi dan
jumlah mikroorganisme tanah. Untuk memperbaiki kerusakan sifat fisik pada tanah, dapat dilaukan
tindakan sebagai berikut:
Pengolahan tanah secara berkala untuk menghindari pergerakan tanah
Peningkatan kandungan bahan organik tanah melalui dedaunan kering dan vegetasi penutup
lahan
Peningkatan keanekaragaman tanaman untuk dapat memperbaiki sistem persebaran peakaran
5. Rehabilitasi kerusakan kimia dan biologi tanah
Selain kerusakan sifat fisik, tanah juga dapat mengalami kerusakan kimia dan juga biologi.
Kerusakan kimia dan biologi pada tanah ditandai dengan penurunan kandungan bahan organik dan
kenaikan kadar asam tanah. Tindakan perbaikan pada tanah ini dilakukan dengan cara pemberian jerami
dan zat kapur. Pemberian jerami dapat meningkatkan aktivitas mikroba yang dapat membusukkan
bahan- bahan tanah dan juga menghasilkan bahan organik. Sementara pemberian zat kapur dapat
membantu menetralisir kadar asam yang ada di dalam tanah.
6. Remediasi pencemaran tanah
Upaya penanggulangan pencemaran tanah yang lainnya adalah remediasi pencemaran tanah.
Kegiatan remediasi ini merupakan upaya atau tindakan yang dilakukan untuk membersihkan permukaan
tanah yang tercemar. Kegiatan remediasi ini dibagi menjadi tiga, yakni sebagai berikut:
Remediasi in- situ, merupakan upaya pembersihan lahan yang tercemar tanpa harus berpindah
tempat atau tetap di lokasi pencemaran saja.
Remediasi ex- situ, merupakan pembersihan lahan yang tercemar dengan cara menggali tanah
yang tercemar dan dipindahkan ke lokasi lain. Kemudian, setelah dipindahkan ditempat yang lebih
aman maka baru bisa dilakukan proses pembersihan pada tanah yang tercemar.
Bioremediasi, merupakan proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan bantuan
mikroorganisme seperti jamur dan juga bakteri. Kegiatan bioremediasi ini mempunyai tujuan untuk
memecah atau mengurangi pengaruh zat pencemar.
Dharma Putra1
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan prosentase optimal Abu Sekam sebagai
bahan additive pada beton dalam mengantisipasi kerusakan beton akibat Magnisium Sulfat
pada air laut.
Material yang digunakan adalah pasir dan koral dari Karangasem, Semen type 1 merk Tiga
Roda, dan abu sekam padi dari pabrik bata merah Kediri Tabanan. Benda uji berbentuk kubus
dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, dengan komposisi volume campuran 1 semen : 2
pasir : 3 koral, faktor air semen 0,6. Prosentase penambahan abu sekam 0%, 10%, 12,5%,
15%, 17,5% dari berat semen. Setiap prosentase abu sekam dibuat 4 perlakuan dan setiap
perlakuan dibuat 3 benda uji. Benda uji direndam dalam air laut dengan larutan 5%
Magnesium Sulfat. Dibuat 6 bulan benda uji dengan
2 perlakuan dengan tanpa direndam sebagai kontrol. Pengujian kuat desak beton dilakukan
setelah perendaman 90 hari.
Kesimpulan penelitian adalah bahwa terjadi penurunan kuat tekan beton setelah direndam,
Penambahan abu sekam dapat meningkatkan kuat tekan beton atau dapat mengantisipasi
kerusakan pada beton. Prosentasi optimal penambahan abu sekam adalah 16,8% dari berat
semen. Penambahan abu sekam mengurangi nilai slum.
Abstract: This research aims to determine the optimum percentage of husk ash as additive
material to concrete mixture to anticipate degradation due to marine magnesium sulphate.
Material use in the concrete mixture were sand and gravel from Karangasem quarry as well as
cement type I from Tiga Roda brand. Rice hush ash was taken from clay brick production at
Kediri. Sample test cubes with dimension of 10 cm x 10 cm x 10 cm were made with material
composition of 1 cement, 2 sand and 3 gravel in volume proportion. The percentage of husk
ash addition was varied at 0%, 10%, 12,5%, 15%, 17,5% and 20% of cement weight. Sample
tests were made in 4 treatments consisting
3 cube tests each. Sample test were immersed in marine water containing 5% magnesium
sulphate. Control sample were 6 cubes test with 2 treatments where all of them were not
immersed. Compression test were conducted when the sample test cubes at age of 90 days.
The research shown that there were decrease of concrete compressive strength at sample cubes
that immersed in marine water. Addition of husk ask affect to increase the compressive
strength. In other words, it can anticipate the degradation of concrete quality. The optimum
percentage of husk ash is 16,8% of cement weight. But the addition of husk ash will decrease
slump value.
1
Dosen Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Udayana, Denpasar.
PENDAHULUAN air akan mengha- silkan Kalsium Hidroksida
(Ca(OH)2) yang bersifat basa dan
Latar Belakang mempunyai angka kelarutan yang tinggi.
Dengan semakin meluasnya Karena sifat tersebut, maka Magnesium
penggu- naan beton sebagai bahan Sulfat akan bereaksi dengan Kalsium
kontruksi maka semakin dituntut Hidroksida akan menghasilkan Kalsium
untuk meningkatkan kualitas beton Sulfat (Gipsum) dan Magnesium
sehingga diperlukan suatu Hidroksida. Selanjutnya
perencanaan campuran yang teliti
dan benar serta dengan syarat-
syarat yang ketat sehingga
didapatkan mutu beton sesuai
dengan yang disyaratkan. Pada
dasarnya tuntutan utama dalam
membuat campuran beton adalah
mengenai keku- atan tekan beton,
keawetan, workability dan harga
yang seekonomis mungkin.
Lingkungan agresif dapat
membawa dampak yang merugikan
terhadap beton karena di
lingkungan ini banyak terkan- dung
zat-zat kimia yang bersifat reaktif
terhadap unsur yang terdapat dalam
beton dan akhirnya dapat
menyebabkan terjadi- nya
disintegrasi pada beton. Seperti
misal- nya pada air laut atau air
tanah yang banyak mengandung
garam sulfat dan salah satu
diantaranya bersifat reaktif adalah
Magnesium Sulfat (MgSO4). Dalam
hal ini diperlukan beton yang
memiliki keawetan atau durability
yang tinggi sehingga beton tersebut
tahan terhadap seragam Magnesium
Sulfat. Mengenai keawetan
(durability) beton, dapat
ditingkatkan dengan mengurangi
porositas dari pada beton yang
merupakan sumber kelemahan dari
beton.
Proses disintegrasi adalah suatu
proses pemisahan atau pelepasan
dari suatu bahan yang berukuran
besar dan menyatu menjadi bahan
yang berukuran kecil dan terpisah-
pisah. Proses terjadinya disinte-
grasi pada beton yang disebabkan
oleh Magnesium Sulfat secara garis
besarnya dapat dijelaskan bahwa,
hasil hidrasi antara semen dengan
Kalsium Sulfat akan mengandung senyawa silika atau
bereaksi dengan Kalsium silika alumina yang tidak
Aluminat Hidrat di dalam mempunyai sifat mengikat seperti
pasta semen yang akan semen akan tetapi dalam
menghasilkan Kalsium bentuknya yang halus dan dengan
Sulfoaluminat (Ettringite) adanya air, maka senyawa-
yang bersifat senyawa tersebut akan bereaksi
mengembang dan dengan Kalsium Hidroksida pada
akhirnya dapat merusak suhu normal membentuk senyawa
beton. Kalsium Silikat Hidrat dan
Ada beberapa cara Kalsium Hidrat yang bersifat
yang dapat diguna- kan hidrolis dan mempunyai angka
untuk meningkatkan kelarutan yang rendah.
ketahanan beton terhadap Abu sekam padi yang diteliti
disintegrasi oleh zat disini adalah limbah hasil
kimia yang bersifat pembakaran dari sekam padi yang
agresif terutama biasanya digunakan sebagai bahan
Magnesium Sulfat yaitu, bakar dalam proses pembakaran
memuat beton yang batu bata mentah, dalam
kedap air, penggunaan pembuatan batu bata selain
tipe semen yang memiliki minyak tanah, kayu bakar dan
ketahanan yang tinggi limbah pengrajin kayu. Sekam
terhadap Sulfat dan padi atau kulit gabah merupakan
penambahan bahan limbah dari pabrik penggilingan
tambahan mineral seperti padi dimana sekam merupakan
pozzolan ke dalam bagian terbesar kedua setelah
campuran beton. beras dari gabah. Abu sekam padi
Pada penelitian ini banyak mengandung senyawa
ditekankan pada usaha Silikat (SiO2) yaitu 88,92 %
yang ketiga yaitu sehingga dapat digolongkan
penambahan bahan sebagai pozzolan.
tambahan pozzolan ke Pada proses hidrasi air dengan
dalam campuran beton, semen akan menghasilkan
dimana jenis pozzolan Ca(OH)2 yang meru- pakan bahan
yang digunakan adalah yang mudah larut dalam air dan
abu sekam padi. Pozzolan bersifat basa, akan bereaksi
adalah bahan yang dengan
SiO2 akan membentuk Kalsium padi yang optimal kedalam campuran beton, dalam
Silikat Hidrat yang bersifat sebagai mengan- tisifasi disinterasi yang disebabkan oleh
perekat sehingga dapat larutan Magnesium Sulfat dalam air laut.
meningkatkan kekuatan serta
kekedapan beton (Subakti, 1994). MATERI DAN METODE
Bertitik tolak pada hal diatas,
peneli- tian perlu dilakukan untuk Abu Sekam Padi
mendapatkan pengaruh penambahan Abu sekam padi adalah limbah hasil pembakaran
abu sekam padi pada campuran dari sekam padi yang biasanya digunakan sebagai
beton dalam mengan- tisifasi bahan bakar dalam proses pembakaran batu bata
disintegrasi yang disebabkan oleh mentah, dalam proses pembuatan bata. Sekam padi
serangan garam sulfat agresif yaitu atau kulit gabah merupakan limbah dari pabrik
Magnesium Sulfat ditinjau dari segi penggilingan padi dimana sekam merupakan bagian
kuat tekannya. Berapakah besarnya terbesar kedua setelah beras dan gabah.
persentase penambahan abu sekam Pembakaran sekam pada proses pem- buatan batu
bata dapat mencapai suhu 600o – Dilihat dari kandungan
700oC dimana pada suhu tersebut senyawa diatas, abu sekam padi
akan dihasilkan SlO2 yang reaktif dapat digunakan sebagai pozzolan
yang dapat dimanfaatkan sebagai karena mengandung SiO2 + Al2O3
bahan pozzo- lan buatan. + Fe2O3 lebih dari 70% sesuai
Sebagaimana kita ketahui silika dengan mutu pozzolan yang
reaktif dapat bereaksi dengan kapur disyaratkan.
padam membentuk Kalsium Silikat
Hidrat, dimana Kalsium Silikat Magnesium Sulfat
Hidrat akan mengakibatkan Lingkungan agresif biasanya
ketahanan kimia dari beton banyak mengandung senyawa-
bertambah besar karena berkurang- senyawa kimia yang dapat
nya kapur bebas di dalam beton merusak beton. Senyawa agresif
akibat proses hidrasi semen dengan biasanya dijumpai pada air tanah
air. dan air laut yang umumnya
Adapun kandungan senyawa mengandung 3,6% - 4% garam-
kimia abu sekam padi menurut garam terlarut yang terdiri dari
Laboratorium Analitik Universitas 75% natrium klorida (naCl), 10%
Udayana yaitu : magnesium klorida (MgCl2), dan
- SiO2 : 88,92% 10% sisanya garam sulfat,
- Fe2O3 : 0,608% magnesium sulfat (MgSO4)
- Al2O3 : 0,674% gypsum (Ca2SO1), kalium sulfat
(K2SO4) (Paulus Nugraga, 1989).
Diantara garam-garam tersebut,
magne- sium sulfat merupakan
salah satu garam yang paling
agresif dan bersifat reaktif pada
beton, karena mudah bereaksi
dengan Kalsium Hidroksida yang
merupa- kan sisa hasil hidrasi
antara semen dengan air yang
kemudian menghasilkan gypsum
dan ettringite yang bersifat
menambah volume sehingga
terjadi pengembangan dan
akhirnya dapat merusak beton.
Tabel 5. Kuat Tekan Hancur Beton (Kg/cm2) Umur 90 Hari Kondisi Tidak
Direndam
Variasi Ulangan Sampel Kuat tekan hancur beton tiap perlakuan (Kg/cm2)
FAS 0% 10% 12,5% 15% 17,5% 20%
1 296 344 340 388 416 3354
1 2 314 340 366 376 404 340
3 308 362 354 396 400 368
0,6
1 312 332 358 378 398 384
2 2 304 354 368 390 414 366
3 306 320 378 410 402 368
Tabel 6. Kuat Tekan Hancur Rata-rata Beton Tiap Ulangan (Kg/cm2) Umur 90
hari Kondisi Direndam dalam Larutan 5% MgSO4
Variasi Ulangan Kuat tekan hancur rata-rata beton tiap ulangan (Kg/cm 2)
FAS 0% 10% 12,5% 15% 17,5% 20%
1 250,000 296,667 309,333 345,333 369,333 324,667
0,6
2 252,667 290,000 326,000 363,333 384,000 333,333
Rata-rata 251,3 293,3 317,7 354,3 376,7 329,0
Tabel 7. Kuat Tekan Hancur Rata-rata Beton Tiap Ulangan (Kg/cm2) Umur 90
hari Kondisi Tidak Direndam
Variasi Ulangan Kuat tekan hancur rata-rata beton tiap ulangan (Kg/cm 2)
FAS 0% 10% 12,5% 15% 17,5% 20%
1 340,667 375,333 420,667 454,667 465,333 436,667
0,5
2 338,667 378,000 422,000 445,333 474,000 409,333
1 306,000 348,667 353,333 386,667 406,667 354,000
0,6
2 307,333 335,333 368,000 392,667 404,667 372,667
Rata-rata 306,7 342,0 360,7 389,7 405,7 363,3
Tabel 8. Prosentase Kenaikan Kuat Tekan Hancur Rata-rata Beton Umur 90 Hari
Kondisi Direndam dalam Larutan 5% MgSO4
Variasi
Perlakuan Kuat Tekan Rata-rata Prosentase Kenaikan
fas
I (0%) 251,333 0,000
II (10%) 293,333 16,711
III (12,5%) 317,667 26,393
0,6
IV (15%) 354,333 40,981
V (17,5%) 376,667 49,867
VI (20%) 329,000 30,902
Tabel 9. Prosentase Kenaikan Kuat Tekan Hancur Rata-rata Beton Umur 90 Hari
Kondisi Tidak Direndam dalam Larutan 5% MgSO4
Variasi
Perlakuan Kuat Tekan Rata-rata Prosentase Kenaikan
fas
I (0%) 306,667 0,000
II (10%) 342,000 11,522
III (12,5%) 360,667 17,609
0,6
IV (15%) 389,667 27,065
V (17,5%) 405,667 32,283
VI (20%) 363,333 18,478
Tabel 10. Prosentase Kenaikan Kuat Tekan Hancur Rata-rata Beton Umur 90
Hari Kondisi Direndam dan Tidak Direndam dalam Larutan 5% MgSO4
Variasi Kuat tekan rata-rata (kg/cm2) Prosentase Penurunan
Perlakuan
FAS Tidak Direndam Direndam (%)
0% 306,667 251,333 18,043
10% 342,000 293,333 14,230
12.5% 360,667 317,667 11,922
0,6 15% 389,667 354,333 9,068
17.5% 405,667 376,667 7,149
20% 363,333 329,000 9,450
450000
400000
Kuat Tekan H ancur R ata-rata (kg/c
350000
300000
250000
Tidak D irendam
200000 D irendam
150000
100000
50000
0
0% 5% 10% 15% 20% 25%
Prosentase Penam bahan Abu Sekam Padi
Gambar 1. Perbandingan Kuat Tekan Hancur Rata-rata Antara Benda Uji Yang
Tidak Direndam dengan Benda Uji yang Direndam Dalam Larutan 5% MgSO 4
0 0%
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Prosentase Penambahan Abu Sekam Padi (%)
0% = 18.043
Prosentase Penurunan Kuat Tekan Hancur Rata-rata (kg/cm2)
10%
10% = 14.230
12.5% = 11.922
15% = 9.068
17.5% = 7.149
12.5%
20% = 9.450
15%
17.5%
Sumber artikel:
http://sipil.ub.ac.id/sarjana/kerusakan-tanah-jenis-penanggulangan-dan-pencegahan/
Sumber jurnal:
https://scholar.google.co.id/scholar?
q=jurnal+ilmiah+teknik+sipil&hl=en&as_sdt=0&as_vis=1&oi=scholart