PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Penyakit gout atau dalam bahasa Indonesia disebut pirai adalah salah satu tipe
penyakit arthritis (radang pada persendiaan). Penyakit ini sudah dikenal sejak zaman
Yunani Kuno dengan julukannya “penyakit para raja dan raja penyakit “
Gout Arthritis adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh
dunia. Gout (pirai) merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi
kristal monosodium urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat di dalam
cairan ekstraselular. Gangguan metabolisme yang mendasarkan gout adalah
hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar asam urat lebih dari 7,0
ml/dl dan 6,0 mg/dl (Sudoyo, 2009).
Penyakit asam urat atau penyakit gout merupakan penyakit yang muncul akibat
zat purin yang berlebih dalam tubuh. zat purin ini sebenarnya dapat di olah tubuh
menjadi asam urat. Menurut WHO (2015) Di dunia prevalensi penyakit asam urat
mengalami kenaikan jumlah penderita hingga dua kali lipat antara tahun 1990-2010.
Pada orang dewasa di Amerika Serikat penyakit gout mengalami peningkatan dan
mempengaruhi 8.3 juta (4%) orang Amerika. Penyakit asam urat diperkirakan terjadi
pada 840 orang dari setiap 100.000orang. Prevalensi penyakit asam urat di Indonesia
terjadi pada usia di bawah 34tahun sebesar 32 % dan di atas 34 tahun sebesar 68 %
(WHO, 2015).
WHO mendata penderita gangguan sendi di Indonesia mencapai 81% dari
populasi, yang pergi ke dokter hanya 24% sedangkan yang langsung mengkonsumsi
obat pereda nyeri yang di jual secara bebas hanya 71%. Angka tersebut menempatkan
Indonesia sebagai negara tertinggi menderita gangguan sendi apabila di bandingkan
dengan negara lain. Apabila di dalam negeri penyakit asam urat menjadi ancaman
tertinggi maka dari itu untuk skala Internasional berdasarkan survei WHO, Indonesia
merupakan negara terbesar di dunia yang penduduknya menderita penyakit asam urat.
Survei badan kesehatan dunia tersebut menunjukkan rincian bahwa di Indonesia
penyakit asam urat 35% terjadi pada pria usia 34 tahun ke bawah. Berdasarkan jurnal
penelitian Best Practice & Research Clinical Rheumatology pada tahun 2010,
terhadap 4683 orang dewasa menunjukkan bahwa angka prevalensi penyakit asam
urat dan hiperurisemia di Indonesia pada pria adalah 1,7 dan 24,3%. Dimana rasio
perbandingan pria dan wanita adalah 34:1 untuk penyakit asam urat dan 2:1 untuk
hiperurisemia.
Di Indonesia sendiri penyakit artritis gout pertama kali diteliti oleh seorang dokter
Belanda yang bernama dr. van den Horst, pada tahun 1935. Ia menemukan bahwa
terdapat 15 kasus gout berat pada masyarakat kurang mampu di pulau Jawa. Hasil
penelitian oleh Darmawan (1988) di Bandungan Jawa Tengah menunjukkan bahwa
diantara 4683 orang yang diteliti, 0.8% menderita asam urat tinggi berusia antara 15-
45 tahun. 1.7% pada pria dan 0.05% pada wanita, bahkan di antara mereka sudah
sampai pada tahap gout (Damayanti, 2012). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas)
tahun 2013 menunjukkan bahwa penyakit sendi di Indonesia berdasarkan diagnosis
tenaga kesehatan (nakes) sebesar 11.9% dan berdasarkan diagnosis dan gejala sebesar
24.7%, sedangkan berdasarkan daerah diagnosis nakes tertinggi di Provinsi Bali
sebesar 19.3% dan berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi yaitu di Nusa Tenggara
Timur sebesar 31.1%. Prevalensi penyakit sendi di Jawa Tengah tahun 2013
berdasarkan diagnosis nakes sebesar 11.2% ataupun berdasarkan diagnosis dan gejala
sebesar 25.5% (Riskesdas, 2013).
Standar akreditasi rumah sakit yang dikeluarkan oleh JCI (Joint Commision
International) tahun 2011 bahwa hak pasien untuk mendapatkan asesmen dan
pengelolaan nyeri. Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif, pasien
yang kesakitan mendapat asuhan sesuai pedoman pengelolaan nyeri (Kemenkes RI,
2011).
Penyakit asam urat masih menjadi masalah utama dalam dunia kesehatan,
dibuktikan dari berbagai kasus komplikasi dari penyakit asam urat ini seperti gagal
ginjal, batu ginjal dan lain-lain masih cukup tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh
kurangnya kesadaran masyarakat yang kurang memperhatikan kesehatannya seperti
masih banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi makanan tanpa memperhatikan
kandungan dari makanan tersebut. Faktor aktivitas yang berlebihan juga dapat
memperburuk dan mendukung adanya komplikasi penyakit asam urat tersebut
(Damayanti, 2012).
Gambar 1.1
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
untuk membantu menurunkan nyeri sendi pada klien dengan Gout Atrithis
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan Karya Tulis Ilmiah ini bagi Institusi Pendidikan,
1. Bagi Mahasiswa
yang tidak hanya cerdas dalam teori, namun mampu melakukan tindakan
Timur.
3. Bagi Puskesmas
nantinya dapat dihasilkan tenaga perawat yang kompeten serta terampil dalam
pemberian asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok maupun
4. Bagi Klien
TINJAUAN PUSTAKA
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang
nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan
dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie. 2005).
Gout merupakan penyakit metabolic yang ditandai oleh penumpukan asam urat yang
menyebabkan nyeri pada sendi. (Moreau, David. 2005).
Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek
genetic pada metabolism purin atau hiperuricemia. (Brunner & Suddarth. 2001).
Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat
di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut.
Jadi, Gout atau sering disebut “asam urat” adalah suatu penyakit metabolik dimana
tubuh tidak dapat mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan asam urat yang
menyebabkan rasa nyeri pada tulang dan sendi.
2. Klasifikasi Gout Arthritis
a. Ada 3 klasifikasi berdasarkan manifestasi klinik
1) Gout artritis stadium akut
Radang sendi timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur
tanpa ada gejala apa-apa. Pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat
dan tidak dapat berjalan. Biasanya bersifat monoartikular dengan keluhan
utama berupa nyeri, bengkak, terasa hangat, merah dengn gejala sistemik
berupa demam, menggigil dan merasa lelah. Apabila proses penyakit
berlanjut,
dapat terkena sendi lain yaitu pergelangan tangan/kaki, lutut, dan siku.
Faktor pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi
purin, kelelahan fisik, stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretik
dan
lain-lain. Pemilihan regimen terapi merekomendasikan pemberian
monoterapi sebagai terapi awal antara lain NSAIDs, kortikosteroid atau
kolkisin oral. Kombinasi diberikan berdasarkan tingkat keparahan
sakitnya,
jumlah sendi yang terserang atau keterlibatan 1-2 sendi besar
(Fatwa,2014).
2) Stadium interkritikal
Stadium ini merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi periode
interkritik. Walaupun secara klinik tidak dapat ditemukan tanda-tanda
radang akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Hal ini
menunjukkan bahwa proses peradangan masih terus berlanjut, walaupun
tanpa keluhan (Fatwa, 2014).
3) Stadium artritis gout kronik
Stadium ini umumnya terdapat pada pasien yang mampu mengobati
dirinya sendiri (selfmedication). Sehingga dalam waktu lama tidak mau
berobat secara teratur pada dokter. Gout artritis menahun biasanya disertai
tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi ini sering pecah dan sulit sembuh
dengan obat. Kadang-kadang dapat timbul infeksi sekunder. Secara umum
penanganan gout artritis adalah memberikan edukasi pengaturan diet,
istrahat sendi dan pengobatan. Pengobatan dilakukan dini agar tidak terjadi
kerusakan sendi ataupun komplikasi lainnya. Tujuan terapi meliputi
terminasi serangan akut, mencegah. serangan di masa depan, mengatasi
rasa sakit dan peradangan dengan cepat dan aman, mencegah komplikasi
seperti terbentuknya tofi, batu ginjal, dan arthropati destruktif (Fatwa,
2014).
b. Klasifikasi Berdasarkan Penyebabnya
1) Gout primer
Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat
berlebihan, penurunan ekskresi asam urat melalui ginjal. Gout primer
disebabkan faktor genetik dan lingkungan. Faktor genetik adalah faktor
yang disebabkan oleh anggota keluarga yang memiliki penyakit yang
sama. Dan buruknya jika kita mengalami penyakit yang disebabkan dari
gen. Sulit
sekali untuk disembuhkan. Makannya untuk keluarga mana pun, harus
menjalankan kehidupan yang sehat, agar penyakit tidak menyerang pada
anggota keluarganya. Masih ada banyak lagi penyakit yang disebabkan
oleh faktor keturunan. pernyataan ini adalah faktor penyebab asam urat
tinggi.
2) Gout sekunder
Gout sekunder disebabkan oleh penyakit maupun obat-obatan.
a) Obat-obatan
Obat TBC seperti obat etambutol dan pyrazinamide dapat
menyebabkan kenaikan asam urat pada beberapa pasien. Hal ini terjadi
karena adanya efek dari obat ini yang berefek terhambatnya seksresi
dari ginjal, termasuk sekresi asam urat yang menghasilkan terjadinya
peningkatan asam urat pada tubuh.
b) Penyakit lain
Penyebab asam urat bisa terjadi jika memiliki tekanan darah
yang terlalu tinggi, atau pun memiliki kadar gula darah yang terlalu
tinggi, dan menimbulkan penyakit hipertensi atau pun penyakit
diabetes dan kolesterol dan penyakit tersebut bisa menyebabkan organ
tubuh menurunkan fungsi nya sehingga tidak dapat mengeluarkan
limbah tubuh dengan baik seperti limbah asam urat, oleh sebab itu
salah satu penyebab asam urat akibat penyakit di dalam tubuh.
3. Etiologi Gout Arthritis
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan
kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit
dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam
pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Beberapa factor lain yang mendukung, seperti :
a. Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan
asam urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
b. Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi
gangguan ginjal yang akan menyebabkan :
1) Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia.
2) Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asam urat
seperti : aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta
zolamid dan etambutol.
Gangguan
Metabolisme
purin Respons Suhu Tubuh
inflamasi
GOUT
Perubahan pada bentuk
tubuh pada tulang dan
sendi Pembentukan
Pelepasan medioator Sirkulasi pd Permeabilitas kapiler tukas pd sendi
kimia oleh sel Mast : daerah inflamasi
bradikinin, histamin,
prostagladin deformitas Tofus – Tofus
mengering
Akumulasi cairan ke
Vasodilatasi dr jaringan intertisial
kapiler Membatasi
Hipotalamus Gg. Konsep diri pergerakan sendi
Edema
Association for the Study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat
2) Batasan karekteristik
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan pada parameter fisiologis
c. Diaforesis
d. Perilaku distraksi
e. Bukti nyeri dengan menggunakan standar daftar periksa nyeri
untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkannya
f. Perilaku ekspresif
g. Ekspresi wajah nyeri
h. Sikap tubuh melindungi
i. Putus asa
j. Fokus menyempit
k. Sikap melindungi area nyeri
l. Perilaku protektif
m. Laporan tentang perilaku nyeri/ perubahan aktivitas
n. Dilatasi pupil
o. Fokus pada diri sendiri
p. Keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri
q. Keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar
instrumen nyeri
3) Faktor yang berhubungan
a. Agens cedera biologis
b. Agens cedera kimiawi
c. Agens cedera fisik
b. Hambatan mobilisasi fisik (domain 4, kelas 2, kode diagnosis 00085)
1) Definisi
Keterbatasan dalam Gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas
secara mandiri atau terarah.
2) Batasan karekteristik
a. Gangguan sikap berjalan
b. Penurunan keterampilan motorik halus
c. Penurunan rentang gerak
d. Waktu reaksi memanjang
e. Kesulitan membolak-balik posisi
f. Ketidaknyamanan
g. Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan
h. Dipsnea setelah beraktivitas
i. Tremor akibat bergerak
j. Instabilitas postur
k. Gerakan lambat
l. Gerakan spasik
m. Gerakan tidak terkoordinasi
3) Faktor yang berhubungan
a. Intoleran aktivitas
b. Ansietas
c. Indeks masa tubuh di atas persentil ke-75 sesuai usia
d. Kepercayaan budaya tentang aktivitas yang tepat
e. Penurunan kekuatan otot
f. Penurunan kendali otot
g. Penurunan masa otot
h. Penurunan ketahanan tubuh
i. Depresi
j. Disuse
k. Kurang dukungan lingkungan
l. Kurang pengentahuan tentang nilai aktivitas fisik
m. Kaku sendi
n. Malnutrisi
o. Nyeri
p. Fisik tidak bugar
q. Keengganan memulai pergerakan
r. Gaya hidup kurang gerak
c. Gangguan Citra Tubuh (domain 6, kelas 3, kode diagnosis 00118)
1) Definisi
Konfusi dalam gambaran mental tentang diri fisik individu
2) Batasan karakteristik
a. Tidak ada bagian tubuh
b. Perubahan fugsi tubuh
c. Perubahan struktur tubuh
d. Perubahan pandangan tentang penampilan tubuh seseorang
e. Menghindari melihat tubuh orang lain
f. Prilaku mengenali tubuh seseorang
g. Prilaku memantau tubuh seseorang
h. Prubahan pada kemapuan memperkirakan hubungan spaial tubuh
dengan lingkungan
i. Perubahan gaya hidup
j. Perubahan dalam keterlibatan soia
k. Dipersonalisasi bagian tubuh melalui penggunaan kata ganti
impersonal
l. Menekankan pada kekuatan yang tersisa
m. Memperluas Batasan tubuh
n. Takut reaksi orang lain
o. Berfokus pada penampilan masa lalu
p. Berfokus pada fungsi masa lalu
q. Berfokus pada kekuatan sebelumya
r.