Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis

1. Persalinan

a. Pengertian

Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput

ketuban keluar dari uterus ibu (Gulardiet al. 2008; h. 39). Dasar

asuhan persalinan normal adalah asuhan yang bersih dan aman

selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan

komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan, hipotermia, dan

asfiksia bayi baru lahir (Sarwono, 2009; h. 334).

Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia

kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya

penyulit. Persalinan (inpartu) dimulai sejak uterus berkontraksi dan

menyebabkan perubahan pada servik (membuka dan menipis) dan

berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. (Gulardi,et al.

2008; h. 39)

b. Faktor–faktor yang mempengaruhi persalianan menurut (Sujiatini,et al

2011; h. 26) yaitu:

1) Power atau kekuatan his dan meneran (Sarwono. 2009; h. 296)

His adalah salah satu kekuatan pada ibu yang

menyebabkan serviks membuka dan mendorong janin ke bawah.

Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan

turun dan mulai masuk kedalam panggul.

8
Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015
9

Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya

kontraksi uterus yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks,

dan mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Banyak energi

yang dikeluakan pada waktu ini. Karena Itu, penggunaan istilah in

labor (kerja keras) dimaksudkan untuk menggambarkan proses

ini. Kontraksi myometrium pada persalinan terasa nyeri sehingga

istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses

ini.

Menjelang persalinan, otot polos uterus mulai menunjukan

aktivitasi secara terkoordinasi, diselingi dengan sesuatu periode

relaksasi, dan mencapai puncaknya menjelang persalinan, serta

secara berangsur menghilang pada postpartum.

Tenaga meneran pasien akan semakin menambah

kekuatan kontraksi uterus. Pada saat pasien meneran, diagfragma

dan otot-otot dinding abdomen akan berkontraksi. Kombinasi

antara his dan tenaga meneran akan meningkatkan tekanan

intrauterus sehingga janin akan semakn terdorong ke luar.

Dorongan meneran akan semakin meningkat ketika pasien dalam

posisi yang nyaman (Sulistyawati, A. 2010; h. 26-31).

2) Cara meneran

a) Ibu meneran mengikuti dorongan alamiah selama kontraksi.

b) ibu menahan nafas saat meneran.

c) Minta untuk berhenti meneran dan istirahat diantara kontraksi

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


10

d) Ibu berbaring miring atau setengah duduk akan lebih mudah

untuk meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu

ditempelkan ke dada.

e) Beritahu ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran

f) Tidak dibolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu

melahirkan bayi.

3) Passage atau jalan lahir (Sujiatini,Dewi Purwaningsih, et al 2011;

h. 26-31)

Passage faktor jalan lahir di bagi menjadi: (a) bagian

keras: tulang-tulang panggul (rangka panggul), (b) bagian lunak:

otot-otot, jaringan-jaringan dan ligament ligament.

4) Passanger (janin dan plasenta)

c. Tanda dan gejala inpartu (APN. 2008; h. 29 )

1) Penipisan dan pembukaan serviks.

2) Kontraksi uterus yang mengakibatkan perubahan serviks

(frekuensi minimaln 2 kali dalam 10 menit).

3) Cairan lendir bercampur darah (“show”) melalui vagina.

d. Tahap-tahap persalinan (Sarwono, 2009; h. 297)

1) Kala I

Dimulai dari saat persalinan mulai sampai pembukaan

lengkap (10 cm). Proses ini dibagi dalam 2 fase: fase laten (8 jam)

serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam) serviks

membuka dari 3 sampai 10 cm. Kontraksi lebih kuat dan sering

selama fase aktif.

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


11

2) Kala II

Dari pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses

ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1 jam pada multi.

a) Tanda gejala kala II

(1) Ibu ingin meneran (dorongan meneran/doran)

Cara yang dilakukan dalam memimpin meneran:

(a) Dukungan kepala ibu yang akan melahirkan bayinya.

(b) Posisi meneran (ibu dibebaskan untuk memilih posisi

saat melahirkan, cara bernafas saat meneran.

b) Diagnosa pasti

(1) Pembukaan lengkap

(2) Kepala bayi terlihat pada introitus vagina

c) Fase pada kala II (Anderhold dan Robert)

(1) Fase I : fase tenang, mulai dari pembukaan lengkap

sampai timbul keinginan untuk meneran.

(2) Fase II : fase peneranan, mulai dari timbulnya kekuatan

untuk meneran sampai kepala crowning (lahirnya kepala)

(3) Fase III : fase perineal, mulai sejak crowning kepala janin

sampai lahirnya seluruh badan bayi.

d) Persiapan menolong lahirnya bayi

(1) Dengan adanya pengejanan yang berulang kali, kepala

akan membuka vulva. Bila kepala terlihat dengan diameter

6-8 cm, perineum ditahan dengan kain steril supaya

lahirnya dagu tidak terhambat. Bersama dengan tindakan

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


12

tersebut, tangan lain menahan belakang kepala supaya

tidak terjadi defleksi yang cepat.

(2) Dengan cara ini laserasi di vulva dapat dicegah, karena

lahirnya kepala diarahkan, hingga lingkaran yang melalui

vulva adalah yang terkecil. Bila diperlukan dilakukan

episiotomy, karena luka episiotomy umumnya lebih mudah

diperbaiki dan sembuh.

3) Kala III

Dimulai segera setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta

berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

4) Kala IV

Dimulaidari saat lahirnya plasenta sampai2 jam pertama

post partum.

2. Ruptur perineum

a. Definisi

Menurut Mochtar (1998) dalam penelitian Saras dan Evi

(2010) bahwa rupture perineum merupakan robekan yang terjadi

pada perineum dalam persalinan. Rupture perineum adalah

robekan yang terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas

apabila kepala janin lahir terlalu cepat (Rosmawar C. 2013)

Perineum merupakan daerah berbentuk wajik terletak diantara

kedua paha. Batas anterior, dan lateral perineum sama dengan batas

aperture pelvis inferior: simfisis pubis di anterior, ramus iskiopubikus

dan tuberositas iskiadicum di anterolateral, ligamentum sakrotuberale

di postero lateral, dan koksigisdi posterior (Williams, 2012; h. 20).

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


13

Menurut (Sarwono, 2010; h. 46) Robekan perineum dibagi

menjadi 4 tingkat yaitu:

1) Tingkat I: robekan terjadi hanya pada selaput lendir vagina

dengan atau tanpa mengenai kulit perineum..

2) Tingkat II: robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot

perinei transversalis, tetapi tidak mengenai otot sfingter ani.

3) Tingkat III: robekan mengenai perineum sampai dengan otot

sfingter ani.

4) Tingkat IV: robekan mengenai perineum sampai dengan otot

sfingter ani dan mukosa rectum.

Robekan sekitar klitoris dan uretra dapat menimbulkan

perdarahan hebat dan mungkin sangat sulit untuk diperbaiki.

b. Etiologi

Menurut (Sarwono, 2009; h. 526) robekan perineum biasanya

diakibatkan oleh beberapa faktor yaitu:

1) Episiotomy.

2) Robekan perineum spontan.

3) Trauma forsep atau vakum ekstraksi, atau karena versi ektraksi.

Menurut Harry dan William, (2010; h. 451-452) ada beberapa

faktor yang menyebabkan rupture perineum yaitu:

1) Robekan perineum dari faktor ibu meliputi inpartus presipitatus,

mengejan yang tidak efektif, dorongan fundus yang berlebih,

edema dan kerapuhan pada perineum, varikositas vulva, arcus

pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit, serta

perluasan episiotomy.

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


14

2) Faktor dari janin yaitu bayi besar, posisi kepala yang abnormal,

presentasi bokong, ekstraksi forceps, dystocia bahu,

hidrochepalus.

Menurut Manuaba (2011) beberapa faktor yang menyebabkan

ruptur perineum yaitu

1) Multiparitas

2) Disproporsi presentasi abnormal (letak lintang, letak dahi,

bokong).

3) Penggunaan oxsitosin yang tidak tepat.

Rupture perineum sering kali menimbulkan ketidak nyamanan

pada ibu pascapartum. Ketidak nyamanan tersebut disebabkan oleh

laserasi dan jahitan terhadap laserasi tersebut. Kebanyakan ibu

merasa takut untuk menyentuh bahkan membersihkan luka pada

perineum jika hal tersebut dibiarkan terjadi maka dapat menimbulkan

komplikasi antara lain: susah buang air besar, susah buang air kecil,

dan infeksi (Varney, 2008). Laserasi spontan pada vagina atau

perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian

laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak

terkendali. Kerjasama dengan ibu akan sangat bermanfaat saat

kepala bayi pada diameter 5-6 cm tengah membuka vulva (crowning)

karena pengendalian dapat mengurangi kemungkinan terjadinya

robekan.

Menurut penelitian Pravitasari S dan Anasari T (2009), bahwa

ruptur perineum dapat terjadi oleh adanya ruptur spontan maupun

episiotomi. Ruptur spontan yaitu luka pada perineum yang terjadi

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


15

karena sebab-sebab tertentu tanpa dilakukan tindakan perobekan

atau disengaja.

Menurut penelitian Saras dan Ayu (2010) robekan spontan

pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala dan bahu

dilahirkan. Kejadian robekan akan meningkat jika bayi dilahirkan

terlalu cepat dan tidak terkendali.

Luka yang tidak disengaja terjadi saat persalinan dan biasanya

tidak teratur dan ruptur perineum disengaja yaitu luka pada perineum

yang terjadi karena disengaja dilakukan pengguntingan atau

perobekan.

Menurut Sarwono (2010; h. 488) Pencegahan terjadinya

robekan perineum yaitu

1) Aplikasi handuk hangat pada perineum

2) Fasilitas fleksi kepala bayi agar tidak menyebabkan renggangan

mendadak.

3) Mengarahkan kepala agar perineum dilalui oleh diameter terkecil

saat ekspulsi.

4) Menahan perineum dengan regangan telunjuk dan ibu jari

Dari beberapa pendapat Sarwono (2010), Varney (2011),

Manuaba (2011) dapat diambil kesimpulan faktor-fakto penyebab

ruptur perineum yaitu:

1) Episiotomy

2) Distosia bahu

3) Bayi besar

4) Ekstraksi vakum

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


16

3. Penyebab terjadinya ruptur perineum

a. Karakteristik Responden

1) Usia

Menurut Oxorn pada penelitian Mustika S A dan E S

(2010) bahwa penyebab ruptur perineum antara lain: umur,

paritas, berat bayi lahir, dan posisi persalinan. Wanita yang

melahirkan anak usia <20 sampai >35 tahun juga merupakan

faktor risiko terjadinya perdarahan pasca perslainan yang dapat

mengakibatkan kematian maternal. Hal ini karena pada usia <20

tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang

dengan sempurna, sedangkan pada usia >35 tahun fungsi

reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya

komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih

besar.

2) Paritas

Menurut teori Prawirohardjo pada penelitian Mustika S A

dan Suryani E S (2010) paritas merupakan frekuensi ibu pernah

melahirkan anak, hidup atau mati tetapi buka aborsi, tingkat

paritas dijelaskan sebagai berikut: primipara adalah ibu yang

pernah melahirkan satu kal, sedangkan multipara adalah ibu yang

pernah melahirkan 2-4 kali.

Menurut teori Prawirohardjo pada penelitian Mustika S A

dan Suryani E S (2010) bahwa kejadian ruptur perineum dialami

oleh semua persalinan pertama tidak jarang pada ibu multipara.

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


17

b. Episiotomy

1) Definisi

Prinsip episiotomy adalah pencegahan kerusakan yang

lebih hebat pada jaringan lunak akibat renggang yang melebihi

kapasitas adaptasi atau elastisitas jaringan (Sarwono, 2010; h.

523)

Episiotomy adalah insisi yang dibuat melalui perineum

yang dilakukan sebelum melahirkan yang bertujuan untuk

memperluas jalan keluar bayi sehingg adapat mempermudah

dalam melahirkan (Sujiatini, et al. 2011; h. 67)

2) Guna episiotomy

Menurut (Sujiatini, et al. 2011; h. 67) kegunaan

dilakukannya episiotomy adalah

a) Membuat luka yang lurus sehingga mudah dijahit dan

penyembuhannya lebih baik

b) Mengurangi tekanan pada kepala anak

c) Mempersingkat persalinan kala II

d) Mengurangi kemungkinan rupture perineum totalis pada

episiotomy mediolateral dan lateral

3) Menurut Gulardi, et al. 2008 dan Sarwono (2009), bahwa Indikasi

untuk melakukan episiotomy untuk mempercepat kelahiran bayi

bila didapat :

a) Gawat janin dan bayi akan segera dilahirkan.

b) Penyulit kelahiran pervaginam (sungsang, distosia bahu,

ektraksi vakum)

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


18

c) Jaringan parut pada perineum atau vagina memperlambat

kemajuan persalinan.

d) Fasilitas untuk persalinan dengan tindakan atau menggunakan

instrumen.

e) Mencegah robekan perineum yang kaku atau diperkirakan

tidak mampu beradaptasi terhadap regangan yang berlebihan,

(misalnya: bayi yang sangat besar atau makrosomia)

Merubah kerusakan jaringan pada ibu dan bayi pada kasus

letak/presentasi abnormal (bokong, muka, ubun-ubun kecil di

belakang) dengan menyediakan tempat lebih luas untuk persalinan

yang aman. Resiko menurut (Sujiatini, et al, 2011; h. 68) yang bisa

terjadi karena episiotomi adalah

1) Kehilangan darah yang lebih banyak

2) Pembentukan hematoma

3) Kemungkinan infeksi lebih besar

4) Introitus lebih lebar

5) Luka lebih terbuka lagi.

c. Distosia bahu

1) Definisi

Distosia bahu adalah suatu keadaan diperlukannya

tambahan maneuver obsterik oleh karena dengan tarikan biasa

kearah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk melahirkan

bayi (Sarwono, 2009; h. 599).

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


19

Distosia bahu adalah tersangkutnya bahu janin dan tidak

dapat dilahirkan setelah kepala janin dilahirkan (Sujiatini, et al.

2011; h. 105)

2) Etiologi

Distosia bahu penyebab utamanya deformatas panggul,

kegagalan bahu untuk “melipat” ke dalam panggul (misalnya:

makrosomnia), fase aktif dan persalinan kala II yang pendek pada

multipara (Sarwono, 2010; h. 515)

3) Menurut Sujiatini, (2011; h. 105-106) dan Gulardi, et al. (2008)

Tanda dan gejala distosia bahu yaitu:

a) Kecurigaan bayi besar

b) Kemajuan lambat dari 7 sampai 10 cm, meskipun kontraksinya

baik.

c) Kemajuan lambat pada kala II

d) Kelahiran instrumental

e) Kemajuan lambat dan crowning serta kelahiran kepala lambat

f) Kepala seperti tertahan di dalam vagina.

g) Kepala lahir tetapi tidak terjadiputaran paksi luar.

h) Kepala sempat keluar tetapi tertarik kembali ke dalam vagina

(turtle sign)

4) Menurut Sarwono (2009; h. 516) Komplikasi yang dapat terjadi

yaitu:

Komplikasi yang dapat terjadi adalah perdarahan akibat

laserasi jalan lahir, episiotomy, ataupun atonia uteri.

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


20

d. Makrosomnia (bayi besar)

1) Definisi menurut WHO (2009)

Makrosomia adalah Bayi baru lahir dengan berat >4000 gram

a) Diagnosa

(1) Diagnose makrosomnia tidak dapat ditegakkan hingga bayi

dilahirkan dan ditimbang berat badannya. Namun, dapat

dilakukan pekiraan sebelum bayi dilahirkan untuk

mengantisipasi risiko distosia bahu, fraktur atau cedera

pleksius brakialis.

(2) Berat janin dapat diperkirakan dengan penilaian faktor

risiko ibu, pemeriksaan klinis atau pemeriksaan USG.

Rumusan Johnson untuk perkiraan berat janin

Berat janin (g) = tinggi fundus (cm) – n x 155

n=12 bila vertek sebelum lewat spinaiskhiadika

n =11 bila verteks sudah lewat spinaiskhiadika

Bila berat badan pasien > 91 kg, kurangi 1 cm dari tinggi

fundus

b) Menurut Manuaba. (2010; h. 286) faktor penyebab makrosomia

yaitu:

(1) Penyakit diabetes militus

(2) Kehamilan serotinus

(3) Riwayat janin terlalu besar

(4) Hamil dengan terlalu gemuk

c) Faktor presdisposisi

(1) Riwayat melahirkan bayi besar (>4000 gram) sebelumnya.

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


21

(2) Orang tua bertubuh besar, terutama obesitas pada ibu.

(3) Multiparitas

(4) Kehamilan lewat waktu

(5) Usia ibu yang sudah tua

e. Ektraksi vakum

1) Definisi

Ekstraksi vakum merupakan tindakan obstetrik yang

bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi

tenaga mengejan ibu dan ekstraksi pada bayi.Kerjasama dan

kemampuan ibu untuk mengekspresikan bayinya, merupakan

faktor yang paling penting dalam menghasilkan akumulasi tenaga

dorongan dengan tarikan kearah yang sama (Sarwono, 2009; h.

455).

2) Indikasi

a) Kala II lama dengan presentasi kepala belakang/vertes.

b) Kontra indikasi

c) Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka, bokong)

d) Panggul sempit (disproporsi kepala-panggul)

3) Menurut Sarwono. (2009; h. 455) syarat khusus dilakukannya

ekstraksi vakum yaitu:

a) Pembukaan lengkap atau hampir lengkap

b) Presentasi kepala

c) Cukup bulan (tidak prematur)

d) Tidak ada kesempitan panggul

e) Anak hidup dan tidak gawat janin

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


22

f) Penurunan HII/III

g) Kontraksi baik

h) Ibu kooperatif dan masih mampu untuk mengedan

4) Komplikasi

Komplikasi ekstraksi vakum meliputi laserasi kulit kepala

dan lebam, hematoma subgaleal, sefalhematoma, perdarahan

intracranial, icterus neonatorius, perdarahan subkonjugtiva, fraktur

klavikula, distosia bahu, cedera nervus krnialis ke enam dan

ketujuh, erb palsy, perdarahan retina, dan kematian janin

(Williams, 2012; h.120)

Menurut pendapat harry oxorn dan William R. Forte

menjelaskan bahwa komplikasi yang akan terjadi akibat vakum

ektraksi yaitu perdarahan, trauma jalan lahir dan infeksi.

B. KERANGKA KONSEP

Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori, maka dapat

disusun kerangka konsep penelitian ini dapat sebagai berikut:

Variable bebas variabel terikat

Faktor-faktor Ruptur perineum


penyebab ruptur
perineum
Bagan 3.1

Dalam bagan 3.1 menjelaskan bahwa kerangka konsep dalam

penelitin yang berjudul “Gambaran Faktor-faktor Penyebab terjadinya Ruptur

Perineum pada Persalinan Pervaginam di RSUD KRT Setjonegoro 2014”

terdapat satu variabel bebas yaitu faktor-faktor penyebab ruptur perineum (

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015


23

Paritas, Episiotomi, Bayi Besar, Distosia Bahu, Vakum Ekstraksi)

(Prawirohardjo S, 2008).

C. KERANGKA TEORI

Faktor-faktor
penyebab ruptur
perineum:
Fisiologis
Persalinan 1. paritas Ruptur perineum
2. Episiotomy
Patologi
3. Bayi besar
4. Distosia
bahu
5. Ekstraksi
vakum

Keterangan:

: diteliti

: tidak diteliti

(Prawirohardjo S, 2008).

Gambaran Faktor-Faktor..., Anggia Chalimatus Sa'diyah, Kebidanan DIII UMP, 2015

Anda mungkin juga menyukai