Anda di halaman 1dari 46

BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Bab 17
Tuli Pendengar an Kongenital

Pengantar
Ketulian adalah efek sensorik yang paling umum (1 dari 1000-2000 kelahiran)
• Identifikasi awal memungkinkan intervensi yang tepat setelah diindikasikan.
• Sepuluh persen disebabkan oleh faktor lingkungan.
• Sepuluh persen gangguan pendengaran kongenital disebabkan oleh faktor
genetik.
• Tujuh puluh persen adalah non sindromik.
• Biasanya disebabkan oleh mutasi pada gen tunggal.
• Tiga puluh persen penyebab sindrom gangguan pendengaran kongenital (Alport,
Pendred, Usher).
• Tujuh puluh lima persen hingga 80% tuli genetik disebabkan oleh gen resesif
autosom (AR).
• Delapan belas persen hingga 20% disebabkan oleh gen autosomal dominan
(AD).
• Satu persen hingga 3% diklasifikasikan sebagai kelainan terkait-X, atau
kromosom.

Faktor lingkungan
Faktor risiko umum yang perlu dipertimbangkan termasuk TORCH (toksoplasmosis,
other agents, rubella, cytomegalovirus [CMV], Herpes Simplex), meningitis,
extracorporeal membrane oxygenation (ECMO), hipoksia, dan alkohol prenatal atau
paparan obat ototoksik.

Infeksi Sitomegalovir us
Penyebab lingkungan paling umum dari gangguan pendengaran prelingual di Amerika
Serikat (10%). Gangguan pendengaran bisa bersifat unilateral, berfluktuasi, dan
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

onsetnya bisa lambat atau berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Diagnosis infeksi


CMV kongenital saat lahir biasanya dengan deteksi virus dalam urin atau saliva pada
tiga minggu pertama kehidupan.

Sindr om Rubella
• Katarak kongenital.
• Anomali kardiovaskular.
• Retardasi mental.
• Retinitis.
• Ketulian.
• Lima persen hingga 10% ibu dengan rubela pada trimester pertama melahirkan
bayi tuli.
• Mata adalah organ yang paling sering terkena, organ lainnya telinga, dan
kemudian jantung.
• Identifikasi antibodi fluoresen, serum hemaglutinasi, dan kultur virus dari feses
dan tenggorokan mengkonfirmasi diagnosis.
• Ketulian yang disebabkan oleh virus menunjukkan degenerasi organ Corti,
adhesi di antaranya organ Corti dan membran Reissner, membran tectorial, atrofi
stria parsial atau lengkap, dan degenerasi yang tersebar dari unsur neural
(degenerasi koklea-sakula).

Ker nicter us
• Dua puluh persen bayi kernikterik memiliki tuli berat akibat dari kerusakan inti
koklea dorsal dan ventral serta inti colliculi superior dan inferior pada bayi
• Terjadi gangguan pendengaran frekuensi tinggi.
• Indikasi untuk transfusi pertukaran biasanya serum bilirubin lebih besar dari 20
mg / dL

Sifilis
Tamari dan Itkin memperkirakan bahwa gangguan pendengaran terjadi pada tahun
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

2007
• Tujuh belas persen dari sifilis kongenital
• Dua puluh lima persen dari sifilis laten lambat
• Dua puluh sembilan persen pasien tanpa gejala dengan sifilis kongenital
• Tiga puluh sembilan persen neurosifilis simptomatik
Karmody dan Schuknecht melaporkan 25% hingga 38% pasien dengan sifilis
kongenital kehilangan pendengaran. Ada dua bentuk sifilis bawaan: awal (infantile)
dan lambat (tardive). Bentuk awal sering berat dan bilateral. Bentuk awal ini biasanya
memiliki keterlibatan multisistem dan karenanya berakibat fatal.
Sifilis kongenital lanjut memiliki gangguan pendengaran progresif dengan
berbagai tingkat keparahan dan waktu onset. Kehilangan pendengaran yang terjadi
pada anak usia dini biasanya bilateral, tiba-tiba, berat, dan terkait dengan gejala
vestibular. Kompleks gejala mirip dengan penyakit Méniére. Bentuk onset lambat
(kadang-kadang sampai dekade kelima kehidupan) memiliki gangguan pendengaran
ringan. Karmody dan Schuknecht juga menunjukkan bahwa gangguan vestibular
episodik vertigo berat lebih sering terjadi pada kelompok onset tardive daripada pada
kelompok infantil. Secara histopatologis, osteitis dengan leukositosis mononuklear,
endarteritis obliteratif, dan hidrops endolimfatik dapat diperhatikan. Serologi serum
dan cairan serebrospinal (CSF) mungkin positif atau tidak. Pengobatan dengan steroid
dan penisilin tampak bermanfaat. Hal lain dari sifilis kongenital adalah:
A. Kerangka tulang rawan dan tulang hidung
B. Periosteitis tulang tengkorak (bossing)
C. Periosteitis tibia (saber shin)
D. Cedera pada jaringan odontogen (gigi Hutchinson)
E. Cedera kartilago epifisis (bertubuh pendek)
F. Umumnya, keratitis interstitial (kornea berawan)
Dua tanda dikaitkan dengan sifilis kongenital: Tanda Hennebert terdiri dari fistula
positif tes tanpa bukti klinis telinga tengah atau penyakit mastoid, atau fistula. Telah
dipastikan bahwa stimulasi vestibular dimediasi oleh fibrosa antara footplate dan
membranous labirin vestibular. Tanda Hennebert juga dapat ditemukan pada penyakit
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Méniére. Penjelasan lain bahwa respon vestibular disebabkan oleh footplate yang
terlalu mobile. Nystagmus pada tanda Hennebert biasanya lebih ditandai pada
penerapan tekanan negatif.
Fenomena Tullio terdiri dari vertigo dan nystagmus pada stimulasi dengan suara
intensitas tinggi, seperti kotak suara Bárány. Fenomena ini terjadi tidak hanya pada
sifilis kongenital tetapi juga pada pasien dengan fistula atau ruptur saluran
semisirkular dan pada pasien pasca fenestrasi jika footplate bergerak dan jelas
fenestrum. Ini juga dapat ditunjukkan dalam otitis media kronis jika pasien memiliki
membran timpani yang utuh, rantai okular, dan fistula— Sebuah kombinasi yang
langka.
Supaya fenomena tullio terjadi, fistula kanal semisirkular dan mekanisme
transmisi suara utuh ke telinga bagian dalam (yaitu membran timpani utuh, rantai
ossicular utuh, dan footplate bergerak) harus ada. Patofisiologi yaitu energi suara
intensitas tinggi yang ditransmisikan melalui footplate menemukan jalan resistensi
paling sedikit dan bergerak menuju fistula daripada membran jendela bundar.
Gangguan pendengaran dapat terjadi dalam bentuk sekunder atau tersier pada
sifilis yang didapat. Secara histologis, infiltrasivosteitis dengan sel bundar dapat
diamati. Pada sifilis tersier, lesi gummatous mungkin melibatkan aurikula, mastoid,
telinga tengah, dan piramida petrosa. Lesi ini dapat menyebabkan gangguan
pendengaran campuran. Karena penisilin dan terapi antibiotik lainnya cukup efektif
dalam mengobati sifilis yang didapat, bentuk tuli ini sekarang jarang terjadi.

Hipotir oidisme
Kretinisme terdiri dari pertumbuhan terlambat, retardasi mental, dan gangguan
pendengaran campuran; terlihat bersamaan dengan tuli kongenital.

Non sindr omik


70% dari gangguan pendengaran kongenital.
• Autosom resesif (AR) adalah bentuk paling umum (80%).
• Lokus autosom dominan (AD) disebut DFNA (“DeaFNess”).
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

• AR adalah DFNB, X-linked adalah DFN.


• Sekitar 40 lokus ketulian AD , 30 lokus ketulian AR, dan 7 lokus untuk
X-linked telah dipetakan dan 50 gen telah dikloning.
Analisis populasi menunjukkan bahwa ada lebih dari 100 gen yang terlibat dalam
gangguan pendengaran non-sindrom. Mutasi pada molekul connexin 26 (gap junction
protein, gen GJB2) menyumbang sekitar 49% dari pasien tuli non sindromik dan
sekitar 37% dari kasus sporadik. Tes untuk connexin 26 tersedia secara komersial.
• Satu dari tiga puluh satu individu mungkin pembawa mutasi ini. Satu mutasi
sangat umum terjadi, yaitu 30delG.

Autosomal Dominant
AD: 15% dari kasus gangguan pendengaran non sindromik.
• Lokus DNFA.
• Gangguan pendengaran kongenital, berat, tidak progresif biasanya mewakili
lebih dari satu gangguan, dengan beberapa gen yang berbeda telah dilokalisasi.
Contoh ketulian AD: mutasi Missense di COL11A2 (DFNA13), menyandikan rantai
kolagen tipe XI. Ini merupakan gangguan pendengaran sensorineural progresif yang
mengakibatkan tuli sensorineural. Mutasi DFNA6 / 14-WFS1 hadir sebagai gangguan
pendengaran sensorineural frekuensi rendah progresif yang disebabkan oleh mutasi
WFS1 heterozigot. Mutasi pada gen WFS1 adalah bentuk paling umum dari gangguan
pendengaran sensorineural frekuensi rendah yang dominan.

Autosomal Recessive
Studi keterkaitan genetik telah mengidentifikasi setidaknya 30 lokus gen atau
gangguan pendengaran non sindromik resesif. Gen DFNB2 pada kromosom 13q
mungkin yang paling umum dan telah diidentifikasi sebagai connexin 23. DFNB1,
juga ditemukan pada kromosom 13, kode untuk 26 connexin gap junction protein.
Protein connexin 26 berperan penting dalam transduksi pendengaran. Ekspresi
connexin 26 di koklea sangat penting untuk mendengar. Meskipun banyak gen
mungkin terlibat dalam gangguan pendengaran non sindromik resesif, ada
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

kemungkinan bahwa sebagian besarnya jarang, mempengaruhi satu atau beberapa


keluarga bawaan.

Gangguan Pendengar an X-Linked Nonsyndr omic


Gangguan pendengaran non sindromik X-Linked bahkan lebih jarang daripada tuli
sindrom X-Linked. Sebagian besar gen X-Linked yang bertanggung jawab atau
gangguan pendengaran herediter belum dijelaskan. Setidaknya enam lokus pada
kromosom X atau gangguan pendengaran nonsyndromic diketahui.
Dua jenis gangguan pendengaran sensorineural berat non-sindrom, X-linked telah
dijelaskan: onset dini, tipe progresif cepat, dan tipe sedang, progresif lambat.
Fiksasi X-Linked pada stapes dengan perilimfatik yang berhubungan dengan
gangguan pendengaran campuran telah dilokalisasi ke lokus DNF3, yang mengkode
faktor transkripsi POU3F4. Gen ini terletak dekat dengan gen yang menyebabkan
koroideremia, dan penghapusan gen ini menghasilkan sindrom gen yang berdekatan
dari koroideremia, gangguan pendengaran, dan retardasi mental. CT Scan preoperatif
dapat digunakan untuk mendeteksi temuan prediktif, seperti kanal auditori internal
yang diperbesar dengan penipisan atau ketiadaannya tulang di dasar koklea. Bentuk
gangguan pendengaran X-Linked juga dapat melibatkan tuli sensorineural kongenital.
Kedua bentuk gangguan pendengaran non sindromik telah dikaitkan dengan
Xq13-q21.2. Para peneliti juga mengidentifikasi gangguan pendengaran sensorineural
dominan X-Linked yang terkait dengan lokus Xp21.2. Gangguan pendengaran pada
laki-laki yang terkena adalah bawaan, bilateral, sensorineural, dan mendalam,
mempengaruhi semua frekuensi. Wanita dewasa karier menunjukkan gangguan
pendengaran sensorineural frekuensi tinggi, bilateral, ringan hingga sedang dari onset
tertunda.

Sindromik
Gangguan Sindr om Dominan Autosomal yang Lebih Umum

Sindr om Br anchio-oto-r enal. Sindrom Branchio-oto-renal diperkirakan terjadi


BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

pada 2% anak-anak dengan gangguan pendengaran kongenital. Sindrom ini


melibatkan karakteristik cabang termasuk lubang telinga dan tanda atau cervical
fistula dan keterlibatan ginjal mulai dari agenesis dan gagal ginjal hingga
displasia minor. Tujuh puluh lima persen pasien dengan sindrom
brachio-oto-renal mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Dari
jumlah tersebut, 30% konduktif, 20% sensorineural, dan 50% menunjukkan
bentuk campuran. Mutasi pada EYA1, gen 16 ekson dalam interval genom 156kB,
telah terbukti menyebabkan sindrom tersebut. Protein yang dikodekan adalah
aktivator transkripsional. Gen tersebut telah ditemukan pada kromosom 8q.
Neur ofibr omatosis. Neurofibromatosis (NF) hadir dengan bintik-bintik
café-au-lait dan beberapa fibroma. Tumor kulit adalah yang paling umum, tetapi
sistem saraf pusat, saraf perifer, dan visera dapat terlibat. Retardasi mental,
kebutaan, dan gangguan pendengaran sensorineural dapat menyebabkan tumor
sistem saraf pusat (SSP).
Neurofibromatosis diklasifikasikan sebagai tipe 1 dan 2. NF tipe 1 lebih
umum dengan insiden sekitar 1: 3000 orang. Tipe 1 umumnya mencakup banyak
bintik café-au-lait, neurofibroma kulit, neuroma pleksiform, pseudoarthrosis,
nodul Lisch pada iris, dan optik glioma. Neuroma akustik biasanya unilateral dan
hanya terjadi pada 5% pasien yang terkena. Kehilangan pendengaran juga dapat
terjadi sebagai akibat dari gangguan neurofibroma pada telinga tengah atau dalam,
tetapi tuli yang signifikan jarang terjadi. Fenotip yang diekspresikan dapat
bervariasi dari beberapa bintik café-au-lait hingga beberapa neurofibroma yang
rusak. Tipe 1 disebabkan oleh gangguan gen NF1 (gen faktor pertumbuhan saraf)
yang terlokalisasi pada kromosom 17q11.2.
NF tipe 2 merupakan kelainan yang berbeda secara genetis, ditandai oleh
neuroma akustik bilateral, bintik café-au-lait, dan katarak subkapsular. Neuroma
akustik bilateral hadir pada 95% pasien yang terkena dan biasanya asimptomatik
sampai dewasa awal. Penghapusan pada gen NF2 (gen penekan tumor) pada
kromosom 22q12.2 menyebabkan kelainan yang terkait dengan
neurofibromatosis tipe 2. Kedua jenis neurofibromatosis menunjukkan pewarisan
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

AD dengan penetrasi tinggi tetapi ekspresivitas variabel. Tingkat mutasi yang


tinggi merupakan karakteristik dari kedua jenis gangguan ini.
Osteogenesis imper fekta. Osteogenesis imperfekta ditandai oleh kerapuhan
tulang, sklera biru, gangguan pendengaran konduktif, campuran, atau
sensorineural, dan hiperelastisitas sendi dan ligamen. Gangguan ini ditranmisikan
sebagai gangguan AD dengan ekspresivitas variabel dan penetrasi tidak lengkap.
Dua gen untuk osteogenesis imperfecta telah diidentifikasi, COLIA1 pada
kromosom 17q dan COLIA2 pada kromosom 7q. Usia di mana varietas tarda
yang lebih umum tampak jelas secara klinis adalah variabel. Sindrom van der
Hoeve adalah subtipe di mana gangguan pendengaran progresif dimulai pada
anak usia dini.
Otoskler osis. Otosklerosis disebabkan oleh proliferasi jaringan jenis spongius
pada kapsul tulang yang mengarah pada fiksasi tulang kecil dan menghasilkan
gangguan pendengaran konduktif. Gangguan pendengaran dapat dimulai pada
masa kanak-kanak tetapi paling sering jelas pada awal masa dewasa dan akhirnya
mungkin termasuk komponen sensorineural.
Otosklerosis tampaknya ditransmisikan dalam pola AD dengan penurunan
penetrasi, hanya 25% hingga 40% pembawa gen yang menunjukkan fenotip.
Proporsi yang lebih besar dari wanita yang terkena menunjukkan kemungkinan
pengaruh hormon. Studi statistik terbaru menunjukkan peran gen COLIA1 dalam
otosklerosis, dan partikel virus campak telah diidentifikasi dalam fokus infeksi
otosklerotik, meningkatkan kemungkinan interaksi dengan genom virus.
Sindr om Stickler . Mulut sumbing, mikrognatia, miopia berat, ablasi retina,
katarak, dan marfanoid menjadi ciri sindrom stickler secara klinis. Kehilangan
pendengaran sensorineural yang signifikan atau gangguan pendengaran campuran
terdapat pada 15% kasus, sedangkan gangguan pendengaran dengan keparahan
yang lebih rendah terdapat hingga 80% dari kasus. Abnormalitas osikular juga
dapat ditemukan.
Sebagian besar kasus sindrom Stickler dapat dikaitkan dengan mutasi pada
gen COL2A1 yang ditemukan pada kromosom 12 yang menyebabkan sinyal
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

terminasi dini untuk gen kolagen tipe II. Selain itu, perubahan gen COL11A2
pada kromosom 6 telah menyebabkan sindrom tersebut.
Sindr om Tr eacher Collins. Sindrom Treacher Collins terdiri dari malformasi
wajah seperti hipoplasia malar, fisura palpebra miring ke bawah, koloboma
kelopak mata bawah (kelopak mata atas terlibat dalam sindrom Goldenhar),
hipoplastik mandibula, malformasi telinga eksternal atau saluran telinga,
maloklusi gigi, dan langit-langit mulut sumbing. Ciri-ciri wajah bilateral dan
simetris pada sindrom treacher Collins.
Gangguan pendengaran konduktif selalu ada 30%, tetapi gangguan
pendengaran sensorineural dan disfungsi vestibula juga dapat terjadi. Malformasi
osikular sering terjadi pada pasien ini. Turunan AD dengan penetrasi tinggi.
Namun, mutasi baru dapat hadir pada sebanyak 60% kasus sindrom treacher
Collins.
Gen yang bertanggung jawab pada treacher Collins syndrome adalah TCOF1
yang terletak pada kromosom 5q dan menghasilkan protein bernama treacle, yang
dapat digunakan pada awal pengembangan kraniofasial. Terdapat banyak variasi
dalam ekspresi antara dan didalam keluarga, menunjukkan gen-gen lain dapat
memodifikasi ekspresi protein treacle.
Sindr om Waar denbur g. Sindrom Waardenburg (WS) menyumbang 3% dari
gangguan pendengaran masa kanak-kanak dan merupakan bentuk paling umum
dari tuli kongenital AD. Ada sejumlah besar variabilitas ekspresi dalam sindrom
ini. Mungkin ada gangguan pendengaran sensorineural unilateral atau bilateral
pada pasien dan ekspresi fenotip mungkin termasuk anomali pigmen dan fitur
kraniofasial. Anomali pigmen meliputi: white forelock / rambut putih (20% -30%
kasus), heterochromia iridis, uban prematur, dan vitiligo. Gambaran kraniofasial
yang terlihat pada sindrom Waardenburg termasuk dystopia canthorum, broad
nasal root, dan synophrys. Semua ciri diatas adalah variabel.
Terdapat empat bentuk sindrom Waardenburg, yang dapat dibedakan secara
klinis. Tipe 1 ditandai dengan gangguan pendengaran sensorineural kongenital,
heterochromia irides, rambut putih (white forelock), hipopigmentasi tidak
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

sempurna, dan dystopia canthorum. Tipe 2 berbeda dari tipe 1 dengan tidak
adanya distopia canthorum, sedangkan tipe 3 ditandai oleh mikrosefali, kelainan
kerangka, dan retardasi mental, di samping ciri yang terkait dengan tipe 1.
Kombinasi resesif yang diturunkan WS karakteristik tipe 2 dengan penyakit
Hirschsprung disebut sindrom Waardenburg-Shah atau WS tipe 4.
Gangguan pendengaran sensorineural terlihat pada 20% pasien dengan tipe 1
dan lebih dari 50% pasien dengan tipe 2. Pada dasarnya semua kasus tipe 1 dan
tipe 3 disebabkan oleh mutasi gen PAX3 pada kromosom 2q37. Mutasi genetik
ini pada akhirnya menghasilkan kecacatan dalam migrasi dan perkembangan sel
krista neural. Sekitar 20% dari kasus tipe 2 disebabkan oleh mutasi gen MITF
(microphthalmia transcription factor) pada kromosom 3p. Sindrom Waardenburg
juga telah dikaitkan dengan gen lain seperti EDN3, EDNRB, dan SOX10.

Gangguan Sindr om Resesif Autosomal yang Lebih Umum


Pola transimisi gangguan pendengaran herediter yang paling umum adalah autosomal
resesif (AR), menyebabkan 80% kasus tuli herediter. Sebagian dari kasus ini
merupakan sindrom yang dapat dikenali.

Sindr om J er vell dan Lange-Nielsen. Sindrom Jervell dan Lange-Nielsen adalah


sindrom langka yang terdiri dari gangguan pendengaran sensorineural berat dan
aritmia jantung. Kecacatan genetik disebabkan oleh mutasi yang mempengaruhi
gen saluran kalium yang mengarah pada kelainan konduksi di jantung.
Elektrokardiografi mengungkapkan gelombang T dan perpanjangan interval
QT, yang dapat menyebabkan episode sinkop pada awal tahun kedua atau ketiga
kehidupan. Komponen jantung dari kelainan ini diobati dengan beta adrenergic
blocker seperti propranolol. Elektrokardiogram harus dilakukan pada semua anak
dengan gangguan pendengaran onset dini dengan etiologi yang tidak pasti.
Studi genetika mengaitkan satu bentuk sindrom Jervell dan Lange-Nielsen
dengan homozigositas untuk mutasi yang menyerang gen saluran kalium
(KVLQT1) pada kromosom 11p15.5, yang diperkirakan mengakibatkan
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

keterlambatan repolarisasi mioseluler di jantung. Gen KCNE1 juga telah terbukti


bertanggung jawab atas gangguan ini.
Sindr om Pendr ed. Sindrom Pendred dipercaya sebagai bentuk sindrom tuli
kongenital yang paling umum. Ini termasuk gondok tiroid dan gangguan
pendengaran sensorineural yang mendalam. Gangguan pendengaran mungkin
progresif pada sekitar 10% hingga 15% pasien. Sebagian besar pasien datang
dengan gangguan pendengaran sensorineural frekuensi tinggi sedang hingga berat,
dengan beberapa pendengaran residual dalam frekuensi rendah.
Gangguan pendengaran dikaitkan dengan kelainan metabolisme iodium yang
mengakibatkan gondok eutiroid, yang biasanya menjadi terdeteksi secara klinis
pada usia sekitar 8 tahun. Tes pelepasan perklorat menunjukkan kelainan
organifikasi iodium nonorganik pada pasien ini dan diperlukan untuk diagnosis
pasti. Studi radiologis mengungkapkan bahwa sebagian besar pasien memiliki
Aplasia Mondini atau kanal vestibular yang membesar.
Mutasi dalam gen PDS pada kromosom 7q31, telah terbukti menyebabkan
gangguan ini. Kode gen PDS untuk protein pendrin, yang merupakan transporter
sulfat. Turunan resesif terlihat di banyak keluarga, sedangkan yang lain
menunjukkan pola dominan dengan ekspresi variabel. Pengobatan gondok adalah
dengan hormon tiroid eksogen.
Sindr om Usher . Sindrom Usher memiliki prevalensi 3,5 per 100.000 orang; Hal
itu merupakan tipe yang paling umum dari gangguan pendengaran sindrom
autosom resesif. Sindrom ini mempengaruhi sekitar setengah dari 16.000 orang
tuli dan buta di Amerika Serikat. Ini ditandai dengan gangguan pendengaran
sensorineural dan retinitis pigmentosa (RP). Studi analisis keterkaitan genetik
menunjukkan tiga subtipe berbeda, dapat dibedakan berdasarkan keparahan atau
perkembangan gangguan pendengaran dan tingkat keterlibatan sistem vestibular.
Usher tipe 1 menggambarkan gangguan pendengaran mendalam bilateral
bawaan dan tidak adanya fungsi vestibular; tipe 2 menggambarkan kehilangan
pendengaran sedang dan fungsi vestibular normal. Pasien dengan tipe 3
menunjukkan gangguan pendengaran progresif dan disfungsi vestibular variabel
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

dan ditemukan terutama pada populasi Norwegia.


Evaluasi oftalmologis merupakan bagian penting dari pemeriksaan
diagnostik, dan pola-pola electroretinographic subnormal telah diamati pada
anak-anak muda 2 hingga 3 tahun, sebelum perubahan retina terbukti secara
funduscopy. Diagnosis dini sindrom Usher dapat memiliki implikasi penting
rehabilitasi dan perencanaan pendidikan untuk anak yang terkena dampak.
Pasien-pasien ini dapat mengambil manfaat dari implan koklea.
Studi analisis keterkaitan mengungkapkan setidaknya lima gen berbeda untuk
tipe 1 dan setidaknya dua untuk tipe 2. Hanya tipe 3 yang tampaknya hanya
disebabkan oleh satu gen.

Gangguan X-Linked
Gangguan X-Linked jarang terjadi, hanya 1% hingga 2% dari kasus gangguan
pendengaran herediter.
Sindr om Alpor t. Sindrom Alport mempengaruhi kolagen membran basal ginjal
dan telinga bagian dalam, mengakibatkan gagal ginjal dan gangguan pendengaran
sensorineural progresif. Penyakit ginjal dapat menyebabkan hematuria pada masa
bayi, tetapi biasanya asimtomatik selama beberapa tahun sebelum timbulnya
insufisiensi ginjal. Gangguan pendengaran mungkin tidak menjadi bukti klinis
sampai dekade kedua kehidupan. Dialisis dan transplantasi ginjal telah
membuktikan kemajuan penting dalam perawatan pasien ini.
COL4A5 yang mengkode bentuk kolagen tipe IV tertentu, telah diidentifikasi
sebagai lokus gen pada sindrom ini. Mutasi genetik menghasilkan kolagen tipe IV
yang rapuh di telinga bagian dalam dan ginjal yang mengakibatkan gangguan
pendengaran progresif dan penyakit ginjal.
Kolagen ini ditemukan di membran basilar, bagian ligamentum spiral, dan
stria vascularis. Meskipun mekanisme gangguan pendengaran tidak diketahui, di
glomerulus terdapat penipisan dan penebalan fokal dengan akhirnya membelah
membran basal. Dengan asumsi proses serupa terjadi di telinga, telah disarankan
bahwa transmisi energi mekanik kemungkinan dipengaruhi oleh hilangnya
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

integritas membran basilar dan tektorial.


Sindr om Nor r ie. Gambaran klasik sindrom Norrie termasuk gejala mata spesifik
(pseudotumor retina, hiperplasia retina, hipoplasia dan nekrosis pada lapisan
dalam retina, katarak, phthisis bulbi), gangguan pendengaran sensorineural
progresif, dan gangguan mental. Sepertiga dari pasien yang terkena memiliki
onset gangguan pendengaran sensorineural progresif yang dimulai pada dekade
kedua atau ketiga.
Gen untuk sindrom Norrie telah dilokalisasi ke kromosom Xp11.4, di mana
penelitian telah mengungkapkan penghapusan yang melibatkan gen yang
berdekatan. Sejumlah keluarga telah menunjukkan penghapusan variabel di
daerah kromosom ini.
Sindr om Otopalatodigital. Sindrom Otopalatodigital meliputi hipertensi,
deformitas kraniofasial yang melibatkan daerah supraorbital, midface datar,
hidung kecil, dan langit-langit mulut sumbing. Pasien bertubuh pendek dengan
jari tangan dan kaki lebar yang panjangnya bervariasi, dengan ruang yang sangat
lebar antara jari kaki pertama dan kedua. Gangguan pendengaran konduktif
terlihat karena malformasi okular. Laki-laki yang terkena memanifestasikan
spektrum penuh gangguan dan perempuan mungkin menunjukkan keterlibatan
ringan. Gen tersebut ditemukan terletak pada kromosom Xq28.
Sindr om Wilder vanck. Sindrom Wildervanck terdiri dari tanda Klippel-Feil
yang melibatkan vertebra servikal yang menyatu, pendengaran sensorineural atau
gangguan pendengaran campuran, dan kelumpuhan saraf kranial VI yang
menyebabkan retraksi mata pada pandangan lateral. Sindrom ini paling umum
pada wanita karena mortalitas tinggi yang terkait dengan bentuk dominan
X-Linked pada pria. Urutan Klippel-Feil yang terisolasi meliputi gangguan
pendengaran pada sekitar sepertiga kasus. Gangguan pendengaran terkait dengan
malformasi tulang pada telinga bagian dalam.
Sindr om Mohr -Tr anebjaer g (DFN-1). Sindrom Mohr-Tranebjaerg (DFN-1)
adalah gangguan pendengaran sindrom resesif X-Linked yang ditandai dengan
tuli sensorineural postlingual pada anak-anak diikuti oleh distonia progresif,
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

kelenturan, disfagia, dan atrofi optik. Sindrom ini disebabkan oleh mutasi yang
diperkirakan menyebabkan disfungsi mitokondria. Ini menyerupai degenerasi
spinocerebellar yang disebut Friedreich ataxia, yang juga dapat menunjukkan
gangguan pendengaran sensorineural, ataksia, dan atrofi optik. Karakteristik
kardiomiopati ataxia Friedreich tidak terlihat pada Mohr-Tranebjaerg.
X-linked Char cot-Mar ie-Tooth (CMT). CMT X-Linked diturunkan secara
dominan dan disebabkan oleh mutasi pada gen connexin 32 yang dipetakan ke
lokus Xq13. Tanda-tanda klinis biasanya terdiri dari neuropati perifer yang
dikombinasikan dengan masalah kaki dan betis "champagne bottle". Ketulian
sensorineural terjadi pada beberapa orang.

Gangguan Genetik multifaktor ial


Beberapa kelainan muncul sebagai hasil dari kombinasi faktor genetik yang
berinteraksi dengan faktor lingkungan. Contoh dari jenis turunan yang berhubungan
dengan gangguan pendengaran termasuk clefting syndrome, yang melibatkan
gangguan pendengaran konduktif, dan spektrum mikrotia/hemifacial/ Goldenhar.
Sindr om Goldenhar atau displasia okuloaur iculover tebr al.
Oculoauriculovertebral dysplasia (OAVD) memiliki insiden 1 dari 45.000. Ini
termasuk ciri seperti mikro hemifacial, dysostosis mandibular, lipodermoid
epibulbar, koloboma kelopak mata atas, dan anomali vertebra yang berasal dari
kelainan perkembangan pembuluh darah dan genetik. Ini memiliki beragam
etiologi dan tidak dikaitkan dengan lokus genetik tunggal.

Sindr om Kr omosom Autosomal


Trisomi 13 dapat memiliki gangguan pendengaran sensorineural yang signifikan.
Sindrom turner, monosomik untuk seluruh atau sebagian dari satu kromosom X,
umumnya muncul pada wanita sebagai disgenesis gonad, perawakan pendek, dan
webbed neck atau shield chest. Penderita juga akan mengalami kehilangan
pendengaran sensorineural, konduktif, atau campuran, yang dapat menjadi progresif
dan mungkin menjadi bukti pertama dari sindrom pada wanita prapubertas.
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Gangguan Mitokondr ia
Kehilangan pendengaran dapat terjadi sebagai gejala tambahan dalam berbagai
sindrom mitokondria. Mutasi pada genom mitokondria dapat mempengaruhi produksi
energi melalui sintesis fase adenosine triphosphase (ATP) dan fosforilasi oksidatif.
Jaringan yang membutuhkan energi tingkat tinggi sangat terpengaruh. Biasanya,
penyakit mitokondria melibatkan degenerasi neuromuskuler progresif dengan ataksia,
opthalmoplegia, dan gangguan pendengaran progresif.
Gangguan seperti Kearns-Sayre; mitochondrial encephalopathy, lactic acidosis,
and stroke (MELAS); myoclonic epilepsy with ragged red fibers (MERRF); dan
Leber neuropati optik herediter adalah gangguan mitokondria. Semua gangguan ini
memiliki berbagai tingkat gangguan pendengaran.
Beberapa mutasi mitokondria lain telah ditemukan untuk menghasilkan
sensitivitas yang ditingkatkan terhadap efek ototoksik dari skrining aminoglikosida
atau mutasi ini akan ditunjukkan pada kerabat ibu dari orang yang menunjukkan
gangguan pendengaran sebagai respons terhadap dosis terapi normal aminoglikosida.

Malfor masi Str uktur al Telinga Bagian Dalam


Pada minggu ke 9 kehamilan, koklea mencapai ukuran dewasa (2¾ bagian berubah).
Penangkapan dalam perkembangan normal atau perkembangan menyimpang dari
struktur telinga bagian dalam dapat menyebabkan gangguan pendengaran. Tergantung
pada waktu dan sifat dari perkembangan efek, berbagai anomali telinga bagian dalam
dapat terjadi. Teknik pencitraan tulang temporal yang terkomputerisasi
mengungkapkan bahwa sekitar 20% anak-anak dengan gangguan pendengaran
sensorineural kongenital memiliki kelainan ringan atau berat pada telinga bagian
dalam. Sekitar 65% dari kelainan tersebut bersifat bilateral; 35% bersifat unilateral.
Berdasarkan studi histopatologinya pada tulang temporal, malformasi telinga bagian
dalam biasanya diklasifikasikan menjadi lima kelompok berbeda.
Michel aplasia Agenesis lengkap bagian petrous dari tulang temporal terjadi pada
Michel aplasia meskipun telinga bagian luar dan tengah mungkin tidak terpengaruh.
Malformasi ini dianggap sebagai hasil dari efek sebelumnya hingga akhir minggu
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

kehamilan ketiga. Struktur dalam normal yang kurang, menghasilkan anacusis.


Amplifikasi konvensional atau implantasi koklea menawarkan sedikit bantuan.
Perangkat Vibrotactile telah terbukti bermanfaat pada beberapa pasien. Warisan
dominan autosomal telah diamati, tetapi pewarisan resesif juga mungkin terjadi.
Mondini aplasia. Mondini aplasia melibatkan deformitas perkembangan koklea
dimana hanya coil basal dapat diidentifikasi dengan jelas. Bagian atas coil
mengasumsikan bentuk kloaka dan septum interscalar tidak ada. Saluran endolimfatik
juga biasanya membesar. Sehingga dibuktikan bahwa hasil deformitas dari
penangkapan perkembangan pada sekitar minggu keenam kehamilan disebabkan oleh
labirin vestibular yang tidak berkembang. Anomali ini dapat diturunkan secara
autosom dominan dan mungkin tidak menjadi bilateral. Ini telah dijelaskan dalam
beberapa gangguan lain termasuk sindrom Pendred, Waardenburg, Treacher Collins,
dan Wildervanck. Asosiasi Mondini aplasia dengan etiologi nongenetik, seperti
infeksi cytomegalovirus (CMV) kongenital telah dilaporkan. Infeksi CMV dapat
menyebabkan lebih dari 40% tuli yang etiologinya tidak diketahui.
Anomali terkait dan sindrom yang lebih berat, asosiasi CHARGE terdiri dari
koloboma, penyakit jantung, atresia koana, perkembangan yang terlambat, hipoplasia
genital, anomali telinga termasuk hipoplasia telinga eksternal dan gangguan
pendengaran. Individu-individu ini memiliki deformitas tipe Mondini dan tidak
adanya kanal semisirkularis.
Seringkali pada displasia Mondini adanya kelainan komunikasi antara ruang
endolimfatik dan perilymphatic telinga bagian dalam dan ruang subarachnoid. Hal ini
biasanya disebabkan oleh kecacatan pada daerah lateral cribriform ujung kanalis
auditorius internal. Mungkin karena kelainan saluran ini, fistula perilymphatic lebih
sering terjadi pada gangguan ini.
Kehadiran struktur neurosensoral dalam banyak kasus menjamin program agresif
intervensi rehabilitasi awal, termasuk amplifikasi konvensional.
Scheibe aplasia (displasia cochlear saccular atau par s infer ior dysplasia) Labirin
tulang dan bagian superior labirin membran, termasuk utrikulus dan kanal
semisirkularis, biasanya dibedakan pada pasien dengan aplasia Scheibe. Organ Corti
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

pada umumnya kurang berdiferensiasi dengan membran tektorial yang cacat dan
Reissner membran yang kolaps, yang membahayakan skala media. Scheibe aplasia
adalah bentuk yang paling umum dari aplasia telinga bagian dalam dan dapat
diturunkan sebagai sifat non sindromik resesif autosom.
Kelainan ini telah dilaporkan pada tulang temporal pasien dengan sindrom Jervell
dan Lange Nielsen, Refsum, Usher, dan Waardenburg serta pada bayi dengan rubella
kongenital. Amplifikasi konvensional dengan intervensi rehabilitasi bermanfaat
banyak pada anak-anak ini.
Alexander aplasia. Pada Alexander aplasia, perbedaan duktus koklea di tingkat coil
basal terbatas dengan efek yang dihasilkan pada organ Corti dan sel ganglion. Secara
audiometrik, pasien ini memiliki gangguan pendengaran frekuensi tinggi dengan
pendengaran residual yang memadai dalam frekuensi rendah untuk memerlukan
penggunaan amplifikasi.
Sindr om pembesar an kanal vestibular . Pembesaran saluran air vestibular telah
dikaitkan dengan gangguan pendengaran sensorineural onset dini, yang biasanya
bilateral dan sering progresif dan dapat disertai dengan vertigo atau inkoordinasi.
Kelainan ini juga bisa menyertai kelainan bentuk koklea dan semisirkularis.
Gangguan pendengaran progresif tampaknya merupakan hasil dari perubahan
hidrodinamik dan kemungkinan gangguan membran labirin. Kasus familial telah
diamati, menunjukkan pewarisan dominan autosomal, tetapi pewarisan resesif juga
dimungkinkan. Kelainan bentuk ini juga ditemukan berkaitan dengan sindrom
Pendred.
Enlarge vestibular aqueduct syndrome (EVAS) didefinisikan sebagai saluran air
vestibular sepanjang 1,5 mm atau lebih besar yang diukur di tengah antara operculum
dan crus umum pada CT Scan. CT Scan posisi coronal adalah gambaran terbaik untuk
mengevaluasi pada anak-anak. Pembesaran saluran air vestibular juga dapat dilihat
pada magnetic resonance imaging (MRI) resolusi tinggi. EVAS dapat muncul sebagai
gangguan pendengaran sensorineural yang berfluktuasi. Manajemen konservatif,
termasuk menghindari trauma kepala dan berhubungan dengan olahraga, telah
menjadi perawatan utama. Pembedahan untuk menutup struktur yang membesar
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

sering kali mengakibatkan gangguan pendengaran yang signifikan dan tidak


diindikasikan. Pasien dengan EVAS yang mengalami gangguan pendengaran
mendalam adalah calon implan koklea yang sesuai.
Malfor masi kanal semisir kular is. Pembentukan kanal semisirkularis dimulai pada
minggu keenam kehamilan. Kanal superior terbentuk pertama dan kanal lateral
terbentuk terakhir. Kecacatan kanal lateral yang terisolasi adalah malformasi telinga
bagian dalam yang paling sering diidentifikasi pada studi pencitraan tulang temporal.
Kelainan bentuk kanal semisirkularis superior selalu disertai oleh kelainan bentuk
kanal semisirkularis lateral, sedangkan kelainan bentuk kanal lateral sering terjadi
dalam isolasi.
Jenis-jenis kelainan ini menyebabkan sekitar 20% dari tuli bawaan. Secara umum,
gangguan ini dapat dikaitkan dengan kelainan genetik, tetapi lebih sering terjadi
secara independen.

Ketulian Her editer


Ketulian herediter juga dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
A. Ketulian herediter (kongenital) tanpa kelainan terkait (AD, AR, atau
Sex-linked)
B. Ketulian kongenital herediter yang berhubungan dengan penyakit sistem
integumen (AD, AR, atau sex-linked)
C. Ketulian kongenital herediter yang berhubungan dengan penyakit tulang
(AD, AR, atau sex-linked)
D. Ketulian kongenital herediter yang berhubungan dengan kelainan lain
(AD, AR, atau sex-linked

Ketulian Her editer Tanpa Abnor malitas Ter kait


Str ia Atr ophy (Her editer , Non kongenital)
A. Autosom dominan.
B. Gangguan pendengaran sensorineural dimulai pada usia paruh baya dan
progresif.
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

C. Diskriminasi baik dipertahankan.


D. Kurva audiometrik datar.
E. Uji Short increment sensitivity index (SISI) positif.
F. Gangguan pendengaran simetris bilateral.
G. Pasien tidak pernah menjadi tuli.

Otoskler osis (Her editer , Non Kongenital)


Dijelaskan dalam Bab 23.

Tuli Kongenital Her editer Ter kait dengan Penyakit Sistem Integumen
Albinisme dengan Ir idis bir u
A. Autosom dominan atau resesif
B. Gangguan pendengaran sensorineural

Displasia Ectoder mal (Hidr otik)


Perhatikan bahwa displasia ektodermal anhidrotik adalah resesif terkait-jenis
kelamin, dengan campuran atau konduktif gangguan pendengaran.
A. Autosom dominan
B. Kuku distrofi kecil
C. Gigi koniform
D. Peningkatan elektrolit keringat
E. Gangguan pendengaran sensorineural

Sindr om For ney


A. Autosom dominan
B. Lentigine
C. Insufisiensi mitral
D. Malformasi kerangka
E. Gangguan pendengaran konduktif
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Lentigine
A. Autosom dominan
B. Bercak coklat pada kulit, mulai usia 2 tahun
C. Hipelorisme okular
D. Stenosis paru
E. Kelainan alat kelamin
F. Pertumbuhan terlambat
G. Gangguan pendengaran sensorineural

Sindr om Leopar d
A. Autosom dominan dengan penetrasi variabel
B. Gangguan pendengaran sensorineural variabel
C. Hipelorisme okular
D. Stenosis paru
E. Hipogonadisme
F. Perubahan elektrokardiografi (EKG) dengan QRS yang melebar atau bundle
Branch Block
G. Pertumbuhan Terlambat
H. Apparatus vestibular normal
I. Lentigine
J. Kulit berubah secara progresif selama dekade pertama dan kedua

Piebaldness
A. Sex-linked atau resesif autosom
B. Iridis biru
C. Pigmentasi tipis pada retina
D. Depigmentasi kulit kepala, rambut, dan wajah
E. Area depigmentasi pada tungkai dan tubuh
F. Gangguan pendengaran sensorineural
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Tietze Syndr ome


A. Autosom dominan
B. Ketulian yang dalam
C. Albinisme
D. Alis tidak ada
E. Irides Biru
F. Tidak ada fotofobia atau nistagmus

Penyakit Waar denbur g (J uga Dijelaskan Sebelumnya)


A. Autosom dominan dengan penetrasi variabel
B. Memberikan kontribusi 1% hingga 7% dari semua tuli herediter
C. Canthi medial yang diberi jarak luas (ada dalam semua kasus)
D. Radiks nasi datar pada 75% kasus
E. Alis mata konfluen
F. Gangguan pendengaran sensorineural — unilateral atau bilateral (ada pada
20% kasus)
G. Irides berwarna
H. Jambul Putih ( white forelock )
I. Area depigmentasi (10% dari pasien)
J. Kelainan metabolisme tirosine
K. Fungsi vestibular yang berkurang (75% dari pasien)
L. Bibir sumbing dan langit-langit mulut (10% dari pasien)

Tuli Kongenital Her editer Yang Ber hubungan Dengan Penyakit Tulang
Achondr oplasia
A. Autosom dominan
B. Kepala besar dan ekstremitas pendek
C. Dwarfisme
D. Gangguan pendengaran campuran (ossicles menyatu)
E. Saddle nose, frontal dan mandibula menonjol
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Penyakit Aper t (Acr ocephalosyndactyly)


A. Autosom dominan
B. Syndactylia
C. Gangguan pendengaran konduktif sekunder karena fiksasi stapes
D. Saluran air koklea jelas secara histologis
E. Frontal menonjol, exophthalmus
F. Disostosis kraniofasial, hipoplastik maksila
G. Proptosis, saddle nose, high-arched palate, dan kadang-kadang spina bifida
H. Terjadi pada sekitar 1: 150.000 kelahiran hidup

Atr esia Aur is Kongenital


A. Autosom dominan
B. Keterlibatan unilateral atau bilateral
C. Kelainan telinga tengah dengan kelainan saraf ketujuh
D. Hidrosefalus interna
E. Retardasi mental
F. Epilepsi
G. Atresia Koana dan langit-langit mulut sumbing

Cleidocr anial Dysostosis


A. Autosom dominan
B. Hipoplastik klavikula atau tidak ada
C. Kegagalan penutupan tulang tengkorak
D. Gangguan pendengaran sensorineural

Penyakit Cr ouzon (Cr aniofacial Dysostosis)


A. Autosom dominan
B. Gangguan pendengaran pada sepertiga kasus
C. Gangguan pendengaran campuran dalam beberapa kasus
D. Sinostosis kranial
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

E. Exophthalmos dan juling yang berbeda


F. Parrot-beaked nose
G. Bibir atas pendek
H. Prognatisme mandibula dan maksila ringan
I. Hipertelorisme
J. Kanalis auditorius eksterna kadang atresia
K. Pembesaran kongenital dari tulang sphenoid
L. Penutupan prematur garis sutura kranial, kadang-kadang menyebabkan
retardasi mental

Sindr om Engelmann (Diaphyseal Dysplasia)


A. Autosomal dominan; mungkin resesif
B. Gangguan pendengaran campuran progresif
C. Penebalan kortikal progresif daerah diafisis tulang panjang dan tengkorak

Sindr om Hand-Hear ing


A. Autosom dominan
B. Kontraktur kongenital fleksi pada jari tangan dan kaki
C. Gangguan pendengaran sensorineural

Sindr om Klippel-Feil (Br evicollis, Wilder vanck)


A. Autosom resesif atau dominan
B. Kejadian pada wanita lebih besar dari pada pria
C. Gangguan pendengaran sensorineural bersamaan dengan anomali telinga
tengah
D. Leher pendek karena vertebra servikal yang menyatu
E. Spina bifida
F. Atresia kanal auditorius eksternal
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Madelung Defor mity (Ter kait dengan Dyschondr osteosis of Ler i-Weill)
A. Autosom dominan
B. Perawakan pendek
C. Dislokasi ulna dan siku
D. Gangguan pendengaran konduktif akibat malformasi okular dengan membran
timpani dan saluran auditorius eksternal normal
E. Fenomena Spina bifida
F. Rasio perempuan terhadap laki-laki 4: 1

Sindr om Mar fan (Ar achnodactyly, Ectopia Lentis, Ketulian)


A. Autosom dominan
B. Individu yang kurus dan lebar dengan jari-jarinya yang panjang
C. Pegion Brest
D. Skoliosis
E. Hammer Toes
F. Gangguan pendengaran campuran

Sindr om Mohr (Or al-Facial-Digital Syndr ome II)


A. Autosom resesif
B. Gangguan pendengaran konduktif
C. Bibir sumbing, high-arched palate
D. Lidah nodular berlobular
E. Broad Nasal Root, ujung hidung bifid
F. Hipoplasia mandibula
G. Polydactyly dan sindactyly

Osteopetr osis (Alber s-Schonber g Disease, Mar ble Bone Disease)


A. Autosom resesif (transmisi dominan jarang dilaporkan)
B. Gangguan pendengaran konduktif atau campuran
C. Kelumpuhan saraf facial yang berfluktuasi
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

D. Tulang sklerotik, rapuh karena kegagalan resorpsi tulang rawan terkalsifikasi


E. Kadang-kadang saraf kranial II, V, VII terlibat
F. Atrofi optik
G. Atresia dari sinus paranasal
H. Atresia Koana
I. Peningkatan kejadian osteomielitis
J. Bentuk luas: dapat menyebabkan kehilangan sumsum tulang, anemia berat, dan
kematian cepat
K. Hepatosplenomegali mungkin terjadi

Sindr om Oto-Facial-Cer vical


A. Autosom dominan
B. Depresi Radiks Nasi
C. Hidung sempit yang menonjol
D. Wajah memanjang yang menyempit
E. Maksila dan zygoma yang datar
F. Telinga yang menonjol
G. Fistula preauricular
H. Otot leher yang kurang berkembang
I. Gangguan pendengaran konduktif

Sindr om Oto-Palatal-Digital
A. Autosom resesif
B. Gangguan pendengaran konduktif
C. Dwarfisme ringan
D. Langit-langit mulut sumbing
E. Retardasi mental
F. Broad Nasal Root, hypertelorism
G. Frontal and occipital bossing
H. Mandibula kecil
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

I. Gemuk, clubbed digits


J. Low-set small ears
K. Winged scapulae
L. Malar Datar
M. Mata miring ke bawah
N. Mulut yang menurun

Penyakit Paget (Osteitis Defor mans)


A. Autosom dominan dengan penetrasi variabel
B. Sebagian besar gangguan pendengaran sensorineural tetapi juga gangguan
pendengaran campuran
C. Keterlibatan saraf kranial sesekali
D. Onset biasanya pada usia pertengahan, melibatkan tulang tengkorak dan tulang
panjang pada kaki
E. Tulang endokhondral (agak resisten terhadap penyakit ini)

Sindr om Pier r e Robin (Langit-Langit Sumbing, Mikr ognatia, dan Glossoptosis)


A. Autosomal dominan dengan penetrasi variabel (mungkin bukan karena
keturunan tetapi karena kerusakan selama intrauterin)
B. Terjadi dalam 1: 30.000 hingga 1: 50.000 kelahiran hidup
C. Glossoptosis
D. Mikrognatia
E. Langit-langit mulut sumbing (pada 50% kasus)
F. Gangguan pendengaran campuran
G. Kecacatan daun telinga
H. Retardasi mental
I. Hipoplastik mandibula
J. Sindrom Möbius
K. Stenosis subglotis tidak jarang
L. Aspirasi merupakan penyebab umum kematian
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Penyakit Pyle (Displasia Cr aniometaphyseal)


A. Autosomal dominan (resesif autosomal lebih jarang).
B. Gangguan pendengaran konduktif dapat dimulai pada usia berapa pun. Hal ini
progresif dan karena fiksasi stapes atau kelainan tulang pendengaran lainnya.
Gangguan pendengaran campuran juga mungkin terjadi.
C. Palsy saraf kranialis akibat penyempitan foramen.
D. Splayed appearance pada tulang panjang .
E. Atresia Koana.
F. Prognatisme.
G. Atrofi optik.
H. Obstruksi sinus dan saluran nasolakrimal.

Sindr om Roaf
A. Tidak Herediter
B. Ablasi retina, katarak, miopia, coxa vara, kyphoscoliosis, retardasi
C. Gangguan pendengaran sensorineural progresif

Simfalangia Pr oksimal Dominan dan Gangguan Pendengar an


A. Autosom dominan
B. Ankilosis sendi interphalangeal proksimal
C. Gangguan pendengaran konduktif di awal kehidupan

Sindr om Tr eacher Collins (Mandibulofacial Dysostosis; Fr anceschetti- Zwahlen-


Klein Syndr ome)
A. Autosom dominan atau intrauterin abuse
B. Fisura palpebra antimongoloid dengan kelopak bawah berlekuk
C. Malformasi ossicles (biasanya stapes normal)
D. Deformitas aurikularis, atresia saluran auditorius eksternal
E. Gangguan pendengaran konduktif
F. Fistula preauricular
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

G.Hipoplasia mandibula dan hipoplasia malar


H. "Fishmouth"
I. IQ normal
J. Biasanya keterlibatan bilateral
K. Dapat memiliki langit-langit mulut sumbing dan bibir sumbing
L. Penangkapan dalam perkembangan embrionik pada 6 sampai 8 minggu untuk
memberikan temuan di atas.

Sindr om van Buchem (Hyper ostosis Cor ticalis Gener alisata)


A. Autosom resesif
B. Pertumbuhan berlebih osteosklerotik umum dari skeletal termasuk tengkorak,
mandibula, tulang rusuk, dan tulang panjang dan pendek
C. Kelumpuhan saraf kranialis karena obstruksi foramina
D. Peningkatan serum alkali fosfatase
E. Gangguan pendengaran sensorineural progresif

Sindr om van der Hoeve (Osteogenesis Imper fecta)


A. Autosom dominan dengan ekspresivitas variabel.
B. Tulang rapuh, ligamen longgar.
C. Sklera biru atau jernih, triangular facies, dentinogenesis imperfecta.
D. Sklera biru dan gangguan pendengaran terlihat pada 60% kasus dan paling
sering dicatat setelah usia 20 tahun. Gangguan pendengaran konduktif dan disebabkan
oleh fiksasi stapes oleh otosklerosis. Gangguan pendengaran juga bisa disebabkan
oleh fraktur ossicular. (Beberapa menggunakan istilah van der Hoeve syndrome untuk
menggambarkan osteogenesis imperfekta dengan otosklerosis. Yang lain
menggunakan istilah secara bergantian dengan osteogenesis imperfekta terlepas dari
ada atau tidaknya otosklerosis.)
E. Kecacatan patologis dasar adalah "aktivitas osteoblastik abnormal."
F. Ketika beroperasi pada pasien seperti itu, penting untuk menghindari fraktur
cincin timpani atau proses panjang dari incus. Penting juga untuk menyadari
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

bahwa stapes footplate mungkin "floating."


G. Sklera mungkin telah meningkatkan kandungan mucopolysaccharide.
H. Pasien-pasien ini memiliki kalsium, fosfor, dan serum alkali fosfatase normal
I. Kadang-kadang, kerapuhan kapiler dicatat.

Tuli Kongenital Her editer Ber hubungan Dengan Kelainan Lainnya


Neur inoma Akustik (Diwar isi)
A. Autosom dominan
B. Gangguan pendengaran sensorineural progresif selama dekade kedua atau
ketiga kehidupan
C. Ataxia, kehilangan penglihatan
D. Tidak ada café au lait spot

Sindr om Alpor t (J uga Dijelaskan Sebelumnya)


A. Autosom dominan.
B. Nefritis progresif dan gangguan pendengaran sensorineural.
C. Hematuria, proteinuria mulai dekade pertama atau kedua kehidupan.
D. Pria dengan penyakit ini biasanya meninggal karena uremia pada usia 30tahun.
Perempuan tidak terlalu terpengaruh.
E. Ginjal dipengaruhi oleh glomerulonefritis kronis dengan infiltrat limfositik
interstitial dan foam cell.
F. Gangguan pendengaran sensorineural progresif dimulai pada usia 10 tahun.
Meskipun tidak dianggap berhubungan dengan jenis kelamin, gangguan
pendengaran mempengaruhi hampir semua pria tetapi tidak semua wanita.
Secara histologis, degenerasi organ Corti dan stria vascularis diamati.
G. Katarak Spherophalera.
H. Hipofungsi organ vestibular.
I. Menyumbang 1% dari tuli herediter.
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Sindr om Alstr öm
A. Autosom resesif
B. Degenerasi retina yang menyebabkan kehilangan penglihatan
C. Diabetes, obesitas
D. Gangguan pendengaran sensorineural progresif

Sindr om Cockayne
A. Autosom resesif
B. Dwarfisme
C. Retardasi mental
D. Atrofi retina
E. Gangguan motorik
F. Gangguan pendengaran sensorineural progresif secara bilateral

Kr etinisme Kongenital (Dapat dilihat Sebelumnya)


Kretinisme kongenital harus dibedakan dari sindrom Pendred.
A. Sekitar 35% hadir dengan gangguan pendengaran kongenital dari tipe
campuran (ireversibel).
B. Gondok (hipotiroid).
C. Retardasi mental dan fisik.
D. Perkembangan piramida petrosus yang tidak normal.
E. Penyakit ini tidak diturunkan secara Mendelian tertentu. Hal ini terbatas pada
lokasi geografis tertentu dimana terdapat kekurangan makanan.

Sindr om Duane
A. Autosomal dominan (beberapa resesif terkait jenis kelamin)
B. Ketidakmampuan untuk abduksi mata, retraksi bola mata
C. Mempersempit fisure palpebral
D. Torticollis
E. Cervical Rib
F. Gangguan pendengaran konduktif
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Sindr om Anemia Fanconi


A. Autosom resesif
B. Jempol yang tidak ada atau cacat
C. Malformasi kerangka, jantung, dan ginjal lainnya
D. Peningkatan pigmentasi kulit
E. Retardasi mental
F. Pansitopenia
G. Gangguan pendengaran konduktif

Fehr Cor neal Dystr ophy


A. Autosom resesif
B. Gangguan visual dan pendengaran sensorineural progresif

Sindr om Flynn-Air d
A. Autosom dominan
B. Miopia progresif, katarak, retinitis pigmentosa
C. Gangguan pendengaran sensorineural progresif
D. Ataksia
E. Nyeri tusuk di sendi

Fr iedr eich Ataxia


A. Autosom resesif
B. Nistagmus pada masa anak-anak, ataksia, atrofi optik pada anak, hiperrefleks,
dan gangguan pendengaran sensorineural

Sindr om Goldenhar (J uga Dijelaskan Sebelumnya)


A. Autosom resesif
B. Dermoid Epibulbar
C. Fistula preauricular
D. Fusi atau tidak adanya vertebra servikal
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

E. Koloboma mata
F. Gangguan pendengaran konduktif

Sindr om Hallgr en
A. Autosom resesif
B. Retinitis pigmentosa
C. Ataksia progresif
D. Retardasi mental pada 25% kasus
E. Gangguan pendengaran sensorineural
F. Merupakan sekitar 5% dari tuli herediter

Sindr om Her mann


A. Autosom dominan
B. Onset fotomioklonus dan gangguan pendengaran sensorineural selama masa
kanak-kanak atau remaja akhir
C. Diabetes mellitus
D. Demensia progresif
E. Pielonefritis dan glomerulonefritis

Sindr om Hur ler (Gar goylism)


A. Autosom resesif
B.Mucopolysaccharides abnormal disimpan dalam jaringan (ketika
mucopolysaccharides disimpan dalam neutrofil disebut badan Adler);
mukosa telinga tengah dengan foamy gargoyle cells pewarnaan PAS -positif
C. Chondroitin sulfate B dan heparitin dalam urin
D. Dahi menonjol dengan ciri wajah yang kasar dan telinga yang tidak teratur
E. Retardasi mental
F. Kekeruhan kornea progresif
G. Hepatosplenomegali
H. Gangguan pendengaran campuran
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

I. Dwarfisme
J. Penyimpanan serebral dari tiga gangliosida: GM3, GM2, dan GMK.
K. Defisiensi Beta-galactosides

Sindr om Hunter
Tanda-tanda sama dengan sindrom Hurler, kecuali bahwa mereka terkait jenis
kelamin.

Sindr om J er vell dan Lange-Nielsen (J uga Dijelaskan Sebelumnya)


A. Autosom resesif
B. Gangguan pendengaran sensorineural bilateral yang mendalam (frekuensi
tinggi lebih berat gangguannya)
C. Terkait dengan penyakit jantung (Prolong interval QT pada EKG) dan
penyakit Stokes-Adams
D. Sinkop berulang
E. Biasanya berakhir dengan kematian mendadak
F. Secara histopatologis, nodul positif PAS di koklea

Sindr om Laur ence-Moon-Bar det-Biedl


A. Autosom resesif
B. Dwarfisme
C. Obesitas
E. Retinitis pigmentosa
F. Retardasi mental
G. Gangguan pendengaran sensorineural

(Resesif) Malfor masi Low-set ears dan Gangguan Pendengar an Konduktif


A. Autosom resesif
B. Retardasi mental dalam 50% kasus
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

(Dominan) Insufisiensi Mitr al, Fusi Sendi, dan Gangguan Pendengar an


A. Autosom dominan dengan penetrasi variabel
B. Gangguan pendengaran konduktif, biasanya karena fiksasi stapes
C. Saluran auditorius eksternal yang sempit
D. Fusi vertebra servikal dan tulang karpal dan tarsal

Sindr om Möbius (Diplegia Wajah Bawaan)


A. Autosomal dominan, kemungkinan resesif
B. Diplegia wajah
C. Kelainan telinga eksternal
D. Ophthalmoplegia
E. Tangan atau kaki terkadang hilang
F. Retardasi mental
G. Paralisis lidah
H. Gangguan pendengaran campuran

(Dominan) Saddle Nose, Miopia, Katar ak, dan Gangguan Pendengar an


A. Autosom dominan
B. Saddle Nose
C. Miopia berat
D. Juvenile katarak
E. Gangguan pendengaran sensorineural yang progresif, cukup berat, dan onset
dini

Sindr om Nor r ie (J uga Dijelaskan Sebelumnya)


A. Autosom resesif
B. Kebutaan kongenital karena pseudotumor retini
C. Gangguan pendengaran sensorineural progresif dalam 30% kasus
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Sindr om Pendr ed (J uga Dijelaskan Sebelumnya)


A. Autosom resesif.
B. Jumlah variabel gangguan pendengaran bilateral akibat atrofi organ Corti.
Audiogram berbentuk A-U sering terlihat.
C. Pasien eutiroid dan berkembang menjadi gondok pada saat pubertas.
Dikatakan bahwa kecacatan metabolik adalah kesalahan iodinasi tirosin.
D. Uji perklorat positif.
E. Gondok diobati dengan hormon eksogen untuk menekan thyroid-stimulating
hormone (TSH)
F. IQ normal.
G. Tidak seperti kretinisme herediter, tulang piramid petrous berkembang dengan
baik.
H. Merupakan 10% dari ketulian herediter.

Penyakit Refsum (Her edopathia Atactica Polyneur itifor mis)


A. Autosom resesif
B. Retinitis pigmentosa
C. Polineuropati
D. Ataksia
E. Gangguan pendengaran sensorineural
F. Gangguan penglihatan biasanya dimulai pada dekade kedua
G. Ichthyosis sering hadir
H. Peningkatan kadar asam phytanic plasma
I. Etiologi: penyakit penyimpanan lipid neuronal dan hipertrofi polineuropati

(Resesif) Anomali Ginjal, Genital, dan Telinga Tengah


A. Autosom resesif
B. Hipoplasia ginjal
C. Malformasi genital internal
D. Malformasi telinga tengah
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

E. Gangguan pendengaran konduktif sedang hingga berat

Sindr om Richar ds-Rundel


A. Autosom resesif
B. Defisiensi mental
C. Hipogonadisme (penurunan estrogen urin, pregnandiol, dan 17 ketosteroid
total)
D. Ataksia
E. Pandangan nistagmus horizontal bilateral
F. Gangguan pendengaran sensorineural dimulai pada masa bayi
G. Kekurangan otot pada masa kanak-kanak dan tidak adanya refleks tendon
dalam

Sindr om Taylor
A. Autosom resesif
B. Microtia atau anotia unilateral
C. Hipoplasia tulang wajah unilateral
D. Gangguan pendengaran konduktif

Tr isomi 13 hingga 15 (Gr up D); Sindr om Patau


A. Letak pinnae rendah
B. Atresia kanal auditorius eksternal
C. Bibir sumbing dan langit-langit mulut sumbing
D. Koloboma kelopak mata
E. Mikrognatia
F. Fistula trakeoesofagal
G. Hemangioma
H. Penyakit jantung bawaan
I. Retardasi mental
J. Gangguan pendengaran campuran
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

K. Hipertelorisme
L. Insidensi adalah 0,45: 1000 kelahiran hidup
M. Biasanya meninggal pada usia dini

Tr isomi 16 hingga 18 (Gr up E)


A. Letak pinnae rendah
B. Atresia kanal eksternal
C. Micrognathia, high-arched palate
D. Posisi jari yang khas
E. Oksipital yang menonjol
F. Anomali Jantung
G. Hernias
H. Pigeon Brest
I. Gangguan pendengaran campuran
J. Insidensi adalah 0,25: 1000 hingga 2: 1000 kelahiran hidup
K. Ptosis
L. Biasanya kematian pada usia muda

Tr isomi 21 atau 22 (Down Syndr ome; G Tr isomy)


A. Kromosom ekstra pada no. 21 atau no. 22
B. Retardasi mental
C. Perawakan pendek
D. Brachycephaly
E. Oksipital datar
F. Mata sipit
G. Epicanthus
H. Strabismus, nistagmus
I. Terlihat dalam hubungannya dengan leukemia
J. Stenosis subglotis tidak jarang
K. Penurunan pneumatik atau tidak ada sinus renal dan sphenoid
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

L. Insidensi adalah 1: 600 kelahiran hidup

Sindr om Tur ner


A. Tidak diwariskan; mungkin karena kerusakan selama intrauterin
B. Garis rambut rendah
C. Webbed Neck
D. Letak puting yang berjauhan
E. XO; 80% negatif kromatin jenis kelamin
F. Gonadal aplasia
G. Insidensi adalah 1: 5000 kelahiran hidup (sindrom Klinefelter adalah XXY)
H. Kelainan bentuk tulang
I. Telinga letak rendah
J. Gangguan pendengaran campuran
K. Lobus telinga besar
L. Perawakan pendek
M. Kelainan pada jantung dan ginjal
N. Beberapa penderita hiposmia

(Dominan) Ur tikar ia, Amiloidosis, Nefr itis, dan Gangguan Pendengar an


A. Autosom dominan
B. Urtikaria berulang
C. Amiloidosis
D. Gangguan pendengaran sensorineural progresif karena degenerasi organ Corti,
osifikasi membran basilar, dan degenerasi saraf koklea
E. Biasanya kematian karena uremia

Sindr om Usher (Retinitis Pigmentosa Resesif Dengan Kelainan Kongenital Ber at)
(J uga Dijelaskan Sebelumnya)
A. Autosom resesif.
B. Retinitis pigmentosa sehingga menyebabkan hilangnya penglihatan progresif.
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Pasien biasanya benar-benar buta pada dekade kedua atau ketiga.


C. Pasien-pasien ini biasanya dilahirkan tuli akibat atrofi dari organ Corti. Dapat
mendengar frekuensi rendah pada beberapa pasien.
D. Ataksia dan disfungsi vestibular sering terjadi. Sindrom Usher, di antara
semua sindrom tuli kongenital, kemungkinan besar mencakup gejala
vestibular.
E. Ini merupakan 10% dari tuli herediter.
F. Sindrom Usher diklasifikasikan menjadi 4 jenis:
i. Tipe I: Tuli kongenital dalam dengan timbulnya retinitis pigmentosa pada
usia 10 tahun; tidak memiliki respons vestibular; merupakan 90% dari semua
kasus sindrom Usher.
ii. Tipe II: Tuli kongenital sedang hingga berat dengan timbulnya retinitis
pigmentosa pada remaja akhir atau awal dua puluhan; respon vestibular
normal atau menurun; merupakan 10% dari semua kasus
iii. Tipe III: Gangguan pendengaran progresif; retinitis pigmentosa dimulai
pada masa pubertas; merupakan kurang dari 1% dari semua kasus (tipe I, II,
dan III adalah resesif autosom)
iv. Tipe IV: pewarisan X-Linked; fenotip mirip dengan tipe II

Sindr om Well
A. Nefritis
B. Gangguan pendengaran
C. Autosomal dominan

Kelainan Telinga Ekster na


Deformitas kongenital tengah dan eksternal telah diklasifikasikan, tetapi klasifikasi ini
kurang umum digunakan dibandingkan dengan kelainan perkembangan telinga bagian
dalam.
Kelas I
A. Daun telinga normal dalam bentuk dan ukuran
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

B. Mastoid dan telinga tengah yang mengalami pneumatik


C. Abnormalitas osikular
D. Jenis yang paling umum
Kelas II
A. Microtia
B. Atresia kanalis dan ossikel abnormal
C. Aerasi mastoid dan telinga tengah normal
Kelas III
A. Microtia
B. Atresia kanalis dan ossikel abnormal
C. Telinga tengah dan mastoid kurang diaerasi
i. Deformitas eksternal tidak selalu berkorelasi dengan kelainan telinga
tengah.
ii. Pasien dengan kongenital footplate tertentu yang memiliki karakteristik
berikut bahwa membedakannya dari pasien dengan otosklerosis:
a. Onset selama masa kanak-kanak
b. Tidak progresif
c. Riwayat keluarga negatif
d. Gangguan pendengaran konduktif 50 hingga 60 dB datar
e. Carhart notch tidak ada
f. Tanda Schwartz tidak ada

Evaluasi dan Konseling Genetik


Dapatkan riwayat keluarga dengan terperinci. Cari sifat turun-temurun
yang mungkin terkait dengan gangguan pendengaran herediter sindromik,
seperti white forelock pada rambut, uban prematur, warna mata berbeda,
kelainan ginjal, rabun senja, rabun jauh, aritmia jantung masa kanak-kanak,
atau saudara kandung tiba-tiba mengalami kematian jantung. Evaluasi
audiologis harus dilakukan dalam semua kasus dugaan gangguan
pendengaran herediter. Untuk bayi dan pasien yang lebih muda, tes
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

electrophysiologi seperti kurang tidur atau sedasi auditory brain stem


response (ABR), refleks stapedius, dan otoacoustic emission (OAE) dapat
dilakukan. Audiogram yang berbentuk U atau cookie bite harus
mengingatkan dokter mengenai gangguan pendengaran keturunan. Tes fungsi
vestibular dapat membantu dalam diagnosis pasien dengan sindrom Usher.
Bergantung pada riwayat dan temuan fisik, evaluasi lebih lanjut, seperti
pencitraan atau studi laboratorium, dapat diindikasikan. Semua anak yang
didiagnosis dengan gangguan pendengaran harus dilakukan urinalisis untuk
menilai proteinuria dan hematuria. Tes lain harus dipesan sesuai kebutuhan,
misalnya, tes fungsi tiroid, elektrokardiogram, elektroretinogram, dan uji
pelepasan perklorat.
Studi radiografi harus dipesan berdasarkan kasus per kasus. CT scan
dapat membantu memvisualisasikan kelainan koklea, kelainan kanal
auditorius internal, dan displasia koklea. MRI dengan peningkatan
gadolinium adalah studi pilihan pada pasien dengan riwayat keluarga tipe NF
2. MRI juga digunakan ketika gangguan pendengaran progresif tetapi pada
CT scan normal. Risiko radiasi dari pemindaian CT perlu diperhitungkan
juga. Dalam menyelesaikan evaluasi intensif dan terkadang mahal, etiologi
spesifik gangguan pendengaran masih tetap tidak pasti.
Rentang risiko rekurensi atau keturunan terkhusus untuk keluarga
dengan anak tunggal, yang memiliki gangguan pendengaran yang tidak dapat
dijelaskan, adalah 10% hingga 16%. Setiap anak selanjutnya dengan
pendengaran normal yang lahir dari keluarga seperti itu akan mengurangi
kemungkinan bahwa kelainan tersebut memiliki etiologi genetik dan dengan
demikian mengurangi risiko kekambuhan. Demikian juga pada anak lain
yang lahir dengan kondisi yang sama dan mengalami gangguan pendengaran,
maka risiko kekambuhan meningkat karena kemungkinan komponen genetik
yang menyebabkan gangguan pendengaran meningkat.
Diagnosis, prognosis, dan estimasi risiko rekurensi adalah komponen
evaluasi genetik yang lengkap pada anak dengan dugaan gangguan genetik
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

pendengaran. Diagnosis yang tepat dengan pencarian yang tekun untuk


etiologi harus dilakukan. Tinjauan data klinis dan laboratorium oleh dokter
yang ahli dalam pengenalan pola dapat mengarah pada identifikasi suatu
sindrom atau pola keluarga yang digunakan berguna dalam memprediksi
perjalanan klinis kelainan yang mungkin terjadi. Diagnosis yang akurat juga
meningkatkan keakuratan estimasi risiko rekurensi. Studi di masa depan
tentang dasar genetik gangguan pendengaran dapat menggiringkan pilihan
pengobatan, seperti terapi gen, untuk memberikan rehabilitasi pendengaran
kepada pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA
Karmody C, Schuknecht HF. Dea ness in congenital dea ness. Arch
Otolaryngol.1966;83:18.
Loundon N, Marlin S, Busquet D, et al. Usher syndrome and cochlear implantation.
Otol Neurotol. 2003;24:216-221.
Merchant SN, McKenna MJ, Nadol JB Jr, et al. emporal bone histopathologic and
genetic studies in Mohr- ranebjaert Syndrome (DFN-1). Otol Neurotol.
2001;22:506-511.
Morton NE. Genetic epidemiology o hearing impairment. Ann NYAS.
1991;630:16-31.
Tamari M, Itkin P. Penicillin and syphilis o the ear. Eye Ear Nose T roat Mon.
1951;30:252, 301, 358.
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

1. Manakah dari berikut ini yang lain tentang gangguan pendengaran bawaan?
A. Sindrom Waardenburg adalah penyebab sindrom tuli AD yang paling umum.
B. Sindrom Usher adalah penyebab sindrom tuli AR yang paling umum.
C. Sebagian besar jenis gangguan pendengaran bawaan diwariskan dalam pola
dominan autosom.
D. Tes pelepasan perklorat dapat ditemukan abnormal pada pasien dengan
deformitas Mondini.
E. Sifilis kongenital dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan pusing
dengan gejala yang mirip dengan penyakit Meniere.

2. Seorang pasien laki-laki berusia 17 tahun datang dengan penurunan pendengaran


telinga kanan secara mendadak (gangguan pendengaran sedang) setelah terkena bola
basket. Tidak ada kehilangan kesadaran, atau gejala lain yang dicatat. Audiogram
mengkonfirmasi awal gangguan pendengaran di telinga kanan tanpa riwayat masalah
pendengaran sebelumnya. Tidak ada riwayat keluarga dengan gangguan pendengaran.
Langkah selanjutnya yang sesuai untuk membuat diagnosis yang paling mungkin
adalah
A. Meminta pemeriksaan ultrasonografi ginjal
B. Meminta pemeriksaan MRI dari kanal auditori internal (IAC) untuk
menyingkirkan patologi retrocochlear
C. Meminta pemeriksaan CT untuk mengesampingkan sindrom pembesaran kanal
vestibular
D. Pesan pemeriksaan Connexin 26 dalam darah
E. Rujuk untuk pemeriksaan genetik

3. Berapa persentase pasien dengan NF tipe 1 yang memiliki neuroma akustik dan
berapa persentase pasien engan NF tipe 2?
A. Lima persen dan 95%
B. Dua puluh persen dan 20%
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

C. Lima puluh persen dan 50%


D. Dua puluh lima persen dan 100%
E. Dua puluh lima persen dan 5%

4. Apa kecacatan dasar yang menyebabkan sindrom Alport?


A. Tubulus ginjal abnormal
B. Kolagen IV abnormal dalam glomerulus
C. Kolagen I abnormal dalam glomerulus
D. Arteri ginjal abnormal
E. Abnormal gap junction protein pada koklea dan glomerulus

5. Semua hal berikut dapat diobati dengan alat bantu dengar atau implan koklea
kecuali;
A. Mondini aplasia
B. Michel aplasia
C. Pembesaran kanal vestibular
D. Alexander aplasia
E. Scheibe aplasia

JAWABAN SOAL
1. B
2. B
3. A
4. B
5. D
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

Nama : Ester Puti Andyni Manalu


NIM : 1765050132

Saat ini dunia sedang diterpa oleh suatu bencana pandemi covid 19 yang
disebabkan oleh virus corona. Pertama kali infeksi virus Corona disebut COVID-19
(Corona Virus Disease 2019) ditemukan di kota Wuhan, China pada akhir bulan
Desember 2019. Virus ini menyebar dengan sangat cepat dan hampir ke seluruh
negara, termasuk Indonesia, hanya dalam waktu beberapa bulan. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), mengatakan bahwa wabah corona (Covid-19 masih
berstatus darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (public
BAB 17: Tuli Pendengaran Kongenital

health emergency of international concern/PHEIC), atau juga disebut sebagai darurat


kesehatan global.
Berbagai negara telah mengambil kebijakan untuk menanggulangi kasus corona
seperti lockdown, social distancing, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan
lainnya. Indonesia sedang melakukan tahapan PSBB dengan pembatasan proses
berjalannya perkantoran, kegiatan keagamaan, kegiatan di tempat atau fasilitas umum,
moda transportasi, serta pendidikan termasuk pendidikan profesi dokter. Menurut
saya kebijakan PSBB oleh pemerintah lebih baik dibandingkan diberlakukannya
lockdown karena bila dilakukannya lockdown akan menimbulkan krisis keuangan
yang lebih besar dan berdasarkan kemungkinannya akan terjadi kembali kasus corona
yang berulang seperti di Wuhan, China. Saat ini salah satu yang menentukan
keberhasilan penanggulangan corona adalah masyarakat. Bila masyarakat mengikuti
aturan pemerintah maka risiko penyebaran corona akan menurun.
Saat ini saya dan pengajar mengharuskan melanjutkan pendidikan dengan sistem
online namun hal itu memang merugikan karena tidak melihat pasien secara langsung
dan kebijakan universitas yang masih belum jelas mempengaruhi waktu
menyelesaikan pendidikan profesi kedokteran menjadi lama. Berbagai situasi seperti
sinyal internet, waktu belajar, motivasi diri krisis keuangan berdapak pada pendidikan
yang kurang merata. Dua stase telah kami lewati dengan sistem online, kami
bersyukur karena dosen kami meluangkan waktu untuk mengajarkan kami secara
online. Kami sangat mengharapkan hal ini dapat berjalan dengan baik disituasi
pandemi ini. Selain itu secara khusus saya dapat meluangkan waktu keluarga lebih
banyak dan melakukan aktivitas yang bermanfaat di rumah seperti memasak, olahraga,
nonton, bersih-bersih rumah, berdoa dan belajar. Semoga badai ini cepat berlalu
sehingga seluruh dunia dapat melakukan aktivitasnya lebih baik lagi.

Anda mungkin juga menyukai