Kelompok 6 :
ILMU HUKUM
PEKANBARU
2020
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah swt. yang telah memberikan kesehatan kepada penulis dan
kita semua, sehingga makalah mata kuliah Peradilan Agama di Indonesia dengan judul
Putusan Akta Perdamain dapat penulis selesaikan tepat pada waktunya.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang terlibat dalam proses
pembuatan makalah. Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan bagi
kesempurnaan makalah ini pada masa yang akan datang.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Rumuan Masalah
3. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
1. Kesimpulan
i
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas,
penulisan ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan pengertian Penyelesaian melalui perdamaian.
2. Mendeskripsikan Prosedur mediasi di pengadilan.
3. Mengetahui Kriteria dasar untuk mendamaikan.
4. Mengetahui Syarat formil putusan perdamaian.
5. Mengetahui Putusan perdamaian yang bertentangan dengan undang-undang
dapat dibatalkan.
6. Mengetahui Kekuatan hukum yang melekat pada putusan akta.
i
BAB II
PEMBAHASAN
1
2
3
i
2) Yang Menyelesaikan Sengketa Para Pihak Sendiri
Penyelesaian tidak diserahkan kepada kemauan dan kehendak hakim atau abiter,
tetapi diselesaikan oleh para pihak sendiri sesuai dengan kemauan mereka, karena
merekalah yang lebih tahu hal yang sebenarnya dan sesungguhnya atas sengketa yang
dipermasalah.
3) Jangka Waktu Penyelesaian Pendek
Pada umumnya jangka waktu peneyelsaian hanya satu atau dua minggu atau paling
lama satu bulan, asal ada ketulusan dan kerendahan hati dari kedua belah pihak.Itu
sebabnya disebut bersifat speedy (cepat), antara 5-6 minggu.
4) Biaya Ringan
Boleh dikatakan, tidak diperlukan biaya. Meskipun ada, sangat murah atau zero cost.
Hal ini merupakan kebalikan dari sistem peradilan atau arbitase, harus mengeluarkan
biaya mahal (very ecpensive).
5) Proses Penyelesaian Bersifat Konfidensial
Hal ini yang perlu dicatat, penyelesaian melalui perdamaian, benar-benar bersifat
rahasia atau konfidensial:
a. Penyelesaian tertutup untuk umum,
b. Yang tahu hanya mediator, konsiliator atau advisor maupun ahli yang bertindak
membantu penyelesaian.
6) Hubungan Para Pihak Bersifat Kooperatif
Oleh karena yang berbicara dalam penyelesaian adalah hati nurani, tejalin
penyelesaian berdasarkan kerja sama, mereka tidak menabuh genderang perang dalam
permusuhan atau antagonisme, tetaou dalam persaudaraan dan kerja sama.
7) Komunikasi dan Fokus Penyelesaian
Dalam penyelesaian perdamaian terwujud komunikasi aktif antara para pihak. Dalam
komunikasi itu, terpancar keinginan memperbaiki perselisihan dan kesalahan masa
lalu menuju hubungan yang baik untuk masa depan.
8) Hasil yang Dituju Sama Menang
Hasil yang dicari dan dituju para pihak dalam penyelesaian perdamaian, dapat
dikatakan sangat luhur:
a. Sama-sama menang yang disebut konsep win-win solution, dengan menjauhkan
diri dari sifat egoistik dan serakah, mau menang sendiri.
i
b. Dengan demikian, tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang atau bukan
winning or losing seperti penyelesaian melalui putusan pengadilan atau
arbitrase.
9) Bebas Emosi dan Dendam
Penyelesaian sengketa melalui perdamaian, meredam sikap emosional tinggi dan
bergejolak, ke arah suasana bebas emosi selama berlangsung penyelesaian maupun
setelah penyelesaian dicapai.
1) Sistem manajemen melalui peradilan
Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Badan Peradilan di bawahnya senantiasa
berupaya membangun citra positif Peradilan melalui berbagai Kebijakan pembaruan untuk
mewujudkan Pengadilan yang Agung (Court of Excellence). Kebijakan ini sebagaimana tertuang
dalam Dokumen Perencanaan Jangka Panjang Badan Peradilan Indonesia, yang dinamakan Cetak
Biru (Blue Print) Pembaruan Peradilan Indonesia 2010-2035.Cetak Biru ini merupakan
penyempurnaan dari Cetak Biru yang diterbitkan tahun 2003, guna lebih mempertajam arah dan
langkah dalam mencapai cita-cita pembaruan Badan Peradilan secara utuh.Penyusunan Cetak Biru
ini dengan menggunakan pendekatan kerangka Pengadilan yang unggul (The Framework of Courts
Excellence). Kerangka ini terdiri dari 7 (tujuh) Area “Peradilan yang Agung” yang dibagi ke
dalam 3 (tiga) Fungsi, yaitu: Pengarah/Pengendali(Driver), Sistem dan Penggerak (System and
Enabler), dan Hasil (Result).
Kepemimpinan Dan Manajemen Pengadilan
i
2) Sistem penggabungan pengadilan dengan arbitrase
Sesuai yang tertuang pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, Arbitraseadalah cara penyelesaian
suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase
yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Alternatif ini menjadi lebih banyak diminati pelaku bisnis karena beberapa hal, antara
lain karena lebih efisien (baik dari sisi waktu maupun biaya) dan menerapkan prinsip win-
win solution. Proses persidangan dan putusan arbitrase pun bersifat rahasia sehingga tidak
dipublikasikan, tetapi tetap bersifat final dan mengikat. Di samping itu, arbiter yang ditunjuk
sebagai pemeriksa perkara pun merupakan seorang yang ahli dalam permasalahan yang
tengah disengketakan sehingga dapat memberikan penilaian lebih matang dan objektif.4
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum
yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang
bersengketa (berdasarkan pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa).
Adapun pada saat berlakunya UU No. 30 Tahun 1999 ini, ketentuan mengenai
arbitrase sebagaimana diatur dalam pasal 615 sampai 651 Rv, Pasal 377 HIR, dan Pasal 705
Rbg tidak berlaku lagi. Adanya UU No. 30 Tahun 1999 telah berusaha mengakomodir semua
aspek mengenai arbitrase baik dari segi hukum maupun substansinya dengan ruang lingkup
baik nasional.
Di Indonesia sendiri, minat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase ini
meningkat semenjak diundangkannya UU No. 30 Tahun 1999 tersebut. Adapun beberapa hal
yang menjadi keuntungan Arbitrase dibandingkan menyelesaikan sengketa melalui jalur
litigasi adalah :5
1) Sidang tertutup untuk umum ;
2) Prosesnya cepat (maksimal enam bulan) ;
3) Putusannya final dan tidak dapat dibanding atau kasasi ;
4) Arbiternya dipilih oleh para pihak, ahli dalam bidang yang disengketakan, dan
memiliki integritas atau moral yang tinggi ;
5) Walaupun biaya formalnya lebih mahal daripada biaya pengadilan, tetapi tidak ada
'biaya-biaya lain' ; hingga,
4
5
i
6) Khusus di Indonesia, para pihak dapat mempresentasikan kasusnya dihadapan Majelis
Arbitrase dan Majelis Arbitrase dapat langsung meminta klarifikasi oleh para pihak.
Seiring perkembangannya, penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini
menemui beberapa permasalahan. Masalah utama adalah terkait dengan pelaksanaan
atau eksekusi putusan arbitrase. Dalam ruang lingkup internasional, putusan arbitrase
internasional dapat diakui dan dilaksanakan di Indonesia apabila tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, telah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat, serta apabila salah satu pihak dalam sengketa adalah Negara Republik
Indonesia maka hanya dapat dilaksanakan setelah ada eksekuatur dari Mahkamah
Agung - RI. Permasalahannya, pengadilan di Indonesia seringkali "dicap" enggan
untuk melaksanakan pelaksanaan putusan arbitrase internasional dengan alasan bahwa
putusan tersebut bertentangan dengan ketertiban umum.
B. Prosedur Mediasi Peradilan Agama (PERMA No. I Tahun 2016)
1) Tahap Pra Mediasi
a. Pada Hari Sidang Pertama yang dihadiri kedua belah pihak Hakim
mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi.
d. Apabila dalam jangka waktu tersebut dalam point 4 para pihak tidak dapat
bersepakat memilih Mediator yang dikehendaki.
i
c. Mediator wajib memperseiapkan jadwal pertemuan Mediasi kepada para pihak
untuk disepakati.
d. Apabila dianggap perlu Mediator dapat melakukan “Kaukus”. Mediator
berkewajiban menyatakan mediasi telah Gagal jika salah satu pihak atau para
pihak atau Kuasa Hukumnya telah 2 kali berturut – turut tidak menghadiri
pertemuan Mediasi sesuai jadwal yang telah disepakati tanpa alasan setelah
dipanggil secara patut.
b. Jika mediasi diwakili oleh Kuasa Hukum para maka pihak wajib menyatakan
secara tertulis persetujuan atau kesepakatan yang dicapai.
c. Para pihak wajib menghadap kembali kepada Hakim pada hari Sidang yang
telah ditentukan untuk memberi tahukan kesepakatan perdamaian tersebut.
c. Jika mediasi gagal, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses
mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan.
i
b. Penyelenggaraan mediasi disalah satu ruang Pengadilan Agama tidak
dikenakan biaya
i
Apabila perdamaian telah dapat dilaksanakan maka dibuat putusan perdamaian
yang lazim disebut dengan akta perdamaian. Putusan perdamaian yang dibuat dalam
majelis hakim harus betul-betul mengakhiri sengketa yang sedang terjadi diantara
pihak-pihak yang berperkara secara tuntas. Putusan perdamaian hendaknya meliputi
keseluruhan sengketa yang diperkarakan, hal ini dimaksudkan untuk mencegah
timbulnya perkara lagi dengan masalah yang sama.
3) Mengenai Sengketa Yang Telah Ada
Syarat untuk dijadikan dasar putusan perdamaian itu hendaknya persengketaan
para pihak sudah terjadi, baik yang sudah terwujud maupun yang sudah nyata
terwujud tetapi baru akan diajukan ke pengadilan sehingga perdamaian yang dibuat
oleh para pihak mencegah terjadinya perkara di siding pengadilan.
4) Bentuk Perdamaian Harus Tertulis
Persetujuan perdamaian itu sah apabila dibuat secara tertulis, syarat ini bersifat
imperative (memaksa), jadi tidak ada persetujuan perdamaian apabila dilaksanakan
dengan cara lisan dihadapan pejabat yang berwenang. Jadi akta perdamaian harus
dibuat secara tertulis sesuai dengan format yang telah ditetapkan oleh ketentuan yang
berlaku.
i
3. Pihak yang membuat persetujuan perdamaian adalah orang yang mempunyai
kekuasaan
Syarat ini berkaitan dengan ketentuan perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 ke-2 jo
Pasal 1330 KUH Perdata. Meskipun Pasal 1320 KUH Perdata mempergunakan istilah tidak
cakap dan Pasal 1852 istilah tidak mempunyai kewenangan, yang termasuk didalamnya tidak
mempunyai kedudukan dan kapasitas sebagai personal standi ini judicio.
4. Seluruh pihak yang terlibat dalam perkara ikut dalam persetujuan perdamaian
Syarat formil lain yang ikut terlibat dalam persetujuan tidak boleh kurang dari pihak
yang terlibat dalam perkara. Semua orang yang tidak bertindak sebagai penggugat dan
tergugat , mesti seluruhnya ikut ambil bagian sebagai pihak dalam pihak perdamaian.
Pasal 1859 KUHPerdata: “Namun perdamaian dapat dibatalkan bila telah terjadi
suatu kekeliruan mengenai orang yang bersangkutan atau pokok perselisihan.
Perdamaian dapat dibatalkan dalam segala hal, bila telah dilakukan penipuan
atau paksaan.”
Pasal 1861 KUHPerdata: “Suatu perdamaian yang diadakan atas dasar surat-
surat yang kemudian dinyatakan palsu, batal sama sekali.”.
i
F. Kekuatan Hukum Yang Melekat Pada Putusan Akta Perdamaian
Kekuatan hukum yang melekat pada putusan perdamaian diatur dalam pasal
1858KUHPerdata segala perdamaian mempunyai di antara para pihak suatu kekuatan
seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan tidak dapatlah perdamaian itu
dibantah dengan alasan kehilafan mengenai hukum atau dengan alasan bahwa salah satu
pihak dirugikan, pasal tersebutmemberikan posisi hukum yang sangat kuat terkait
perdamaian, dimana segala perdamaian mempunyai di antara para pihak sesuatu kekuatan
seperti suatu putusan hakim dalam tingkat yang penghabisan. Bahkan lebih jauh diatur
bahwa tidak dapatlah perdamaian itu di bantah dengan alas an kekhilafan mengenai hukum
atau dengan alasan bahwa salah satu pihak dirugikan.dan pasal 130 ayat 2 dan 3 HIR
mengatur bahwa akta perdamaian itu berkekuatan dan akan dilakukan sebagai keputusan
hakim yang biasa, dan terhadap keputusan tidak dapat dimintakan banding.Putusan
perdamaian atau akta perdamaian memiliki bermacam-macam sifat diantara adalah:
a.Bersifat partai
i
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
i
Daftar Pustaka
Sophar Maru Hutagalung. 2012. Peraktik Peradilan Perdata dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Jakarta: Sinar Grafika.
Soedharyo Soimin. 2001. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika.
Moh. Taufik Makaro. 2004. Pokok-pokok Hukum Acara Perdata. Jakarta: PT Rineka Cipta.