Hemoroid adalah vena yang berdilatasi dalam kanal anal ( Smeltzer Suzanne C; 2001
).
Hemoroid adalah pelebaran varises satu segmen atau lebih vena-vena hemoroidales
(Bacon). Patologi keadaan ini dapat bermacam-macam, yaitu thrombosis, ruptur,
radang, ulserasi, dan nekrosis (Mansjoer, 2008).
Berdasarkan pengertian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa hemoroid adalah
pelebaran dan inflamasi vena di dalam plexus hemoroidalis.
Etiologi
Beberapa faktor etiologi menurut Sylvia Anderson P. (1994) adalah sebagai berikut :
1. Konstipasi/diare
2. Sering mengejan
3. Kongesti pelvia pada kehamilan
4. Pembesaran prostat
5. Fibroama uteri
6. Tumor rectum
7. Penyakit hati kronik yang disertai hipertensi portal.
Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan gangguan balik dari vena
hemoroidalis
• Hemoroid interna terjadi varises pada vena hemoroidalis superior media dan
timbul disebelah dalam otot spingter ani.
• Hemoroid eksterna terjadi varises pada vena hemoroidalis inferior, dan timbul
disebelah luar otot spingter ani.
Hemoroid eksterna ada dua klasifikasi yaitu akut dan kronik.
1. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan
sebenarnya merupakan hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid
trombosis akut. Bentuk terasa sangat nyeri gatal karena ujung saraf pada kulit
merupakan reseptor nyeri.
2. Hemoroid eksterna kronik (skin tag) berupa satu atau lebih lipatan kulit anus
yang terdiri dari jaringan penyambung dan sedikit pembuluh darah.
• Hemoroid interna derajat I tidak menonjol melalui anus dan dapat ditemukan
dengan proktoskopi. Lesi biasanya terletak pada posterior kanan dan kiri dan
anterior kanan, mengikuti penyebaran cabang-cabang vena hemoroidalis
superior, dan tampak sebagai pembengkakan globular kemerahan.
• Hemoroid interior derajat II dapat mengalami prolapsus melalui anus setelah
defekasi, hemoroid ini dapat mengecil secara spontan atau dapat direduksi
secara manual.
• Hemoroid interna derajat III mengalami prolapsus secara permanen. Gejala
hemoroid interna yang paling sering adalah perdarahan tanpa nyeri karena tidak
ada serabut-serabut nyeri pada daerah ini. Kebanyakan kasus hemoroid adalah
hemoroid campuran interna dan eksterna.
Hemoroid menyebabkan rasa gatal dan nyeri, dan sering menyebabkan perdarahan
berwarna merah terang pada saat defekasi. Hemoroid eksternal dihubungkan dengan
nyeri hebat akibat inflamasi dan edema yang disebabkan oleh trombosis. Trombosis
adalah pembekuan darah dalam hemoroid. Ini dapat menimbulkan iskemia pada area
tersebut dan nekrosis. Hemoroid internal tidak selalu menimbulkan nyeri sampai
hemoroid ini membesar dan menimbulkan perdarahan atau prolapse (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau “wasir” tanpa ada hubungannya
dengan gejala rectum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat jarang sekali ada
hubungannya dengan hemoroid intern dan hanya timbul pada hemoroid ekstern yang
mengalami thrombosis. Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid
intern akibat trauma oleh feses yang keras.
Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat
hanya berupa garis pada feses atau kertas pembersih sampai pada perdarahan yang
terlihat menetes atau mewarnai air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena,
darah yang keluar berwarna merah segar karena kaya zat asam. Perdarahan luas dan
intensif di pleksus hemoroidalis menyebabkan darah di vena tetap merupakan “darah
arteri”.
Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbulnya anemia berat.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada waktu
defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi (Sjamsuhidajat dan
Jong, 2005).
Pasien harus memasukkan sendiri setelah defekasi. Pada tahap lanjut, akhirnya sampai
pada suatu keadaan dimana tidak dapat dimasukkan. Kotoran di pakaian dalam
menjadi tanda hemoroid yang mengalami prolaps permanen. Kulit di daerah perianal
akan mengalami iritasi. Nyeri akan terjadi bila timbul trombosis luas dengan edema
dan peradangan. Anamnesis harus dikaitkan dengan faktor obstipasi defekasi yang
keras, yang membutuhkan tekanan intraabdominal tinggi (mengejan), juga sering
pasien harus duduk berjam-jam di WC, dan dapat disertai rasa nyeri yang merupakan
gejala radang (Mansjoer, 2008).
Hemoroid eksterna dapat dilihat dengan inspeksi, apalagi bila telah terjadi trombosis.
Bila hemoroid interna mengalami prolaps, maka tonjolan yang ditutupi epitel
penghasil musin akan dapat dilihat pada satu atau beberapa kuadran. Selanjutnya
secara sistematik dilakukan pemeriksaan dalam rectal secara digital dan dengan
anoskopi. Pada pemeriksaan rektal secara digital mungkin tidak ditemukan apa-apa
bila masih dalam stadium awal. Pemeriksaan anoskopi dilakukan untuk melihat
hemoroid interna yang tidak mengalami penonjolan. Pada pemeriksaan kita tidak
boleh mengabaikan pemeriksaan umum karena keadaan ini dapat disebabkan oleh
penyakit lain seperti sindrom hipertensi portal (Mansjoer, 2008).
Klasifikasi
2) Hemoroid eksterna
Hemoroid eksterna jarang sekali berdiri sendiri, biasanya perluasan hemoroid interna.
Tapi hemoroid eksterna dapat di klasifikasikan menjadi 2
yaitu:
a. Akut
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya
hematom, walaupun disebut sebagai trombus ekterna akut.
b. Kronik
Hemoroid ekterna kronik atau “skin tag” terdiri atas satu lipatan atau lebih dari kulit
anus yang berupa jaringan penyambung sedikit pembuluh darah.
Penatalaksanaan
Menurut Smeltzer dan Bare (2002), Sudoyo (2006) dan Mansjoer (2008),
penatalaksanaan medis hemoroid terdiri dari penatalaksanaan non farmakologis,
farmakologis, dan tindakan minimal invasive, yaitu :
1. Obat memperbaiki defekasi : ada dua obat yang diikutkan dalam BMP yaitu
suplemen serat (fiber suplement) dan pelicin tinja (stool softener). Suplemen serat
komersial yang banyak dipakai antara lain psyllium atau isphagula Husk (missal
Vegeta, Mulax, Metamucil, Mucofalk). Obat kedua yaitu obat laksan atau pencahar
antara lain Natrium dioktil sulfosuksinat (Laxadine), Dulcolax, Microlac dll. Natrium
dioctyl sulfosuccinat bekerja sebagai anionic surfactant, merangsang sekresi mukosa
usus halus dan meningkatkan penetrasi cairan kedalam tinja. Dosis 300 mg/hari
(Sudoyo, 2006).
3. Penatalaksanaan bedah
Hemoroidektomi atau eksisi bedah dapat dilakukan untuk mengangkat semua jaringan
sisa yang terlibat dalam proses ini. Selama pembedahan, sfingter rektal biasanya
didilatasi secara digital dan hemoroid diangkat dengan klem dan kauter atau dengan
ligasi dan kemudian dieksisi. Setelah prosedur operatif selesai, selang kecil
dimasukkan melalui sfingter untuk memungkinkan keluarnya flatus dan darah.
Penempatan Gelfoan atau kassa oxygel dapat diberikan diatas luka anal (Smeltzer dan
Bare, 2002).
Pemeriksaan fisik yaitu inspeksi dan rektaltouche (colok dubur). Pada pemeriksaan
colok dubur, hemoroid interna stadium awal tidak dapat diraba sebab tekanan vena di
dalamnya tidak terlalu tinggi dan biasanya tidak nyeri. Hemoroid dapat diraba apabila
sangat besar. Apabila hemoroid sering prolaps, selaput lendir akan menebal.
Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat dengan dasar yang lebar.
Pemeriksaan colok dubur ini untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum.
b. Pemeriksaan proktosigmoidoskopi
Proktosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan keluhan bukan disebabkan
oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat tinggi, karena hemoroid
merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang menyertai. Feses harus diperiksa
terhadap adanya darah samar.
Komplikasi
Komplikasi penyakit ini adalah perdarahan hebat, abses, fistula para anal, dan
inkarserasi. Untuk hemoroid eksterna, pengobatannya selalu operatif. Tergantung
keadaan, dapat dilakukan eksisi atau insisi trombus serta pengeluaran trombus.
Komplikasi jangka panjang adalah struktur ani karena eksisi yang berlebiha
Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan diambil untuk menentukan adanya rasa gatal, rasa terbakar, dan
nyeri beserta karakteristiknya. Apakah terjadi selama defekasi ?, Berapa lama nyeri
tersebut ? adakah nyeri abdomen yang berhubungan dengan hal itu ?, Apakah terdapat
perdarahan dari rectum ?, Seberapa banyak ?, Seberapa sering ?, Apakah warnanya ?,
Adakah cairan lain seperti mucus atau pus ?, Pertanyaan lain berhubung dengan pola
eliminasi dan penggunaan laksatif, riwayat diet, masukan serat, jumlah latihan, tingkat
aktifitas, dan pekerjaan.
2. Pengkajian Objektif
Pengkajian objektif mencakup menginspeksi feses akan adanya darah atau mucus, dan
area perineal akan adanya hemoroid, fisura, iritasi, atau pus.
Diagnosa Keperawatan
Intervensi
1. Tujuan
• Menghilangkan konstipasi
• Menurunkan ansietas
• Menghilangan nyeri
• Meningkatkan eliminasi urinarius
• Klien patuh dengan program terapeutik
• Mencegah terjadinya komplikasi
2. Intervensi Keperawatan
a. Menghilangkan Konstipasi
b. Menurunkan Ansietas
c. Menghilangkan Nyeri
Implementasi
Evaluasi
• Menyusun waktu untuk defekasi, biasanya setelah makan atau setelah tidur.
• Berespon terhadap dorongan untuk defekasi dan menyediakan waktu untuk
duduk ditoilet dan mencoba untuk defekasi.
• Menggunakan latihan relaksasi sesuai kebutuhan.
• Menambah makanan tinggi serat pada diet.
• Meningkatkan masukan cairan sampai 2 L/24 jam.
• Melaporkan penurunan ketidaknyamanan pada abdomen.
• Insisi bersih
• Menunjukkan tanda vital normal
• Menunjukkan tidak ada tanda hemoragi.
Daftar Pustaka
Smeltzer Suzanne C., Bare Brenda G.; ( 2001 ); Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Brunner & Suddarth; edisi 8; alih bahasa; Monica Ester, et al; Jakarta; EGC.
Price Sylvia A., Wilson Lorraine M.;( 1994 );Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit; jilid 1; edisi 8; alih bahasa; Peter Anugerah, Jakarta, EGC.
Carpenito Lynda Juall; ( 1997 ); Diagnosa Keperawatan Buku Saku; edisi 6; alih
bahasa; Yasmin Asih; Jakarta; EGC.
Robbins, Stanley L;(1995); Buku Ajar Patologi II (Basic Pathology); alih bahasa, staf
pengajar laboratorium patologi anatomi FK UNAIR; Jakarta; EGC
Underwood, J.C.E; (1999) Patologi Umum dan Sistematik; vol.2; ed.2; editor edisi
bahasa Indonesia, Sarjadi dkk; Jakarta; EGC