Anda di halaman 1dari 29

BAB II

PEMBAHASAN
A. ELEKTROKIMIA
1. Pengertian Elektrokimia

Elektrokimia adalah cabang ilmu yang mempelajari hubungan antara energy listrik dan
reaksi kimia. Pada pasal 1.4 telah dinyatakan bahwa listrik timbul akibat aliran (gerakan)
partikel bermuatan dalam mediumnya yang disebut konduktor. Aliran itu terjadi karena
terdapat beda potensial diantara dua titik dalam konduktor tersebut. Beda potensial itu dapat
dibuat bila kedua ujung konduktor dihubungkan dengan sumber arus.

Sumber arus dapat diciptakan dengn mengubah energy mekanik, energy panas, atau
energy kimia dengan alat-alat tertentu. Air terjun dapat memutar generator untuk
menghasilkan listrik bertenaga besar. Kemudian, energy panas pembakaran minyak dapat
dipakai untuk menghidupkan generator berenergi sedang, dan reaksi redoks dalam larutan
dapat menghasilkan listrik berenergi kecil, seperti batere. Generator menghasilkan arus bolak-
balik (AC = across current) tetapi dapat diubah jadi arus searah (DC = direct current),
sedangkan batere dan aki menghasilkan arus searah.

Elektrokimia mempelajari semua reaksi kimia yang disebabkan oleh energi listrik serta
semua reaksi kimia yang menghasilkan listrik. Namun sel elektrokimia sering didefinisikan
sebagai sel yang menghasilkan energi listrik akibat reaksi kimia dalam sel tersebut, seperti sel
galvani atau sel volta. Sedangkan sel yang menghasilkan reaksi kimia akibat energi listrik
disebut dengan sel elektolisis.

Konduktor listrik

Yang dapat bertindak sebagai konduktor adalah logam dan larutan elektrolit. Dalam kisi
logam, misalnya kawat tembga, terdapat banyak elektron bebas yang dapat berpindah dari
satu atom ke atom yang lain. Hantaran listrik dalam logam merupakan aliran electron yang
disebut hantaran logam atau hantaran elektronik.

Larutan elektrolit dapat bertindak sebagai konduktor karena mengandung partikel


bermuatan, yang disebut ion positif dan negative. Dalam larutan, listrik dihantarkan oleh ion-
ion sehingga disebut hantaran elektrolit.

Reaksi dalam elektrokimia


Hantaran listrik dalam logam hanyalah perpindahan electron secara fisika, sedangkan
dalam larutan, disamping perpindahan ion juga disertai reaksi kimia dikedua elektroda. Salah
satu elektroda akan menerima electron dari larutan, sedangkan elektroda yang lain
memberikan electron ke larutan.

Kita telah mengetahui pada pasal 2.8, bahwa partikel (senyawa atau ion) yang
melepaskan electron disebut teroksidasi, dan yang menerima electron disebut tereduksi. Oleh
sebab itu, reaksi dalam elektrokimia adalah reksi oksida-reduksi (redoks).

Reaksi redoks dapat terjadi dalam satu wadah, sehingga serah terima electron secara
langsung dari satu partikel ke partikel yang lain. Akan tetapi dalam elektrokimia, serah terima
electron itu dibuat secara tidak langsung, yaitu melalui kawat atu logam. Itulah sebabnya
dalam elektrokimia terdapat dua macam hantaran listrik, yaitu hantaran elektronik dan
hantaran elektrolitik.

Sel elektrokimia

Alat khusus yang dapat membuat interaksi energy kimia (reaksi kimia) dengan energy
listrik di sebut sel elektokimia. Sel elektrokimia adalah suatu alat yang dapat memproduksi
kerja listrik ke lingkungan. Contoh, sel kering komersial adalah silinder bersegel dengan dua
kuningan ysng dihubungkan dengan terminal yang menonjol darinya. Salah satu terminal
ditandai dengan tanda positif (plus), sedang yang lain dengan tanda negatif (minus). Jika dua
terminal dihubungkan ke suatu motor kecil, elektron mengalir melalui motor dari kutub
negatif ke kutub positif dari sel. Dihasilkan kerja ke lingkungan dan reaksi kimia, reaksi sel,
berlangsung di dalam sel.

Reaksi transfer elektron yang berlangsung pada permukaan logam yang di celupkan
dalam suatu larutan berlangsung pada permukaan logam tersebut, akibatnya sehingga tidak
mungkin pergerakkan elektron yang ‘melalui’ larutan-elektroda dapat diamati dengan
menggunakan suatu alat. Untuk itu maka disusun suatu sistem dengan menggunakan 2 sistem
logam-larutan yang dihubungkan satu sama lain agar gerakkan electron dapat diamati. Sistem
seperti ini disebut sebagai sistem sel galvanik.
Reaksi yang berlangsung pada di atas adalah :

Zn Zn2+ + 2e-

Cu2+ + 2e- Cu

Reaksi Keseluruhan :

Zn + Cu2+ Zn2+ + Cu

Notasi yang diadopsi dalam reaksi elektrokimia adalah :

Zn | Zn2+ ,NO3 - (1 M) || NO3 - ,Cu2+ (1 M) | Cu

Pada notasi tersebut garis vertikal menunjukkan batas fasa, garis vertical ganda
menunjukkan batas fasa antara dua larutan/jembatan garam. Reaksi yang berlangsung pada
anoda adalah reaksi oksidasi, sedangkan reaksi yang berlangsung pada katoda adalah reaksi
reduksi. Jika elektron bergerak dari elektroda kiri ke elektrodan kanan saat sel bereaksi secara
spontan maka potensial sel sebelah kanan akan lebih tinggi dari potensial sel sebelah kiri.
Sehingga harga potensial keseluruhan akan positif.

Ion adalah atom atau molekul yang jumlah elektron totalnya berbeda dari jumlah total
protonnya. Akibatnya akan terjadi perbedaan muatan (dapat positif atau negatif). Anion
berasal dari kata Yunani (ana) yang berarti “naik”. Anion adalah spesi yang memiliki jumlah
elektron yang lebih banyak sehingga bermuatan negatif. Kation berasal kata Yunani (kata)
yang berarti “turun”. Kation adalah ion yang memiliki jumlah elektron yang lebih sedikit dari
proton, sehingga bermuatan positif.

2. Reaksi Okidasi Reduksi

Reaksi oksidasi-reduksi melibatkan transfer electron dari zat pereduksi ke zat


pengoksidasi atau reaksi redoks ditandi dengan serah terima electron dari satu partikel ke
partikel yang lain. Sebagai contoh adalah reaksi ion Fe3+ dengan I- :

3I- I-3 + 2e- (oksidasi)

2Fe3+ + 2e- 2Fe2+ (reduksi)

2Fe3+ + 3I- 2Fe2+ + I-3 (redoks)


Dalam reaksi ini terlihar electron yang dilepaskan I- diterima oleh Fe3+. Jumlah electron
tersebut dapat disamakan dengan menyetarakan koefisien reaksinya. Disampin itu, ada reaksi
redoks yang tidak sederhana, karena melibatkan banyak partikel, contohnya:

5SO3-2 + 5H2O 5SO4-2 + 10H+ + 10e- (oksidasi)

2MnO-4 + 16H+ + 10e- 2Mn2+ + 8H2O (reduksi)

2MnO-4 + 5SO3-2 + 6H+ 2Mn2+ + 5SO4-2 + 3H2O (redoks)

Yang sering terjadi masalah adalah syarat terjadinya reaksi dengan cara menyetarakan
koefisien reaksinya.

Pada pasal 2.8 telah diterangkan bahwa reaksi redoks dapat diketahui dengan melihat
perubahan bilangan oksidasi (BO) atom-atom sebelum dan sesudah reaksi. Atom yang BO-
nya naik mengalami oksidasi atau melepaskan electron, sedangkan yang Bo-nya turun adalah
reduksi atau menerima electron. Sebagai contoh, perhatikan reaksi dibawah ini. Bilangan
oksidasi tiap-tiap atom dihitung berdasarkan aturan pada pasal 2.8.

0 +1 +2 0
Zn + 2HCl ZnCl2 + H2

Yang mengalami kenaikan BO (oksidasi) adalah Zn dari 0 menjadi +2, dan yang turun
(reduksi) adalah H dari +1 menjadi 0.

3. Sel Gavani

Sel Galvani terdiri dari dua buah elektroda dan elektrolit. Elektroda ini dihubungkan
oleh penghantar yang dapat mengangkut elektron ke dalam sel maupun ke luar sel. Elektroda
ada yang terlibat langsung dalam reaksi sel, namun ada pula yang tidak berperan dalam reaksi
sel yang disebut dengan elektroda inert. Reaksi kimia berlangsung di permukaan elektroda.

Anoda adalah elektroda di mana terjadi reaksi oksidasi, sedangkan elektroda di mana
terjadi reaksi reduksi adalah Katoda. Setiap elektroda dan elektrolit dapat bereaksi
membentuk setengah sel. Reaksi elektroda adalah setengah reaksi yang terjadi pada setengah
sel. Yang termasuk setengah reaksi adalah reaksi yang memperlihatkan kehilangan elektron
atau reaksi yang memperlihatkan perolehan elektron. Contoh :

Oksidasi Zn : Zn (s) Zn2+ (aq) + 2 e-


Reduksi Cu 2+ : Cu 2+ (aq) + 2 e- Cu (s)

Kedua setengah sel bila dihubungkan akan membentuk sel elektrokimia lengkap. Reaksi
kimia yang terjadi pada sel Galvani atau sel volta berlangsung secara spontan.

4. Termodinamika Sel Elektrokimia

Karena sel elektrokimia (terutama sel galvanik) memiliki kemampuan untuk melakukan
perubahan kimia menjadi energi listrik, maka kerja listrik yang dilakukan menjadi perhatian
yang penting terutama dalam kaitannya dengan aspek termodinamika.

Kerja Listrik (Electrical Work)

Hukum Pertama Termodinamika Kimia

dengan,

ΔU = perubahan energi dalam

q = kalor yang diserap/dilepaskan oleh sistem

w = kerja yang dilakukan pada sistem.

Pada sistem kimia biasa, kerja yang dilakukan/diterima oleh system adalah merupakan
kerja mekanik (proses ekspansi), dw=−P dV . Namun pada sistem yang melibatkan
perpindahan elektron, maka kerja yang dilakukan untuk memindahkan elektron yang
bermuatan melewati suatu perbedaan potensial harus ikut diperhitungkan. Sehingga pada
sistem yang mengalami proses reversibel pada temperatur dan tekanan tetap, kerja menjadi

Karena untuk proses reversibel pada temperatur tetap, q=T ΔS , maka persamaan (1.1) dapat
disusun menjadi

Pada tekanan tetap perubahan entalpi sistem diberikan:


Sehingga Pers. 3 dapat disusun ulang menjadi

Pada temperatur konstan besarnya perubahan Energi bebas Gibbs adalah

Dengan memasukkan Pers 4 ke Pers 5 maka,

Persamaan ini memberikan hubungan antara kerja listrik dengan energy bebas Gibbs.

Untuk mengetahui berapa banyak kerja yang dilakukan ini, maka disusun sebuah sel
elektrokimia (sistem) yang dihubungkan dengan 2 buah terminal antara kedua ujung sel
tersebut. Beda potensial antara kedua terminal tersebut adalah sebesar E . Kemudian kedua
terminal tersebut dihubungkan dengan sebuah beban sebesar R (Beban ini kemudian dianggap
sebagai lingkungan).

Bila sebuah muatan sebesar Q yang bergerak melalui beda potensial E , maka besarnya
kerja terhadap lingkungan adalah EQ. Bila muatan itu di bawa oleh elektron maka. Q =
(jumlah elektron) × (muatan elektron)=Ne atau Q = (jumlah mol elektron) × (muatan/mol) =
nF dengan F = konstanta Faraday = 96.484,6 Coulombs, n jumlah mol elektron. Sehingga
pada sistem yang diamati tersebut besarnya kerja listrik yang dilakukan terhadap lingkungan
(Tahanan sebesar E ) adalah = wlistrik = -nFE (Pers. 7)

Sehingga besar perubahan energi bebas Gibbs adalah

ΔT ,PG=−nFE

dengan

- E dalam volt

- F dalam C mol-1

- ΔG dalam joule per mole (J mol-1), karena 1 J = 1 V C.


Persamaan ini memberikan harga kerja maksimum yang dapat dilakukan oleh sistem sel
elektrokimia yang diamati. Sehingga arah reaksi dapat dilihat dari persamaan ini. Persamaan
ini membuat perhitungan energi bebas Gibss dapat dilakukan secara langsung tanpa harus
mencari besar Harga Tetapan Kesetimbangan, Harga Entalpi Reaksi maupun Harga Entropi
Reaksi. Beberapa hal penting:

- Tanda negatif pada suku kanan dari Persamaan diatas menunjukkan bahwa harga potensial
positif memberikan harga energi bebas yang negatif.sehingga untuk reaksi akan berlangsung
secara spontan.
- Kerja listrik dilakukan bila muatan listrik Q bergerak/dipindahan melalui beda potensial
sebesar V.
- Fungsi energi bebas Gibbs, juga menunjukkan ”kerja maksimal yang berguna” yang dapat
dilakukan oleh sistem terhadap lingkungannya. Kerja dalam hal ini adalah kerja maksimal
yang tidak dilakukan melalui kerja ekspansi.

5. Pengukuran Daya Gerak Listrik (DGL) Sel

Besarnya daya gerak listrik antara dua elektroda dapat diukur dengan voltmeter atau
multimeter. Namun cara ini tidak teliti karena akan ada arus dari sel yang melalui voltmeter
dan akan menyebabkan perubahan DGL yang diukur. Salah satu alat yang dapat digunakan
untuk mengukur DGL secara teliti adalah Potensiometer.

Menggunakan cara yang telah disebutkan di atas, yang dapat diukur adalah beda
potensial antara dua buah elektroda. Tidak mungkin mengukur potensial suatu elektroda
tunggal. Sehingga yang disebut dengan satu sistem sel pasti terdiri dari dua elektroda. Untuk
mengukur potensial suatu elektroda tertentu maka diperlukan elektroda lain yang disebut
sebagai elektroda pembanding. Dengan demikian beda potensial kedua elektroda dapat
diukur, karena besarnya potensial elektroda pembanding sudah diketahui dengan pasti, maka
besarnya potensial elektroda yang ingin diketahui dapat dihitung. Sebagai elektroda
pembanding dipilih elektroda hidrogen standar yang berdasarkan perjanjian potensialnya
berharga nol volt ( 0 Volt). Suatu elektroda yang dicelupkan ke dalam larutan yang
mengandung ionnya dengan keaktifan berharga satu (a= 1) dan diukur dengan elektroda
pembanding elektroda hidrogen standar pada suhu 25 oC disebut potensial elektroda standar.

Elektroda hidrogen standar


Elektroda ini terdiri atas logam platina yang dicelupkan ke dalam suatu larutan asam
(yang mengandung ion H+) dengan konsentrasi 1,0 M (dan koefisien keaktifan a = 1) dan
dialiri gas hidrogen pada tekanaan 1 atm seperti pada gambar 3.

Gambar 3. Elektroda Hidrogen standar

Reaksi yang terjadi pada elektroda platina adalah reduksi ion H+ menjadi gas hidrogen:

2H+ (aq) + 2 e H2 (g)

Elektroda platina digunakan hanya bila sistem setengah sel bukan logam. Fungsi elektroda
platina adalah sebagai penghubung logam inert dengan sistem H2 H+, dan sebagai tempat gas
H2 teradsorpsi di permukaan.

6. Potensial Elektroda Standar (EӨ)

Potensial elektroda standar dari suatu elektroda didefinisikan sebagai DGL (daya gerak
listrik) suatu sel yang terdiri dari elektroda yang dicelupkan ke dalam suatu larutan yang
mengandung ionnya dengan keaktifan berharga satu ( a = 1) dan elektroda hidrogen standar
sebagai pembanding, pada tekanan hidrogen 1 atm dan suhu kamar. Sistem elektroda dalam
sel tersebut harus reversibel secara termodinamika yaitu :

Mn+ (a=1) + n e ‹══› M

Sebenarnya yang diukur bukanlah potensial elektroda, tetapi lebih tepat bila dikatakan sebagai
beda potensial (terhadap hidrogen = 0 v). Yang umum dikenal adalah potensial reduksi
standar.

7. Menghitung DGL sel menggunakan data potensial elektroda

DGL standar suatu sel besarnya adalah selisih kedua potensial elektroda atau sama
dengan potensial sel elektroda standar dari katoda dikurangi potensial standar anoda. Contoh :
Tentukan E Ө sel untuk sistem : Zn (s) │ Zn 2+ (aq) ││ Cu2+ (aq) │ Cu (s)

Jawab: Yang mengalami oksidasi adalah Zn berarti Zn merupakan anoda, sedangkan yang
mengalami reduksi adalah Cu, atau Cu sebagai katoda, maka :

EӨ sel = EӨ Cu2+ │ Cu - EӨ Zn 2+ │Zn ........................................................(1)

= E Ө katoda – E Ө anoda..........................................................................(2)

= 0, 34 V – (-0,76 V) = 1,1 Volt

8. Hubungan antara Potensial sel (E) dan Energi Bebas Gibbs (Δ G)

Hubungan antara energi bebas Gibbs dan Potensial sel arus nol (E) dapat diturunkan
dengan memeperhatikan perubahan G pada saat reaksi sel bertambah dengan kuantitas yang
sangat kecil dξ pada beberapa komposisi. Maka G pada P,T tetap dan komposisi tertentu akan
berubah sebesar

Karena kerja maksimum yang dapat dilakukan reaksi itu ketikareaksi berlangsung sebesar d ζ
pada temperatur dan tekanan tetap adalah

yang harganya sangat kecil dan komposisi sistem sebenarnya adalah tetap ketika reaksi ini
berlangsung. Sehingga kerja yang dilakukan untuk muatan yang sangat kecil –zF.dζ yang
bergerak dari anoda ke katoda dengan beda potensial tertentu akan berharga

dwe = - n F dζ .E .................................................................................(5)

jika kita samakan persamaan (5 ) dan (6 ), maka didapat

- nF EӨ = ΔGӨ .....................................................................................(6)

atau , n adalah jumlah elektron yang terlibat dalam setengah reaksi Berdasarkan
harga energi bebas gibbs ΔG, dapat diramalkan berlangsung tidaknya suatu sel elektrokimia.
Suatu reaksi sel akan berlangsung spontan bila ΔG < 0 atau harga E >0.
9. Persamaan Nerst

Hubungan antara potensial arus dengan aktivitas zat yang ikut serta dalam reaksi sel.
Kaitan energi bebas gibbs dengan komposisi dapat dinyatakan sebagai :

Δ G = Δ Go + RT ln Q ...........................................................................(7)

bila semua suku dalam persamaan (7) dibagi dengan n F, maka

maka persaman (9) dapat dinyatakan sebagai persamaan (10) yang dikenal sebagai persamaan
Nerst

Eo adalah potensial reduksi standar, R tetapan gas ideal, n jumlah elektron yang terlibat, F
adalah bilangan Faraday dan Q adalah kuosien reaksi.

Untuk komposisi sebuah komportemen elektroda di dalam kuosien reaksi Q dengan harga
keaktifan = a, untuk setengah reaksi dapat dinyatakan sebagai :

Harga keaktifan (a) merupakan fungsi dari koefisien keaktifan (γ )dan konsentrasi larutan /
ion.

a = γ . [ion/ larutan]

untuk larutan/ ion yang mempunyai harga γ = 1, maka keaktifan akan berharga = konsentrasi
larutan / ion.
Harga potensial standar (Eo ) hanya berlaku untuk keaktifan = 1, untuk harga keaktifan tidak
sama dengan satu, potensial standar harus dikoreksi, yaitu sebesar Q.

Pada Reaksi redoks berikut :

Cu2+ (aq) + Zn (s) Cu (s) + Zn2+ (aq)

serta menggunakan persamaan (11) dan (12) maka persamaan (10) dapat dinyatakan sebagai

Untuk harga γ = 1, maka persamaan (13) dapat diubah menjadi persamaan (14) berikut :

Dengan cara yang sama, maka harga E sel untuk reaksi redoks dengan persamaan :

aA+bB cC+dD

dapat ditentukan menggunakan persamaan (15), yaitu :

Persamaan (14) dapat digunakan untuk menghitung E sel suatu sel elektrokimia yang
keaktifan larutan elektrolitnya tidak berharga 1 (atau konsentrasinya ≠ 1M)

10. Sel pada Kesetimbangan

Pada saat reaksi dalam keadaan setimbang, maka harga Q = K, K adalah konstanta
kesetimbangan reaksi sel. Pada kesetimbangan reaksi kimia tidak melakukan kerja sehingga
besarnya beda potensial antara kedua elektroda adalah nol sehingga
11. Hubungan Antara Potensial Sel Dan Besaran Termodinamika

Energi bebas gibbs dari suatu sel elektrokimia dapat diukur menggunakan hubungan
ΔGo = - nFEo (persamaan 10). Sedangkan Δ G sendiri mempunyai hubungan dengan besaran
termodinamika yang lain misalnya entropi, entalpi.

12. Hubungan antara Potensial Sel dan pH

Untuk menentukan pH suatu larutan, maka elektroda standar yang digunakan dipasang
sebagai katoda. Sebagai contoh bila menggunakan elektroda hidrogen standar sebagai katoda,
maka reaksi yang terjadi pada :

Anoda : ½ H2 (g) + e-

Katoda : H+ (standar) + e- ½ H2 (g)

Reaksi sel : ½ H2 (g) + H+ (standar) H+ (dari larutan ) + ½ H2 (g)

Sehingga E sel nya menjadi :

Untuk R = 8,314 J/ mol; T= 298K dan F= 96500 coulomb dan tekanan H2 = 1 atm serta [H+]

std = 1, dan Eo sel = 0 (perjanjian) maka

E sel = 0 – 0,059 log [H+]

atau E sel = 0,059 . pH..................................................................................(21)

B. TITRASI REDOKS
1. Pengertian Titrasi

Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi juga dikenal sebagai analisis volumetri,
dimana zat yang akan dianalisis dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya
diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Zat yang akan ditentukan kadarnya
biasanya diletakkan didalam erlemeyer, sedangkan zat yang tidak diketahui konsentrasinya
biasanya diletakkan di dalam buret atau sebaliknya. Titrasi dibedakan berdasarkan jenis
reaksi yang terlibat di dalam proses titrasinya. Titrasi dibedakan menjadi 4, yaitu: 1)titrasi
asam basa; 2)titrasi redoks; 3 )titrasi kompleksometri; dan 4)titrasi pengendapan.

2. Prinsip Titrasi Redoks

Reduksi–oksidasi adalah proses perpindahan elektron dari suatu oksidator ke reduktor.


Reaksi reduksi adalah reaksi penangkapan elektron atau reaksi terjadinya penurunan bilangan
oksidasi. Sedangkan reaksi oksidasi adalah pelepasan elektron atau reaksi terjadinya kenaikan
bilangan oksidasi. Jadi, reaksi redoks adalah reaksi penerimaan elektron dan pelepasan
elektron atau reaksi penurunan dan kenaikan bilangan oksidasi.

Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksiantara analit dengan titran, dimana redoktur akan
teroksidasi dan oksidator akan tereduksi. Analit yang mengandung spesi reduktor di titrasi
dengan titran yang berupa larutan standar dari oksidator atau sebaliknya.

Istilah okidasi mengacu pada setiap perubahan kimia di mana terjadi kenaikan bilangan
oksidasi, sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan biangan oksidasi. Jadi proses
oksidasi disertai dengn hilangnya electron sedangkan redulsi disertai dengan pertamahan
electron. Oksidator adalah senyawa di mna atom yang terkadung mengalamipenurunan
bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor, atom yang terkandung mengalami kenaikan
bilangan oksidasi.oksidasi-reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling
mengkompensasisatu sama lain.istilah oksidator dan reduksi tidak mengacu pada atom saja
akan tetapi juga pada suatu senyawa. Jika suatu reagen berperan baik sebagai oksidator atau
reduktor, maka dikatakan zat tersebut mengalami autooksidasi atau disporposionasi.

Titrasi redoks berdasarkan pada perpindahan elektron antara titran dan analit. Dalam
titrasi redoks biasanya digunakan potensiometeri untuk mendeteksi titik akhir, namun ada
pula yang mengunakan indikator yang dapat berubah warna nya dengan adanya kelebihan
titran yang digunakan

Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi
persyaratan umum sebagai berikut :
1. Harus tersedia pasangan sistem redoks yang sesuai sehingga terjadi pertukaran elektron
secara stokhiometri.

2. Reaksi redoks harus berjalan cukup cepat dan berlangsung secara terukur
(kesempurnaan 99%).

3. Harus tersedia cara penentuan titik akhir yang sesuai.

Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator,contohnya


penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium dikromat.
Indikator titrasi redoks tentunya tergantung dari jenisnya masing-masing dan pastinya
berbeda-beda. Ada yang  menggunakan amilum sebagai indicator, khususnya titrasi redoks
yang melibatkan iodine. Indikator yang lain yang bersifat reduktor/oksidator lemah juga
sering dipakai untuk titrasi redoks misalnya ferroin, metilen, blue, dan nitroferoin. Atau ada
juga yang tidak menggunakan indikator seperti permanganometri. Biasanya dua jenis
indicator digunakan untuk menentukan titik akhir. Indicator tersebut adalah indicator
eksternal maupun indicator eksternal. Indicator dari jenis ini harus menghasilkan perubahan
potensial oksidasi di sekitar titik ekuivalen reaksi redoks.

Titik titrasi dalam titrasi redoks dapat dilakukan dengan mebuat kurva titrasi antara
potensial larutan dengan volume titrant, atau dapat juga menggunakan indicator. Dengan
memandang tingkat kemudahan dan efisiensi maka titrasi redoks dengan indicator sering kali
yang banyak dipilih. Beberapa titrasi redoks menggunakan warna titrant sebagai indicator
contohnya penentuan oksalat dengan permanganate, atau penentuan alkohol dengan kalium
dikromat.

Titrasi redoks banyak dipergunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan
sulfite dalam minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol
dengan menggunakan kalium dikromat.

3. Macam-Macam Titrasi Redoks


1) Permanganometri

Permanganometri merupakan titrasi yang dilakukan berdasarkan reaksi oleh kalium


permanganat (KMnO4). Reaksi ini difokuskan pada reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi
antara KMnO4 dengan bahan baku tertentu.
Kalium permanganate adalah oksidator kuat. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah,
tidak mahal, dan tidak membutuhkan indicator terkecuali untuk larutan yang amat encer. Satu
tetes 0,1 N permanganate memberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari
larutan yang biasa dipergunakan dalam sebuah titrasi. Warna ini digunakanuntuk
mengindikasi kelebihan reagen tersebut. Kelemahannya adalah dalam medium HCL. Cl- dapat
teroksidasi, demikian juga larutannya, memiliki kestabilan yang terbatas.

Reaksi yang paling umum ditemukan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi
dalam larutan-larutan yang bersifat asam, 0.1 N atau lebih besar:

MnO4- + 8 H + + 5 e Mn2+ + 4 H2O E0 = +1,51 V


(1)

Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi berdasarkan reaksi
ini, namun beberapa substansi membutuhkan pemanasan atau penggunaan sebuah katalis
untuk mempercepat reaksi. Sebagai contoh, permanganat adalah agen unsur pengoksidasi
yang cukup kuat unuk mengoksidasi Mn(II) menjadi MnO 2 , titik akhir permanganate tidak
permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi:

3 Mn2++ + 2 MnO4- + 2 H2O 5 MnO2 (s) + 4 H+

Ungu             Tidak berwarna

Reaksi ini berjalan lambat dalam keadaan asam, tapi cepat dalam keadaan netral.
Kelebihan sedikit dari permanganat yang hadir pada titik akhir dari titrasi cukup untuk
mengakibatkan terjadinya pengendapan sejumlah MnO2. Bagaimanapun juga, mengingat
reaksinya berjalan lambat, MnO2 tidak diendapkan secara normal pada titik akhir titrasi-titrasi
permanganat.

Larutan-larutan permanganat yang bersifat asam tidak stabil karena asam permanganat
terdekomposisi dan air teroksidasi dengan persamaan:

4 MnO4- + 4 H + 5 MnO2 (s) + 3 O2 (g) + 2 H2O

Ini adalah sebuah reaksi lambat di dalam larutan-larutan encer pada suhu ruangan.
Penguraiannya dikatalisis oleh cahaya panas asam-basa, ion Mn(II) dan MnO 2. Namun
demikian, jangan pernah menambahkan permanganat berlebih ke dalam sebuah unsur reduksi
dan kemudian menaikkan suhu untuk mempercepat oksidasi, karena reaksi yang nantinya
muncul akan berlangsung dengan laju yang rendah.
Pembuatan larutan baku kalium permanganat harus dijaga faktor-faktor yang dapat
menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, antara lain dengan
pemanasan dan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi.

Standar-standar Primer untuk Permanganat

a. Natrium Oksalat

Senyawa ini, Na2C2O4 merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam
larutan asam. Senyawa ini dapat diperoleh dengan tingkat kemurnian tinggi, stabil pada saat
pengeringan, dan non higroskopis. Reaksinya dengan permanganat agak sedikit rumit dan
berjalan lambat pada suhu ruangan, sehingga larutan biasanya dipanaskan sampai sekitar
60°C. Bahkan pada suhu yang lebih tinggi reaksinya mulai dengan lambat, namun
kecepatannya meningkat ketika ion mangan (II) terbentuk. Mangan (II) bertindak sebagai
katalis, dan reaksinya disebut autokatalitik, karena katalisnya diproduksi di dalam reaksi itu
sendiri. Ion tersebut dapat memberikan efek katalitiknya dengan cara bereaksi dengan cepat
dengan permanganat untuk membentuk mangan berkondisi oksidasi menengah (+3 atau +4),
di mana pada gilirannya secara cepat mengoksidasi ion oksalat, kembali ke kondisi divalent.
Persamaan utnuk reaksi antara oksalat dan permanganat adalah :

5C2O42- + 2MnO4- + 16H+  2Mn2+ + 10CO2 + 8H2O

Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H 2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain. Selama
beberapa tahun analisis-analisis prosedur yang disarankan oleh McBride, yang mengharuskan
seluruh titrasi berlangsung perlahan pada suhu yang lebih tinggi dengan pengadukan yang
kuat. Kemudian, Fowler dan Bright melakukan suatu penelitian yang sangat mendalam
terhadap kesalahan- kesalahan yang mungkin di dalam titrasi. Mereka menemukan beberapa
bukti dari pembentukan peroksida

O2 + H2C2O4 H2O2 + 2 CO2

Dan bahwa apabila peroksida terurai sebelum bereaksi dengan permanganat, terlalu
sedikit dari larutan yang disebut terakhir digunakan dan normalitasnya yang ditemukan adalah
tinggi. Fowler dan Bright menyelidiki secara menyeluruh reaksinya dan menganjurkan agar
hampir semua permanganat ditambahkan secara cepat ke larutan yang diasamkan pada suhu
ruangan. Setelah reaksinya selesai, larutan tersebut dipanaskan sampai 60°C dan titrasi
diselesaikan pada suhu ini. Prosedur ini mengeliminasi kesalahan apa pun yang disebabkan
oleh pembentukan hidrogen peroksida.
b. Arsen (III) Oksida

Senyawa As2O3 adalah standar primer yang sangat baik untuk larutan-larutan
permanganat. Senyawa ini stabil, nonhigroskopis, dan tersedia dengan tingkat kemurnian
yang tinggi. Oksida ini dilarutkan dalam natrium hidroksida dan larutan kemudian diasamkan
dengan asam klorida dan di titrasi dengan permanganat.

5HAsO2 + 2MnO4- + 6H+ + 2H2O 2Mn2+ + 5H3AsO4

Reaksi ini berjalan lambat pada suhu ruangan kecuali sebuah katalis di tambahkan.
Kalium iodida, KI, kalium iodidat, KIO3 , dan iodin monoklorida ICl, telah dipergunakan
sebagai katalis.

c. Besi

Kawat besi dengan tingkat kemurnian yang tinggi dapat dijadikan sebagai standar
primer. Unsur ini larut dalam asam klorida encer, dan semua besi (III) yang diproduksi selama
proses pelarutan direduksi menjadi besi (II). Oksidasi dari ion klorida oleh permanganat
berjalan lambat pada suhu ruangan. Namun demikian, dengan kehadiran besi, oksidasi akan
berjalan lebih cepat. Meskipun besi (II) adalah agen pereduksi yang lebih kuat daripada ion
klorida, ion yang belakangan disebut ini teroksidasi secara bersamaan dengan besi. Kesulitan
semacam ini tidak ditemukan dalam oksidasi dari As 2O3 ataupun Na2C2O4 dalam larutan asam
klorida.

Sebuah larutan dari mangan (II) sulfat, asam sulfat dan asam fosfat, disebut larutan
“pencegah”, atau larutan Zimmermann-Reinhardt, dapat ditambahkan ke dalam larutan asam
klorida dari besi sebelum dititrasi dengan permanganat. Asam fosfat menurunkan konsentrasi
dari ion besi (III) dengan membentuk sebuah kompleks, membantu memaksa reaksi berjalan
sampai selesai, dan juga menghilangkan warna kuning yang ditunjukkan oleh besi (III) dalam
media klorida. Kompleks fosfat ini tidak berwarna, dan titik akhirnya lebih jelas.

2) Titrasi Iodin

Titrasi yang melibatkan iodium dapat dilakukan dengan dua cara yaitu titrasi langsung
(iodimetri) dan titrasi tak langsung (iodomotri).

a. Titrasi langsung (iodimetri)


Iodimetri merupakan Metode Titrasi redoks yang melibatkan iodin yang bereaksi secara
langsung. Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial reaksi
sebesar +0,535 V. Iodium akan mereduksi senyawa – senyawa yang memilki potensial
reduksi lebih kecil dibandingkan dengan iodium. Pada reaksi oksidasi, iodium akan
mengalami reduksi menjadi iodida sesuai dengan reaksi:
I2 + 2e 2I-
Larutan baku iodium dapat digunakan untuk analisis kuantitatif senyawa- senyawa yang
mempunyai potensial oksidasi lebih kecil dari pada sistem iodium-iodida sebagaimana
persamaan di atas atau dengan kata lain digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat
reduktor yang cukup kuat seperti vitamin C, tiosulfat, arsenit, sulfida, sulfit, Stibium(III),
timah(II), dan ferosianida. Daya mereduksi dari berbagai macam zat ini tergantung pada
konsentrasi ion hydrogen, dan hanya dengan penyesuaian pH dengan tepat yang dapat
menghasilkan reaksi dengan iodium secara kuantitatif.
Vitamin C mempunyai potensial reduksi yang lebih kecil daripada iodium sehingga
dapat dilakukan titrasi langsung dengan iodium. Reaksi yang terjadi:

OH O
OH O

+ I2 + 2HI
H2 H2
HO C HC HO C HC
O O O O
OH OH

Gambar 1 Oksidasi asam askorbat (vitamin C )dengan iodium


Menghasilkan asam dehidro askorbat

b. Titrasi tak langsung (iodometri)


Iodometri merupakan titrasi tidak langsung dan digunakan untuk menetapkan senyawa-
senyawa yang mempunyai potensial oksidasi lebih besar daripada sistem iodium- iodida atau
senyawa-senyawa yang bersifat oksidator seperti CuSO45H2O. Iodometri terjadi pada zat yang
bersifat oksidator seperti besi (III), tembaga (II), dimana zat ini akan mengoksidasi iodida
yang ditambahkan membentuk iodin.
Metode titrasi iodometri (tak langsung) menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran
untuk menentukan kadar iodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks.Garam ini
biasanya berbentuk sabagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi
dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer,
larutan natrium tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Tembaga murni dapat digunakan
sebagi standar primer untuk natrium tiosulfat.
Dalam iodometri I- dioksidasi oleh suatu oksidator. Jika oksidatornya kuat tidak apa –
apa, tetapi jika oksidatornya lemah maka oksidasinya berlangsung sangat lambat dan mungkin
tidak sempurna, ini harus dihindari. Cara menghindarinya :

-  Memperbesar [H+], jika oksidasinya kuat dengan menambah H+ atau menurunkan pH.

-  Memperbesar [I-], misalnya oksidasi dengan Fe3+.

-   Dengan mengeluarkan I2 yang berbentuk dari campuran reaksi : misalnya dikocok dengan
kloroform, karbon tetra klorida atau bisulfida, maka I2 akan masuk dalam pelarut organik
ini, sebab I2 lebih mudah larut dalam senyawa solven organic daripada dalam air.
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat sebagai berikut :

IO3-  + 5I-  + 6H+ → 3I2  + H2O

I2 + 2S2O32-  → 2I- + S4O62-

Adapun indikator yang digunakan dalam titrasi iodometri adalah indicator kanji, dimana
warna dari sebuah larutan iodin 0,1 N cukup intens sehingga iodine dapat bertindak sebagai
indicator bagi dirinya sendiri. Iodin juga memberikan warna ungu atau violet yang intens
untuk zat – zat pelarut seperti karbon tetra klorida dan kloroform. Namun demikian, larutan
dari kanji lebih umum dipergunakan karena warna biru gelap dari kompleks iodin – kanji
bertindak sebagai suatu tes yang amat sensitif untuk iodin.

3) Titrasi Bromo

Bromo-bromatometri merupakan salah satu metode penetapam kadar suatu zat dengan
prinsip reaksi reduksi-oksidasi. Oksidasi adalah suatu proses yang mengakibatkan hilangnya
aatu elektron atau lebih dari dalam zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur dioksidasi,
keadaan oksidasinya berubah ke harga yang lebih positif. Suatu zat pengoksidasi adalah zat
yang memperoleh elektron, dan dalam proses itu zat tersebut direduksi.

Reduksi adalah suatu proses yang mengakibatkan diperoleh satu elektron atau lebih
oleh zat (atom, ion atau molekul). Bila suatu unsur direduksi, keadaan oksidasi berubah
menjadi lebih negatif (kurang positif), jadi suatu zat pereduksi adalah zat yang kehilangan
elektron, dalam proses itu zat ini dioksidasi.
Bromatometri merupakan salah satu metode oksidimetri dengan dasar reaksi dari ion
bromat (BrO3). Oksidasi potensiometri yang relatif tinggi dari sistem ini menunjukkan bahwa
kalium bromat adalah oksidator kuat. Hanya saja kecepatan reaksinya tidak cukup tinggi.
Untuk menaikkan kecepatan ini titrasi dilakukan dalam keadaan panas dan dalam lingkungan
asam kuat. Adanya sedikit kelebihan kalium bromat dalam larutan akan menyebabkan ion
bromida bereaksi dengan ion bromat, dan bromin yang dibebaskan akan merubah larutan
menjadi warna kuning pucat, warna ini sangat lemah sehingga tidak mudah untuk menetapkan
titik akhir.

Bromin yang dibebaskan ini tidak stabil, karena mempunyai tekanan uap yang tinggi
dan mudah menguap, karena itu penetapan harus dilakukan pada suhu terendah mungkin,
serta labu yang dipakai untuk titrasi harus ditutup.

Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan


senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat
juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent
walaupun tercampur dengan stanum valensi empat. Dalam suasana asam, ion bromat mampu
mengoksidasi iodida menjadi iod, sementara dirinya direduksi menjadi brimida :

BrO3- + 6H+ + 6I+ Br- + 3I2 + 3H2O

Tidak mudah mengikuti serah terima elektron dalam hal ini, karena suatu reaksi asam
basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya. Namun nampak bahwa 6
ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat
tunggal.

4) Titrasi Serimetri
Larutan serium (IV) sulfat dalam asam sulfat encer merupakan zat pengoksidasi yang
kuat dan lebih stabil daripada larutan kalium permanganat, dengan suatu syarat bahwa asam
sulfat cukup mampu menghindari hidrolisis dan pengendapan garam basanya. Kalau larutan
kalium permanganate dapat direduksi menjadi beberapa macam keadaan hasil reduksi, maka
reduksi larutan serium(III), menurut reaksi:

Ce4+ + e-  Ce3+

Ion Ce (IV) dipergunakan dalam larutan-larutan dengan keasaman tinggi karena


hidrolisisa akan menghasilkan pengendapan pada larutan-larutan dengan konsentrasi ion
hydrogen yang rendah.potensial redoks dari pasangan Ce(IV)/ Ce(III) tergantung pada sifat
dan konsentrasi dari asam yang ada.

Keuntungan serium (IV) sulfat sebagai suatu zat pengoksidasi standar adalah :

1. Larutan serium (IV) sulfat secara mencolok stabil selama dalam jangka waktu yang
lama .larutan ini tidak perlu dilindungi dari cahaya , dan bahkan dapat didihkan selama
waktu yang singkat tanpa perubahan yang berarti dalam konsentrasi.
2. Serium (IV) sulfat dapat digunakan dalam penetapan zat – zat pereduksi dengan adanya
konsentrasi HCl yang tinggi.
3. Larutan – larutan serium (IV) sulfat dalam larutan 0,1 N tidak terlalu berwarna untuk
dapat mengaburkan penglihatan ketika membaca miniskus dalam buret dan alat – alat
titrimetri lainnya .
4. Dalam reaksi garam serium (IV) sulfat dalam larutan asam dengan zat – zat
pereduksi,perubahan valensi yang terjadi adalah : Ce4++e-↔ Ce3+
5. Ion serium (IV) tidak berwarna (dibandingkan ion Mn (II) yang btidak berwarna dari
KMnO4 , dan ion serium (III) yang hijau dari kalium dikhromat).
6. Serium (IV)sulfat adalah zat pengoksid yang serba guna . ia dapat digunakan dalam
banyak titrasi yang sama permangganat telah digunakan ,dan juga untuk penetapan -
penetapan lainnya .
7. Larutan serium (IV) sulfat paling baik distandarisasikan dengan arsen (III)oksida atau
natrium oksalat .
Larutan serium (IV) sulfat dalam larutan asam sulfat encer adalah stabil, bahkan pada
temperature – temperature didih .larutan dalam HCl dari garam ini tidak stabil , karena
reduksi menjadi Ce (III) oleh asam tersebut dengna dibarengi pembebasan klor. Reaksinya:
2Ce4++2Cl-↔ 2Ce3++Cl2
Reaksi ini berlangsung benar – benar cepat pada pendidihan , maka HCl tidak dapat
digunakan dalam oksidasi – oksidasi yang memerlukan pendidihan dengan serium(IV)sulfat
berlebih dalam larutan asam .asam sulfat harus digunakan dalam oksidasi demikian .adanya
asam fluoride membentuk suatu kompleks stabil dengan serium (IV) sulfat dan
menghilangkan warna dari larutan yang kuning itu.

4. Preparasi dan Pembakuan Larutan


1. Titrasi permanganatometri
a. Preparasi larutan kalium permanganat
Larutan Baku Kalium Permanganat dibuat dengan melarutkan sejumlah Kalium
Permanganat P dan melarutkannya dalam air secukupnya sesuai dengan normalitas yang
dikehendaki. Meskipun demikian, karena mengingat sifat dari Kalium Permanganat dan
kenyataan bahwa Kalium Permanganat sulit diperoleh dalam kemurnian yang tinggi maka
faktor- faktor di atas perlu diperhatikan. Caranya antara lain setelah dilarutkan didiamkan
selama 24 jam sehingga reaksi peruraiannya selesai kemudian disaring melalui asbes untuk
menghilangkan semua mangandioksida yang terjadi karena adanya mangan dioksida
merupakan katalisator terbentuknya mangan dioksida lebih lanjut serta cepat. Sangat
dianjurkan untuk seringkali membakukan larutan kalium permanganat.

b. Pembakuan kalium permanganate


Lebih kurang 200 mg natrium oksalat yang ditimbang saksama yang sebelumnya
dikeringkan pada suhu 1100C hingga bobot tetap, larutkan dalam 250 ml air. Tambahkan 7 ml
asam sulfat pekat, panaskan pada suhu kurang lebih 70 0C dan titrasi perlahan-lahan dengan
Larutan Baku Kalium Permanganat hingga terbentuk warna merah jambu mantap dalam
waktu 15 detik. Suhu pada akhir titrasi tidak boleh kurang dari 60 0C. Tiap ml kalium
permanganate setara dengan 6,7 mg natrium oksalat.
Natrium oksalat merupakan zat yang sangat baik untuk pembakuan Kalium
Permanganat karena dapat diperoleh dengan kemurnian yang sangat tinggi. Penambahan asam
sulfat bertujuan supaya konsentrasi ion hydrogen tetap selama titrasi berlangsung untuk
menghindari terbentuknya mangan dioksida. Untuk mereduksi 1 mol ion permanganate
diperlukan 8 mol ion hydrogen sebagaimana reaksi di awal.
Pada pembakuan di atas rekasi paronya dapat ditulis sebagai berikut:
MnO4 + 8 H + 5 e Mn2+ + 4 H2O

C2O42- 2 CO2 + 2 e-
Untuk memperoleh kesetimbangan maka reaksi pada permanganat dikalikan dua
sedangkan untuk oksalat dikalikan lima, sehingga reaksi oksidasi reduksinya adalah sebagai
berikut:

2 MnO4 + 16 H+ + 5 C2O42- 2 Mn2+ + 8 H 2O + 10 CO2

Dari persamaan di atas terlihat bahwa 5 mol natrium oksalat kehilangan 10 elektron
pada oksidasi dengan kalium permanganat dengan demikian berat ekivalen (BE) dari natrium
oksalat adalah separo berat molekulnya (BM/2) atau tiap 1000 ml kalium permanganat 1 N
setara dengan 134/2= 67,00 mg. Dengan demikian tiap ml kalium permanganat 0,1 N setara
dengan 6,7 mg natrium oksalat. Misalkan kita tadi menimbang natrium oksalat 200 mg dan
memerlukan volume titran sebanyak 28,36 ml larutan baku kalium permanganat maka
normalitas dari kalium permanganat adalah:

mg Na 2 C O
N KMnO4 = x valensi
2 4

ml KMnO 4 x BM Na2C O 2 4

Pada reaksi pembakuan di atas valensinya adalah 2

200
N KMnO4 = x 2 = 0,1047 N
28,36 X 134

2. Titrasi Iodimetri dan Iodometri


a. Preparasi larutan
 Preparasi larutan Iodium

Pembuatan larutan baku iodium 0,1 N dilakukan dengan cara:

Larutkan 12,7 gram iodium dalam 100 ml larutan air yang mengandung 36 gram kalium
iodide dalam labu bertutup, tambah 3 tetes asam klorida, tambahkan air hingga 100 ml.
Iodium sukar larut dalam air (0,035 gram/ liter) maka dilarutkan dalam larutan KI yang mana
iodium mudah larut di dalamnya dengan membentuk ion kompleks menurut reaksi:
I2 + I-  I3-
Karena iodium mudah menyublim, maka wadah harus selalu tertutup selama titrasi
berlangsung dan ujung buret tidak boleh menggunakan karet

 Preparasi larutan tiosulfat

Larutan baku tiosulfat 0,1 N dibuat dengan cara sebagai berikut: Larutkan kira-kira 25
gram natrium tiosulfat pentahidrat dan 200 mg natrium karbonat dalam air yang telah
didihkan sampai 1000 ml.

 Pembakuan larutan Iodium

Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara saksama dan larutkan dalam 20 ml
NaOH 1 N bila perlu dengan pemanasan, encerkan dengan 40 ml air dan tambah dengan 2
tetes metil orange dan ikuti dengan penambahan HCl encer sampai warna kuning berubah
menjadi pink. Tambahkan 2 gram NaHCO3, 20 ml air dan 30 ml larutan kanji. Titrasi dengan
baku iodium perlahan-lahan hingga timbul warna biru tetap.

Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut dalam larutan natrium
hidroksida (NaOH) dengan membentuk natrium arsenit menurut reaksi:

As2O3 + 6 NaOH  2 Na3AsO3 + 3 H2O

Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan bereaksi dengan NaOH
membentuk natrium hipoiodit atau senyawa- senyawa serupa yang mana tidak akan bereaksi
secara cepat dengan natrium arsenit

2 NaOH + I2  NaIO + NaI + H2O

Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl menggunakan metal orange


sebagai indicator. Penambahan NaHCO3 untuk menetralkan asam iodide (HI) yang terbentuk
yang mana asam iodide ini menyebabkan reaksi berjalan bolak-balik (reversibel). Natrium
bikarbonat akan menghilangkan asam iodide secepat asam iodide terbentuk sehingga reaksi
berjalan ke kanan secara semourna. Reaksi secara lengkap pada pembakuan iodium dengan
trioksid sebagai berikut:

As2O3 + 6 NaOH  2 Na3AsO3 + 3 H2O

Na3AsO3 + I2 + 2 NaHCO3  Na3AsO4 + 2 NaI + 2 CO2 + H2O

Pada reaksi di atas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat. Karena 1 mol As 2O3
setara dengan 2 mol Na3AsO4, sedangkan 1 mol Na3AsO3 setara dengan 1 mol I2 akibatnya 1
mol As2O3 setara dengan 2 mol I2 sehingga perhitungan normalitasnya dari iodium:

mgrek iodium = mgrek arsen trioksid

ml I2 x N I2 = mmol As2O3 x valensi

mg As2 O X Valensi
N I2 =
3

BM As 2O X ml I 2
3

 Pembakuan natrium tiosulfat

Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: Timbang kurang
lebih 150 mg kalium iodidat yang sudah dikeringkan pada suhu 120 0C secara saksama,
larutkan dalam 25 ml air yang telah dididihkan. Tambahkan 2 gram kalium iodida yang bebas
iodidat dan 5 ml HCl pekat dalam Erlenmeyer bertutup. Iodium yang dibebaskan dititrasi
dengan natrium tiosulfat yang akan dibakukan sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi
kuning pucat tambah 100 ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru
tepat menjadi hilang (tidak berwarna).

Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

KIO3 + 5KI + 6HCL  3I2 + 6KCl + 3 H2O

I2 + 2 Na2S2O3  2 NaI + Na2S4O6

3. Titrasi Bromometri dan Bromatometri


a. Preparasi larutan brom

Cara pembuatan larutan brom 0,1 N adalah: Larutkan 3 gram kalium bromat dan 15
gram kalium bromide dalam air hingga 1000,0 ml.

b. Preparasi larutan kalium Bromat

Cara pembuatan Kalium Bromat 0,1 N adalah: Larutkan 2,784 gram Kalium P dalam air
hingga 1000 ml.

c. Pembakuan larutan brom


Adapun cara pembakuannya dalam Farmakope Indonesia Edisi IV dilakukan dengan
cara: Ukur secara saksama kurang lebih 25,0 ml larutan dan masukkan dalam labu iodium 500
ml dan encerkan dengan 120 ml air. Tambahkan 5 ml asam klorida pekat, tutup, kosok
perlahan- laha. Kemudian tambahkan 5 ml kalium iodida 20% (b/v), tutup kembali, kocok
campuran selama 5 menit dan titrasi iodium dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N,
tambahkan 3 ml larutan kanji 0,5% pada saat mendekati titik akhir dan hitung normalitasnya.
Ketika asam klorida pekat ditambahkan maka brom akan dibebaskan menurut reaksi:

KBrO3 + 5 KBr + 6 HCl  3 Br2 + 6 KCl + 3 H2O

Brom yang dibebaskan ini kemudian mengoksidasi iodide yang setara dengan jumlah
iodium yang dihasilkan menurut reaksi:

Br2 + 2 KI  I2 + 2 KBr
Iodium ini selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat menurut reaksi:

I2 + Na2S2O3  2 NaI + Na2S4O6

Adanya brom tidak langsung dititrasi dengan natrium tiosulfat dikarenakan perbedaan
potensialnya yang sangat besar akibatnya jika brom langsung dititrasi dengan tiosulfat maka
yang dihasilkan tidak hanya tetrationat (S4O62-) bahkan mugkin sulfida yang berupa endapan
kuning.

Normalitas larutan brom dihitung dengan cara sebagai berikut:

mgrek brom = mgrek Na-tiosulfat

4. Titrasi Serimetri
a. Preparasi larutan Serium (IV) sulfat

Pembuatan Larutan Baku Serium (IV) Sulfat dilakukan dengan cara: Pindahkan 59 gram
serium ammonium nitrat pada beker, tambahkan 31 ml asam sulfat, campur dengan hati-hati
tambahkan 20 ml air sampai larut sempurna. Tutup beker dan biarkan sampai satu malam,
lalu saring melalui krus gelas dan encerkan dengan air sampai 1000 ml.

b. Pembakuan larutan Serium (IV) sulfat

Adapun cara pembakuan Larutan Baku Serium (IV) Sulfat 0,1 N adalah dengan cara:
Timbang saksama kurang lebih 200 mg arsentrioksida yang sebelumnya dikeringkan pada
suhu 1000C selama satu jam, masukkan labu. Cuci dinding labu dengan 25 ml NaOH (2 gram
dalam 25 ml air), goyang- goyangkan hingga arsen trioksida larut. Setelah larut semua tambah
100 ml air, dan 10 ml asam sulfat (1 dalam 3). Tambahkan 2 tetes orto fenantrolin dan larutan
osmium tetraoksida (1 dalam 400 ml 0,1 N asam sulfat). Titrasi perlahan-lahan dengan laruta
baku serium (IV) sulfat sehingga warna merah jambu menjadi biru pucat. Tiap ml larutan
serium(IV) sulfat setara dengan 4,946 mg As2O3.

Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

As2O3 + 6 OH -  2 AsO33-

2 Ce 4+ + AsO33- + 2 H2O  2 Ce 3+ + AsO43- + 2 H +


Dari persamaan di atas dapat diketahui bahwa valensinya adalah 4 sebab tiap mol
arsentrioksid setara dengan 2 mol arsenit dan 1 mol arsenit setara dengan 2 mol serium (IV)
sehingga satu mol arsen trioksid setara dengan 4 mol serium (IV) yang berarti setara dengan 4
elektron.

mg As2 O
N Ce4+ = 3

4 +BM As 2O 3
X4
ml Ce

5. Contoh Analisa

Titrasi redoks sering digunakan untuk penentuan kadar logam atau senyawa yang
bersifat sebagai oksidator atau reduktor. Aplikasi dalam bidang industri misalnya penentuan
kadar laktat pada minuman berisotonik menggunakan permanganat, penentuan sulfite dalam
minuman anggur dengan menggunakan iodine, atau penentuan kadar alkohol dengan
menggunakan kalium dikromat.

Penentuan besi dalam bijih-bijih besi. Penentuan besi dalam bijih-bijih besi adalah
aplikasi terpenting dari permanganometri. Mula-mula bijih besi dilarutkan dalam asam
klorida, lalu besi direduksi menjadi Fe2+. Setelah semua besi berada sebagai Fe2+b,kadarnya
ditentukan dengan cara titrasi

5Fe2+ + MnO4-+ 8H+ 5Fe3++ Mn2+ + 4H2O

Pada Hidrogen perioksida. Peroksida bertindak sebagai zat pereduksi

2MnO4-+ 5H2O2 + 6H+ 2Mn2++ 5O2(g) + 8H2O

Pada Kalsium (secara tak langsung). Mula-mula kalsium diendapkan sebagai CaC2O4.
Setelah penyaringan dan pencucian, endapan dilarutkan dalam asam sulfat dan oksalatnya
dititrasi dengan permanganat.

Salah satu aplikasi titrasi redoks khususnya iodometri dengan I 2 sebagai titran adalah
untuk menentukan bilangan iod lemak dan miyak.Karena kemampampuan mengoksidasi yang
tidak besar, tidak banyak zat yang dapat dititrasi berdasarkan iodometri langsung.Pengunaan
ini memeanfaatkan kesangupan ikatan rangkap zat organic untuk mengadisi iod. Penentuan
kadar vitamin C (asam arkobat) pun dapat dialakukan dengan titrasi ini.

Aplikasi lain dari titrasi redoks ini adalah penentuan kadar air cara Karl Fischer.
Pereaksinya tediri dari iod, belerang dioksida, piridin dan methanol. Iod dan belerang dioksida
membentuk kompleks dengan piridin, dan bila terdapat air, maka kedua kompleks ini dengan
kelebihan piridin beraksi dengan air.

a. Titrasi permanganometri
Metode permanganometri ini digunakan untuk menentukan antimony (III), arsen (III),
bromine , hydrogen peroksida, besi (II), molybdenum (III), nitrit,oksalat, timah (II), titanium
(III), tungsten (III), uranium(IV), Vanadium(IV).

b. Titrasi iodimetri dan titrasi iodometri

Metode iodimetri digunakan untuk menentukan Antimon (III), Arsen (III), ferosianida,
hydrogen sianida, hidrazin, beranng (sulfida), tiosulfat dan timah (II). Sedangkan iodometri
digunakan untuk menentukan arsenic (V), bromine,bromat, klorin, klorat, tembaga (II),
dikromat, hydrogen peroksida, iodat, nitrit, oksigen, ozon, periodat, permanganate.

c. Titrasi bromometri dan titrasi bromatomatri


Metode bromometri dan bromatometri ini terutama digunakan untuk menetapkan
senyawa-senyawa organik aromatis dengan membentuk tribrom substitusi. Metode ini dapat
juga digunakan untuk menetapkan senyawa arsen dan stibium dalam bentuk trivalent
walaupun tercampur dengan stanum valensi empat
.
d. Titrasi serimetri

Metode serimetri digunakan dalam penentuan besi, arsenic, antimon, oksalat-oksalat,


ferosianida , titanium, kromium, vanadium, molibdenium, uranium dan oksida-oksida dari
timbale dan mangan.
DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, N. M. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasannya. Jakarta: PT


Gramedia

Hiskia Ahmad, 1992, Elektrokimia dan Kinetika Kimia , Bandung : PT. Citra Aditya Bakti.

Khopkar, S.M. 1989.Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Mursyidi, Achmad dan Rohman. 2008. Pengantar Kimia Farmasi Analisis


Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta: UGM Press.

Rivai, H.1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Jakarta:Universitas Indonesia


Press.

Rohman,Abdul dan Gandjar, Ibnu Gholib.2007. Kimia Farmasi Analisis.


Yogyakarta : Pustaka Pulajar.

Roth, J dan Blaschke.1988. Analisa Farmasi. Yogyakarta : UGM Press.

S, Syukri. 1999. Kimia Dasar 3. Bandung: ITB.


Sastrohamidjojo, Hardjono.2010. Kimia Dasar. Yogyakarta: UGM.

Underwood, A.L dan Day.1993. Analisa Kimia Kuantitatif Edisi V. Jakarta:


Erlangga.

Wunas, J dan Said.1986. Analisa Kimia Farmasi Kuantitatif. Makassar:


UNHAS Press.

Anda mungkin juga menyukai