Anda di halaman 1dari 26

Vital : masih hidup, masih berfungsi dengan normal, sangat penting

Pulpitis merupakan sebuah peradangan yang terjadi pada saraf gigi (pulpa) akibat
infeksi bakteri. Saraf gigi (pulpa) terdapat di dalam setiap gigi yang ada pada
mulut kita dan terdiri dari saraf-saraf serta pembuluh darah. Pulpitis dapat
berawal dari lubang pada gigi yang tidak segera ditangani ataupun tidak
tertangani dengan tepat sehingga berkembang semakin parah. Peradangan ini
dapat terjadi baik pada anak-anak (gigi sulung) maupun orang dewasa (gigi
permanen).

Pulpitis dapat terjadi pada satu gigi maupun lebih dan dapat menimbulkan rasa
sakit. Berdasarkan intensitas sakit yang dirasakan, pulpitis dapat dibagi dalam dua
kategori, yaitu:

1. Reversible pulpitis

Reversible pulpitis merupakan peradangan ringan pada saraf gigi (pulpa)


yang menyebabkan rasa sakit atau tidak nyaman saat gigi terpapar
makanan manis maupun dingin dan kemudian rasa sakit akan segera
menghilang apabila sudah tidak terpapar oleh hal-hal tersebut. Pada
pulpitis jenis ini, keadaan saraf gigi (pulpa) dapat kembali normal apabila
ditangani secara tepat. Apabila tidak ditangani secara tepat, maka reversible
pulpitis akan berlanjut menjadi irreversible pulpitis.

2. Irreversible Pulpitis

Irreversible pulpitis merupakan peradangan pada saraf gigi (pulpa) yang


ditandai dengan rasa nyeri secara tiba-tiba (spontan), rasa nyeri berdenyut,
dan rasa nyeri yang bertahan lama (lebih dari 30 detik) setelah gigi terpapar
oleh makanan manis maupun dingin atau panas. Rasa nyeri juga dapat
terjadi ketika berbaring dan biasanya pada tahap ini pengobatan dengan
obat antinyeri biasa tidak dapat meredakan rasa sakit yang dialami.

Pada pulpitis jenis ini, saraf gigi (pulpa) sudah tidak dapat kembali normal serta
dibutuhkan perawatan yang lebih rumit untuk mempertahankan gigi tersebut.
Apabila tidak ditangani, irreversible pulpitis dapat memicu terjadinya
pembengkakan yang berisi nanah (abses) pada area akar gigi yang kemudian
dapat menyebar pada bagian lain seperti rahang, sinus, maupun otak.

Tanda dan gejala pulpitis

 
Beberapa gejala yang juga dapat timbul pada pulpitis adalah:

 Rasa nyeri yang ringan hingga berat


 Gigi menjadi sensitif terhadap makanan manis, panas, maupun dingin
 Bau mulut
 Rasa tidak nyaman pada mulut
 Apabila semakin parah, pulpitis juga dapat menyebabkan terjadinya demam

Penyebab pulpitis

 
Pada dasarnya, penyebab pulpitis adalah terbukanya pulpa (saraf gigi) sehingga
dapat terpapar oleh bakter yang kemudian menimbulkan peradangan. Beberapa
faktor pemicu yang dapat menyebabkan terpaparnya pulpa dengan bakteri adalah
sebagai berikut:
 Lubang pada gigi yang tidak ditangani atau tidak tertangani dengan baik.
Meskipun lubang pada gigi Anda sudah ditambal, penambalan gigi yang
tidak baik dapat mengakibatkan terjadinya lubang kembali pada gigi
sehingga menimbulkan terjadinya pulpitis.
 Gigi yang patah sehingga menyebabkan terbukanya saraf pada bagian
dalam gigi.
 Kebiasaan buruk untuk menggesek-gesekkan gigi sehingga gigi menjadi
aus hingga saraf pada bagian dalam gigi menjadi terbuka.

Selain itu, terdapat beberapa faktor seperti kesehatan dan kebersihan rongga
mulut yang buruk sehingga mudah menyebabkan gigi berlubang serta seringnya
konsumsi makanan-makanan yang mempermudah timbulnya lubang pada gigi
(misalnya makanan dan minuman manis) dapat meningkatkan risiko terjadinya
pulpitis.

Diagnosis pulpitis

 
Pemeriksaan mengenai pulpitis biasanya dilakukan oleh dokter gigi. Beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain:

 Dokter gigi akan memeriksa seluruh gigi, termasuk gigi yang berlubang,
dengan beberapa alat-alat standar kedokteran gigi untuk melihat keadaan
gigi bahkan kedalaman lubang pada gigi.
 Tes sensitivitas gigi terhadap rangsangan panas ataupun dingin untuk
melihat kondisi saraf dalam gigi. Intensitas rasa nyeri yang dirasakan pada
pemeriksaan ini dapat menentukan kategori pulpitis.
 Mengetuk gigi secara ringan pada gigi yang diduga mengalami pulpitis
untuk mendeteksi penjalaran peradangan yang terjadi.
 Rontgen (X-ray) pada area gigi yang sakit juga dapat membantu untuk
melihat apakah saraf gigi (pulpa) sudah terbuka akibat gigi yang berlubang
maupun gigi yang patah.

Electric pulp test adalah sebuah pemeriksaan dengan alat elektrik yang dapat
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang terjadi pada saraf gigi
(pulpa).

Cara mengobati pulpitis

 
Pulpitis tidak dapat hilang dengan sendirinya. Maka dari itu, bila Anda merasakan
gejala-gejala yang mengarah pada pulpitis, baik reversible maupun irreversible
pulpitis, sebaiknya segera konsultasikan pada dokter gigi. Untuk mengatasi
peradangan dan rasa nyeri, dokter gigi tentu akan membantu dengan meresepkan
obat antiradang dan antinyeri untuk meredakan gejala tersebut. Akan tetapi, gigi
yang mengalami pulpitis juga harus ditangani dengan baik. Penanganan pulpitis
selanjutnya didasarkan pada jenis pulpitis.

Apabila mengalami reversible pulpitis, pengobatan yang dilakukan akan


menyesuaikan dengan penyebab terjadinya peradangan pulpa. Misalnya dengan
melakukan penambalan pada gigi yang berlubang sehingga proses penyembuhan
dapat terjadi dan pulpa dapat berangsur-angsur normal kembali.

Apabila mengalami irreversible pulpitis, pengobatan yang diperlukan tentunya


akan lebih rumit. Dokter gigi akan merujuk pada dokter gigi spesialis endodontik
yang fokus menangani masalah yang berhubungan dengan perawatan saraf gigi.
Dalam dunia kedokteran gigi, perawatan saraf disebut dengan pulpektomi atau
perawatan saluran akar (PSA). Pulpektomi dapat dilakukan apabila saraf gigi
(pulpa) yang mengalami peradangan masih dapat merespon tes sensitivitas
terhadap rangsangan panas maupun dingin yang sebelumnya telah dilakukan oleh
dokter gigi. Sedangkan perawatan saluran akar (PSA) merupakan pengobatan
yang dilakukan apabila saraf gigi (pulpa) sudah mati atau tidak merespon
terhadap tes sensitivitas panas maupun dingin.

Meskipun terdapat perbedaan penyebutan dalam kedua perawatan tersebut,


jaringan pulpa sama-sama akan diambil dari saluran akar gigi. Selanjutnya saluran
akar gigi akan dibersihkan, diisi dengan bahan khusus untuk membantu proses
penyembuhan, dan kemudian akan ditutup atau ditambal. Pada beberapa kasus,
apabila gigi sudah tidak dapat dipertahankan, maka pencabutan gigi akan
dilakukan. Setelah melakukan perawatan, gigi tersebut juga tetap harus dipantau
dalam jangka waktu tertentu untuk melihat perkembangan dari hasil perawatan.

Cara mencegah pulpitis

 
Pulpitis dapat dicegah dengan cara:

 Menjaga kebersihan dan kesehatan rongga mulut dengan menyikat gigi dua
kali sehari (setelah sarapan pagi dan sebelum tidur) serta membersihkan
sela-sela gigi dengan dental floss guna menghindari terjadinya lubang pada
gigi.
 Rutin konsultasi ke dokter gigi setiap 6 bulan sekali untuk memeriksa
keadaan seluruh gigi sehingga apabila terdapat masalah, dapat terdeteksi,
dan tertangani sejak dini.
 Mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang dapat memicu
terjadinya gigi berlubang seperti permen, kue, dan minuman bersoda.
 Apabila memiliki kebiasaan buruk menggesek-gesekkan gigi,
penggunaan tooth guard dapat membantu.

Kapan harus berkonsultasi dengan dokter

 
Segera konsultasi pada dokter gigi apabila mengalami nyeri pada gigi. Semakin
cepat rasa nyeri tersebut ditangani, maka semakin besar pula kemungkinan gigi
kembali sehat.

Apa yang akan dilakukan dokter pada saat konsultasi

 
Saat melakukan konsultasi dengan dokter gigi untuk penanganan pulpitis, pada
awalnya dokter akan memeriksa seluruh keadaan gigi hingga mendapatkan
kategori pulpitis. Selanjutnya, dokter akan menjelaskan pilihan perawatan yang
dapat dilakukan untuk menyembuhkan gigi. Untuk penanganan berupa
penambalan gigi, umumnya dapat dilakukan dalam sekali kunjungan. Akan tetapi,
apabila gigi membutuhkan perawatan saraf, maka penanganan dilakukan dalam
beberapa kali kunjungan mengingat prosedur atau tahapan perawatan yang lebih
rumit.

Pada pulpitis reversible, pulpa masih vital walaupun terinflamasi dan


memiliki kemampuan self-repair  jika iritan dihilangkan. Proses
inflamasi yang terjadi yaitu vasodilatasi, kongesti, stasis, thrombosis,
dan aglomerasi leukosit di dalam pembuluh darah, menyebabkan
edema, pecahnya pembuluh darah, dan hemoragi lokal.Hal ini terjadi
karena ada faktor eksternal yang merangsang terbentuknya kondisi
inflamasi, namun dapat kembali jika faktor tersebut dihilangkan.
Faktor tersbut antara lain prosedur restorasi, tubulus dentin yang
terbuka, trauma pulpa karena faktor iatrogenic,
dan microleakage  material restorasi(Lopez-Marcos, 2004).

Pada pulpitis ireversibel, pulpa vital, terinflamasi, namun daya self-


repair  rendah, bahkan saat stimuli yang menyebabkan inflamasi
dihilangkan.Bakteri mencapai pulpa dan tinggal di dalamnya. Pulpa
bereaksi dengan mensekresi mediator inflamasi sehingga
menimbulkan edema interstisial yang akan meningkatkan tekanan di
dalam pulpa, menekan saraf, dan menyebabkan nyeri yang terus
menerus, baik spontan atau dengan rangsangan(Lopez-Marcos, 2004).

Pulpitis ireversibel akut biasanya beronset cepat yang dapat


membangunkan pasien saat malam hari.Rasa sakitnya spontan dengan
intensitas moderat hingga sangat berat, dan merespon terhadap
perubahan temperature (panas atau dingin).Rasa sakit dapat menjadi
lebih parah dengan perubahan postur seperti berbaring atau
membungkuk. Gigi yang dirasakan dapat terasa sakit terhadap
tekanan pengunyahan atau perkusi, dan mungkin mengindikasikan
adanya penyebaran proses inflamasi ke jaringan periapikal.

Sedangkan pada pulpitis ireversibel kronis, tanda dan gejala mirip


dengan pulpitis ireversibel akut namun biasanya tidak lebih parah
daripada kasus akut. Pasien biasanya mengeluhkan rasa sakit moderat
dan intermiten, serta mungkin dikontrol dengan analgesik (Abbot dan
Yu, 2007).

Devitalisasi pulpa merupakan teknik operatif yang sering digunakan


sebagai perawatan pulpitis. Prosedur ini dilakukan dengan
mengaplikasikan agen deaktivasi pada permukaan pulpa untuk
menyebabkan hambatan pada aliran darah pulpa sehingga terjadi
kehilangan vitalitas karena nekrosis, Dengan cara ini, dapat dicapai
prosedur tanpa rasa sakit sekaligus mengurangi rasa sakit pasien
(Zhen-ya, 2013). Penggunaan antibiotik pada manajemen nyeri akut
karena inflamasi pulpa tidak direkomendasikan (Eliyas dkk., 2013).
Kondisi pulpitis irreversible gigi masih vital dan masih dapat menahan
infeksi bakteri, oleh karena itu penggunaan antibiotik tidak
diindikasikan (Torabinejad dan Walton, 2009). Pemberian analgesik
ringan atau antiinflamasi dapat dilakukan (Torabinejad dan Walton,
2009; Abbot dan Yu, 2007).

KLASIFIKASI

Menurut Walton dan Torabinejad (2008) terdapat beberapa klasifikasi dari penyakit pulpa
diantaranya adalah pulpitis reversibel, pulpitis ireversibel, pulpitis hiperplastik dan nekrosis
pulpa.

a. Pulpitis Reversibel

Pulpitis reversibel adalah radang pulpa yang tidak parah, penyebab radang dihilangkan maka
pulpa akan kembali normal. 13 Faktor-faktor yang menyebabkan pulpitis reversibel adalah erosi
servikal, stimulus ringan atau sebentar contohnya karies insipien, atrisi oklusal, kesalahan
dalam prosedur operatif, kuretase perodontium yang dalam, dan fraktur email yang
menyebabkan tubulus dentin terbuka (Walton & Torabinejad, 2008). Gejala-gejala pulpitis
reversibel diantaranya rasa sakit hilang saat stimulus dihilangkan, rasa sakit sulit terlokalisir,
radiografik periradikuler terlihat normal, dan gigi masih normal saat diperkusi kecuali jika
terdapat trauma pada bagian oklusal (Heasman, 2006).

b. Pulpitis Ireversibel
Pulpitis ireversibel adalah radang pada pulpa yang disebabkan oleh jejas sehingga sistem
pertahanan jaringan pulpa tidak dapat memperbaiki dan pulpa tidak dapat pulih kembali
(Rukmo, 2011). Gejala dari pulpitis ireversibel diantaranya adalah nyeri spontan yang terus
menerus tanpa adanya penyebab dari luar, nyeri tidak dapat terlokalisir, dan nyeri yang
berkepanjangan jika terdapat stimulus eksternal seperti rangsangan panas atau dingin (Walton
& Torabinejad, 2008).

c. Pulpitis Hiperplastik

Pulpitis hiperplastik adalah bentuk dari pulpitis ireversibel dan sering dikenal dengan pulpa
polip. Hal ini terjadi karena hasil dari proliferasi jaringan pulpa muda yang telah terinfalamasi
akut (Heasman, 2006). Penyebab terjadinya pulpitis hiperplastik adalah 14 vaskularisasi yang
cukup pada pulpa yang masih muda, proliferasi jaringan, dan daerah yang cukup besar untuk
kepentingan drainase (Walton & Torabinejad, 2008).

d. Nekrosis Pulpa

Nekrosis pulpa adalah keadaan dimana pulpa sudah mati, aliran pembuluh darah sudah tidak
ada, dan syaraf pulpa sudah tidak berfungsi kembali. Pulpa yang sudah sepenuhnya nekrosis,
maka gigi tersebut asimtomatik hingga gejala-gejala timbul sebagai hasil dari perkembangan
proses penyakit ke dalam jaringan periradikuler (Cohen, 2011). Secara radiografis, jika pulpa
yang nekrosis belum sepenuhnya terinfeksi, jaringan periapikalnya akan terlihat normal. Secara
klinis, pada gigi yang berakar tunggal biasanya tidak merespon pada tes sensitivitas, namun
pada gigi yang berakar jamak pada tes sensitivitas terkadang dapat mendapatkan hasil yang
positif maupun negatif tergantung syaraf yang berdekatan pada permukaan gigi mana yang
diuji (Harty, 2010).

 Pulpitis reversible adalah suatu kondisi inflamasi pulpa ringan sampai


sedang yang disebabkan oleh stimuli noksius, tetapi pulpa mampu
kembali pada keadaan tidak teinflamasi setelah stimuli ditiadakan.
Gejala pulpitis reversible ada yang simtomatik dan asimtomatik.-
Simtomatik : rasa sakit tajam yang hanya sebentar, disebabkan oleh
makanan, minuman dan udara dingin. Tidak timbul secara spontan dan
tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan.-Asimtomatik : dapat
disebabkan oleh karies yang baru mulai dan normal kembali setelah
karies dihilangkan dan gigi direstorasi dengan baik. Patologi : pulpitis
reversible dapat berkisar dari hiperemia ke perubahan inflamasi ringan
sampai sedang terbatas pada daerah dimana tubuli dentin terlibat,
seperti misalnya karies dentin. Secara mikroskopis, terlihat dentin
reparatif, gangguan lapisan odontoblas, pembesaran pembuluh darah,
ekstravasasi cairan edema dan adanya sel inflamasi kronis yang
secara imunologis kompeten. Meskipun sel inflamasi kronis menonjol,
dapat dilihat juga sel inflamasi akut.

PEMERIKSAAN

pemeriksaan radiografis harus selalu dievaluasi bersama-sama dengan pemeriksaan klinis dan
tes diagnostik lainnya seperti pemeriksaan histologis. Tes sensitivitas awal dapat menentukan
pemeriksaan radiograf mana yang lebih menguntungkan, jika gigi dalam keadaanvital yang akan
dievaluasi,
maka teknik radiograf bitewing akan menguntungkan karena dapat mendeteksi karies atau
penyebab potensial lain yang menyeb abkan inflamasi pulpa. Radiograf periapikal digunakan
jika penyakit periapikal telah terdeteksi dari pemeriksaan sebelumnya

PULPITIS REVERSIBEL/PULPITIS AWAL/PULPA PADA GIGI SULUNG ATAU GIGI PERMANEN,


PASIEN DEWASA MUDA No. ICD 10 : K04.0 Reversible pulpitis

a) Definisi Inflamasi pulpa ringan dan jika penyebabnya dihilangkan, inflamasi akan pulih
kembali dan pulpa akan kembali sehat.

b) Patofisiologi Ditimbulkan oleh stimulasi ringan seperti karies erosi servikal, atrisi oklusal,
prosedur operatif, karetase periodontium yang dalam, fraktur mahkota oleh karena trauma.

c) Gejala klinis dan pemeriksaan Asimptomatik, jika ada rasa nyeri biasanya oleh karena adanya
rangsangan (tidak spontan), rasa nyeri tidak terus menerus. Nyeri akan hilang jika rangsangan
dihilangkan misal taktil, panas/dingin, asam/manis, rangsangan dingin lebih nyeri dari pada
panas.

d) Diagnosis banding Pulpitis irreversibel kronis, pulpitis akut

e) Klasifikasi Terapi ICD 9 CM 23.2 restoration of tooth by filling 23.70 root canal NOS

f) Prosedur Tindakan Kedokteran Gigi

1) Prosedur pada kasus pulp proteksi:

a. Bersihkan karies dengan hati-hati, pada titik terdalam dapat menggunakan excavator yang
tajam ujung membulat ukuran 0,1 mm;

b. Bersihkan kavitas dari jaringan infeksius sampai benar-benar bersih (ditandai dengan tidak
adanya material yang masih dapat terbawa oleh excavator yang tajam tersebut);
c. Lakukan aplikasi bahan proteksi pulpa pada titik terdalam (jangan terlalu lebar/luas agar
tidak mengganggu tumpatan tetap diatasnya);

d. Dianjurkan menggunakan bahan RMGI (resin modified glass ionomer) apabila tumpatan
diatasnya menggunakan resin komposit;

e. Apabila menggunakan tumpatan tuang, maka dapat dipilih bahan dari GIC tipe 1.

2) Prosedur pada kasus pulp caping:

a. Bersihkan karies dengan hati-hati, pada titik terdalam dapat menggunakan excavator yang
tajam ujung membulat ukuran 0,1mm;

b. Bersihkan kavitas dari jaringan infeksius sampai benar-benar bersih (ditandai dengan tidak
adanya material yang masih dapat terbawa oleh excavator yang tajam tersebut);

c. Lakukan aplikasi pasta Ca(OH)2 untuk kasus hiperemi pulpa atau pulpitis reversibel pada titik
terdalam yang mendekati pulpa, kemudian ditutup diatasnya dengan tumpatan dari GIC
sebagai basis;

d. Lakukan aplikasi bahan pulp proteksi pada titik terdalam (jangan terlalu lebar/luas agar tidak
mengganggu tumpatan tetap diatasnya); e. Beri tumpatan sementara diatas basis dari GIC,
pasien diminta untuk dapat berkunjung lagisetelah 2-4 minggu;

f. Pada kunjungan kedua, lakukan tes vitalitas pada gigi tersebut, perhatikan apakah ada
perubahan saat gigi menerima rangsangan;

g. Apabila masih terdapat rasa sakit yang jelas, cek kondisi basis apakah ada kebocoran tepi,
apabila ditemukan maka lakukan prosedur aplikasi Ca(OH)2 dengan ditutup dengan basis dari
GIC lagi;

h. Apabila sudah tidak ada keluhan, maka dapat dilakukan tumpatan tetap dengan resin
komposit atau tumpatan tuang.

g) Pemeriksaan Penunjang
Foto X-ray gigi periapikal

h) Peralatan dan bahan/obat - Dental unit lengkap, - alat diagnosis, - alat konservasi, - bahan
untuk perawatan Pulpitis reversibel/awal yang mendekati pulpitis ireverbel/pulpitis sedang.

i) Lama perawatan 1 – 2 kali kunjungan, kurang lebih 1 – 4 minggu.

j) Faktor penyulit Pada penentuan diagnosis yang meragukan.Pulpitis reversibel/awal yang


mendekati pulpitis ireverbel/pulpitis sedang.

k) Prognosis Baik bagi gigi dewasa muda

l) Keberhasilan perawatan Gigi sehat, tidak ada keluhan spontan dan tidak sensitif terhadap
perubahan suhu.

m) Persetujuan Tindakan Kedokteran Lisan

n) Faktor sosial yang perlu diperhatikan Pasien dengan kepatuhan kunjungan yang baik

o) Tingkat pembuktian Grade B


LO

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi dan mekanisme nyeri
ETIOLOGI :

1.   Etiologi nyeri
a. Trauma
1. Mekanik, rasa nyeri timbuk akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya
akibat benturan, gesekan, luka dll.
2. Thermis, nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas dingin,
misalnya kena api.
3. Khermis, nyeri timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa akut.
4. Elektrik, nyeri timbul karena aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang
menimbulkan kekejanga otot dan luka bakar.
b. Neoplasma
1. Jinak
2. Ganas
c. Peradangan – nyeri karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan
atau terjepit oleh pembengkakan.
d. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
e. Trauma psikologis (physical modalities in the management of pain, maria a. moeliono,
bandung 1 nov 2008, PIT IDI)

Berdasarkan sumber nyeri, maka nyeri dibagi menjadi:

a. Nyeri somatik luar


Nyeri yang stimulusnya berasal dari kulit, jaringan subkutan dan membran mukosa. Nyeri
biasanya dirasakan seperti terbakar, jatam dan terlokalisasi

b. Nyeri somatik dalam


Nyeri tumpul (dullness) dan tidak terlokalisasi dengan baik akibat rangsangan pada otot rangka,
tulang, sendi, jaringan ikat

c. Nyeri viseral
Nyeri karena perangsangan organ viseral atau membran yang menutupinya (pleura parietalis,
perikardium, peritoneum). Nyeri tipe ini dibagi lagi menjadi nyeri viseral terlokalisasi, nyeri
parietal terlokalisasi, nyeri alih viseral dan nyeri alih parietal. ( Mangku, G., Diktat Kumpulan
Kuliah, Bagian/SMF Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana,
Denpasar, 2002.)

Nyeri nosiseptif adalah nyeri inflamasi yang dihasilkan oleh rangsangan kimia, mekanik dan
suhu yang menyebabkan aktifasi maupun sensitisasi pada nosiseptor perifer (saraf yang
bertanggung jawab terhadap rangsang nyeri). Nyeri nosiseptif biasanya memberikan respon
terhadap analgesik opioid atau non opioid.

Nyeri neuropatik merupakan nyeri yang ditimbulkan akibat kerusakan neural pada saraf perifer
maupun pada sistem saraf pusat yang meliputi jalur saraf aferen sentral dan perifer, biasanya
digambarkan dengan rasa terbakar dan menusuk. Pasien yang mengalami nyeri neuropatik
sering memberi respon yang kurang baik terhadap analgesik opioid.

MEKANISME

Reseptor nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor mencakup ujung ujung saraf bebas yang
berespon terhadap berbagai rangsangan termasuk tekanan mekanis, deformasi, suhu yang
ekstrim, dan berbagai bahan kimia. Pada rangsangan yang intensif, reseptor-reseptor lain
misalnya badan Pacini dan Meissner juga mengirim informasi yang dipersepsikan sebagai nyeri.
Zat-zat kimia yang memperparah nyeri antara lain adalah histamin, bradikini, serotonin,
beberapa prostaglandin, ion kalium, dan ion hydrogen. Masing-masing zat tersebut tertimbun
di tempat cedera, hipoksia, atau kematian sel. Nyeri cepat (fast pain) disalurkan ke korda
spinalis oleh serat A delta, nyeri lambat (slow pain) disalurkan ke korda spinalis oleh serat C
lambat.

Ketika pulpa meradang, terjadi reaksi pada kamar pulpa yang memberikan efek pada saraf dan jaringan
sekitarnya. Peradangan dapat dirasa sebagai rasa nyeri ringan hingga hebat tergantung pada tingkat
keparahan peradangan dan respon tubuh, tidak seperti bagian lain dari tubuh yang rasa nyerinyadapat
dibagi ke jaringan lunak di sekitarnya.9 Rongga pulpa merupakan bagian tubuh yangsangat tertutup,
respon sistem kekebalan tubuh yang berkerja sangat sulit diredakan

Rangkaian proses yang menyertai antara kerusakan jaringan sebagai sumber stimuli nyeri
sampai dirasakannya persepsi nyeri adalah suatu proses elektrofisiologik yang disebut sebagai
nosisepsi. Terdapat empat proses dalam nosisepsi, yakni : transduksi, transmisi, modulasi dan
persepsi. (Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks. Jakarta
Barat. 2010. hal 217-232)

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang etiologi dan gejala pada gigi
vital

ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan pulpitis reversibel adalah erosi servikal, stimulus
ringan atau sebentar contohnya karies insipien, atrisi oklusal, kesalahan dalam prosedur
operatif, kuretase perodontium yang dalam, dan fraktur email yang menyebabkan
tubulus dentin terbuka (Walton & Torabinejad, 2008).

Torabinejad M, Walton. Endodontics: principles and practice. 4th Ed. Elsevier Health Sciences;
2008

Faktor-faktor penyebab dapat dibagi menjadi 3, yaitu


a. Bakteri Penyebab utama caries adalah mikroorganisme beserta produkproduknya. Reaksi
pulpa dapat terjadi pada lesi dini dentin. Stelah itu dengan berlanjutnya proses caries walaupun
pulpa belum terkena, selsel inflamasi akan mengadakan penetrasi melalui dentin yang terbuka,
sehingga apabila caries sudah mengenai pulpa maka terjadilah suatu inflamasi yang kronis
b. Mekanis Cedera pada pulpa oleh karena jatuh atau pukulan pada wajah, dengan atau tanpa
disertai fraktur. Apabila pulpa terbuka, kuman akan mengadakan penetrasi kedalam dan
menyebabkan inflamasi pulpa
c. Kimiawi Kerusakan pulpa dapat disebabkan oleh erosi bahan-bahan yang bersifat asam
ataupun uap

GEJALA
Gigi dengan pulpa yang sehat tidak akan menunjukkan gejala gejala secara spontan jika
cedera. Pulpa akan merespon jika dilakukan tes pulpa, dan gejala-gejala yang timbul
ringan, tidak menyebabkan pasien menderita, hanya menimbulkan sensasi terluka yang
sementara dan hilang dalam hitungan detik (Cohen, 2011)

Ketika panas diaplikasikan pada gigi dengan pulpa yang tidak terinflamasi, respon awal
yang langsung terjadi (tertunda), intensitas nyeri akan meningkat bersamaan dengan
naiknya temperatur. Sebaliknya respon nyeri terhadap dingin pada pulpa normal akan
segera terasa; intensitas nyerinya cenderung menurun jika stimulus dingin dipertahankan.

Gejala-gejala pulpitis reversibel diantaranya rasa sakit hilang saat stimulus dihilangkan,
rasa sakit sulit terlokalisir, radiografik periradikuler terlihat normal, dan gigi masih
normal saat diperkusi kecuali jika terdapat trauma pada bagian oklusal (Heasman,
2006).

Gejala klinis dan pemeriksaan Asimptomatik, jika ada rasa nyeri biasanya oleh karena
adanya rangsangan (tidak spontan), rasa nyeri tidak terus menerus. Nyeri akan hilang
jika rangsangan dihilangkan misal taktil, panas/dingin, asam/manis, rangsangan dingin
lebih nyeri dari pada panas.

Gejala pulpitis reversible ada yang simtomatik dan asimtomatik.


-Simtomatik : rasa sakit tajam yang hanya sebentar, disebabkan
oleh makanan, minuman dan udara dingin. Tidak timbul secara
spontan dan tidak berlanjut bila penyebabnya ditiadakan.
-Asimtomatik : dapat disebabkan oleh karies yang baru mulai dan
normal kembali setelah karies dihilangkan dan gigi direstorasi
dengan baik.

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang pemeriksaan pada gigi vital

Radiografi digital CBCT-3D, merupakan jenis radiografi yang mampu memperlihatkan detail dari
gambaryangdiambilnya.DalamCBCT, ditampilkan densitas atau kepadatan jaringan, berupa
gambaran histogram. Pada kondisi pulpitis, terdapat banyak perubahanyangterjadipada
jaringan pulpa termasuk bertambahnya cairan radang yang merupakan ciri kondisi peradangan.
CBCT mampu menampilkan detaildarikondisidensitas dan histogram dari kamar pulpa. (Analisis
gambaran histogramdan densitas kamar pulpa pada gigi suspek pulpitis reversibel dan
ireversibel dengan menggunakan radiografi cone beam computed tomography . Lusi Epsilawati,
Suhardjo Sitam, Sam Belly, Fahmi Oscandar Departemen Radiologi Dentomaksilofasial, Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung, Indonesia)

Electric pulp test adalah sebuah pemeriksaan dengan alat elektrik yang dapat
dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kerusakan yang terjadi pada saraf gigi
(pulpa).

Tes sensitivitas awal dapat menentukan pemeriksaan radiograf mana yang lebih
menguntungkan, jika gigi dalam keadaanvital yang akan dievaluasi,

maka teknik radiograf bitewing akan menguntungkan karena dapat mendeteksi karies atau
penyebab potensial lain yang menyeb abkan inflamasi pulpa. Radiograf periapikal digunakan
jika penyakit periapikal telah terdeteksi dari pemeriksaan sebelumnya
Implementasi pengolahan citra radiograf periapikal menggunakan metode PCA tanpa menggunakan
metode watershed sebagai metode untuk menentukan ROI mampu mendeteksi pulpitis dengan hasil
performansi yang lebih baik

4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang diagnosis pada gigi vital

Cara praktis untuk mendiagnosa pulpitis reversibel adalah anamnese dengan ditemukan
rasa sakit/nyeri sebentar, dan hilang setelah rangsangan dihilangkan. Gejala subyektif ditemukan
lokasi nyeri lokal (setempat), rasa ngilu timbul bila ada rangsangan, durasi nyeri sebentar. Gejala
obyektif kariesnya tidak dalam (hanya mengenai enamel, kadang-kadang mencapai selapis tipis
dentin), perkusi, tekanan tidak sakit. Tes vitalitas dengan gigi masih vital.1,2,3

5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang rencana perawatan dan


prognosis pada gigi vital

Penatalaksanaan seluruh kasus pulpitis adalah pemberian analgetik, perawatan saluran akar, dan
menghilangkan factor penyebab dengan pulpektomi. Peradangan mereda jika penyebabnya di obati. Jika
pulpitis diketahui pada stadium dini maka penambalan sementara yang megandung obat penenang
saraf bisa menghilangkn nyeri. Tambalan ini bisa dibiarkan sampai 6-8 minggu kemudian diganti dengan

tambalan permanen. Lopez-Marcos, J.F., 2004, Aetiology, classification, and

pathogenesis of pulp and periapical disease, Med Oral Patol Cir


Bucal,  9 Suppl: S52-62.
Terapi: jika karies media dapat langsung dilakukan penumpatan, tetapi jika karies porfunda
perlu pulp capping terlebih dahulu, apabila 1 minggu kemudian tidak ada keluhan dapat
langsung dilakukan penumpatan.

Prognosis

Baik bila iritan di ambil cukup dini kl tidak kondisinnya bs berkembang menjadi pulpitis

irreversible Lopez-Marcos, J.F., 2004, Aetiology, classification, and

pathogenesis of pulp and periapical disease, Med Oral Patol Cir


Bucal,  9 Suppl: S52-62.

Kaping Pulpa

a. Kaping pulpa adalah perawatan endodontik yang bertujuan untuk mempertahankan


vitalitas pada endodontium.
Syarat dilakukannya perawatan kaping pulpa direk maupun indirek diantaranya
(1) pulpa gigi dalam keadaan vital dan tidak ada riwayat 15 nyeri spontan,
(2) nyeri yang ditimbulkan saat tes pulpa dengan stimulus dingin atau panas tidak
berlangsung lama,
(3) pada radiografi periapikal tidak ada lesi periradikular, dan
(4) bakteri harus dihilangkan terlebih dahulu sebelum di restorasi permanen
(Amerongen et al., 2006).
Kaping pulpa direk adalah prosedur perawatan dengan cara mengaplikasikan bahan liner secara
langsung pada jaringan pulpa yang terbuka, tindakan ini dilakukan biasanya karena trauma atau
karies yang dalam (Qualtrough et al., 2005). Tujuan dilakukan kaping pulpa direk adalah untuk
membentuk dentin reparatif dan memelihara pulpa vital (Komabayashi & Zhu, 2011).
Kaping Pulpa Indirek Indikasi untuk perawatan kaping pulpa indirek adalah karies dentin yang
dalam dan masih terdapat lapisan dentin pada dasar kavitas, untuk radiografis dan klinisnya
tidak ditemukan degenerasi pulpa dan penyakit periradikuler (Harty, 2007).

6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tentang prosedur kerja pada gigi vital

1) Prosedur pada kasus pulp proteksi:

a. Bersihkan karies dengan hati-hati, pada titik terdalam dapat menggunakan excavator
yang tajam ujung membulat ukuran 0,1 mm;

b. Bersihkan kavitas dari jaringan infeksius sampai benar-benar bersih (ditandai dengan
tidak adanya material yang masih dapat terbawa oleh excavator yang tajam tersebut);

c. Lakukan aplikasi bahan proteksi pulpa pada titik terdalam (jangan terlalu lebar/luas agar
tidak mengganggu tumpatan tetap diatasnya);

d. Dianjurkan menggunakan bahan RMGI (resin modified glass ionomer) apabila tumpatan
diatasnya menggunakan resin komposit;

e. Apabila menggunakan tumpatan tuang, maka dapat dipilih bahan dari GIC tipe 1.

2) Prosedur pada kasus pulp caping:

a. Bersihkan karies dengan hati-hati, pada titik terdalam dapat menggunakan excavator
yang tajam ujung membulat ukuran 0,1mm;

b. Bersihkan kavitas dari jaringan infeksius sampai benar-benar bersih (ditandai dengan
tidak adanya material yang masih dapat terbawa oleh excavator yang tajam tersebut);

c. Lakukan aplikasi pasta Ca(OH)2 untuk kasus hiperemi pulpa atau pulpitis reversibel pada
titik terdalam yang mendekati pulpa, kemudian ditutup diatasnya dengan tumpatan dari
GIC sebagai basis;
d. Lakukan aplikasi bahan pulp proteksi pada titik terdalam (jangan terlalu lebar/luas agar
tidak mengganggu tumpatan tetap diatasnya); e. Beri tumpatan sementara diatas basis dari
GIC, pasien diminta untuk dapat berkunjung lagisetelah 2-4 minggu;

f. Pada kunjungan kedua, lakukan tes vitalitas pada gigi tersebut, perhatikan apakah ada
perubahan saat gigi menerima rangsangan;

g. Apabila masih terdapat rasa sakit yang jelas, cek kondisi basis apakah ada kebocoran tepi,
apabila ditemukan maka lakukan prosedur aplikasi Ca(OH)2 dengan ditutup dengan basis
dari GIC lagi;

h. Apabila sudah tidak ada keluhan, maka dapat dilakukan tumpatan tetap dengan resin
komposit atau tumpatan tuang.
Sumber:

Abbot, P.V. dan Yu, C., 2007, A clinical classification of the status of
the pulp and the root canal system, Australian Dental Jornal
Endodontic Supplement,  52(1): S17-S31.

Andersson, L., Kahnberg, K., dan Progrel, M.A., 2010,  Oral and
Maxillofacial Surgery,  Iowa, Wiley-Blackwell, hal. 184.

DeLong, L. dan Burkhart, N., 2008, General and Oral Pathology for the
Dental Hygienist,  Philadelphia, Lippincott Wiliams & Wilkins, hal. 53.

Eliyas, S., Barber, M.W., dan Harris, I., 2013, Do general dental
practitioners leave teeth on ‘open drainage’?,British Dental
Journal,  215(12): 611-616

Lopez-Marcos, J.F., 2004, Aetiology, classification, and pathogenesis


of pulp and periapical disease, Med Oral Patol Cir Bucal,  9 Suppl: S52-
62.

Rajendran, R. dan Sivapathasundharam, B., 2012, Shafer’s Textbook


of Oral Pathology,  New Delhi, Elsevier, hal. 482.

Robertson, D. dan Smith A.J., 2009, The microbiology of the acute


dental abscess, Journal of Medical Microbiology,  58: 155-162.

Torabinejad, M. dan Walton, R.E., 2009, Endodontics: Principles and


Practice,  Missouri, Saunders Elsevier, hal. 153.
Yadav, K. dan Prakashm S., 2016, Dental Caries: A Review, Asian
Journal of Biomedical and Pharmaceutical Sciences,  6(53): 1-7.

5. Taringan R. 2006. Karies Gigi. Jakarta: Hipokrates

8. Michaelson PL, Holland GR. Pulpitis pain. Endodont J Int 2002; 35: 829-32

9. Seltzer S, Bender IB. Dental pulp. Editor: Hargreaves KM. Goodis HE. Chichago: Quintessence Publish;
2002

10. Carranza's. Clinical Periodontology. 9th Ed. Philadelphia: W.B. Saunders; 2002. p. 435

11. Torabinejad M, Walton. Endodontics: principles and practice. 4th Ed. Elsevier Health Sciences; 2008

Anda mungkin juga menyukai