Anda di halaman 1dari 23

KEKHALIFAHAN BANI UMAYAH

DISUSUN OLEH :
FALDY ANANTA NIM 0301182103

PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTASN ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
T.A 2018/2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan nikmat
kesempatan juga kesehatan, sehingga makalah ini selesai pada waktunya. Salawat
dan salam kita ucapkan kepada baginda Nabi Muhammad saw., semoga kita
termasuk hamba yang mendapatkan syafaatnya di hari kemudian nanti.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada dosen pembimbing Bapak Prof. Dr.
H. Abbas Pulungan yang telah membimbing kami sehingga bisa menyelesaikan
makalah ini sesuai waktu yang telah ditentukan. Terimakasih juga kepada teman-
teman yang turut serta dalam terselesaikannya makalah ini untuk memenuhi tugas
pribadi mata kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dengan judul Kekhalifahan
Umayah. Dalam makalah ini dibahas beberapa materi yang meliputi “Khalifah
Bani Umayyah di Damaskus, Khalifah Bani Umayyah di Andalusia, Perluasan-
perluasan Wilayah Bani Umayah, Peristiwa-peristiwa Penting Catatan Sejarah
Islam Pada Masa Bani Umayyah, Integrasi Umat Islam dengan Penduduk Dengan
segala keterbatasan yang ada, kami telah ber usaha dengan segala upaya
menyelesaikan makalah ini, maka penulisan makalah ini kami mohon maaf
bahwasanya makalah ini dikatakan masih belum sempurna baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca untuk memperbaiki makalah ini.

Medan, 23 Juni 2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Bani Umayyah atau kekhalifahan Umaiyah adalah kekhalifahan Islam


pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661-750 M di
jazirah Arab yang berpusat di Damaskus, Syiria, serta dari 756-1031 di Cordoba-
Andalusia, Spanyol. Masa kekhalifahan Bani Umayyah hanya berumur 90 tahun
yaitu dimulai pada masa kekuasaan Muawiyah bin Abi Sufyan, dimana
pemerintahan yang bersifat Islamiyyah berubah menjadi kerajaan turun-temurun.
Yaitu setelah Al-Hasan bin ‘Ali bin Abi Thalib menyerahkan jabatan kekhalifahan
kepada Muawwiyah dalam rangka mendamaikan kaum muslimin yang pada saat
itu sedang dilanda fitnah akibat terbunuhnya Utsman bin Affan yakni pada
peristiwa perang Jamal dan penghianatan dari orang-orang Khawarij dan Syi’ah.
Nama Dinasti Umayyah diambil dari nama nenek moyang mereka yaitu
Umayyah bin Abdi Syams bin Abdimanaf. Ia adalah salah seorang terkemuka
dalam dalam persukuan pada zaman Jahiliyah, bergandeng dengan pamannya
Hasyim bin Abdimanaf. Umayyah dan Hasyim berebut pengaruh politik dalam
proses-proses sosial-politik pada zaman Jahiliyah, namun Umayyah lebih
dominan. Hal itu disebabkan karena ia merupakan pengusaha yang kaya, dan
memiliki harta yang melimpah. Harta dan kekayaan menjadi faktor dominan
untuk merebut hati di kalangan Qureisy, sehingga Hasyim tidak dapat
mengimbangi keponaknnya tersebut.
Dari dinasti Umayyah ini terdapat 14 Khalifah yang bergantian memimpin
dalam masa pemerintahan, dimulai dari Muawwiyah (661) sampai dengan
Marwan II (750).

\\
BAB II
PEMBAHASAN

A. Khalifah Bani Umayyah di Damaskus


1. Muawiyah (661-680 M)
Muawiyah lahir empat tahun menjelang Rasulullah menjalankan dakwah di
kota Makkah. Riwayat lain menyebutkan ia lahir dua tahun sebelum diuusnya
Muhammad ‫ ﷺ‬menjadi nabi. Beberapa riwayat mengatakan
bahwa Muawiyah memeluk Islam bersama ayahnya, Abu Sufyan bin Harb dan
ibunyan Hindun binti Utbah tatkala terjadi Fathul Makkah. Namun, riwayat lain
menyebutkan bahwa Muawiyah masuk Islam pada peristiwa Umrah Qadha’ tetapi
ia menyembunyikan keislamannya sampai peristiwa Fathul Makkah.
Dalam menjalankan pemerintahannya, Muawiyah merubah kebijaksanaan
pendahulunya. Kalau pada masa empat khalifah sebelumnya pengangkatan
khalifah dilakukan dengan cara pemilihan, maka Muawiyah merubah kebijakan
itu dengan cara turun temurun. Karenanya khalifah penggantinya adalah Yazid bin
Muawiyah, putranya sendiri.
a. Keberhasilan Militernya
Pada masa kekuasaan muawiyah, kemajuan besar diperoleh ditimur. Orang-
orang dari Herat memberontak,dan mereka ditindas pada tahun 661 M. Dua tahun
kemudian Kabul juga diserbu. Operasi-operasi yang sama juga dilancarkan
terhadap Ghazna, Balkh dan Kandahar serta benteng bentengn lainnya. Pada tahun
676 M Bukhara direbut, dan dua tahun kemudian Samarkand dan Tirmid
diduduki. Di timur jauh, tentara muslim lainnya dibawah pimpinan Mahalib, anak
Abu Sufra, maju sampai ketengah sungai Indus. Demikianlah Muawiyah
menggabungkan seluruh Asia Tengah sampai ke daerah-daerah pinggiran anak
benua Indo-Pakistan ke dalam kekuasaannya.
b. Pengepungan Konstantinopel
Suatu kesatuan ekspedisi di bawah pimpinan Yazid berlayar menuju
Dardanela dan berlabuh disana. Selama enam tahun umat Islam mengepung
Konstantinopel, ibukota kerajaan Kristen, dan selama enam tahun keberanian
bangsa Romawi dan benteng kota yang tidak bisa direbut itu membuat mereka
dapat bertahan. Karena ditekan dari mana-mana, Muawiyah memerintahkan
penarikan pasukan dari pengepungan itu
c. Pemerintahan
Muawiyah adalah orang pertama dalam Islam yang mendirikan suatu
departemen pencatatan (diwanul-kahatam), setiap peraturan yang dikeluarkan oleh
khalifah harus disaliin di dalam suatu register. Kemudian yang asli harus disegel
dan dikirim ke alamat yang dituju.
Muawiyah membentuk dua sekretariat, sekretariat Imperium (pusat) yang
medianya berbahasa Arab, dan sekretariat provinsi yang medianya berbahasa
Yunani dan Persia. Muawiyah memisahkan antara urusan keuangan dari urusan
pemerintahan. Dan untuk memungut pajak dia mengangkat seorang pejabat yang
disebut Sahibul Kharaj.
2. Yazid bin Muawiyah
Yazid bin Muawiyah menjabat sebagai khalifah menggantikan ayahnya,
Muawiyah bin Abu Sufyan pada usia 34 tahun.
a. Tragedi Karbala
Orang-orang kufa merintih karena kekejaman dan penyalahgunaan
pemerintahan oleh gubernur provinsi yang diangkat oleh Yazid. Oleh karena itu
mereka memutuskan untuk membantu Imam Hussain melawan Yazid, dan untuk
itulah dia di undang ke kota.
Laporan orang-orang muslim itu mendorong kepergian Imam Hussain, dan
dia pergi ke kufa bersama kira-kira 200 orang sanak saudara beserta para
sahabatnya. Sementara itu, Ubaidullah bin Ziyad mengirimkan satu pasukan yang
terdiri atas 4000 orang dibawah pimpinan Umar bin Saad untuk menemui Imam
Hussain dan para pendukungnya. Ubaidullah menekan Umar agar tidak
mengabulkan permintaan Imam Hussain, tetapi terus maju dan menuntut
penyerahan tidak bersyarat dari Imam Hussain.Imam Hussain berusaha
menagguhkan pertempuran itu selama beberapa saat agar dia dapat menambah
kekuatannya. Akan tetapi, melihat pihak musuh tidak mau mengabulkan
permintaannya, diapun bertekad untuk berperang bagaimanapun hasilnya. Pada
tanggal 10 Muharam pagi hari, Imam Hussain siap dengan pasukannya yang kecil
untuk meneruskan perang. Ubaidullah memerintahkan Shimar untuk membawa
Imam Husain ke Kufa, hidup atau mati. Korban pertama dari serangan musuh
adalah Qasim, kemenakannya anak Imam Hussain. Akhirnya Imam Hussain yang
kehausan bersama bayinya, Ali Asghar di dalam peluknya pergi ketepi sungai
Efrat, tetapi panah-panah musuh tidak memberikan kesempatan kepadanhya untuk
pergi lebih jauh, anaknya terkena panah dan meninggal. Akhirnya Imam Husain
tertembus anak panah dan memaksanya untuk merebahkan diri karena banyaknya
darah yang keluar. Sehingga musuh musuh menyerang dan memenggal batang
leher Hussain. Lalu kepala itu diserahkan kepada Ubaidullah bin Zaid.
Kabar ini tersebar ke seluruh dunia Islam. Cerita tentang kejadian itu
menambah kebencian dan kemarahan orang-orang Madinah. Mereka bangkit dan
terang-terangan menentang kekuasaan Yazid. Orang-orang madinah menghadapi
pasukan Yazid di Harah, dan disana terjadin pertempuran mati-matian, orang
madinah dikalahkan dan mengalami kerugian besar.
Kemudian pasukan itu menuju Makkah, tempat Abdullah bin Zubair bangkit
sebagai lawan Khalifah. Ia datang untuk menghadapi pasukan Yazid. Selama dua
bulan kota suci itu dikepung, dan semua kekejian ditembuskan kepadanya. Dalam
pertempuran yang terjadi setelah itu, Ka’bah dan tempat suci lainnya mengalami
kerusakan, akan tetapi pada saat itu Yazid meninggal
3. Muawiyah II (64 H/583 M)
Yazid digantikan oleh anaknya, Muawiyah II. Dia adalah seseorang yang
berwatak lembut. Kemudian terjadilah suatu masa krisis dan ketidakpastian,
ketika timbul perselisihan antar suku secara besar-besaran diantara orang-orang
Arab sendiri. Kematian Muawiyah II, setelah memerintah selama hanya enam
bulan, diikuti dengan masa peralihan pemerintahan dan pecahnya perang saudara
keduadi dalam Islam. Abdullah bin Zubair diakui sebagai khalifah seluruh Hijaz,
Irak, dan Khorasan. Al-Khufa juga beralih kepihak Ibnu Zubair
4. Marwan I (64-66 H/683-685 M)
Setelah Muawiyah II meninggal, ia digantikan oleh saudaranya Khalid.
Sementara itu Abdullah bin Zubair diakui sebagai khalifah di kedua kota suci.
Mesir, Basra, dan Kufa juga mengakui kekuaannya. Bani Umayah di Siria terbagi,
sebagian dari Siria bahkan sebagian dari Damaskus mendukung Abdullah bin
Zubair. Bani Umayah hampir ambruk. Akan tetapi, usia tua Marwan tidak
memadamkan kejeniusannya dalam tipu daya. Ia berhasil memperoleh dukungan
dari sebagian orang Siria dangan cara menyuap dan memberikan berbagai hak
kepada kepala-kepala suku mereka. Selanjutnya marwan melancarakan serangan
kepada para pengikut Zubair. Suatu pertempuran terjadi di Marj Rahat, beberapa
kilometer disebelah timur laut Damaskus. Untunglah bagi Marwan Ibnu Zubair
tidak keluar dari Makkah. Seandainya Zubair keluar dari Makkah, Ibnu Zubair
akan dapat menghancurkan Dinasti Umayah. Marwan memperoleh kemenangan
dan para pasukan Ibnu Zubair dimusnahkan.Siria dan Mesir jatuh ketangan
Marwan. Namun kesulitan belum berakhir dia harus menghadapi para “penyesal”
dari kufa. Mereka menyesali pembelotan dari tujuan Imam Hussain dan
keluarganya. Mereka mengangkat senjata, bersumpah untuk membalas dendam
atas kematian Imam Hussain. Pemimpin mereka adalah sualiman, mereka
membunuh sejumlah besar orang Umayah. Namun orang kufa akhirnya
dikalahkan pasukan Marwan dengan jumlah pasukan yang lebih besar. Sulaiman
dan para pengikutnya dibunuh.
Setelah mengetahui bahwa kondisinya cukup terjamin, Marwan menarik
kembali janjinya yang telah diberikan kepada Khalid. Dia juga memaksa Amar,
yang telah dijanjikan menjadi Ahli waris kekhalifahan untuk menyerahkan haknya
atas takhta kepada anak-anak Marwan, yaitu Abdul Malik dan Abdul Aziz. Hal itu
menyakiti hati Ibu Khalid yang dikawini Marwan dengan tujuan untuk
merukunkan kembali para pendukung Khalid. Suatu hari Marwan sangat
menghinan Khalid, dan ibunya marah lalu membunuh Marwan.
5. Abdul malik
Abdul Malik bin Marwan menjabat khalifah kelima Dinasti Umayyah pada
usia 39 tahun. Ia menjadi khalifah atas wasiat ayahnya, Marwan bin Hakam.
Selama 21 tahun memerintah ia dianggap khalifah perkasa, negarawan berwibawa
yang mampu memulihkan kesatuan kaum Muslimin.
Setelah selesai pengangkatan baiat di Masjid Damaskus pada 65 Hijriyah,
Khalifah Abdul Malik bin Marwan naik mimbar dan menyampaikan pidato
singkat namun tegas yang dicatat sejraah. Di antara isi pidato itu adalah, “Aku
bukan khalifah yang suka menyerah dan lemah, bukan juga seorang khalifah yang
suka berunding, bukan juga seorang khalifah yang berakhlak rendah. Siapa yang
nanti berkata begini dengan kepalanya, akan kujawab begini dengan
pedangku.Setelah ia turun dari mimbar, sejak saat itu wibawanya dirasakan oleh
segenap hadirin. Mereka mendengarkan ucapannya dengan rasa hormat dan
kepatuhan.
Sementara itu, posisi Khalifah Abdullah bin Zubair yang berkedudukan di
wilayah Hijaz yang meliputi Makkah dan Madinah, semakin kuat. Ia berhasil
mengamankan wilayah Irak dan Iran yang sempat dicemari aliran Syiah yang
menyesatkan. Ia menempatkan saudaranya, Mush’ab bin Zubair untuk menjadi
gubernur di wilayah itu. Di mata masyarakat, posisi Abdullah bin Zubair semakin
kuat. Para jamaah haji yang datang dari berbagai penjuru, “terpaksa” berbaiat
kepadanya saat mereka datang ke Makkah. Khalifah Abdul Malik tak bisa
membiarkan hal itu. Ia pun mempersiapkan segalanya untuk menundukkan
kekuasaan Abdullah bin Zubair.
Mengawali rencananya, Abdul Malik tak langsung menyerang pusat
kekuasaan Abdullah bin Zubair di Makkah dan Madinah. Pasukan besarnya
bergerak menaklukkan wilayah Irak, Iran, Khurasan dan Bukhara, yang
merupakan sumber dana Abdullah bin Zubair. Mush'ab bin Zubair wafat dan
jabatan gubernurnya diambil oleh Bashir bin Marwan, saudara Khalifah Abdul
Malik bin Marwan. Usia gubernur ini memang masih muda. Ia didampingi oleh
penasihat terpandang yang dikenal sejarah; Musa bin Nushair.
Setelah berhasil merebut wilayah Irak dan sekitarnya, Khalifah Abdul Malik
mengerahkan 3.000 tentara di bawah pimpinan Hajjaj bin Yusuf. Pasukan besar
itu pun berangkat dan akhirnya tiba di Thaif, sekitar 120 kilometer dari Makkah.
Pasukan Abdullah bin Zubair yang semula ditempatkan di bagian utara Madinah,
dikerahkan ke Thaif.
Pertempuran pun berlangsung. Pasukan Abdullah bin Zubair porak-poranda.
Abdullah bin Zubair gugur tertusuk pedang. Nyawa putra sahabat Nabi dari
kalangan Muhajirin yang pertama kali lahir di Madinah itu, menemui Rabb-nya
setelah sekitar 9 tahun memerintah. Ia wafat pada Jumadil Awal 73 Hijriyah.
Pada tahun 77 Hijriyah, Abdul Malik bin Marwan menyerang Romawi
untuk merebut Asia Kecil dan Armenia. Pertempuran cukup dahsyat terjadi
sehingga menyebabkan 200.000 kaum Muslimin gugur. Pihak Romawi menderita
kekalahan lebih dari itu. Namun pasukan Islam berhasil menguasai Mashaisha di
bawah pimpinan Panglima Abdullah bin Abdul Malik. Bersamaan dengan itu,
Khalifah Abdul Malik bin Marwan juga mengirim 40.000 pasukan berkuda
menuju Afrika Utara di bawah pimpinan Hasan bin Nu’man yang dibantu oleh
pasukan dari Mesir dan Libya. Melalui perjuangan cukup panjang, akhirnya
pasukan itu bisa mengalahkan pasukan Romawi dan menduduki benteng Kartago.
Pasukan Hasan bin Nu’man juga berhasil menghalau serangan suku Barbar di
bawah pimpinan Ratu Kahina di wilayah Aljazair. Ratu Kahina selanjutnya
dijatuhi hukuman mati.
Pada tahun 81 Hijriyah, sebuah armada laut siap berangkat dari pelabuhan
Tunisia. Perjalanan pun dimulai. Daerah demi daerah berhasil dibebaskan. Ketika
pasukan kaum Muslimin sedang merangkai kemenangan demi kemenangan itulah,
Abdul Malik bin Marwan wafat. Ia mewariskan banyak hal dalam sejarah
keemasan Islam. Pada masa pemerintahannya dibentuk Mahkamah Tinggi untuk
mengadili para pejabat yang menyeleweng atau bertindak semena-mena terhadap
rakyat. Selain itu, Abdul Malik juga mengganti bahasa resmi negara dengan
bahasa Arab yang sebelumnya menggunakan bahasa Persia atau Romawi. Abdul
Malik juga mendirikan bangunan seperti pabrik senjata dan kapal perang di
Tunisia. Ia juga membangun Masjid Umar atau Qubbatush Shakra’ di Yerusalem
dan memperluas Masjidil Haram di Makkah.
Dalam sejarah, Abdul Malik dikenal dengan “Abdul Muluk” atau ayah para
raja atau khalifah. Dijuluki demikian karena keempat anaknya sempat menjadi
khalifah Bani Umayyah menggantikannya. Mereka itu adalah Walid, Sulaiman,
Yazid, dan Hisyam. Abdul Malik bin Marwan meninggal dunia pada pertengahan
bulan Syawwal tahun 86 Hijriyah dalam usia 60 tahun. Ia meninggalkan karya
besar bagi sejarah Islam.
6. Walid Bin Abdul Malik
Walid Abdul Abbas bin Abdul Malik bin Marwan bin Hakam lahir pada
tahun 48 Hijriyah. Ia menjabat khalifah menggantikan ayahnya, Abdul Malik bin
Marwan tahun 84 Hijriyah atau 705 Masehi. Setelah menjadi khalifah, ia langsung
membenahi infrastruktur fisik, pengiriman pasukan untuk memperluas wilayah
dakwah dan kekuasaan Islam serta melakukan reformasi sosial. Pada 711 Masehi,
Walid bin Abdul Malik mengutus satu armada laut ke Hindustan. Pasukan yang
dipimpin oleh Muhammad bin Qasim itu akhirnya menaklukkan negeri Sind dan
Nepal.
Walid memerintah selama 10 tahun. Panglima pasukan Islam pada
zamannya, dikerahkan untuk melakukan ekspansi dakwah ke berbagai belahan
dunia. Panglima Qutaibah bin Muslim diutus untuk menaklukkan negeri di
seberang sungai Dajlah. Turki, Shagd, Syaas, Farghanah, hingga Bukhara,
akhirnya tudnduk di bawah pemerintahan Bani Umayyah. Di sisi lain, negeri
Khurasan takluk dengan damai. Berbeda dengan Samarkand, Kashgar, Turkistan
yang takluk dengan peperangan di bawah pimpinan Qutaibah bin Muslim. Musa
bin Nushair, Gubernur Afrika mengirim Thariq bin Ziyad untuk menaklukkan
pulau Shamit tahun 91 H. Thariq adalah budak Musa bin Nushair yang telah
dimerdekakan. Bahkan ia telah diangkat menjadi panglima perang. Dalam
misinya, Thariq berhasil mengalahkan Spanyol (Ishbaniyah).
Pahlawan legendaris satu ini terkenal dengan taktiknya membangkitkan
semangat pasukannya yang hampir mundur. Akhirnya, mereka tak punya pilihan
kecuali maju berjihad mengalahkan Spanyol. Ia kemudian bermarkas di sebuah
bukit di Spanyol yang kini dikenal dengan Jabal Thariq (Gibraltar). Masing-
masing bekas tuan dan budak itu, Musa bin Nushair dan Tariq bin Ziyad, berhasil
menunaikan tugas melebarkan sayap Islam. Praktis seluruh daratan Spanyol
dikuasai pasukan Muslim pada 86 H (715 M), pada masa pemerintahan Khalifah
Walid bin Abdul Malik.
Penaklukan Spanyol oleh Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad
memberikan pengaruh positif pada kehidupan sosial dan politik. Timbul revolusi-
revolusi sosial dan kebebasan beragama semakin diakui. Kediktatoran dan
penganiayaan yang biasa dilakukan oleh orang Kristen digantikan toleransi yang
tinggi dan kebaikan umat Islam. Pemerintahan Islam sangat baik dan bijak dalam
menjalankan pemerintahannya. Ini membawa efek luar biasa terhadap kalangan
Kristen, bahkan para pendetanya. Seorang penulis Kristen pernah berkata,
“Muslim-Muslim Arab itu mengorganisir kerajaan Cordoba dengan baik. Ini
sebuah keajaiban di abad pertengahan. Mereka mengenakan obor pengetahuan,
peradaban, kecemerlangan dan keistimewaan bagi dunia Barat. Saat itu Eropa
dalam kondisi percekcokan, kebodohan dan gelap.”
Pada saat kekuasaan Islam berkembang dan menguasai wilayah-wilayah
Spanyol, Romawi, Hindustan, dan lain-lain, Khalifah Walid mengkonsentrasikan
pembangunan fisik. Sarana-sarana fisik dan infrastruktur untuk kemakmuran
rakyat dibangun di mana-mana. Ia memerintahkan pembangunan sumur air di
Madinah dan renovasi jalan-jalan umum Dialah yang membangun rumah sakit
pertama kali dalam sejarah Islam. Para penyandang cacat dan kaum dhuafa
dilarang keluar ke tempat umum. Mereka ditempatkan di panti jompo dan para
pengurusnya digaji dan difasilitasi oleh negara. Para tuna netra diberikan
pembantu yang juga ditanggung negara. Negara juga memberikan gaji kepada
para ahli Al-Qur’an.
Khalifah Walid juga membangun sarana rumah singgah bagi para musafir
dan pendatang. Masjid Nabawi di Madinah dan Masjid Al-Aqsha dibangun
kembali oleh Walid. Ia juga memprakarsai pembangunan masjid besar di
Damaskus yang dikenal dnegan Al-Jami’ Al-Umawi. Pembangunan masjid agung
ini menelan biaya 11.200.000 dinar kala itu Tak heran bila Adz-Dzahabi
mengatakan, Walid bin Abdul Malik telah menegakkan jihad dan melakukan
penaklukan di negeri-negeri seperti yang dilakukan Umar bin Al-Khathab.
Seorang sejarawan juga pernah berujar, “Jika Muawiyah yang mendirikan negara
Bani Umayyah, maka Walid bin Abdul Malik yang menegakkannya sampai
teguh.” Walid bin Abdul Malik meninggal tahun 96 Hijriyah di Damaskus.
Kekhalifahan digantikan oleh saudaranya, Sulaiman bin Abdul Malik
7. Sulaiman Bin Abdul Malik
Sulaiman bin Abdul Malik naik tahta sebagai khalifah menggantikan
saudaranya, Walid bin Abdul Malik, pada usia 42 tahun. Ia hanya memerintah
selama dua tahun (97 H-99 H). Menurut sebagian ahli sejarah, menjelang
wafatnya, Walid bin Abdul Malik tidak sempat menunjuk seseorang sebagai
pengganti. Para pemuka keluarga Bani Umayyah akhirnya memutuskan Sulaiman
bin Abdul Malik sebagai Khalifah Ketujuh Daulah Umayyah di Damaskus, Syria.
Saat itu Sulaiman sendiri berada di kota Ramallah. Ia baru mengetahui berita
wafatnya Walid setelah sepekan kemudian. Begitu menjabat khalifah, banyak
perubahan yang dilakukan Sulaiman bin Abdul Malik. Yang terbesar adalah
pergantian beberapa pejabat penting pemerintah. Inilah yang membuat puncak
kejayaan Daulah Umayyah menurun. Sebelumnya, Abdul Malik bin Marwan dan
Walid bin Abdul Malik menempatkan tokoh-tokoh terkuat di beberapa daerah.
Misalnya, Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim ditempatkan di wilayah
timur, sedangkan Musa bin Nushair dan Thariq bin Ziyad ditempatkan di wilayah
barat. Sulaiman bin Abdul Malik memberhentikan ketiga tokoh tersebut.
Musa bin Nushair, penakluk Spanyol dan Portugal, tiba di Damaskus tiga
hari sebelum Walid bin Abdul Malik wafat. Tanpa alasan yang bisa diterima,
Musa bin Nushair diberhentikan dan dibuang ke Madinah. Dua tahun kemudian,
tokoh ini wafat. Putra Musa bin Nushair, Abdul Malik bin Musa yang menjabat
gubernur wilayah Afrika di Kairawan juga diberhentikan. Sebagai penggantinya
diangkatlah Muhammad bin Yazid. Sedangkan Abdul Azis bin Musa, putra Musa
bin Nushair yang menjabat gubernur di wilayah Andalusia yang berkedudukan di
Toledo, dikudeta oleh pasukannya sendiri dan gugur dalam sebuah peperangan.
Sebagai penggantinya, Sulaiman bin Abdul Malik mengangkat Abdurrahman Ats-
Tsaqafi.
Sementara itu, Hajjaj bin Yusuf meninggal terlebih dahulu daripada Walid
bin Abdul Malik. Namun demikian, keluarganya tak ada yang luput dari kebijakan
Kalifah Sulaiman. Mereka yang masih memegang jabatan langsung
diberhentikan.Tindakan fatal lainnya yang dilakukan Khalifah Sulaiman bin
Abdul Malik adalah membebaskan para tahanan politik di Irak dan Iran. Dilihat
dari sudut kemanusiaan, sekilas tindakan ini positif. Namun di sisi lain, mereka
yang menentang pemerintahan selama ini menjadi bebas berbuat apa saja. Ketika
masih hidup, Hajjaj bin Yusuf dan Qutaibah bin Muslim sepakat untuk
mengangkat Abdul Azis bin Walid sebagai calon pengganti sang khalifah.
Namun, Walid bin Abdul Malik meningga sebelum sempat menetapkan
keputusan itu. Itulah yang membuat Khalifah Sulaiman tidak senang dengan
Hajjaj dan Qutaibah. Rasa tidak senang itu sudah terbaca oleh Qutaibah. Apalagi
ketika melihat tindakan Khalifah Sulaiman terhadap keluarga Hajjaj dan Musa bin
Nushair. Qutaibah bin Muslim menggerakkan rakyat Khurasan untuk
memberhentikan Khalifah Sulaiman.
Namun kekuatannya kalah. Ia gugur dalam peperangan. Sebagai gantinya
diangkatlah Wakki At-Tamimi. Sedangkan jabatan Hajjaj bin Yusuf tak pernah
diisi lagi. Khalifah Sulaiman menunjuk Yazid bin Muhallib sebagai gubernur
wilayah Irak dan Iran. Karena kemampuannya, Yazid bin Muhallib diangkat
menjadi gubernur wilayah Khurasan menggantikan Wakki At-Tamimi.
Selanjutnya, gubernur Yazid melebarkan sayap kekuasaannya ke daerah
Tabaristan dan Jurjan. Sementara itu, kemenangan Panglima Maslamah bin Abdul
Malik di daerah Asia Kecil pada masa pemerintahan Khalifah Walid bin Abdul
Malik, membuat geger imperium Romawi Timur. Hal itu membangkitkan minat
Khalifah Sulaiman untuk menaklukkan Konstantinopel. Ia pun mempersiapkan
bala bantuan berkuatan 120.000 orang untuk memperkuat pasukan saudaranya.
Khalifah Sulaiman sendiri ikut dalam pasukan itu. Namun ia terpaksa berhenti di
Caesarea wilayah Galtia karena sakit. Sedangkan Maslamah dan pasukannya
meneruskan perjalanan. Pasukan Romawi tidak mengadakan perlawanan. Mereka
bertahan di benteng Konstantinopel dalam kepungan pasukan kaum Muslimin
yang cukup lama.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik wafat dalam usia 45 tahun.
Keinginannya untuk menaklukkan ibukota Konstantinopel gagal. Di antara yang
dapat dikenang pada masa pemerintahannya adalah menyelesaikan pembangunan
Masjid Al-Jami’ Al-Umawi yang dikenal megah dan agung di Damaskus.
Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik mempunyai seorang putra mahkota bernama
Ayyub bin Sulaiman yang sudah ia siapkan sebagai penggantinya. Namun sayang,
sang putra meninggal dunia sebelum niat ayahnya tercapai. Khalifah Sulaiman
berniat mencalonkan putranya yang lain, namun karena masih terlalu muda, Raja’
bin Haiwa’, seorang tabiin penasihat utama istana menyarankan agar niat itu
ditunda. Raja’ mengusulkan nama Umar bin Abdul Azis. Lobi yang dilakukan
Raja’ berhasil. Umar bin Abdul Azis pun diangkat sebagai khalifah kedelapan
pengganti Sulaiman bin Abdul Malik. Sejarah pun membuktikan, pilihan sang
ulama tidak meleset. Pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Azis, Daulah
Umayyah mengalami kegemilangan, sehingga para ahli sejarah menjuluki Umar
bin Abdul Azis sebagai Khalifah Ar-Rasyidah kelima setelah Ali bin Abi Thalib.
8. Umar Bin Abdul Aziz
Ketika masih kecil, Umar bin Abdul Aziz sering mengunjungi paman dari
ibunya, yaitu Abdullah bin Umar bin Khattab. Dia mendapat berbagai cerita
tentang kehebatan Umarbin Khattab dari pamannya, sehingga ia pernah
mengungkapkan keinginannya kepada sang ibu bahwa ia bercita-cita agar dapat
hidup sebagaimana kakeknya itu. Kehidupannya banyak di Madinah sebelum
ayahnya meninggal dunia pada tahun 704 M. Sepeninggal ayahnya, dia diajak
oleh pamannya yang bernama Abdul Malik bin Marwan ke damaskus kemudian
dinikahkan dengan putrinya bernama fatimah binti Abdul Malik.
Masa muda Umar bin Abdul Aziz dihabiskan untuk menuntut ilmu di
Madinah, ketika itu Madinah satu-satunya pusat ilmu pengetahuan dan sentral
peradaban Islam. Di Madinah pula para ulama hadits dan tafsir berkumpul. Hasil
dari belajarnya itu sangat berfengaruh terhadap kepribadiannya dalam
melaksanakan amanah ketika ia menduduki tahta kekhalifahan pada Dinasti
Umayyah.
Seiring dengan pola hidup dan gaya kepemimpinannya, Khalifah Umar bin
Abdul Aziz banyak meninggalkan hasil dari usaha-usahanya baik dalam bisang
agama, ilmu pengetahuan, sosial politik, ekonomi, militer, serta dakwah dan
perluasan wilayah.
a. Bidang Agama
Berikut adalah usaha Khalifah Umar bin Abdul Aziz dalam bidang agama.
1) Menghidupkan kembali ajaran Al-Quran dan sunah nabi.
2) Mengadakan kerja sama dengan ulama-ulama besar seperti Hasan Al-
Basri dan Sulaiman bin Umar.
3) Menetapkan hukum bedasarkan syariah dengan tegas
4) Mengupayakan pengumpulan hadits-hadits untuk dipilah antara hadits
shahih dan palsu yang dikerjakan oleh Imam Muhammad bin Muslim bin
Syihab Az-Zuhri.
b. Bidang Pengetahuan
Di bidang ilmu pengetahuan, Khalifah Umar bin Abdul Aziz serius
mengadakan pendalaman berbagi ilmu pengetahuan. Dia memindahkan sekolah
kedokteran dari Iskandariyah (Mesir) ke Antioka dan Harran (Turki).
c. Bidang Sosial politik
Di bidang sosial politik, Khalifah Umar bin Abdul Aziz melaksanakan
gebrakan besar-besaran antara lain:
1) Mengutamkan perilaku politik yang berlandaskan nilai kebenaran dan
keadilan.
2) Mengutus delegasi untuk mengawasi kinerja para gubernur di berbagai
daerah agar tetap menerapkan kebenaran dan keadilan dalam memimpin,
3) Menggeser kedudukan gubernur yang tidak melaksanakan perintah agama
dengan kaffah dan menzalimi rakyat.
d. Bidang Ekonomi
Upaya yang dilakukan Khalifah Umar bin Abdul Aziz di bidang ekonomi
antara lain:
1) Meringankan pajak bagi rakyat
2) Menerbitkan aturan tentang pelaksanaan timbangan dan takaran
3) Memberantas model kerja paksa
4) Memberdayakan lahan pertanian, irigasi, membangun sumur-sumur dan
jalan raya.
5) Memperhatikan fakir miskin dan anak yatim.
d. Bidang Militer
Khalifah Umar bin Abdul Aziz tidak mengutamakan bidang militer dalam
kepemimpinannya, artinya dia tidak memiliki angkatan perang yang kuat. Hal itu
disebabkan kepemimpinannya berorientasi pada uapay menciptakan
kesejahteraaan rakyat. Sehingga ia lebih cenderung memperioritaskan
pembangunan dalam negeri.
f. Bidang Dakwah dan Perluasan Wilayah
Sebagaimana orientasi kepemimpinannya, maka Khalifah Umar bin Abdul
Aziz berkeyakinan bahwa untuk memperluas wilayah kebih efektif bila dilakukan
melalui dakwah dan penekanan pada amar ma’ruf nahi munkar, bukan
menggunakan kekuatan militer.
9. Khalifah Yazid II
Umar II digantikan Yazid II, anak ketiga Abdul Malik, pemerintahannya
ditandai dengan bangkitnya kebali konflik anatar kaum Mudhariyah dengan
Yamaniyah. Dibawah Yazid, kaum Yamaniyyah harus menerima seluruh
pembalasan dari kaum Mudhariyah. Ketika Yazid memperoleh kekuasaan, karena
dipengaruhi oleh istrinya, dia bertekad untuk membalas dendam kepada Yazid bin
Muhallib. Kemudian kedua pasukan tersebut bertemu di medan Akra, di tepi
kanan Sungai Efrat. Dan Yazid bin Muhallib dikalahkan dan dibunuh, hal itu
membuat kedua golongan ini menggoncangkan seluruh imperium rab kedalam
serangkaian pertikaian berdarah yang berujung pada melemahnya bangsa Arab.
Pemerintahan Yazid ynang singkat dan memalukan itu hanya mempercepat
proses kehancuran imperium Umayyah. Pada waktu pemerintahn inilah
propaganda bagi keturunan bani Abbas mulai dilancarkan secara aktif.

10. Hisyam
Setelah kematian Yazid II, saudaranya, Hisyam, naik tahta. Pada sat tahta ia
harus menghadapi kesulitan-kesulitan yang serius. Kedamaian dan kesentosaan
imperium itu terganggu oleh perselisihan antara bani Umayyah dan bani Hasyim.
Propaganda Abbasiyah telah mengisyaratkan nasib dinasti itu. Pemerintahannya
yang lunak dan jujur banyak jasanya dalam pemulihan bagi keamanan dan
kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-
kesalahan para pendahulunya, dan dinasti itu sedang menurut ke arah kejatuhan
yang tidak menyenangkan. Pada saat-saat yang paling berbahaya itu muncul
sejumlah kesulitan lainnya, yaitu serbuan orang-orang Turkoman dan Khazar dari
Utara, persaingan antara kaum Mudhariyah dari kaum Yamaniyah (Himariyah),
dan bangkitnya kaum Khawarij yang fanantik.

11. Walid II (125-126 H/ 743-744 M)


Hisyam digantikan oleh Walid II, anak Yazid II. Oleh para penulis Arab dia
dilukiskan sebagai “Orang yang tidak bermoral, pemabuk, dan pelanggar perintah
ilahi”. Dia tidak memperhatikan kaidah moral yang umum dan menjalani
kehidupan yang korup dan jahat. Pada permulaannya dia menunjukkan kebaikan-
kebaikan kepada fakir miskin, orang lemah dan jompo, dan karena itu dia
memperoleh popularitas. Akan tetapi, kepopulerannya ini terhapus dan
digugurkan oleh temperamennya yang cepat berubah dan sifat pendiamnya yang
sering berakhir dalam perbuatan jahat. Dia ternyata sangat kejam terhadap
saudara-saudara sepupunya, anak-anak Walid. Khalid Al-Qasri diserahkannya
kepada musuhnya yang jahat, Yusuf, yang membunuhnya. Pada masa
pemerintahan inilah Yahya, anak Zaid, dari bani Ali, dibunuh dengan kejam.
Walid yang tidak senonoh dan tidak bermoral itu segera kehilangan simpati
rakyat. Yazid, anak Walid, bangkit memberontak terhadapnya. Orang-orang
Yamaniyah yang sangat menderita oleh Walid dengan sepenuh hati mendukung
Yazid. Rakyat menyerang istananya dan membunhnya.
12. Yazid III (126 H/ 744 M)
Setelah kematian Walid II, Yazid diangkat untuk menduduki takhta. Dia
adalah penguasa yang adil dan takwa. Ia menghapuskan pajak-pajak tertentu dan
memberhentikan pejabat-pejabat Negara yang tidak jujur. “Seandainya dia hidup
cukup lama, mungkin dia akan mampu membuktikan pemerintahan yang cakap.
Akan tetapi, pemerintahannya terlalu singkat dan terlalu banyak gangguan untuk
melakukan pembaharuan atau perbaikan.” Ia meninggal dunia setelah memerintah
selama enam bulan. Dia digantikan oleh saudaranya, Ibrahim, yang hanya
memerintah 2 bulan 10 hari. Dia tidak termasuk ke dalam kategori khalifah..
13. Marwan II (127-132 H/ 744-750 M)
Bani Umayyah terakhir
Marwan II naik tahta ketika bani Umayyah sedang mengalami masa yang
penuh pergolakan dan perselisihan. Kekuatan-kekuatan yang sedang berselisih itu
berusaha untuk meruntuhkannya. Kaum Yamaniyah yang gagal memperoleh
keuntungan daripadanya tetap memusuhinya. Mereka bangkit menentang
kekuasaanya kapan saja hal itu dapat dilakukan. Kaum Khawarij berusaha
menimbulkan gangguan-gangguan di berbagai bagian negeri itu. Propaganda
Abbasiyah juga menyebar luas dengan lebih intensif di bagian timur imperium itu.
Pusat kerusuhan yang utama ialah Khurasan, tempat bani Abbas memusatkan
kegiatannya. Pertengkaran antara kaum Himyariyah dan Mudhariyah berlangsung
sengit. Kaum Abbasiyah memanfaatkan sebaik-baiknya keadaan anarkis ini
disebelah timur. Abu Muslim, pemimpin bani Abbas, memancangkan panji-panji
Abbasiyah dengan berhasil diberbagai kota di sebelah timur itu. Abu Muslim
mengeluarkan manifesto yang mengajak para pengikut Hasyimiah untuk bangkit.
Tentara pendudukan Umayyah dipukul mundur dari Heart dan tempat-tempat
lainnya di timur jauh.
Sementara itu, keadaan politik provinsi-provinsi sebelah timur mulai
memburuk. Marwan mengangkat mata-mata untuk mencari orang yang menjadi
organisator kerusuhan itu. Ditemukanlah bahwa keturunan Abbas, Ibrahim, adalah
orang yang menjadi atasan Abu Muslim. Marwan menyuruh dia ditangkap. Akan
tetapi, hal ini tidak berpengaruh terhadap nasib baik gerakan Abbasiyah. Kahtaba,
jenderal Abu Muslim yang termasyhur itu, kemudian maju ke sebelah barat.
Mereka menyeberangi sungai Efrat dan sampai ke medan Karbala, tempat Imam
Hussain syahid. Berkobarlah pertempuran yang sangat dahsyat dan yang penuh
harapan itu. Yazid, Gubernur bani Umayyah untuk Irak, dikalahkan. Kahtaba mati
tenggelam di sungai atau gugur di medan tempur. Anaknya Hasan, mengambil
alih komando dan memaksa Yazid untuk mundurk ke Wasit. Dengan demikian
Kufa dapat direbut.
Tidak lama kemudian, Ibrahim meninggal tertimpa sebuah rumah yang
ambruk. Sebelum meninggal, Ibrahim mencalonkan saudaranya Abdul Abbas,
sebagai penggantinya. Abdul Abbas menerima gelar “As-Saffah” yang artinya si
Haus Darah.
Sementara itu, peristiwa-peristiwa berlangsung dengan cepat di timur. Pada
tahun 749 M anak Marwan dikalahkan oleh Abu Ayun. Di Damaskus bani
Umayyah memberikan suatu perlawanan, tetapi kota itu direbut, gubernurnya
dibunuh, dan ibu kota Siria, serta praktis seluruh imperium, beralih ke tangan
Abbasiyah. Marwan diburu dari satu tempat ke tempat lain. Akhirnya dia
ditemukan di Mesir dan dibunuh di sana. Dengan demikian, berakhirlah karir
salah seorang penguasa yang penuh semangat pada zamannya, dan bersamanya
binasalah dinasti Umayyah.
B. Perluasan Wilayah Pada Masa Bani Umayah.
Ekspansi gelombang kedua ini dimulai di zaman Dinasti Umayyah setelah
era Khulafaur Rasyidin berakhir. Mu’awiyah bin Abi Sufyan, sebagai pendiri dan
khalifah pertama pada dinasti itu, melanjutkan kebijakan ekspansi Islam yang
sempat terhenti sejak tahun-tahun akhir kekuasaan Usman bin Affan hingga
kekuasaan Ali bin Thalib tumbang.
Mu’awiyah mengutus Uqbah bin Nafi untuk mengadakan ekspansi Islam ke
wilayah Afrika Utara hingga berhasil merebut Tunis. Di sanalah pada tahun 50 H,
Uqbah mendirikan kota baru bernama Qairawan yang selanjutnya terkenal sebagai
salah satu pusat kebudayaan Islam. Tidak cukup sampai di situ, Mu’awiyah juga
berhasil mengadakan perluasan wilayah Islam dari Khurasan sampai Sungai Oxus
dan Afghanistan sampai ke Kabul. Angkatan laut Muawiyah juga dengan gagah
berani menyerang Konstantinopel, ibu kota Bizantium.
Sedangkan ekspansi ke timur ini kemudian terus dilanjutkan kembali pada
masa khalifah Abdul Malik bin Marwan. Abdul Malik bin Marwan mengirim
tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukkan Balkanabad
(Turkeministan), Bukhara (Uzbekistan), Khwarezmia (Iran), Fergana
(Uzbekistan) dan Samarkand (Uzbekistan). Tentaranya bahkan sampai ke India
dan menguasai Balukhistan, Sind dan daerah Punjab sampai ke Multan (Pakistan).
Dalam upaya perluasan daerah kekuasaan Islam pada masa Bani Umayyah,
Muawiyah selalu mengerahkan segala kekuatan yang dimilikinya untuk merebut
kekuasaan di luar Jazirah Arab, antara lain upayanya untuk terus merebut kota
Konstantinopel. Ada tiga hal yang menyebabakan Muawiyah terus berusaha
merebut Byzantium. Pertama,karena kota tersebut adalah merupakan basis
kekuatan Kristen Ortodoks, yang pengaruhnya dapat membahayakan
perkembangan Islam.Kedua, orang-orang Byzantium sering melakukan
pemberontakan ke daerah Islam.Ketiga, Byzantium termasuk wilayah yang
memiliki kekayaan yang melimpah. Pada waktu Bani Umayyah berkuasa, daerah
Islam membentang ke berbagai negara yang berada di benua Asia dan Eropa.
Dinasti Umayyah, juga terus memperluas peta kekuasannya ke daerah Afrika
Utara pada masa Kholifah Walid bin Abdul Malik.
Ekspansi ke barat secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman Al-Walid
bin Abdul-Malik. Masa pemerintahan al-Walid adalah masa ketenteraman,
kemakmuran dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa
pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu
ekspedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya, benua Eropa, yaitu
pada tahun 711 M. Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukan, Tariq bin
Ziyad, pemimpin pasukan Islam, dengan pasukannya menyeberangi selat yang
memisahkan antara Maroko (magrib) dengan benua Eropa, dan mendarat di suatu
tempat yang sekarang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara
Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi
selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Cordoba, dengan cepatnya dapat dikuasai. Dalam
peperangan tersebut, tentara Kristen Spanyol di bawah pimpinan Raja Roderick
pun dapat dikalahkan oleh pasukan Islam yang dipimpin Tariq bin Ziad. Dengan
kekalahan itu, pintu untuk memasuki Spanyol menjadi terbuka lebar. Toledo –
yang notabene ibukota Spanyol waktu itu—berhasil direbut. Sedangkan kota-kota
lain seperti Sevilla, Malaga, Elvira dan Cordova, juga tak luput dari penaklukan
tentara Islam.
Selanjutnya, Cordova kemudian menjadi ibukota pemerintahan Islam yang
tetap menginduk ke pusat pemerintahan Islam di Kufah. Spanyol yang telah
menjadi daerah Islam lantas dikenal dalam bahasa Arab dengan sebutan Al-
Andalus. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena
mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat
kekejaman penguasa.
Pada masa kekhalifahan Hisyam bin Abdul Malik, pasukan Islam juga
berupaya melakukan ekspansi ke wilayah Perancis. Saat itu, upaya ekspansi
terutama dipimpin oleh Abdurrahman bin Abdullah al-Ghafiqi. Ekspansi tersebut
juga dilakukan al-Ghafiqi karena termotivasi oleh kesuksesan penaklukan atas
Spanyol oleh Thariq bin Ziad dan Musa bin Nushair.
Bersama balatentaranya, al-Ghafiqi menyerang kota-kota seperti Bordeux
dan Poitiers. Dari kota Poiters, al-Ghafiqi berangkat untuk menyerang kota Tours.
Tetapi dalam perjalanan itu antara kedua kota itu, iaditahan oleh Charles Martel.
Ekspansi ke Perancis pun gagal. Al-Ghafiqi bersama pasukannya akhirnya
mundur kembali ke Spanyol. Meski sempat gagal karena ditahan Charles Martel,
pasukan Islam tetap berupaya menyerang beberapa wilayah di Perancis, seperti
Avignon dan Lyon pada tahun 743 M.
Pada zaman Dinasti Umayah pula, pulau-pulau yang terdapat di Laut
Tengah, Majorca, Corsica, Sardinia, Crete, Rhodes, Cypurs dan sebagian Sicilla
juga berhasil ditaklukkan oleh imperium Islam. Ekspansi yang dilakukan Dinasti
Umayyah inilah yang membuat Islam menjadi imperium besar pada zaman itu.
Berbagai bangsa yang melintasi berbagai ras dan suku di berbagai pelosok dunia
bernaung dalam satu pemerintahan Islam.
Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, baik di timur maupun
barat, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah ini betul-betul sangat luas.
Daerah-daerah itu meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, Jazirah Arab,
Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, Pakistan, Turkmenistan,
Uzbekistan, dan Kirgistan di Asia Tengah.
Menurut Prof. Ahmad Syalabi, penaklukan militer di zaman Umayah
mencakup tiga front penting, yaitu sebagai berikut:
1) Front melawan bangsa Romawi di Asia kecil dengan sasaran utama
pengepungan ke ibu kota Konstatinopel, dan penyerangan ke pulau-pulau
di Laut Tengah.
2) Front Afrika Utara. Selain menundukan daerah hitam Afrika, pasukan
muslim juga menyeberangi Selat Gibraltar, lalu masuk ke Spanyol.
3) Front timur menghadapi wilayah yang sangat luas, sehingga operasi ke
jalur ini dibagi dua arah. Yang satu menuju utara ke daerah-daerah di
seberang sungai Jihun (AmmuDarye). Sedangkan yang lainya kearah
selatan menyusuri Sind, wilayah India bagian barat.
Kejayaan Dinasti Umayyah ditandai dengan capaian ekspansinya yang
sangat luas. Langkah ekspansi ini menunjukkan stabilitas politik Umayyah yang
cukup mapan. Perluasan di masa Umayyah meliputi:
a. Perluasan ke Wilayah Barat
Muawiyah berusaha mematahkan imperium Bizantium, dengan merebut
Kota Konstantinopel. Oleh karena itu selalu dilakukan pengintaian dan ekspedisi
ke Wilayah Romawi (Turki). Kota itu dikepung pada tahun 50 H/670 M kemudian
pada tahun 53-61 H/672-680 M, namun tidak berhasil ditaklukan. Muawiyah
membentuk pasukan laut yang besar yang siaga di Laut Tengah dengan kekuatan
1.700 kapal. Dengan kekuatan itu dia berhasil memetik berbagai kemenangan. Dia
berhasil menaklukan pulau Jarba di Tunisia pada atahun 49 H/669 M, kepulauan
Rhodesia pada tahun 53 H/673 M, kepulauan Kreta pada tahun 55 H/624 M,
kepulauan Ijih dekat Konstatinopel pada tahun 57 H/680 M. Muawiyah juga
menyerang pulau-pulau Sisilia dan pulau-pulau Arward.
1) Penaklukan di Afrika Utara
Pada zaman Utsman, orang-orang Arab telah mencapai Barqah dan Tripoli
di Libia, kemudian Muawiyah bertekad merebut kekuasaan dari Romawi di
Afrika Utara. Pada tahun 41 H/661 M Benzarat berhasil ditaklukkan, Qamuniah
(dekat Qayrawan) ditaklukkan pada tahun 45 H/ 665 M, Sasat juga ditaklukkan
pada tahun yang sama. Uqbah bin Nafi’ berhasil menaklukanSirt dan Mogadishu,
Tharablis, dan menaklukan Wadan kembali. Dengan dukungan orang Barbar dia
mengalahkan tentara Bizantium di Ifriqiyah (Tunisia). Pada tahun 670 M Uqbah
mendirikan kota Qayrawan sebagai kota Islam. Kur sebuah wilayah di Sudan
berhasil pula ditaklukan. Akhirnya, penaklukan ini sampai ke wilayah Maghrib
Tengah (Aljazair).
2) Ekspansi ke Spanyol
Setelah Berjaya di Afrika Utara, tentara Islam ingin melanjutkan
ekspansinya ke daratan Eropa. Tariq bin Ziyad berhasil menaklukkan kota
Cordova, Granada dan Toledo (Toledo di masa itu adalah ibu kota kerajaan Ghot).
Kemudian ia berhasil menaklukkan kota-kota Spanyol dan merebut kota Karma,
Barcelona, dan Saragosa.
b. Perluasan ke Wilayah Timur
Kawasan Timur (Negeri Asia Tengah dan Sindh). Negeri-negeri Asia
Tengah meliputi kawasan yang berada diantara sungai Sayhun dan Jayhun.
Mayoritas penduduk di kawasan itu adalah kaum pagnis. Pasukan Islam
menyerang wilayah Asia Tengah pada tahun 41 H/661 M. pada tahun 43 H/663 M
mereka mampu menaklukan sebagian wilayah Thakharistan pada tahun 45 H/665
M. mereka sampai ke wilayah Quhistan. Pada tahun 44 H/664 M Abdullah bin
Ziyad tiba di pegunungan Bukhari.
Pada tahun 44 H/664 M kaum muslimin menyerang wilayah Sindh dan
India. Penduduk di tempat itu selalu melakukan pemberontakan sehingga
membuat kawasan itu tidak selamanya stabil kecuali di masa pemerintahan Walid
bin Abdul Malik.

Anda mungkin juga menyukai