Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada system persyarafan
merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat.
Pengkajian neurologis dimulai saat pertemuan pertama, percakapan dengan klien dan
keluarga adalah sumber yang amat penting dari data yang dibutuhkan untuk mengevaluasi
fungsi system persyarafan secara keseluruhan anamnesis secara umum meliputi
pengumpulan informasi tentang status kesehatan klien menyeluruh mengenai fisik,
psikologi budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan
fungsi dan gaya hidup klien.
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh
semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara
optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu.
Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional, dan
bebas dari perasaan gelisah. Jadi, beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama
sekali. Terkadang, berjalan-jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk
istirahat (perry & potter,2006).
Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami
kenaikan suhu tubuh <37,8oC (100oF) per oral atau 38,8oC (101oF) per rektal yang sifatnya
menetap karena faktor eksternal (Lynda Juall, 2012).
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana anamnesa gangguan persyarafan dan integument dan riwayat infeksi
sistem tubuh?
2) Apa masalah perawatan istirahat dan tidur?
3) Apa masalah perawatan pada sistem hipertermi?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui tentang anamnesa gangguan persyarafan dan integument dan
riwayat infeksi sistem tubuh.
2) Untuk mengetahui tentang masalah perawatan istirahat dan tidur.
3) Untuk mengetahui tentang masalah perawatan pada sistem hipertermi.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Anamnesa Gangguan Persyarafan Dan Integument Dan Riwayat Infeksi Sistem


Tubuh
1) Anamnesa Gangguan Persyarafan
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada system
persyarafan merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat.
Pengkajian neurologis dimulai saat pertemuan pertama, percakapan dengan
klien dan keluarga adalah sumber yang amat penting dari data yang dibutuhkan untuk
mengevaluasi fungsi system persyarafan secara keseluruhan anamnesis secara umum
meliputi pengumpulan informasi tentang status kesehatan klien menyeluruh mengenai
fisik, psikologi budaya, spiritual, kognitif, tingkat perkembangan, status ekonomi,
kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
Pengkajian umum neurologis meliputi identitas umum, keluhan utama riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu dan penyakit keluarga yang
berhubungan dengan gangguan neurologis klie. Perawat perlu memahami proses
pengkajian tersebut dengan baik :
1. Identitas klien
Identitas klien mencakup nama, usia (Pada masalah disfungsi neurologis
kebanyakan terjadi pada usia tua) jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit.
2. Keluahan utama
Keluhan utama pada klien gangguan system persyarafan biasanya akan terlihat
bila sudah terjadi disfungsi neurologis, keluhan yang sering didapatkan meliputi
kelemahan anggota gerak sebelah badan bicara pelp tidak dapat berkomunikasi.
Konvulasi kejang sakit kepala yang hebat nyeri otot, kaku duduk, sakit punggung
tingkat kesadaran menurun (GCS < 15) akral dingin dan ekspresi rasa takut
3. Riwayat penyakit
Pengkajian dengan melakukan anamnesis atau wawancara untuk menggali
masalah keperawatan lainnya yang dilaksanakan perawat adalah mengkaji riwayat
kesehatan kesehatan klien.

2
Riwayat yang mendukung keluhan utama perlu dikaji agar pengkajian lebih
kompherensif juga mendukung terhadap keluhan yang paling actual dirasakan
klien
a. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit sekarang merupakan serangkaian wawancara yang
dilakukan perawat untuk menggali permasalahan klien dari timbulnya keluhan
utama pada gangguan system persyarafan sampai pada saat pengkajian.
Pada gangguan neurologis riawayat penyakit sekarang yang mungkin
didapatkan meliputi adanya riwayat trauma, riwayat jatuh, keluhan mendadak,
lumpuh pada saat klien sedang melakukan aktivitas, keluhan pada
gastrointestinal seperti mual dan muntah bahklan kejang sampai tidak sadar di
gleisah, latarfi, lelah apatis, perubahan pupil, pemakaian obat-obat sedative,
antipsikotik, perangsang saraf dan lain-lain
b. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian riwayat penyakit dahulu dalam menggali permasalah yang
mendukung masalah saat ini pada klien dengan deficit neurologi adalah sangat
penting.
Beberapa pertanyaan yang mengarah pada riwayat penyakit dahulu dalam
pengkajian neurologi adalah :
a) Apakah klien menggunakan obat-obat seperti analgesic, sedative, hipnotis,
antipsikortik, anti depresi atau perangsang system persyarafan
b) Apakah klien pernah mengeluhkan gejala sakit kepala, kejang, tremor
pusing, vertigo, kebas atau kesemutan pada bagian tubuh, kelemahan nyeri
atau perubahan dalam bicara masa lalu
c) Bila klien telah mengalami salah satu gejala diatas, gali lebih detail
d) Diskusikan dengan pasangan klien atau anggota keluarga dan teman klien
mengenai perubahan prilaku klien akhir-akhir ini
e) Perawat sebaiknya bertanya mengenai riwayat perubahan penglihatan
pendengaran, penghidu, penegcapan, perabaan
f) Riwayat trauma kepala, atau batang spinal, meningitis, kelainan congenital
penyakit neurologism atau konseling psikiatri
g) Riwayat peningkatan kadar gula darha dan tekanan darah tinggi
h) Riwayat tumor baik yang ganas, maupun jinak pada system persyarafan
perlu ditanyakan karena kemungkinan ada hubungan nya dengan keluhan

3
yang sekarang yg dapat memberikan metastasis ke system persyarafan
pusat dengan segala komplikasinya
c. Riwayat penyakit keluarga
Anamnesis akan adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi
ataupun diabetes mellitus yang memberikan hubungan dengan beberapa
masalah disfungsi neurologis seperti masalah stroke haemorafik dan neuropati
perifer
4. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikologis klien meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan
perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif
dan perilaku klien.
Pengkajian status emosional dan mental secara fisik lebih banyak termasuk
pengkajian fungsi serebral meliputi tingkat kesadaran klien, perilaku dan
penampilan bahasa dan fungsi intelektual termasuk ingatan, pengetahuan
kemampuan berpikir abstrak asosiasi dan penilaian sebagian besar pengkajian ini
dapat diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam
melaksanakan pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan
pengawasan sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan
pikiran
a. Kemampuan koping normal.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting
untuk menilai respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
perubahan peran klien dalam keluarga serta masyarakat dan respon atau
pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun
dalam masyarakat apakah ada dampak yang timbul pada klien yaitu seperti
ktakutan akan kecacatan rasa cemas, rasa ketidakmampuan untk melakukan
aktivitas secara optimal dan pandangan terhadap dirinya yang salah gangguan
citra tubuh.
b. Pengkajian sosiekonomispritual
Oleh Karena klien harus menjalani rawat inap maka perawat harus
mengkaji apakah keadaan ini member dampak pada status ekonomi klien
sebab biaya perawatan dan pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit.
Perawat juga melakukan pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan
dampak gangguan neurologis yang akan terjadi pada gaya hidup individu.

4
Perspektif keperawatan dalam mengkaji terdiri atas dua masalah yaitu
keterbatasan yang diakibatkan oleh deficit neurologis dalam hubungannya
dengan peran social klien dan rencana pelayanan yang akan mendukung
adaptasi pada gangguan neurologis didalam system dukungan individu .
A. Pemeriksaan Fisik Neurologis
Secara Umum pemeriksaan fisik pada system persarafan ditujukan terhadap area
fungsi utama berikut :
 Pengkajian tingkat kesadaran
 Pengkajian fungsi serebral
 Pengkajian saraf kranial
 Pengkajian system motorik
 Pengkajian respons reflex
 Pengkajian system sensorik
1. Pengkajian tingkat kesadaran
Kesadaran mempunyai arti yang halus, kesadaran dapat didefinisikan sebagai
keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen
keseluruhan dari impuls aferen dapat disebut output susunan saraf pusat.
Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kewaspadaan yaitu aksi dan
reaksi terhadap apa yang diserap bersifat sesuai dan tepat. Keadaan saat suatu aksi
sama sekali tidak dibalas dengan suatu reaksi dikenal sebagai koma. Kesadaran
terganggu dapat menonjolnya kedua seginya yaitu unsur tingkat dan unsure
kualitasnya.
Apabila terjadi gangguan sehingga tingkat kesadaran menurun sampai tingkat
yang terendah maka koma yang dihadapi dapat terjadi akibat neuron pengemban
kewaspadaan sama sekali tidakberfungsi yang disebut koma diensefalik yang
dapat bersifat supratentorial atau infantentorial (Priguna Sidartha, 1985)
Kualitas kesadaran yang menurun tidak senantiasa menurunkan juga tingkat
kesadaran. Tetapi tingkat kesadaran yang menurun senantiasa menggangu kualitas
kesadaran. Oleh karena itu fungsi mental yang ditandai oleh berbagai macam
kualitas kesadaran sangat ditentukan oleh tingkat kesadaran.
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan
penting yang membutuhkan pengkajian. Tingkat keterjagaan klien dan respons
terhadap lingkungan adalah indicator paling sensitive untuk disfungsi system

5
persarafan. Beberapa system digunakan untuk membuat peringkat perubahan
dalam kewaspadaan dan keterjagaan. Istilah-istilah seperti letargi, stupor, dan
semikomatosa adalah istilah yang umum digunakan dalam berbagai area. Dapat
dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1. Responsivitas Tingkat Kesadaran


Tingkat Responsivitas Klinis
Terjaga Normal
Sadar Dapat tidur lebih dari biasanya atau
sedikit bingung saat pertama kali
terjaga, tetapi berorientasi sempurna
ketika bangun.
Letargi Mengantuk tetapi dapat mengikuti
perintah sederhana ketika dirangsang
Sangat sulit untuk dibangunkan, tidak
Stupor konsisten, dapat mengikuti perintah
sederhana atau berbicara satu kata atau
frase pendek.
Gerakan bertujuan ketika dirangsang;
Semikomatosa tidak mengikuti perintah atau berbicara
koheren.
Koma Dapat berespons dengan postur secara
reflex ketika distimulasi atau dapat
tidak berespons pada setiap stimulus.

Pada keadaan perawatan sesungguhnya, ketika waktu mengumpulkan data


untuk penilaian tingkat kesadaran sangat terbatas, Skala, Glasgow (Glasgow
Coma Scale – GCS) dapat memberikan jalan pintas yang sangat berguna. Skala
tersebut memungkinkan pemeriksa membuat peringkat 3 respons utama klien
terhadap lingkungan seperti respons membuka mata, verbal dan motorik.
Pada setiap kategori respons yang terbaik mendapatkan nilai. Nilai total
maksimum untuk sadar penuh dan terjaga adalah 15. Nilai minimum 3
menandakan klien tidak memberikan respons. Nilai total 8 atau kurang

6
menandakan adanya Koma dan jika bertahan pada waktu yang lama dapat menjadi
satu predictor buruknya pemulihan fungsi.
System penilaian ini dirancang sebagai pedoman untuk mengevaluasi dengan
cepat klien yang sakit kritis atau klien yang cedera sangat berat yang status
kesehatannya dapat berubah dengan cepat.
Respon Motorik Respon verbal
Membuka mata
Terbaik terbaik
Menurut 6 Orientasi 5 Spontan 4
Terlokalisasi 5 Bingung 4
Menghindar 4 Kata tidak dimengerti 3 Terhadap Panggilan 3
Fleksi abnormal 3 Hanya suara 2
Ekstensi 2 Tidak ada 1 Terhadap nyeri 2
Tidak ada 1
Tidak dapat 1

2. Pengkajian Fungsi Serebral


a. Status mental
Status mental merupakan keadaan kejiwaan yang dimiliki seseorang.
Secara ringkas prosedur pengkajian status mental klien dapat dilakukan
meliputi:
1. Observasi penampilan klien dan tingkah lakunya dengan melihat cara
berpakaian klien, kerapihan, dan kebersihan diri.
2. Observasi postur, sikap, gerakan-gerakan tubuh, ekspresi wajah dan
aktifitas motorik semua ini sering memberikan informasi penting tentang
klien.
3. Penilaian gaya bicara klien dan tingkat kesadaran juga diobservasi.
4. Apakah gaya bicara klien jelas atau masuk akal ?
5. Apakah klien sadar dan berespons atau mengantuk dan stupor
Untuk melihat lebih jauh penilaian status mental bagi perawat terdapat pada
tabel berikut
PENILAIAN RESPONS
Perhatian Rentang perhatian ke depan dan ke belakang
Daya ingat - Jangka pendek: mengingat kembali tiga item setelah 5
menit
- Jangka panjang : mengingat nama depan ibunya,
mengingat kembali menu makanan pagi, kejadian pada

7
hari sebelumnya.
Perasaan (efektif) - Amati suasana hati yang tercermin pada tubuh,
ekspresi tubuh
- Deskripsi verbal efektif
- Verbal kongruen, indicator tubuh tentang suasana hati.
Bahasa - Isi dan kualitas ucapan spontan
- Menyebutkan benda-benda yang umum, bagian-bagian
dari suatu benda
- Pengulangan kalimat
- Kemampuan untuk membaca dan menjelaskan pesan-
pesan singkat pada surat kabar, majalah.
- Kemampuan menulis secara spontan, di-dikte.
Pikiran - Informasi dasar (misalnya presiden terbaru, 3 presiden
terdahulu)
- Pengetahuan tentang kejadian-kejadian baru.
- Orientasi terhadap orang tempat dan waktu.
- Menghitung : menambahkan dua angka, mengurangi
100 dengan 7.
Persepsi - Menyalin gambar : persegi, tanda silang, kubus, tiga
dimensi.
- Menggambar bentuk jam membuat peta ruangan.
- Menunjuk ke sisi kanan dan kiri tubuh.
- Memperagakan : mengenakan jaket, meniup peluit,
menggunakan sikat gigi.

b. Fungsi Intelektual
Penilaian fungsi intelektual akan menggungkapkan banyak informasi
tentang kerusakan pada otak. Fungsi intelektual mencakup kegiatan yang
mencakup kemampuan untuk berfikir secara abstrak dan memanfaatkan
pengalama. Seluruh otak ikut serta saling berhubungan dalam
mengembangkan aktivitas intelektual. Lesi serebral yang bersifat bilateral dan
difusi sangat menentukan pelaksanaan intelektual umum sedangkan lesi yang
bersifat fokal dapat menimbulkan aktivitas intelektual yang khusus
c. Daya Pikir

8
a) Apakah pikiran klien bersifat spontal, alamiah, jernih, relevan dan masuk
akal?
b) Apakah klien mempunyai kesulitan berpikir, khayalan dan keasykan
sendiri?
c) Apa yang menjadi pikiran klien?
d. Status emosional
Secara ringkas pengkajian status emosional klien yang dapat dilakukan
perawat meliputi
a) Apakah tingkah laku klien alamiah, datar peka, pemarah, cemas, apatis,
atau euphoria ?
b) Apakah alam perasaan klien berubah-ubah secara normal atau iramnya
tidak dapat diduga dari gembira menjadi sedih selama wawancara?
c) Apakah tingkah laku klien sesuai dengan kata-kata atau isus dari
pikirannya
d) Apakah komunikasi verbal klien sesuai dengan tampilan komunikasi non
verbal?
e. Kemampuan bahasa
Pengkajian fungsi serebral yang terakhir adalah kemampuan bahasa.
Orang-orang dengan fungsi neurologis normal mampu menegerti dan
berkomunikasi dalam pembicaraan dan bahasa tulisan pada pengkajian ini
perawat mungkin menemukan beberapa hal sebagai berikut :
a) Disfasia
b) Disartria
c) Disfonia
Table 2.4. Pengkajian Klien Disfasia / Afasia
Bicara Lancar Bicara tidak lancar
(Disfasia Reseptif, Konduktif atau (Afasie Ekspresif
Nominal)
Menyebut nama-nama benda. Klien Menyebutkan nama-nama benda sulit
dengan afasia nominal, konduktif atau dilakukan tetapi lebih baik dari pada
reseptif sulit menyebutkan nama- bicara spontan
nama benda

Repetisi klien dengan afasia Repetisis mungkind dapat dilakukan

9
konduktif dan resptif tidak dapat dengan usaha yang keras repetisi frasa
mengulangi pesan bahasa kurang baik

Komprehensi. Hanya klien dengan Komprehensi normal (perintah tertulis


afasia reseptif yang tidak dapat dan verbal dapat diikuti )
mengikuti perintah (verbal dan
tertulis)

Membaca. Klien dengan lesi posterior Tulisan, disgrafia dapat ditemukan


dan area wernickle menderita
disleksia
Hemiparesis lengan lebih sering
Menulis klien afasia konduktif sulit terkena dari pada tungkai
menulis (Disgrafia) sedangkan klein
dengan afasia reseptif isi tulisannya
abnormal klien dengan lesi lobus
frontal dominan dapat juga menderita
disgrafai

3. Pengkajian Saraf Kranial


Pemeriksaan saraf cranial dimulai dengan mengatur posisi klien sehingga duduk
ditepi tempat tidur bila memungkinkan perhatian kepala wajah dan leher klien.
Catat apakah terdapat hidrosefalus (kepala dan wajah menyerupai segitifa terbalik)
atau akromegali.
a. Saraf cranial I
b. Saraf Kranial II
a) Tes ketajaman Fisik
b) Tes konfrontosi
c) Pemeriksaan Fundus

c. Saraf III dan IV


d. Saraf Kranial V
e. Saraf Kranial VII
f. Saraf cranial VIII

10
g. Saraf cranial IX dan X
h. Saraf cranial XI
i. Saraf cranial XII
4. Pengkajian Sistem Motorik
Pemeriksaan yang teliti pada sistem motorik meliputi inspeksi umum (postur,
ukuran otot, gerakan abnormal, dan kulit), fasikulasi, tonus otot, kekuatan otot,
reflex koordinasi dan keseimbangan. Pada peemriksaan system sensorik nilai
persepsi nyeri, temeperatur, vibrasi dan motorik halus.
Inspeksi umum
Perawat mundur sebentar dan perhatikan adanya postur yang abnormal
misalnya pada klien dengan hemiplegia akibat stroke pada pemeriksaan ini
anggita badan atas dalam posisi refleksi dan lengan dalam posisi aduksi dan
pronasi sedangkan anggota badan bawah dalam posisi ekstensi kemudian
indentifikasi artrofi otot yang menunjukan adanya denervasi otot, penyakit otot
primer atau kelainan atrofi.
Anggota badan atas
Secara umum pemeriksaan dimulai dari jabat tangan dengan klien dan
perkenalan diri anda. Klein yang tidak dapat melepaskan genggaman tangannya
merupakan tanda-tanda menderita miotonia, penyebab dari kelainan penyakit otot
yang peling sering ini adalah distrofia miotonika. Setelah memelepaskan tangan
dari genggaman klien dan setelah melakukan inspensi umum sekilas sangat
penting, klien diminat melepaskan pakaianya sehingga lengan dan gelang bahu
terbuka selurhnya
Fasikulasi
Kelainan ini merupakan kontraksi bagian-bagian kecil dari otot yang tidak
regular yang tidak mempunyai pila yang ritmis. Fasikulasi dapat bersifat kasar
atau halus dan terlihat pada waktu isitirahat, tetapi tidak terjadi selama gerakan
volunteer. Jika tidak ditemukan fasikulasi. Ketuk otot brakiordialisis dan biseps
dengan palu reflex dan amati lagi. Tindakan ini dapat menstimulasi fasikulasi. Jika
fasikulasi terjadi bersama-sama dengan kelumpuhan dan atrofi maka fasikulasi
menunjukan degenerasi dari LMN. Penyebab=penyebab fasikulasi meliputi
penyakit saraf mototrik, kompresi radiks motorik, neuropati mototrik (Misalnya
keganasan), miopati auisita (misalnya polimiositis, tirotoksikosis)
Tonus Otot

11
Pada waktu lengan bawah digerak-gerakkan pada sendi siku secara pasif, otot-
otot ekstensor dan fleksor lengan membiarkan dirinya ditarik dengan sedikit
tahanan wajar. Jika semua unsure saraf disingkirkan dari otot (Denervasi) maka
tahanan tersebut sama sekali lenyap. Tahanan itu disebut sebagai tonus otot yang
merupakan manifestari dari resultan gaya saraf (baik motorik maupun sensorik)
yang berada di otot dalam keadaan sehat
Kekuatan otot
Kekeuatan otot dinilai dari perbandingan antara kemampuan pemeriksa
dengan kemampuan untuk melawan tahanan otot volunter secara penuh dari klien
untuk menentukan apakah kekuata normal, maka umum klien, jenis kelamin, dan
bentuk tubuh harus dipertimbangkan.
Fungsi otot atau kelompok otot klien dievaluasi dengan cara menempatkan
otot pada keadaan yang tidak menguntukngkan. Sebagai contoh otot kuadrisep
adalah otot yang secara penuh bertanggung jawab untuk meluruskan kaki pada
saat kaki dalam keadaan lurus, pengkaji sulit sekali membuat fleksi pada lutu
sebaiknya jika lutut dalam keadaan fleksi dan klien diperintahkan untuk
meluruskan kaki dengan diberi tahanan, maka akan menghasilkan
ketidakmampuan unutk meluruskan kakinya. Walaupun kurang sensitive
pembagian kekuatan otot berdasarkan tingkat dapat dijadikan panduan bagi
perawat untuk melakukan penelitian
5. Pengkajian Refleks
Refleks adalah respons terhadap suatu rangsang. Gerakan yang timbul disebut
gerakan reflektorik. Semua gerakan reflektorik merupakan gerakan yang bangkit
untuk menyesuaikan diri baik untuk menjamin ketangkasan gerakan volunteer
maupun untuk membela diri. Gerakan reflektorik tidak saja dilaksanakan oleh
anggota gerak akan tetapi setiap otot lurik dapat melakukan gerakan reflektorik.
Selain itu rangsangan tidak saja terdapat di permukaan tubuh, akan tetapi semua
impuls perseptif dapat merangsang gerakan reflektorik, termasuk impuls panca
indra. Setiap suatu rangsangan yang direspons dengan gerakan, menandakan
bahwa antara daerah yang dirangsang dan otot yang bergerak secara reflektorik itu
terdapat hubungan. Lintasan yang rnenghubungkan reseptor dan efektor
itu.dikenal sebagai busur refleks.
Reseptor di kulit mendapat perangsangan. Suatu impuls dicetuskan dan
dikirim melalui serabut radiks dorsalis ke sebuah saraf di substansia grisea medula

12
spinalis. Atas kedatangan impuls tersebut, neuron itu merangsang saraf motorik di
kornu anterioq yang pada gilirannya menstimulasi serabut otot untuk berkontraksi.
Reseptor serabut aferen, interneuron di substansia grisea, saraf motorik, serta
aksonnya berikut otot yang dipersarafinya merupakan busur refleks yang
segmental. Sebagian besar refleks spinal adalah refleks segmental.
Refleks-refleks yang melibatkan kegiatan pancaindra dan kebanyakan reflex
superfisial terjadi dengan perantara busur refleks segmental yang dilengkapi juga
dengan iintasan suprasegmental. Refleks-refleks yang dibangkitkan dalam
pemeriksaan klinis dapat bersifat refleks profunda dan refleks superfisial. Refleks
profunda berarti refleks 'terjadi sebagai respons atas perangsangan terhadap otot,
sedangkan refleks superfisial adalah refleks vang terjadi akibat perangsangan
permukaan kulit atau mukosa.
Tendon rerpengaruh langsung dengan palu refleks atau secara tidak langsung
melalui benturan pada ibu jari penguji yang ditempatkan merekat pada tendon. uji
refleks ini nremungkinkan orang yang menguji dapat rnengkaji lengkung refleks
yang tidak disadarri, yang bergantung pada adanya reseptor bagian aferen. sinaps
signal, serabut eferen motorik, dan adanya beberapa pengaruh perubahan yang
bervariasi pada tingkat yang lebih tinggi.
a. Pemeriksaan Refleks Profunda
Gerakan reflekrorik yang timbul akibat perangsangan terhadap otot
dapat dilakukan dengan melakukan ketukan pada tendon, ligamentum atau
periosreum. Oleh karena itu, refleks profunda disebut juga refleks tendon dan
refleks periosteum. Hasil pemeriksaan refleks tersebut merupakan informasi
penting yang sangar nrenentukan. Oleh karena itu, rangsangan dan penilaian
yang dilakukan harus repar. Penilaian ini selalu berarti penilaian secara
banding antara sisi kiri dan sisi kanan. Respons terhadap suatu rangsang
bergantung pada intensitas pengerukan. Oleh karena itu, refleks tendon atau
periosteunl kecuali bagian tubuh yang dapat dibandingkan harus merupakan
hasil perangsangan yang berintensitas sama. Selain itu, posisi anggota gerak
yang sepadan pada saat perangsangan dilakukan harus sama. Oleh karena itu
teknik untuk membangkitkan refleks tendon harus sempurna. Pokok-pokok
yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut.
b. Teknik Pengetukan.

13
Palu refleks tidak boleh dipegang secara keras. Gagang palu refleks
dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk sedemikian rupa sehingga palu
dapat diayun secara bebas. Pengetukan tidak boleh dilakukan seperti gerakan
memotong atau menebas kayu, melainkan menjatuhkan secara terarah kepala
palu refleks ke tendon atau periosteum. Dalam hal ini, gerakan pengetukan
berpangkal pada sendi pergelangan tangan. Tanganlah yang mengangkat palu
refleks, bukan lengan. Kemudian tangan menjatuhkan kepala palu refleks
dengan tepat ke tendon atau periosteum. Refleks tendon harus benar-benar
berarti bahwa yang diketuk adalah tendon. Untuk menjamin hal itu.
pengetukan hendaknya dilakukan secara tidak langsung ,yang berarti bahwa
yang diketuk oleh palu refleks adalah jari pemeriksa .vang ditempatkan di
tendon yang bersangkutan.
Metode perkusi tidak langsung ini dilakukan jika tendon yang
bersangkutan tidak ditopang pada topangan yang cukup keras. Dalam hal ini,
respons terhadap pengetukan pada tendon yang tidak ditopang pada topangan
yang keras adalah lemah atau kurang nyata, sehingga metode tersebut dipakai
untuk merangsang refleks tendon biseps brakialis dan femoris.
c. Pemeriksaan Refleks Patologis
Refleks superfisial adalah gerakan reflektorik yang timbul sebagai respons
atas stimulasi terhadap kulit atau mukosa. Berbeda dengan refleks profunda,
reflex supervisulal tidak saja mempunyai busur refleks yang segmental,
melainkan mempunvai komponen supraspinal juga. Oleh karena itu, refleks
superficial dapat menurun atau hilang jika terdapat lesi di busur refleks
segmentalnya atau jika komponen supraspinal mengalami kerusakan.
d. Pemeriksaan Refleks Patologis
Refeks patologis adalah refleks-refleks yang tidak dapat dibangkitkan pada
orang-orang yang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil. Kebanyakan
merupakan gerakan reflektorik defensif atau postural yang jika pada orang
dewasa yang sehat diatur dan ditekan oleh aktivitas susunan piramidal.
Anak kecil berusia antara 4-5 tahun masih belum memiliki susunan piramidal
yang bermielinisasi sempurna, sehingga aktivitas susunan piramidalnya masih
belum sernpurna. Oleh karena itu, gerakan reflektorik yang dinilai sebagai
refleks patologis pada orang dewasa, tidak selamanya patologis jika diiumpai

14
pada anak-anak kecil. Akan tetapi pada orang dewasa refleks patologis selalu
merupakan tanda terjadinya lesi UMN.
Refleks-refleks patologis sebagian bersifat refleks profunda dan sebagian
lainnva bersifat refleks superfisial. Reaksi yang diperlihatkan oleh reflex
parologis itu sebagian besar adalah sama, akan tetapi mendapat julukan yang
bermacam-macam, karena cara membangkitkannya berbeda-beda.
e. Refleks Plantar
Penggoresan terhadap kulit telapak kaki akan menimbulkan plantar fleksi
kaki dan fleksi semua jari kaki pada kebanyakan orang yang sehat. Respons
yang abnormal terdiri atas ekstensi serta pengembangan jari-jari kaki dan
elevasi ibu jari kaki. Respons ini disebut respons ekstensor plantar yang lebih
dikenal dengan refleks Babinski positif.
Respons patologis ini merupakan salah satu tanda yang menunjukkan
terjadinya lesi di susunan piramidal.
f. Gerakan Sekutu
Gerakan sekutu (associated ntouements) adalah gerakan tidak volunter dan
reflekrorik yang selalu timbul pada setiap gerakan volunter. Gerakan-gerakan
tersebut mengatur sikap dan mengiringi gerakan voluntet agar ketangkasan dan
efektivitas gerakan volunter lebih terjamin. Dalam keadaan patologis, gerakan
sekutu bisa hilang atau bangkit secara berlebihan. Gerakan sekutu lenyap pada
penyakit ekstrapiramidal. Oleh karena adanya proses patologis di susunan
piramidal, gerakan sekutu tidak akan ditemukan pada orang-orang sehat. Oleh
karena itu, gerakan sekutu disebut gerakan sekutu abnormal atau patologis.
Jika sebelurn mengalami kerusakan, gerakan sekuru fisiologis tidak hilang,
akan tetapi sinkronisasinya dengan gerakan volunter hilang, sehingga gerakan
volunter memperlihatkan kejanggalan. Gerakan volunter yang terganggu ini
dikenal sebagai gerakan tidak koordinatif. Gerakan sekutu patologis dapat
timbul pada anggota gerak yang paretic sewaktu gerakan volunter teftentu
dilakukan. Dengan demikian, gerakan sekutu patologis dapat dianggap sebagai
gerakan reflektorik pada anggota gerak paretic yang timbul akibat stimulasi
otot-otot tertentu yang normal secara volunter. Gerakan Tidak Volunter
(Involunter). Gerakan involunter merupakan gerakan yang tidak sesuai dengan
kemauan, ddak dikehendaki, dan tidak bertujuan. adapun gerakan involunter

15
yang sering dijumpai, meliputi gerakan tremotis spasmus, serta diskinesia dan
distonia.
g. Tremor
Tremor rnerupakan suatu gerarkan y'ang tidak dikehendaki dan tidak bertujuan
yang terdiri atas satu seri gerakan bolak balik secara ritmik sebagai manifestasi
kontraksi berselingan kelompok otot yang fungsinya berlawanan. Istilah awam
,yang terkenal adalah gemetar. Tremor dapat diklasifikasikan menurut
frekuensi tremor (tremor cepat atau lambat), menurut amplitr.rdonya (tremor
halus atau kasar), merurut sikap bagian tubuh yang memperlihatkan tremor
(tremor posturai, statik, dan intensional), dan seterusnya. Akan tetapi
pembagian tremor dengan rujukan praktik klinik adalah sesuai dengan
klasifikasi tremor menurut penyebabnya, meliputi: tremor fisiologis, tremor
esensial heredofamilial tremor penyakit Parkinson, tremor iatrogenic dan
tremor metabolic.
h. Tic
'Tic' adalah istilah Prancis yang telah sesuai dengan standar internasional.
'Tic'merupakan suatu gerakan otot involunter yang berupa kontraksi otot
setempat, sejenak, namun berkali-kali, dan kadang kala selalu serupa atau
berbentuk majemuk. Menurut gerakan otot involunter yang timbul.
pengqolongan 'ric' diberi tambahan sesuai lokasi kontraksi otot serempat.
Dengan demikian dikenal 'tic' fasialts, yang mengenai otot pror wajah,
'tic'orbikularis oris, dan'tic' orbikularis okuli. Dalam hal ini. otot yang
berkontraksi secara involunter adalah otot orbikularis oris, orbikularis okuli,
dan zigomatikus mayor, atau otot fasial lainnya.
i. Spasme. Spasme adalah kejang otot setempat yang mengenai sekelompok atau
beberapa kelornpok otot, yang timbul secara involunter. Adanya kejang otot
disebabkan oleh gangguan otot atau karena gangguan saraf. Gangguan pada
sistem persarafan bisa terjadi di tingkat perifer atau di pusat. Dalam klinik
dikenal keiang otot yang dinamakan (1) kram muskulorum, (2) spasme tetani,
(3) spasme fasialis, (4) krisis okulogirik, (5) singultus, dan (6) spasme profesi
di antaranya yang paling sering di jumpai adalah writer cramp. Kram
muskulorum pada otot betis pernah dialami oleh semua orang yang telah
mengeluarkan banyak tenaga, seperti berenang, lari-lari, main tennis, dan
sebagainya. Pemberian garam seperti kalsium glukonat, KCI, atau NaCl dapat

16
rnencegah timbulnya kembali kram muskulorum pada orot betis, otot latisimus
dorsi, atau otot-otot jari.
Spasme tetani merupakan spasme akibat tetanus. Hipokalsemia dan alkalosis
sering kali menimbulkan spasme tetanik. Spasme tetanik paling sering
dijumpai pada jari-jari tangan. Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda
trousseau. Juga pada keadaan hipoksemia otot wajah mudah mengalami kejang
jika saraf diketuk-ketuk pada bagian yang berada didaerah glandula parotis.
Fenomena tersebut dikenal sebagai tanda chevostek.
Krisis okulogirik terjadi apabila kedua bola mata melirik ke salah satu sisi
biasanya selama beberapa menit, tetapi adakalanya dapat berlangsung sarnpai
beberapa jam. Selama krisis, klien berada dalam keadaan tegang karena
mendapat seperti menghadapi maut atau berhalusinasi menakutkan. Krisis
okulogirik hanya timbul pada penderita Parkinson akibat efensilitas. Tetapi
sekarang, banyak orang non parkinsonism mengalami kritis tersebut akibat
efek obat psikotropik.
Spasme profesi, sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dalam melakukan
pekerjaan. Bila spasme tersebut tirnbui pada otot-otot jari atau otot lengan,
nutka bergantung pada pekerjaan, spasmus tersebut dapat dicabut spasmus iuru
ketik, spasmus penulis, atau spasmus tukang separu,dan lain sebagainya.
Diskinesia dan distonia. Diskinesia dan distonia merupakan suatu gerakan
involunter yang menunjukan gerakan yang berbelit-belit dengan tonus otot
meningkat dan menurun secara tidak teratur
6. Pengkajian Sistem Sensorik
Sistem sensorik lebih kompleks dari sistem motorik karena model dari system
sensorik mempunyai perbedaan traktus,lokasi pada medula spinalis. Pengkajian
sensorik merupakan pengkajian subjektif, luas, serta membutuhkan kerja sama
klien. Penguji dianjurkan mengenali penyebaran saraf perifer yang berasal dari
medula spinalis. Di dalam praktik klinis, ada lima jenis sensibilitas (sensori) yang
perlu diketahui perawat dan menjiadi objek pemeriksaan. Adapun kelima jenis
sensasi itu adalah:
1) Sensasi kbusus atar sensasi pancaindra, seperti sensasi penciuman atau sensasi
olfaktorik, sensasi visual, perasaan auditorik, pengecapan gustatorik, dan
sebagainya.
2) Sensasi eksteroseptif atau sensasi protopatik.

17
a. Sensasi raba
Hilangnya sensasi raba disebut anestesia. Menurunnya sensasi raba dikenal
sebagai hipestesia. Sensasi raba secara berlebihan disebut hiperestesia.
b. Sensasi nyeri
Hilangnya sensasi nyeri disebut aralgesla. Berkurangnya sensasi nyeri
disebut hipalgesia. Sensasi nyeri secara berlebihan disebur hiperalgesia.
c. Sensasi suhu
Hilangnya sensasi suhu disebut termoanetesia, berkurangnya sensasi suhu
disebut termohipestesia, terasanya sensasi suhu secara berlebihan disebut
termohiperestesia
d. Sensasi abnormal di permukaan rubuh
Kesemutan disebut juga parestesia. Nyeri-panas-dingin yang terus menerus
disebut sebagai disestesia-hiperpasia.
3) Sensasi propriosefsi, yaitu sensasi gerak, getar, sikap, dan tekan. Perasaan
eksteroseptif dan proprioseptif sering diklasifikasikan juga sebagai somastesia,
yaitu sensasi yang bangkit akibat rangsangan sensasi di jaringan yang berasal
dari somatopleura. Sensasi gerak dikenal juga sebagai kinestesia, sensasi sikap
dikenal juga sebagai state tesia sensasi getar dikenal juga sebagai palestesra,
sensasi tekan dikenal juga sebagai barestesia.
4) Sensasi interoseptif atau uiseroestesia, yaitu sensasi yang bangkit akibat
rangsang sensasi di iaringan yang berasal dari viseropleura (usus, paru, limpa,
dan sebagainya).
5) Sensasi diskriminatif atau sensasi multintodalitas, yaitu sensasi yang sekaligus
memberikan pengenalan secara banding.

Penurunan sensorik yang ada merupakan akibat dari neuropati perifer dan
sesuai dengan keadaan anatomi yang terganggu. Kerusakan otak akibat lesi yang
luas mencakup hilangnya sensasi, yang mempengaruhi seluruh sisi tubuh lain
neuropati berhubungan dengan penggunaan alkohol dengan penyebaran seperti
sarung tangan dan kaos kaki. Pengkajian sistem sensori mencakup tes sensasi
raba, nyeri superfisial, ian posisi rasa (propriosepsi).
Keseluruhan pengkaiian sensori dilakukan dengan mata klien tertutup. Jika
sama klien didukung dengan petuniuk sederhana dan dengan menenangkan klien
bahwa penguji tidak menyakiti dan mengejutkan klien. Sensasi taktil dikaji

18
dengan menventuh lembut gumpalan kapas pada masing-masing sisi tubuh.
Sensitivitas ekstremitas bagian proksimal dibandingkan dengan bagian distal.
Sensasi nyeri dan suhu ditransmisikan bersama di bagian lateral medulla spinalis.
Sehingga, tidak perlu menguji sensasi suhu dalam keadaan ini. Nyeri superfisial
dapat dikaji dengan menentukan sensitivitas klien terhadap objek yang tajam.
Klien diinstruksikan memejamkan mata dan membedakan antara ujung yang tajam
dan tumpul dengan menggunakan lidi kapas yang dipatahkan arau spatel lidah.
Demi keamanan, hindari penggunaan peniti karena dapat mcnrsak integritas kulit.
Kedua sisi objek tajanm dan tumpul digunakan dengan inrensitas yang salah pada
semua pelaksanaan dan kedua sisi diuji dengan simetris
B. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik pada sistem persarafan dilakukan untuk melengkapi
pengkajian setelah melakukan pengkajian umum dan perneriksaan fisik system
persarafan. Perkembangan teknologi ,yang begitu cepat dengan semakin modernnya
jenis-jenis alat pemeriksaan dalam penegakan diagnosis perlu disikapi oleh perarwat
dengan turut mengenal jenis pemeriksaan terbaru dan menilai seberapa jauh implikasi
keperawatan yang akan diberikan pada klien' Beberapa jenis pemeriksaan diagnostik
untuk menilai gangguan pada system persarafan memerlukan persiapan dan
memberikan implikasi keperawatan yang perlu dipersiapkan oleh perawat. Perarvat
harus mempertimbangkan kondisi klien dengan perlunya jenis pemeriksaan yang akan
dilakukan. Pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan untuk penegakan diagnostik
sistem persarafan tersebut, meliputi foto rontgen, CT Scan, PET, MRI, angiografi
serebral, EEG, mielografi, elekrroensefalografi, lumbal pungsi dan pemeriksaan
cairan serebrospinal, serta pemeriksaan laboratorium klinik.
1. Foto Rontgen
Foto rontgen polos tengkorak dan medula spinalis sering kali digunakan untuk
mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya,
terurama dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain itu, foto rontgen polos
mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami penyimpangan
letak terlihat pada hasil foro rontgen, yang merupakan petunjuk dini tentang
adanya SOL (space occupring lesion) Adanya udara dalam tulang tengkorak juga
merupakan suatu indikasi adanya fraktur kepala terbuka, seperti fraktur tengkorak
frontal atau basilar, yang mungkin tidak tampak secara jelas dari luar. Foto
rontgen polos kepala juga dapat memperlihatkan adanya infeksi atau neoplasma

19
yang ditandai oleh perubahan kepadatan tulang atau kalsifikasi inrrakranial
lainnya. Prosedur pembuatan foto polos kepala dan medula spinalis mengharuskan
klien dalam yang cermat dan secara relatif tidak menimbulkan nyeri. Peran
perawat mencakup pemantauan klien dan peralatan yang digunakan selama
prosedur dan selalu waspada terhadap komplikasiyang berhubungan dengan posisi
klien dan lamanya prosedur.
Pemeriksaan foto rontgen di tempat lainnya iuga diperlukan jika terdapat
kelainan pada pemeriksaan fisik, seperti adanya masalah pada system pernapasan,
yang memerlukan Pemeriksaan rontgen torak atau jika ada trauma pada
ekstremitas, pemeriksaan foto rontgen di lokasi tempat trauma harus dilakukan.
2. Computed Temography
Computed tomography (CT) merupakan suatu teknik diagnostik dengan
digunakan sinar sempit dari sinar-x untuk memindai kepala dalam lapisan
berurutan. Bayangan yang dihasilkan memberi gambaran potongan melintang dari
otak, dengan membandingkan perbedaan jaringan padat pada tulang kepala,
korteks, struktur subkortikal, dan ventrikel. Gambaran yang jelas masing-masing
bagian atau "irisan" otak, pada bayangan akhir merupakan proporsi dari derajar
sinar-x diabsorpsi. Bayangan ditunjukkan pada osiloskop atau monitor TV dan
difoto.
Lesi pada otak terlihat sebagai variasi kepadatan jaringan yang berbeda dari
jaringan otak normal sekitarnya. Jaringan abnormal sebagai indikasi kemungkinan
adanya masa tumor, infark otak perpindahan ventrikel, dan atrofi kortikal. CT
scan keseluruhan tubuh memberikan gambaran bagian dari medulla spinalis.
Pennyuntikan zat kontras iodin ke dalam ruang subaraknoid melalui fungsi dapat
memperbaiki visualisasi isispinaldan intrakranial sebagai prosedur diagnostik
untuk mendiagnosis hernia diskus lumbal.
CT scan selalu dilakukan pertama tanpa zat kontras dan jika dengan zat
kontras. maka zar kontras dimasukkan melalui intravena. Klien berbaring ditas
meja yang dapat disesuaikan dengan kepala pada posisi terfiksasi, sementara
pemindaian berputar di sekitar kepala klien, (klien diam sebagai pusat dan mesin,
yang berputar sekitar pusat, yang menghasilkan gambaran potongan melintang)
Klien harus dibaringkan dengan kepala pada posisi yang sangat mantap dan
dengan hati-hati unruk tidak bicara dan menggerakkan wajah, karena gerakan
kepala menyebabkan penyimpangan pada bayangan.

20
CT scan dilakukan noninvasif, tidak nyeri, dan memiliki derajat sensitivitas
untuk mendeteksi lesi atau luka. Kemudian jenis pemindaian yang baru
berkembang dan semakin banyaknya orang-orang yang berpengalaman
menginterpretasi hasil pemindaian CT sehingga iumlah penyakit dan cedera yang
lain dapat didiagnosis serta kebutuhan prosedur diagnostik invasif berkurang.
3. PET
Possitron emissiontomograplry PET) adalah teknik pencitraan nuklir
berdasarkan komputer yangdapat menghasilkan bayangan fungsi organ secara
aktual. Klien menghirup gas radioaktif atau diinjeksi dengan zat radioaktif yang
memberikan partikel bermuatan positif. Bila positron ini berkombinasi dengan
elektronelektron bermuatan negatif (normalnya didapat dalam sel-sel tubuh),
resultan sinar gama dapat dideteksi oleh alat pemindai. Dalam alat-alat pemindai,
detektor tersusun dalam sebuah cincin dan seri-seri yang dihasilkan berupa
gambar dua dimensi pada berbagai tingkatan otak. Informasi ini terintegrasi oleh
komputer dan memberikan sebuah komposisi bayangan kerja otak.
4. MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) menggunakan medan magnetik untuk
mendapatkan gambaran daerah yang berbeda pada tubuh. Foto magnetic (nukleus
hidrogen) di dalam tubuh seperti magnet-magnet kecil di dalam medan magnet.
Setelah pemberian getaran radiofrekuensi, foto memancarkan Sinyal-sinyal, yang
diubah menjadi bayangan. MRI mempunyai potensial untuk mengidentifikasi
keadaan abnormalserebral dengan mudah dan lebih jelas dari tes diagnostik
lainnva. MRI dapat memberikan informasi tentang perubahan kimia dalam sel,
juga memberikan informasi kepada dokter dalam memantau
respons tumor terhadap pengobatan. Pemindaian MRI tidak menyebabkan radiasi
ion.
Pemindaian MRI memberikan gambaran grafik dari struktur tulang, cairan,
dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang detail
anatomi dan dapat membantu seseorang mendiagnosis tumor yang kecil atau
sindrom infrak dini.

Implikasi Keperawatan

21
1) Pemeriksaan ini merupakan kontraindikasi pada klien yang sebelumnya
menjalani tindakan pembedahan yaitu tertanam klip hemostatik atau
aneurisme. Medan magnet yang sangat kuat menyebabkan klip seperti ini
berubah posisinya, sehingga membuat klien berisiko mengalami hemoragik
atau perdarahan.
2) Beritahukan kepada klien bahwa prosedur tersebut sangat bising.
3) Lakukan tindakan kewaspadaan bila klien nrengalami klaustrofobi.
4) Kontraindikasi lainnya pada klien dengan pemakaian benda logam dalam
tubuh seperti alat pacu jantung, katup jantung buatan, fragmen bullet,
pinortopedik, alat intrauterin.
5) Klien (dan setiap pemberi asuhan keperawatan di ruang tersebut) harus
menyingkirkan semua benda-benda dengan karakteristik magnetic 1 misalnya
gunting, stestoskop).
6) Sebelum klien dimasukkan ke dalam ruang MRI, semua benda-benda Logam
(anting, cincin kawin, jam tangan, jepitan rambut, dan lain-lain) dilepaskan,
demikian pula kartu kredit (medan magnet dapat menghapus data dalam kartu
kredit).
7) Benda-benda ini harus dibuka. Benda tersebut bila dibiarkan terpasang dapat
menyebabkan gangguan fungsi, dapat keluar atau menjadi panas karena
mengabsorpsi energi.
5. Angiografi Serebral
Angiografi serebral adalah proses pemeriksaan dengan menggunakan sinar-x
terdap sirkulasi serebral setelah zat kontras disuntikkan ke dalam arteri yang
angiografi serebral adalah alat yang digunakan untuk menyelidiki penyakit
menular, aneurisma, dan malformasi arteriovena. Hal ini sering dilakukan sebelum
klien menjalani kraniotomi sehingga arteri dan vena serebral terlihat untuk dan
menentukan letak, ukuran, dan proses patologis. Digunakan untuk rnengkaji
keadaan yang baik dan adekuarnya sirkulasiserebral' Angiografi merupakan
pilihan terakhir iika dengan pemeriksaan CT scan dan MRI, didiagnosis masih
belum bisa ditegakkan.
Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukan kateter :
melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk menuju pembuluh darah
bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan dengan tusukan langsung pada arteri
karotis atau arteri vertebral atau dengan suntikan mundur ke dalam arteri brakialis

22
dengan zat kontras. Metode pemeriksaan dengan memasukkan zat warna kontras
ke struktur sirkulasi serebral. Jaras pembuluh diperiksa untuk mengetahui
kepatenan, penyempitan, oklusi, dan abnormalitas struktur (aneurisma),
pergeseran pembuluh (tumor dan edema), dan perubahan aliran darah (tumor,
malformasi AV).
6. Mielogram
Mielogram adalah sinar-x yang digunakan untuk melihat ruang subarknoid
spinal dengan menyuntikkan zat kontras atau udara ke ruang subaraknoid spinal '
melalui fungsi spinal. Mielogram menggambarkan ruang subaraknoid spinal dan
menunjukkan adanyapenyimpangan medula spinalis dan sakus dural spinal yang
disebabkan oleh tumor, kista, hernia diskus vertebral, atau lesi lain.
Implikasi keperawatan
Banyak klien mempunyai kesalahpahaman tentang prosedur ini, perawat harus
dapat menjawab pertanyaan dan mengklarifikasi penjelasan yang diberikan dokter.
Klien harus diberi tahu bahwa meja sinar-x dapat dimiringkan dalam beberapa
variasi posisi selama tindakan. Makanan yang dapat dimakan sebelum prosedur
berupa makanan normal. Sedatif dapat dipertimbangkan untuk membantu klien
menjalani pengujian yang cukup lama.
7. Elektroensefalografi
Elektroensefalografi (EEG) merekam aktivitas umum elektrik di otak, dengan
meletakkan elektroda pada area kulit kepala atau dengan menempatkan
mikroelektroda dalam jaringan otak. Pemeriksaan ini memberikan pengkajian
fisiologis aktivitas serebral. EEG adalah uji yang bermanfaat untuk mendiagnosis
gangguan kejang seperti epilepsi dan merupakan prosedur pemindaian untuk klien
koma arau mengalami sindrom otak organik. EEG juga bertindak sebagai
indikator kematian otak. Tumor, abses, jaringan parut otak, bekuan darah, dan
infeksi dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.
8. Lumbal Fungsi Dan Pemeriksaan Cairan Serebrospinal
Lumbal pungsi dilakukan dengan memasukkan jarum ke dalam ruang
subaraknoid untuk mengeluarkan CSS yang berfungsi untuk diagnostik atau
pengobatan.
Tujuan memperoleh CSS adalah menguji, mengukur, dan menurunkan tekanan
CSS: menentukan ada atau tidak adanya darah di dalam CSS mendeteksi

23
sumbatan subarakanoid spinal dan pemberian antibiotik intratekal yaitu ke dalam
kanal spinal pada kasus infeksi. Jarum biasanya dimasukkan ke dalam ruang
subaraknoid di antara tulang belakang area lumbal ketiga dan keempat atau antara
lumbal keempat dan kelima Oleh karena medula spinalis terbagi dalam sebuah
berkas saraf pada tulang belakang bagian lumbal yang pertama, iarum ditusukkan
di bawah tingkat ketiga tulang belakang daerah lumbal, untuk mencegah medula
spinalis tertusuk.
Lumbal pungsi yang berhasil memerlukan klien dalam keadaan rileks.
kecemasan yang memrbuat klien tegang dan peningkatan kecemasan dapat
menyebabkan peningkatan tekanan pada saat hasil identifikasi. Jarak normal
tekanan cairan spinal dengan posisi rekumben adalah 70 sampai 200 mmHr
tekanan sampai 200 mmH. dikatakan abnormal. Lumbal pungsi sangar berbahaya
jika dilakukan pada lesi intrakranial, karena tekanan intracranial ditentukan
melalui pengeluaran CSS, herniasi otak akan sampai tentorium dan foramen
magnum normalnya, tekanan CSS meningkat dengan cepat akibat penenkanan
pada vena jugularis dan menurun cepat sampai normal jika penekanan dikurangi.
Penurunan tekanan merupakan indikasi adanya hambatan sebagian perubahan
penekanan sebuah lesi pada jalur subarakhnoid spinal. Jika tidak ada perubahan
tekanan, hal ini merupakan indikasi adanya hambatan total. Tes ini digunakan jika
dicurigai ada lesi intrakranial.
Implikasi Keperawatan
Tes Ini merupakan kontraindikasi pada klien dengan dugaan peningkatan tekanan
intrakranial karena reduksi mendadak tekanan dari bawah dapat menyebabkan
struktur otak, menyebabkan kematian. Dalam mempersiapkan pemeriksaan ini,
baringkan klien dengan posisi miring, dan lutut serta kepala fleksi. Jelaskan
kepada klien bahwa sebagian tekanan mungkin teraba bersamaan dengan jarum yg
dimasukan dan jangan bergerak atau batuk mendadak. Setelah prosedur ini,
pertahankan klien tetap berbaring datar selama 8 sampai 10 jam untuk mencegah
sakit kepala dan dianjurkan untuk memperbanyak asupan cairan
9. Pemeriksaan Laboratorium Klinik
Pemeriksaan laboratorium klinik merupakan hal yang rutin untuk dilaksanakan
sebagai media utuk menonton reaksi pengobatan dan dampak klinis yang
memerlukan penanganan lanjut. Tujuan pemeriksaan laboratorium klinik .sebagai
berikut.

24
1) Membantu menegakkan diagnosis berbagai macam penyakit serebral.
2) Melakukan kontrol untuk klien yang mempunyai risiko tinggi mengalami
penyakit serebral (misalnya pemeriksaan kolesterol darah).
3) Mengukur abnormalitas kimia darah yang dapat memengaruhi prognosis klien
gangguan serebral.
4) Mengkaii derajat proses inflamasi.
5) Mengkaji kadar serum obat.
6) Mengkaii efek pengobatan (misalnya efek diuretik osmotik seperti manitol).
7) Menetapkan data dasar klien sebelum intervensi terapeutik.
8) Skrining terhadap setiap abnormalitas. Oleh karena terdapat berbagai metode
pengukuran yang berbeda, maka nilai normal dapat berbeda antara satu tes
laboratorium dengan tes lainnya.
9) Menentukan hal-hal yang dapat memengaruhi upaya intervensi (misalnya
diabetes melitus, gangguan keseimbangan elektrolit).

2) Anamnesa Gangguan Integument


A. Identifikasi Pasien
Tanggal dan waktu pengkajian.Biodata: nama, umur (penting mengetahui angka
prevelensi), jenis kelamin, pekerjaan (pada beberapa kasus penyakit kulit, banyak
terkait dengan factor pekerjaan, [misalnya, dermatitis kontak alergi]).
B. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Terkini
Keluhan Utama
Masalah yang sering terkait masalah integument adalah gatal (pruritis),
kering, ruam, lesi, ekimosis (bercak hemoragi kecil), benjolan, massa, dan
penampakan kosmetik.
Tanyakan tentang perubahan pada kulit, rambut, dan kuku yang akan
berhubungan dengan keluhan utama.
Manifestasi Klinis
1. Pruritis
Gatal yang persisten atau pruritus merupakan manifestasi yang sering
membawa klien mendatangi tenaga kesehatan. Catat apakah gatal
berhubungan dengan lesi kulit dan apakah lokal atau merata.Gatal
persisten tanpa berhubungan dengan lesi dapat menunjukkan penyakit

25
sistemik yang penting seperti obstruksi bilier, diabetes mellitus, uremia,
limfoma, atau hipertiroidisme. Jika pruritus berhubungan dengan lesi kulit,
maka pertimbangkan scabies, berbagai jenis dermatitis, psoriasis, xerosis,
dan dermatofitosis pada saat proses diagnosis.
2. Lesi
Tanyakan kapan waktu muncul lesi, adanya perubahan warna, adanya
eksudat, dan perubahan lain yang telah terjadi. Lesi dapat berubah karena
garukan, trauma, infeksi, atau pembentukan jaringan parut.Tentukan lesi
pada area kulit yang telah mendapat paparan signifikan sinar matahari.
3. Infeksi
Infeksi kulit dapat mendorong klien untuk mencari evaluasi lebih
lanjut, terutama jika terdapat riwayat kegagalan dalam usaha mengobati
diri sendiri. Sama halnya dengan infeksi lain, penekanan dilakukan jika
ada demam,menggigil, tipe dan jumlah eksudat, serta nyeri pada daerah
infeksi.
b. Riwayat Medis Sebelumnya
a) Tanyakan dermatologis sebelumnya?
b) gangguan sistemik berkaitan dengan kulit (imunologis, endokrin,
kolagen,vaskuler, ginjal, atau kondisi hati?
c) Penyakit masa kanak-kanak?
d) Status vaksinasi?
e) Infeksi akut yang baru?
f) Trauma yang berakibat jaringan parut atau perubahan bentuk?
c. Riwayat pembedahan sebelumnya
a) Riwayat prosedur, trauma, jaringan parut sebelumnya, daerah operasi
sebelumnya?
b) Tindikan, tato?
d. Alergi
Alergi adalah respon imunologi yang terjadi secara konsisten dengan
adanya paparan.Iritasi dapat terjadi tanpa dapat diprediksi.
Tanyakan kepada klien:
1) Alergi terhadap medikasi, makanan, inhalasi, lateks,dan bahan kimia lain?
2) Apakah kontak dengan polpen, inhalan, atau binatang menyebabkan
biduran?

26
3) Apakah dengan makanan tertentu menyebabkan rasa gatal, rasa terbakar,
atau erupsi kemerahan
e. Medikasi, penggunaan obat bebas, nutraseutikal, terapi komplementer
Tanyakan:
1. Bagaimana dosis obat yang digunakan?
2. Berapa frekuensi yang digunaka?
3. Berapa durasi atau lama pemberian medikasi?
4. Alasan pengobatan (resep atau obat bebas)?
5. Bagaiman efek samping penggunaan obat?
6. Suplemen vitamin atau mineral?
7. Medikasi yang menyebabkan memar dengan mudah?
8. Medikasi yang menyebabkan fotosensitivitas(kemerahan seperti
terbakar sinar matahari pada area yang terpapar sinar matahari)?
Reaksi pada medikasi, penggunaan obat bebas, nutraseutikal, terapi
komplementer akan menyebabkan:
o Morbiliformis (ruam seperti cacar)
o Makulopapular tanpa vasikel bula
o Fotosensitivitas (kemerahan seperti terbakar sinar matahari pada
area yang terpapar sinar matahari)
o Eksema
f. Kebiasaan Makan
Tanyakan:
Bagaimana hubungan dengan manifestasi di kulit terhadap pencernaan
makanan atau minuman?
Asupan air yang baik secara rutin dilakukan merupakan sesuatu yang
sehat untuk system genitourinaria dan system lain. Alergi makanana yang
dicurigai dapat berperan pada kondisi dermatologis spesifik, seperti dermatitis
atopic dan urtikaria.
Makanan yang menyebabkan alergi harus dievaluasi dan ditetapakan
untuk menghindari eliminasi yang tidak diperlukan untuk menghindari
eliminasi yang tidak diperlukan dari tipe atau kelompok makanan tertentu.

g. Riwayat Sosial

27
Penyakit kronis visual atau fisik yang berhubungan dengan
penganguran yang lama, kesehatan mental buruk, dan bahkan keinginan bunuh
diri.
Tanyakan:
1. Aktivitas rekreasional yang melibatkan paparan lama terhadap sinar
matahari, dingin yang tidak biasa, atau kondisi lain yang dapat
merusak integument?
2. Riwayat seksual, yang dapat memberi peringatan atau untuk
menjelaskan adanya trauma jaringan atau lesi yang disebabkan oleh
infeksi menular seksual
3. Riwayat pekerjaan, masalah kulit disebabkan atau diperburuk oleh
paparan terhadap iritan dan bahan kimia dalam rumah dan lingkungan
pekerjaan?
h. Riwayat Keluarga
Apakah ada keturunan penyakit dari keluarga:
1. Alopesia (kehilangan rambut sejumput)?
2. Iktiosis (penebalan kulit dan berskuama),dermatitis atopic?
3. Psoriasis?
4. Diabetes Melitus?
5. Diskrasia darah?
6. Penyakit kolagen vakuler (lupus eritematosus)?
C. Pemeriksaan Fisik
1. Perubahan menyeluruh
Kaji ciri kulit secara keseluruhan.Informasi tentang kesehatan umum
klien dapat diperoleh dengan memeriksa turgor, tekstur, dan warna kulit.
Turgor kulit umumnya mencerminkan status dehidrasi. Pada klien
yang dehidrasi dan lansia, kulit terlihat kering.Pada klien lansia, turgor kulit
mencerminkan hilangnya elastisitas kulit dan keadaan kekurangan air
ekstrasel.
Tekstur kulit pada perubahan menyeluruh perlu dikaji, karena tekstur
kulit dapat berubah-ubah di bawah pengaruh banyak variabel.Jenis tekstur
kulit dapat meliputi kasar, kering atau halus.
Perubahan warna kulit juga dipengaruhi oleh banyak
variabel.Gangguan pada melanin dapat bersifat menyeluruh atau setempat

28
yang dapat menyebabkan kulit menjadi gelap atau lebih terang dari pada kulit
yang lainnya.Kondisi tanpa pigmentasi terjadi pada kasus albino. Ikterus
adalah warna kulit yang kekuningan yang disebabkan oleh endapan pigmen
empedu didalam kulit, sekunder akibat penyakit hati atau hemolisis sel darah
merah.Sianosis adalah perubahan warna kulit menjadi kebiruan; paling jelas
terlihat pada ujung jari dan bibir. Sianosis ini disebabkan oleh desiturasi
hemoglobin.
Pada teknik palpasi, gunakan ujung jari untuk merasakan permukaan
kulit dan kelembapannya.Tekan ringan kulit dengan ujung jari untuk
menentukan keadaan teksturnya.Secara normal, tekstur kulit halus, lembut dan
lentur pada anak dan orang dewasa.Kulit telapak tangan dan kaki lebih tebal,
sedangkan kulit pada penis paling tipis.Kaji turgor dengan mencubit kulit pada
punggung tangan atau lengan bawah lalu lepaskan.Perhatikan seberapa mudah
kulit kembali seperti semula. Normalnya, kulit segera kembali ke posisi
awal .pada area pitting tekan kuat area tersebut selama 5 detik dan lepaskan.
Catat kedalaman pitting dalam millimeter, edema +1 sebanding dengan
kedalaman 2 mm, edema +2 sebanding dengan kealaman 4 mm.
Inspeksi:
Kulit: warna kulit merata, lebih gelap pada daerah yang terpapar yaitu wajah,
leher, lengan, dan tungkai bawah, lebih ternag pada tubuh dan punggung.
Bintik-bintik kecoklatan tersebar pada wajah dan lengan. Tidak ada jaringan
parut dan stiria
Rambut dan Kulit Kepala : rambut secara merat terdistribusi pada kulit
kepala. Bersih tanpa adanya tingsa (telur kutu) atau kutu.Tidak ada ketombe,
skuama, atau lesi kulit kepala.Aksila dan tungkai mungkin dicukur, rambut
pubis hingga perineum (wanita) rambut pubis terdistribusi seperti terbentuk
wajik dari bawah umbilicus menuju perineum (pria).
Kuku : hangat, halus, bentuk oval. Bantalan kuku merah jambu.Kutikel
dirawat, bersih, sudut bantalan kaku 160 derajat (tidak ada clubbing finger).
Palpasi:
Kulit : hangat, terhidrasi baik, halus, elastis, tidak ada nyeri tekan. Tidak ada
lesi, massa atau bengkak.
Rambut dan kulit kepala: rambut tidak berminya, tekstur halus, elastis, kulit
kepala tersa halus, utuh, tidak ada nyeri tekan.

29
Kuku: kukuh tanpa nyeri tekan atau celah. Respon pemutihan cepat.
2. Perubahan setempat
Mula-mula, lakukan pemeriksaan secara sepintas ke seluruh tubuh.
Selanjutnya, anjurkan klien untuk membuka pakaiannya dan amati seluruh
tubuh klien dari atas kebawah, kemudian lakukan pemeriksaan yang lebih
teliti dan evaluasi distribusi, susunan, dan jenis lesi kulit. Distribusi lesi dan
komposisi kulit sangat bervariasi dari satu bagian tubuh kebagian tubuh
lainnya.Lesi yang timbul hanya pada daerah tertentu menandakan bahwa
penyakit tersebut berkaitan dengan keistimewaan susunan kulit daerah
tersebut.Pada daerah kulit yang lembab permukaan kulit bergesekan dan
mengalami maserasi dan mudah terinfeksi jamur superficial.Kondisi ini
banyak kita jumpai pada daerah aksila, lipat paha, lipat bokong, dan lipatan di
bawah kelenjar mamae.
Pada daerah kulit yang kaya keratin, seperti siku, lutut, dan kulit
kepala, sering tejadi gangguan keratinisasi.Misalnya psoriasis, yaitu kelainan
kulit pada bagian epidermis yang berbentuk plak bersisik.
Mengenai susunan lesi, tanyakan bagaimana pola lesinya. Lesi kulit
dengan distribusi sepanjang dermatom menunjukan adanya penyakit herpes
zoster. Disini, lesi vesikuler timbul tepat pada daerah distribusi saraf yang
terinfeksi.Linearitas merupakan lesi yang terbentuk garis sepanjang sumbu
panjang suatu anggota tubuh yang mungkin mempunyai arti tertentu.Garukan
pasien merupakan penyebab tersering lesi linear. Erupsi karena poison iny,
seperti dermatitis kontak, berbentuk linear karena iritannya disebabkan oleh
garukan yang bergerak naik-turun. Peradangan pembuluh darah atau
pembuluh limfe dapat menyebabkan lesi linear berwarna merah. Sedangkan
parasit scabies dapat membuat liang-liang pendek pada lapisan epidermis,
terutama pada kulit di antara jari-jari tangan, kaki, atau daerah lain yang
memiliki lapisan epidermis tipis dan lembap sehingga akan membentuk lesi
linear yang khas berupa garis kebiru-biruan.
Lesi satelit adalah suatu lesi sentral yang sangat besar yang dikelilingi oleh
dua atau lebih lesi serupa tetapi lebih kecil yang menunjukan asal lesi dan
penyebarannya, seperti yang dijumpai pada melanoma malignum atau infeksi
jamur. Tapi lesi merupakan ciri penting yang berguna dalam menegakkan
diagnosis.Lesi berbatas tegas adalah lesi yang mempunyai batas yang jelas,

30
sedangkan lesi terbatas tidak tegas adalah lesi kulit yang menyatu tanpa batas
tegas dengan kulit yang normal.
3. Ruam kulit
Untuk mempelajari ilmu penyakit kulit, mutlak diperlukan
pengetahuan tentang ruam kulit atau ilmu yang mempelajari lesi kulit. Ruam
kulit dapat berubah pada waktu berlangsungnya penyakit. Kadang-kadang
perubahan ini dapat dipengaruhi oleh keadaan dari luar, misalnya trauma
garkan dan pengobatan yang diberikan., sehingga perubahan tersebut tidak
biasa lagi. Perawat perlu menguasai pengetahuan tentang ruam primer atau
ruam sekunder untuk digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan
pengkajian serta membuat diagnosis penyakit kulit secara klinis.
Ruam primer adalah kelainan yang pertama timbul, berbentuk macula, papula,
plak, nodula, vesikula, bula, pustule, irtika, dan tumor.
Ruam sekunder adalah kelainan berbentuk skuama, krusta, fisura, erosion,
ekskoriasio, ulkus, dan parut.

Tabel 1.1 bentuk-bentuk ruam primer

Gambaran Keterangan
Makula Macula adalah kelainan kulit yang sama tinggi
dengan permukaan kulit, warna berubah dan
berbatas jelas, contoh : meladonema, petekie.

Papula Papula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi


dari permukaan kulit, padat, berbatas jelas,
ukuran kurang dari 1 cm. contoh : dermatitis,
kutil.
Plak Plak adalah kelainan kulit yang melingkar,
menonjol, lesi menonjol lebih dari 1 cm.
contoh : Fugoides mikosis terlokalisasi,
neurodermatitis.
Nodula Nodula adalah kelainan kulit yang lebih tinggi
dari permukaan kulit, padat berbatas jelas,
ukurannya lebih dari 1 cm. contoh ;

31
Vesikula epitelioma.
Vesikula adalah gelembung berisi cairan,
berukuran kurang ari 1 cm. contoh ; cacar air,
dermatitis kontak.
Bula
Bula adalah sama dengan vesikula, tapi
Pustule ukurannya lebih dari 1 cm, contoh ; luka
bakar.
Urtika Postula adalah sama dengan vesikula tapi
berisi nanah, contoh ; scabies.
Urtika adalah kelainan kulit yang lebih tinggi
dari permukaan kulit, edema, warna merah
Tumor jambu, bentuknya bermacam-macam. Contoh ;
gigitan serangga.
Tumor adalah kelainan kulit yang menonjol,
ukurannya lebih besar dari 0,5 cm.

Tabel 1.2 Bentuk-bentuk ruam sekunder

Gambaran Keterangan
Skuama Skuama adlah jaringan mati dari lapisan
tanduk yang terlepas, sebagian kulit
menyerupai sisik. Contoh : ketombe,
psoriasis.
Krusta Krusta adalah kumpulan eksudat atau sekret
diatas kulit. Contoh : impetigo, dermatitis
terinfeksi.
Fisura Fisura adlah epidermis yang retak, hingga
dermis yerlihat, biasanya nyeri. Contoh :
sifilis konginetal, kaki atlet.
Erosio Erosion adalah kulit yang bagian
epidermisnya bagian atas terkelupas, contoh :
abrasi.

32
Eksrosio Eksrosio adalah kulit yang epidermisnya
terkelupas, lebih dalam dari pada erosion.
Ulkus Ulkus adalah kulit (epidermis dan dermis)
terlepas karena destruksi penyakit. Pelepasan
ini dapat sampai kejaringan subkutan atau
lebih dalam.
Parut Parut adalah jaringan ikat yang kemudian
terbentuk menggantikan jaringan lebih dalam
yang telah hilang. Contoh : keloid

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan kalium Hidroksida dan Kultur Jamur
Infeksi jamur pada kulit, rambut, dan kuku harus dikonfirmasi oleh identifiksai
mikroskopik atau kultur dari krokan pada area atau keduanya.
2. Apusan Tzank
Untuk Pengkajian mikroskopik cairan dan sel dari vesikel dan bula
3. Keroka Skabies
Menyeleksi lesi yang belum digaruk yang akan diambil sebagai specimen.
4. Pemeriksaan dengan wood’s Light
Menggunakan lamp merkuri tekanan tinggi yang menstramisi cahaya
ultraviolet gelombang panjang (UVA atau cahaya 360 mm).
5. Tes temple
untuk mendapatkan identifikasi substansi yang menyebabkan respons alergi
pada kulit.
6. Biopsi
Merujuk pada penghilanagan specimen jaringan kulit utnuk pemeriksaan
histologi mikroskopik seluler dan/atau imunofluoresen (media khusu sebelum
evaluasi mikroskopik khusus).

33
3) Anamnesa Gangguan Riwayat Infeksi Sistem Tubuh
1. Riwayat Kesehatan
a. Identitas/ data demografi
Identitas yang dikaji meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan yang
sering terpapar sinar matahari secara langsung, tempat tinggal sebagai
gambaran kondisi lingkungan dan keluarga, dan keterangan lain mengenai
identitas pasien.
b. Keluhan Utama
Alasan mengapa klien melakukan rujukan dan memerlukan bantuan tenaga
medis
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Berisi tentang apakah klien memiliki riwayat infeksi dan apakah klien punya
riwayat infeksi sebelumnya atau berulang, apakah klien mengalami demam,
berapa suhunya dan bagaimana pola demamnya, apakah ada ruam di seluruh
tubuh. Jika terjadi infeksi pada kulit, kapan terjadinya penyakit kulit yang
diderita, apakah ada keluhan yang paling dominan seperti sering gatal/
menggaruk pada area mana, ada lesi pada kulit penyebab terjadinya penyakit,
apa yang dirasakan klien dan apa yang sudah dilakukan untuk mengatasi
sakitnya sampai pasien bertemu perawat yang mengkaji.
d. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat penyakit kulit akibat infeksi jamur, virus, atau bakteri
e. Riwayat psikososial
Perasaan dan emosi yang dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya
serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.
f. Infeksi
Kontak yang dialami pasien akhir-akhir ini dengan infeksi apapun dan tanggal
terjadinya kontak tersebut harus ditanyakan. Riwayat infeksi dimasa lalu dan
sekarang disamping tanggal dan tipe terapi yang pernah dijalani pasien
g. Alergi
Kepada pasien ditanya tentang riwayat alergi, termasuk tipe allergen (serbuk,
debu, tanaman, kosmetika, makanan, obat-obatan dan vaksin), gejala yang
dialaminya dan variasi cuaca dan yang berkaitan dengan terjadinya atau
beratnya gejala. Riwayat pemeriksaan dan pengobatan yang pernah atau

34
sedang dijalani oleh pasien untuk mengatasi kelainan alergi dan efektifitas
pengobatan tersepakt harus ditanyakan.
2. Pengkajian Kepatuhan Dasar Virginia Handerson
a. Bernapas
Yang perlu dikaji antara lain kemampuan pasien dalam melakukan ekspirasi
dan inspirasi. Apakah menggunakan otot-otot pernafasan, bagaimana
frekuensi pernafasan, pengukuran tidal volume dan warna mukosa.
1) Sebelum sakit
Apakah ada keluhan sesak nafas sebelum masuk ke RS?
2) Saat sakit
Apakah bapak ada keluhan sesak nafas saat ini?
b. Makan-minum
Mengkaji tentang kemampuan pasien dalam memenuhi kepaktuhan makan
dan minum, tentang perilaku makan dan minum, kemampuan menetukan
makan dan minum yang memenuhi syarat kesehatan.
1) Sebelum sakit
 Ketika sebelum sakit, biasanya bapak makan berapa porsi?
 Dalam sehari berapa kali makan?
 Makanan seperti apa yang dimakan?
 Sebelum sakit apa nafsu makan bapak baik?
 Kalau minumnya berapa banyak dalam sehari?
 Jenis minuman seperti apa yang biasanya bapak minum?
2) Saat sakit
 Berapa porsi makanan yang dihabiskan?
 Apa nafsu makan bapak baik?
 Minumnya berapa banyak dalam sehari?
c. Eliminasi
Mengkaji kemampuan BAB / BAK serta fungsi dari organ -organ tersepakt
dan bagaimana pasien mempertahankan fungsi normal dari BAB / BAK.

1) Sebelum sakit

35
BAB :
 Bapak berapa kali BAB dalam sehari?
 Bagaimana dengan konsistensinya? Warnanya apa, pak?
BAK :
 Bapak berapa kali BAK dalam sehari?
 Warnanya seperti apa pak?
2) Saat sakit
BAB :
 Bapak berapa kali BAB dalam sehari?
 Konsistensinya bagaimana? Warnanya apa?
BAK :
 Bapak berapa kali BAK dalam sehari? Warnanya seperti apa pak?
d. Aktivitas dan Latihan
Mengkaji kemampuan aktifitas dan mobilitas kehidupan klien sehari-hari.
1) Sebelum sakit
Sebelum sakit aktivitas apa yang sering bapak lakukan?
2) Saat sakit
Sekarang di rumah sakit aktivitas apa yang bisa bapak kerjakan?
e. Istirahat dan Tidur
Mengkaji kemapuan pasien dalam pemenuhan kepaktuhan tidur (pola,
jumlah, kualitas tidur )
1) Sebelum sakit
 Saat di rumah apakah tidur bapak nyenyak saat malam hari?
 Berapa lama bapak biasanya tidur malam?
 Apakah bapak tidur siang? Jika iya, berapa lama tidur siangnya?
 Apakah ada kebiasaan yang dilakukan sebelum tidur?
2) Saat sakit
 Apakah tidur bapak nyenyak semalam?
 Berapa lama bapak tidur semalam?
 Apakah bapak tidur siang? Jika iya, berapa lama tidur siangnya?
 Apakah ada kebiasaan yang dilakukan sebelum tidur?

f. Berpakaian

36
Mengkaji apakah ada kesulitan dalam memakai pakaian.
1) Sebelum sakit
 Sebelum sakit apakah bapak dapat mengganti pakaian sendiri?
 Berapa kali ganti pakaian dalam sehari?
2) Saat sakit
 Saat ini apakah bapak dapat mengganti pakaian sendiri?
 Berapa kali ganti pakaian dalam sehari?
g. Rasa Nyaman
1) Sebelum sakit
 Sebelum bapak sakit, apakah bapak merasa nyaman dengan
keadaan tubuh bapak?
2) Saat sakit
 Apa penyebab timpaklnya rasa gatal?
 Seberapa berat keluhan gatal yang bapak rasakan?
 Di daerah mana yang terasa gatal?
 Kapan keluhan tersepakt dirasakan? Seberapa sering gatal tersepakt
dirasakan?
h. Aman
Mengkaji apakah ada perubahan rasa aman karena keterbatasan fisik dari
suatu penyakit
1) Sebelum sakit
 Biasanya dirumah apa yang mempakat aman?
 Apa bapak dapat melakukan segala sesuatu tanpa hambatan?
2) Saat sakit
 Saat ini apa yang mempakat bapak merasa aman?
 Apa bapak dapat melakukan segala sesuatu tanpa ada hambatan?
i. Kebersihan Diri
Mengkaji apakah ada kesulitan dalam memelihara kebersihan dirinya.
1) Sebelum sakit
 Sebelum sakit biasanya bapak mandi berapa kali dalam sehari?
 Biasanya sikat gigi berapa kali dalam sehari?
 Dalam seminggu berapa kali bapak sampoan?
2) Saat sakit

37
 Saat ini apakah bapak mandi atau hanya di lap saja?
 Apakah bapak dapat menggosok gigi?
j. Komunikasi
Melalui komunikasi antar perawat ,pasien dan keluarga dapat dikaji mengenai
pola komunikasi dan interaksi sosial pasien dengan cara mengidentifikasi
kemampuan pasien dalam berkomunikasi,
1) Sebelum sakit
 Apakah bapak sering mengobrol dengan keluarga atau tetangga
bapak?
 Apakah bapak memiliki keluhan saat sedang berbicara?
2) Saat sakit
 Apakah bapak sering mengobrol dengan keluarga atau teman
sekamar bapak?
 Apakah saat ini bapak memiliki keluhan saat sedang berbicara?
k. Pola beribadah
Mengkaji bagaimana klien memenuhi kepaktuhan spiritualnya sebelum dan
ketika sakit.
1) Sebelum sakit
 Apa agama yang dianut oleh bapak?
 Apakah sebelum sakit bapak melaksanakan sholat?
 Apakah Ada hambatan saat akan melaksanakan sholat?
 Bagaimana cara bapak menyelesaikan masalah, apakah berdoa
kepada tuhan atau curhat dengan orang lain?
2) Saat sakit
 Kalau sekarang di rumah sakit apa ada hambatan pakat bapak
melakukan sholat?
 Bagaimana cara bapak menyelesaikan masalah, apakah berdoa
kepada tuhan atau curhat dengan orang lain?

l. Produktivitas

38
Mengkaji pekerjaan pasien saat ini atau pekerjaan yang lalu.
1) Sebelum sakit
 Apakah pekerjaan biasa bapak lakukan sebelum sakit?
 Apakah ada hambatan saat melakukan pekerjaannya?

2) Saat sakit
 Apakah bapak memiliki hambatan untuk pekerjaan bapak ketika
bapak dirawat disini?
m. Rekreasi
Mengkaji kemampuan aktifitas rekreasi dan relaksasi (jenis kegiatan dan
frekuensinya).
1) Sebelum sakit
Apakah bapak merasa senang saat bapak berada dirumah?
2) Saat sakit
Saat ini apakah bapak merasa senang atau terhbapakr dengan keluarga
yang menemani bapak dan tim kesehatan yang bertugas?
n. Kepatuhan belajar
Mengkaji bagaimana cara klien mempelajari sesuatu yang baru.
1) Sebelum sakit
Apakah bapak suka mengenai hal hal yang baru? Apakah ada hambatan
ketika bapak akan melakukan nya?
2) Saat sakit
Saat ini apakah bapak merasa ada hambatan saat bapak akan melakukan
hal hal baru?

B. Masalah Perawatan Istirahat Dan Tidur


A. Pengertian
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi
oleh semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat
berfungsi secara optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda
pada setiap individu. Secara umum, istirahat berartisuatu keadaan tenang, relaks,
tanpa tekanan emosional, dan bebas dari perasaan gelisah. Jadi, beristirahat bukan

39
berarti tidak melakukan aktivitas sama sekali. Terkadang, berjalan-jalan di taman
juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk istirahat (perry & potter,2006).
Sedangkan tidur adalah status perubahan kesadaran ketika persepsi dan
reaksi individu terhadap lingkungan menurun. Tidur dikarakteristikkan dengan
aktifitas fisik yang minimal, tingkat kesadaran yang bervariasi, perubahan proses
fisiologis tubuh, dan penurunan respons terhadap stimulus eksternal. Hampir
sepertiga dari waktu kita, kita gunakan untuk tidur. Hal tersebut didasarkan pada
keyakinan bahwa tidur dapat memulihkan atau mengistirahatkan fisik setelah
seharian beraktivitas, mengurangi stress dan kecemasan, serta dapat meningkatkan
kemampuan dan konsenterasi saat hendak melakukan aktivitas sehari-hari (perry
& potter, 2006).
B. Fisiologi tidur
Aktivitas tidur diatur dan dikontrol oleh dua system pada batang otak, yaitu
Reticular Activating System (RAS) dan Bulbar Synchronizing Region (BSR).
RAS di bagian atas batang otak diyakini memiliki sel-sel khusus yang dapat
mempertahankan kewaspadaan dan kesadaran; memberi stimulus visual,
pendengaran, nyeri, dan sensori raba, serta emosi dan proses berfikir. Pada saat
sadar, RAS melepaskan katekolamin, sedangkan pada saat tidur terjadi pelepasan
serum serotonin dari BSR (Tarwoto, Wartonah, 2003).
C. Jenis-jenis Tidur
Berdasarkan proses tidur terdapat dua jenis tidur, yaitu:
1. Tidur NREM
Jenis tidur yang disebabkan menurunnya kegiatan di dalam sistem
pengaktivasi retikularis atau disebut dengan tidur gelombang lambat karena
gelombang otaknya sangat lambat atau disebut tidur NREM.
a). Tidur Gelombang Lambat (Slow wave sleep)
Jenis tidur ini dikenal dengan tidur yang dalam.Isrirahat penuh,
dengan gelombang otak yang lebih lambat, tidur nyenyak. Ciri-ciri tidur
nyenyak adalah menyegarkan, tanpa mimpi atau tidur dengan gelombang
delta. Ciri lainnya berada dalam keadaan istirahat penuh, tekanan darah
menurun, frekuensi napas menurun, pergerakan bola mata melambat, mimpi
berkurang, metabolisme turun.

40
Perubahan selama proses NREM tampak melalui elektroensefalografi
dengan memperlihatkan gelombang otak berada pada setiap tahap tidur
NREM, yaitu:
Jenis-jenis gelombang :
1). Gelombang Alfa
Mata tertutup dan relaks, gelombang Alfa akan muncul, dan akan
menghilang sesaat kita membuka mata.
2). Gelombang Beta
Merupakan gelombang dominan pada keadaan jaga terutama bila
mata terbuka. Pada keadaan tidur REM juga muncul gelombang Beta.
3). Gelombang Teta,
Pada keadaan normal orang dewasa gelombang teta muncul pada
keadaan tidur (stadium 1, 2, 3, 4).
4). Gelombang Delta,
Pada keadaan normal orang dewasa gelombang Delta muncul pada
keadaan tidur (stadium 2, 3, 4)
Tahapan tidur jenis NREM
1). Tahap I
Tahap ini adalah tahap transisi antara bangun dan tidur dengan ciri
sebagai berikut: rileks, masih sadar dengan lingkungan, merasa
mengantuk, bola mata bergerak dari samping ke samping, frekuensi Nadi
dan napas sedikit menurun, dapat bangun segera selama tahap ini
berlangsung selama 5 menit.
2). Tahap II
Tahap ini merupakan tahap tidur ringan dan proses tubuh terus
menurun dengan ciri sebagai berikut: mata pada umumnya menetap,
denyut jantung dan frekuensi napas menurun. Temperatur tubuh
menurun, metabolisme menurun, berlangsung pendek dan berakhir 10-
15 menit.
3). Tahap III
Tahap ini merupakan tahap tidur dengan ciri denyut nadi dan
frekuensi napas dan proses tubuh lainnya lambat, disebabkan adanya
dominasi sistem saraf parasimpatis sulit untuk bangun.

41
4). Tahap IV
Tahap ini merupakan tahap tidur dalam dengan ciri kecepatan
jantung dan pernapasan turun, jarang bergerak, dan sulit dibangunkan,
gerak bola mata cepat, sekresi lambung menurun, dan tonus otot
menurun.
2. Tidur Paradoks /Tidur REM (Rapid Eye Movement)
Jenis tidur yang disebabkan oleh penyaluran isyarat-isyarat abnormra dari
dalam otak meskipun kegiatan otak mungkin tidak tertekan secara disebut dengan
jenis tidur paradoks atau tidur REM (rapid eye moverment).
Tidur jenis ini dapat berlangsung pada tidur malam yang terjadi selama 5-
20 menit, rata-rata timbul 90 menit. Periode pertama terjadi 80-100 menit, akan
tetapi apabila kondisi orang sangat lelah maka awal tidur sangat cepat bahkan
jenis tidur ini tidak ada.
Ciri tidur REM adalah sebagai berikut:
a). Biasanya disertai dengan mimpi aktif.
b). Lebih sulit dibangunkan daripada selama tidur nyenyak
c). Tonus otot selama tidur nyenyak sangat tertekan, menunjukkan inhibisi kuat
proyeksi spinal atas sistem pengaktivasi retikularis.
d). Frekuensi jantung dan pernapasan menjadi tidak teratur
e). Pada otot perifer terjadi beberapa gerakan otot yang tidak teratur.
f). Mata cepat tertutup dan terbuka, nadi cepat dan tidak teratur, tekanan darah
meningkat atau berfluktuasi, sekresi gaster meningkat, dan metabolisme
meningkat.
Tidur ini penting untuk keseimbangan mental, emosi, juga berperan
dalam belajar, memori, dan adaptasi.
D. Siklus Sirkadian
Setiap makhluk hidup memiliki bioritme (jam biologis) yang berbeda. Pada
manusia, bioritme ini dikontrol oleh tubuh dan disesuaikan dengan faktor
lingkungan (misalnya; cahaya, kegelapan, gravitasi dan stimulus elektromagnetik).
Bentuk bioritme yang paling umum adalah ritme sirkadian yang melengkapi siklus
selama 24 jam. Dalam hal ini, fluktuasi denyut jantung, tekanan darah,
temperature, sekresi hormone, metabolisme dan penampilan serta perasaan
individu bergantung pada ritme sirkadiannya. Tidur adalah salah satu irama
biologis tubuh yang sangat kompleks. Sinkronisasi sirkadian terjadi jika individu

42
memiliki pola tidur-bangun yang mengikuti jam biologisnya, individu akan
bangun pada saat ritme fisiologis paling tinggi atau paling aktif dan akan tidur
pada saat ritme tersebut paling rendah (Lilis, Taylor, Lemone, 1989).
Selama tidur, individu melewati tahap tidur NREM dan REM. Siklus tidur
yang komplet normalnya berlangsung selama 1,5 jam, dan setiap orang biasanya
melalui emapt hingga lima siklus selama 7-8 jam tidur. Siklus tersebut dimulai
dari tahap NREM yang berlanjut ke tahap REM. Tahap NREM I-III berlangsung
selama 30 menit, kemudian diteruskan ke tahap IV selama ± 20 menit. Setelah itu,
individu kembali melalui tahap II dan III selama 20 menit. Tahap I REM muncul
sesudahnya dan berlangsung selama 10 menit. (Nanda,2003).
Kebutuhan tidur pada manusia tergantung pada tingkat perkembangan,
Kebutuhan Tidur Manusia.
Berdasarkan Umur
1. 0 - 1 bulan Tingkat Perkembangan, Bayi baru lahir Jumlah Kebutuhan tidur 14 -
18 jam/hr.
2. 1 bulan - 18 bulan Masa bayi 12 - 14 jam/ hari.
3. 18 bulan - 3 tahun Masa anak 11 - 12 jam/hari.
4. 3 tahun - 6 tahun Masa prasckolah 11 jam/hari.
5. 6 tahun - 12 tahun Masa sekolah 10 jam/ hari.
6. 12 tahun - 18 tahun Masa remaja 8,5 jam/hari.
7. 18 - 40 tahun Masa dewasa 7 - 8 jam/hari.
8. 40 tahun - 60 tahun Masa muda paruh baya 7 jam/hari.
9. 60 tahun keatas Masa dewasa tua 6 jam/hari.
E. Fungsi Dan Tujuan Tidur
Fungsi dan tujuan masih belum diketahui secara jelas. Meskipun demikian,
tidur diduga bermanfaat untuk menjaga keseimbangan mental, emosional, dan
kesehatan. Selain itu, stres pada paru, sistem kardiovaskuler, endokrin, dan lain-
lainnya juga menurun aktivitasnya. Energi yang tersimpan selama dari tidur diarahkan
untuk fungsi-fungsi seluler yang penting.
Secara umum terdapat dua efek fisiologis tidur, yaitu:
1. Efek pada sistem saraf
Efek pada system saraf yang dipeerkirakan dapat memulihkan kepekaan
normal dan keseimbangan di antara berbagai susunan saraf.

43
2. Efek pada struktur tubuh
Efek pada struktur tubuh dengan memulihkan kesegaran dan fungsi organ
dalam tubuh, mengingat terjadinya penurunan aktivitas organ¬organ tubuh
tersebut selama tidur.
F. Faktor Yang Mempengaruhi Kuantitas Dan Kualitas Tidur
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas maupun kuantitas tidur,di
antaranya adalah penyakit, lingkungan, kelelahan, gaya hidup, stress emosional,
stimulan dan alkohol, diet, merokok, dan motivasi.
1. Penyakit
Penyakit dapat menyebabkan nyeri atau distress fisik yang dapat
menyebabkan gangguan tidur.Individu yang sakit membutuhkan waktu tidur
yang lebih banyak daripada biasanya.di samping itu, siklus bangun-tidur
selama sakit juga dapat mengalami gangguan.
2. Lingkungan
Faktor lingkungan dapat membantu sekaligus menghambat proses
tidur. Tidak adanya stimulus tertentu atau adanya stimulus yang asing dapat
menghambat upaya tidur. Sebagai contoh, temperatur yang tidak nyaman atau
ventilasi yang buruk dapat mempengaruhi tidur seseorang. Akan tetapi,
seiring waktu individu bisa beradaptasi dan tidak lagi terpengaruh dengan
kondisi tersebut.
3. Kelelahan
Kondisi tubuh yang lelah dapat mempengaruhi pola tidur seseorang.
Semakin lelah seseorang, semakin pendek siklus tidur REM yang dilaluinya.
Setelah beristirahat biasanya siklus REM akan kembali memanjang.
4. Gaya hidup
Individu yang sering berganti jam kerja harus mengatur aktivitasnya
agar bisa tidur pada waktu yang tepat.
5. Stress emosional
Ansietas dan depresi sering kali mengganggu tidur seseorang. kondisi
ansietas dapat meningkatkan kadar norepinfrin darah melalui stimulasi system
saraf simapatis. Kondisi ini menyebabkan berkurangnya siklus tidur NREM
tahap IV dan tidur REM serta seringnya terjaga saat tidur.

44
6. Stimulant dan alcohol
Kafein yang terkandung dalam beberapa minuman dapat merangsang
SSP sehingga dapat mengganggu pola tidur. Sedangkan konsumsi alkohol
yang berlebihan dapat mengganggu siklus tidur REM. Ketika pengaruh
alkohol telah hilang, individu sering kali mengalami mimpi buruk.
7. Diet
Penurunan berat badan dikaitkan dengan penurunan waktu tidur dan
seringnya terjaga di malam hari. Sebaliknya, penambahan berat badan
dikaitkan dengan peningkatan total tidur dan sedikitnya periode terjaga di
malam hari.
8. Merokok
Nikotin yang terkandung dalam rokok memiliki efek stimulasi pada
tubuh. Akibatnya, perokok sering kali kesulitan untuk tidur dan mudah
terbangun di malam hari.
9. Medikasi
Obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi kualitas tidur seseorang.
Hipnotik dapat mengganggu tahap III dan IV tidur NREM, metabloker dapat
menyebabkan insomnia dan mimpi buruk, sedangkan narkotik (misalnya;
meperidin hidroklorida dan morfin) diketahui dapat menekan tidur REM dan
menyebabkan seringnya terjaga di malam hari.
10. Motivasi
Keinginan untuk tetap terjaga terkadang dapat menutupi perasaan lelah
seseorang. Sebaliknya, perasaan bosan atau tidak adanya motivasi untuk
terjaga sering kali dapat mendatangkan kantuk.
G. Gangguan Tidur Yang Umum Terjadi
1. Insomnia
Insomnia adalah ketidakmampuan memenuhi kebutuhan tidur, baik
secara kualitas maupun kuantitas.Gangguan tidur ini umumnya ditemui pada
individu dewasa. Penyebabnya bisa karena gangguan fisik atau karena faktor
mental seperti perasaan gundah atau gelisah. Ada tiga jenis insomnia:
a). Insomnia inisial. Kesulitan untuk memulai tidur.
b). Insomnia intermiten. Kesulitan untuk tetap tertidur karena seringnya
terjaga.
c). Insomnia terminal. Bangun terlalu dini dan sulit untuk tidur kembali.

45
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengatasi insomnia
antara lain dengan mengembangkan pola tidur-istirahat yang efektif melalui
olahraga rutin, menghindari ransangan tidur di sore hari, melakukan relaksasi
sebelum tidur (misalnya; membaca, mendengarkan musik), dan tidur jika
benar-benar mengantuk.
2. Parasomnia
Parasomnia adalah perilaku yang dapat mengganggu tidur atau muncul
saat seseorang tidur. Gangguan ini umum terjadi pada anak-anak. Beberapa
turunan parasomnia antara lain sering terjaga (misalnya; tidur berjalan, night
terror), gangguan transisi bangun-tidur (misalnya; mengigau), parasomnia
yang terkait dengan tidur REM (misalnya; mimpi buruk), dan lainnya
(misalnya; bruksisme).
3. Hipersomnia
Hipersomnia adalah kebalikan dari insomnia, yaitu tidur yang
berkelebihan terutama pada siang hari. Gangguan ini dapat disebabkan oleh
kondisi tertentu, seperti kerusakan system saraf, gangguan pada hati atau
ginjal, atau karena gangguan metabolisme (misalnya; hipertiroidisme).Pada
kondisi tertentu, hipersomnia dapat digunakan sebagai mekanisme koping
untuk menghindari tanggung jawab pada siang hari.
4. Narkolepsi
Narkolepsi adalah gelombang kantuk yang tak tertahankan yang
muncul secara tiba-tiba pada siang hari. Gangguan ini disebut juga sebagai
“serangan tidur” atau sleep attack. Penyebab pastinya belum diketahui.
Diduga karena kerusakan genetik system saraf pusat yang menyebabkan tidak
terkendali lainnya periode tidur REM. Alternatife pencegahannya adalah
dengan obat-obatan, seperti; amfetamin atau metilpenidase, hidroklorida, atau
dengan antidepresan seperti imipramin hidroklorida.
5. Apnea saat tidur
Abnea saat tidur atau sleep abnea adalah kondisi terhentinya nafas
secara periodic pada saat tidur. Kondisi ini diduga terjadi pada orang yang
mengorok dengan keras, sering terjaga di malam hari, insomnia, mengatup
berlebihan pada siang hari, sakit kepala disiang hari, iritabilitas, atau
mengalami perubahan psikologis seperti hipertensi atau aritmia jantung.

46
ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN ISTIRAHAT DAN TIDUR
A. Pengkajian
Pengkajian tentang pola tidur klien meliputi riwayat tidur, catatan tidur,
pemeriksaan fisik, dan tinjauan pemeriksaan diagnostik.
Kriteria pengkajian focus
1. Data subjektif
a). Kaji batasan karakteristik
1). Pola tidur (sekarang,masa lalu)
 Rentangkan tidur pada skala 1-10 (10= dapat istirahat,
segar kembali)
 Waktu tidur dan bangun yang biasanya
 Kesulitan untuk tertidur, tetap tertidur, bangun.
2). Kebutuhan tidur
Untuk menentukan jumlah tidur yang dibutuhkan individu, biarkan
ia tidur sampai pagi hari (tanpa alarm jam). Ini harus dilakukan untuk
beberapa hari dan jumlah total jam tidur di kalkulasi-dengan dikurangi
20-30 menit yang merupakan waktu yang paling dibutuhkan individu
untuk tertidur pada umumnya.
3). Adanya riwayat gejala
Keluhan-keluhan
 Kurang tidur
 Ansietas
 Depresi
 Peka rangsang takut (mimpi buruk,, situasimaturasional)
 Awitan dan durasi
 Lokasi
 Deskripsi
 Dicetuskan oleh ?
 Berkurang oleh ?
 Diperberat oleh ?

47
b). Kaji faktor-faktor yang berhubungan
1). Interupsi
 Kebisingan
 Jadwal perjalanan
 Kebutuhan untuk berkemih
2). Penggunaaan alat bantu atau ritual tidur
 Mandi air hangat
 minum atau makan (susu, anggur)
 Bantal
 Posisi
 Mainan, buku obat-obatan
3). Tidur siang (frekuensi, lamanya)
2. Data objektif
Kaji batasan karakteristik
Karakteristik fisik
1). Gambaran penampilan (pucat, gelap disekitar lingkaran mata, mata cekung)
2). Menguap
3). Mengantuk sepanjang hari
4). Penurunan lapang perhatian
5). Peka rangsang
B. Riwayat Tidur
Pengkajian riwayat tidur secara umum dilakukan segera setelah klien
memasuki faislitas perawatan. Ini memungkinkan perawat menggabungkan
kebutuhan klien dan hal-hal yang ia sukai ke dalam rencana perawatan.
Riwayat tidur ini meliputi:
1. Pola tidur yang biasa.
2. Ritual sebelum tidur.
3. Penggunaan obatbtidur atau obat-obatan lainnya.
4. Lingkungan tidur.
5. Perubahan terkini pada pola tidur.
Selain itu, riwayat ini juga harus mencakup berbagai masalah yang ditemui
pada pola tidur, penyebabnya, kapan pertama kali masalah tersebut muncul,
frekuensinya, pengaruh terahdap keseharian klien,dan bagaimana klien
berkoping dengan masalah tersebut.

48
C. Catatan Tidur
Catatan tidur sangatlah bermanfaat khusus untuk klien yang memiliki
masalah tidur sebab catatan ini berisi berbagai informasi penting terkait pola
tidur klien. Catatan tidur dapat mencakup keseluruhan atau sebagian dari
informasi berikut:
1. Jumlah jam tidur total per hari.
2. Aktivitas yang dilakukan 2-3 jam sebelum tidur (jenis, durasi, dan waktu).
3. Ritual sebelum tidur (mis; minum air, obat tidur).
4. Waktu
a). pergi tidur,
b). mencoba tidur,
c). tertidur,
d). terjaga di malam hari dan durasinya, serta
e). bangun tidur di pagi hari.
5. Adanya masalah yang klien yakini dapat memengaruhi tidurnya.
6. Factor yang klien yakini member pengaruh positif atau negatif pada
tidurnya.
Kemudian, perawat dapat mengembangkan data tersebut menjadi bagan
atau grafik yang berguna untuk mengidentifikasi masalah tidur yang klien alami.
D. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi observasi penampilan, perilaku, dan tingkat
energy klien. Penampilan yang menandakan klien mengalami masalah tidur
antara lain adanya lingkaran hitam di sekitar mata, konjungtiva kemerahan,
kelopak mata bengkak, dll. Sedangkan indikasi perilaku dapat meliputi
iritabilitas, gelisah, tidak perhatian, bicara lambat, menguap, dll.Di samping itu,
klien yang mengalami masalah tidur juga dapat terlihat lemah, letargi, atau lelah
akibat kekurangan energy.
E. Pemeriksaan Diagnostic
Tidur dapat diukur secaran objektif dengan menggunakan alat yang disebut
polisomnografi. Alat ini dapat merekam elektroensefalogram (EEG),
elektromiogram (EMG), dan elektro-okulogram (EOG) sekaligus. Dengan alat
ini kita dapat mengkaji aktivitas klien selama tidur. Aktivitas yang klien lakukan
tanpa sadar tersebut bisa jadi merupakan penyebab seringnya klien terjaga di
malam hari.

49
F. Diagnosis Keperawatan
1) Gangguan pola tidur berhubungan dengan kerusakan transfer oksigen, gangguan
metabolisme, kerusakan eliminasi, pengaruh obat, imobilisasi, nyeri pada kaki,
takut operasi, lingkungan yang mengganggu.
2) Cemas berhubungan dengan ketidak mampuan untuk. tidur, henti nafas saat tidur,
(sleep apnea) dan ketidakmampuan mengawasi perilaku.
3) Koping individu tidak efektif berhubungan dengan insomnia.
4) Gangguan ukaran gas berhubungan henti nafas saat tidur.
5) Potensial cidera berhubungan dengan Semnambolisme.
6) Gangguan konsep diri berhubungan dengan penyimpangn tidur hipersomia.
G. Intervensi Keperawatan
Tujuan :
Perencanaan keperawatan berhubungan dengan cara untuk mempertahankan
kebutuhan istirahat dan tidur dalam batas normal.
Rencana Tindakan :
a) Lakukan identifikasi faktor yang mempengaruhi masalah tidur.
 Bila terjadi pada pasien rawat inap,masalah tidur di hubungkan dengan
lingkungan rumah sakit, maka :
1) Libatkan pasien dalam pembuatan jadwal aktivitas
2) Berikan obat analgesik sesuai pro
3) Berikan lingkungan yang suportif
4) Jelaskan dan berikan dukungan pada pasien agar tidak takut akan
cemas.
 Bila faktor insomnia maka :
1) Anjurkan pasien memakan makanan yang berprotein tinggi sebelum
tidur.
2) Anjurkan pasien tidur pada waktu sama dan hindari tidur pada waktu
siang dan sore hari.
3) Anjurkan pasien tidur saat mengantuk.
4) Anjurkan pasien mennghindari kegiatan yang membangkitkan minat
sebelum tidur.

50
5) Anjurkan pasien menggunakan teknik pelepasan otot serta meditasi
sebelum tidur.

 Bila terjadi somabulisme, maka :


1) Berikan rasa aman pada diri pasien
2) Bekerjasama dengan diazepam dalam tindakan pengobatan.
3) Cegah timbulnya cidera.
 Bila terjadi enuresa, maka :
1) Anjurkan pasien mengurangi minum beberapa jam sebelum tidur.
2) Anjurkan pasien melakukan pengosongan kandungan kemih sebelum
tidur.
3) Bangunkan pasien pada malam hari untuk buang air kecil.
 Bila terjadi Narkolepsi, maka :
1) Berikan obat kelompok Amfetamin /kelompok Metilfenidat
hidroklorida (ritalin) Untuk mengendalikan narkolepsi
b) Lakukan pengurangan distraksi lingkungan dan hal yang dapat mengganggu tidur.
1) Tutup pintu kamar pasien
2) Pasang kelambu/garden tempat tidur
3) Matikan pesawat telapon
4) Bunyikan musik yang lembut
5) Redupkan atau matikan lampu
6) Kurangi jumlah stimulus
7) Tempatkan pasien dengan kawan sekamar yang cocok.
c) Tingkatkan aktivitas pada siang hari
1) Buat jadwal aktivitas yang dapat menolong pasien
2) Usahakan pasien tidak tidur pada siang hari
d) Coba untuk memicu tidur
1) Anjurkan pasien mandi sebelum tidur
2) Anjurkan pasien minum susu hangat.
3) Anjurkan pasien membaca buku
4) Anjurkan pasien menonton televisi
5) Anjurkan pasien menggosok gigi sebelum tidur
6) Anjurkan pasien embersihkan muka sebelum tidur
7) Anjurkan pasien membersuihkan tempat tidur

51
e) Kurangi potensial cedera selama tidur
1) Gunakan cahaya lampu malam.
2) Posisikan tempat tidur yang rendah.
3) Letakkan bel dekat pasien.
4) Ajarkan pasien untuk meminta bantuan
5) Gantungkan selang Drainase di tempat tidur dan cara memindahkannya bila
pasien memekainnya.
f) Berikan pendidikan kesehatan dan lakukan rujukan jika di perlukan.
1) Ajarkan rutinitas jadwal tidur di rumah.
2) Ajarkan pentingkan latihan reguler ± ½ jam.
3) Penerangan tentang efek samping obat hipnotik
4) Lakukan rujukan segera bila gangguan tidur kronis.

C. Masalah Perawatan Pada Sistem Hipertermi


1. Pengertian
Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko
mengalami kenaikan suhu tubuh <37,8oC (100oF) per oral atau 38,8oC (101oF) per
rektal yang sifatnya menetap karena faktor eksternal (Lynda Juall, 2012).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal (NANDA,
2012).
Hipertermi adalah keadaan suhu tubuh seseorang yang meningkat diatas
rentang normalnya (NIC NOC, 2007).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh inti akibat kehilangan mekanisme
termoregulasi (Ensiklopedia Keperawatan).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh yang lebih besar dari jangkauan
normal (Doenges Marilynn E.).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hipertermi adalah
keadaan dimana suhu inti tubuh diatas batas normal fisiologis sehingga menyebabkan
peningkatan suhu tubuh dari individu.
2. Etiologi
Hipertermi dapat disebabkan karena gangguan otak atau akibat bahan toksik
yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek
perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam yang
disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain.

52
Terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksi/ pirogen yang dihasilkan
dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit.
Faktor penyebabnya :
 Dehidrasi
 Penyakit atau trauma
 Ketidakmampuan atau menurunnya kemampuan untuk berkeringat
 Pakaian yang tidak layak
 Kecepatan metabolisme meningkat
 Pengobatan/ anesthesia
 Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
 Aktivitas yang berlebihan
3. Proses Terjadinya
Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan berasal baik dari
oksigen maupun endogen. Mayoritas pirogen endogen adalah mikroorganisme atau
toksik, pirogen endogen adalah polipeptida yang dihasilkan oleh jenis sel penjamu
terutama monosit, makrofag, pirogen memasuki sirkulasi dan menyebabkan demam
pada tingkat termoregulasi di hipotalamus.
Peningkatan kecepatan dan pireksi atau demam akan engarah pada
meningkatnya kehilangan cairan dan elektrolit, padahal cairan dan elektrolit
dibutuhkan dalam metabolism di otak untuk menjaga keseimbangan termoregulasi di
hipotalamus anterior.
Apabila seseorang kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi), maka
elektrolit-elektrolit yang ada pada pembuluh darah berkurang padahal dalam proses
metabolisme di hipotalamus anterior membutuhkan elektrolit tersebut, sehingga
kekurangan cairan dan elektrolit mempengaruhi fungsi hipotalamus anterior dalam
mempertahankan keseimbangan termoregulasi dan akhirnya menyebabkan
peningkatan suhu tubuh.
4. Manifestasi Klinis
1) Suhu tinggi 37,8oC (100oF) per oral atau 38,8oC (101oF)
2) Takikardia
3) Hangat pada sentuhan
4) Menggigil
5) Dehidrasi

53
6) Kehilangan nafsu makan
5. Komplikasi
a. Kerusakan sel-sel dan jaringan
b. Kematian
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan darah lengkap : mengindetifikasi kemungkinan terjadinya resiko
infeksi
2) Pemeriksaan urine
3) Uji widal : suatu reaksi oglufinasi antara antigen dan antibodi untuk pasien
thypoid
4) Pemeriksaan elektrolit : Na, K, Cl
5) Uji tourniquet
7. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
Merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan data-data. Tahap pengkajian terdiri atas :
pengumpulan data, analisa data, merumuskan masalah, anilsa masalah.
1. Data Subjektif
a. Pasien mengeluh panas
b. Pasien mengatakan badannya terasa lemas/ lemah
2. Data Objektif
a. Suhu tubuh >37oC
b. Takikardia
c. Mukosa bibir kering

B. Diagnosa Keperawatan
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

C. Perencanaan
1. Prioritas masalah
Hipertermi

54
2. Tujuan
Setelah diberikan tindakan asuhan keperawatan diharapkan masalah
hipertermi teratasi
3. Kriteria hasil
a. Menunjukkan penurunan suhu tubuh
b. Akral pasien tidak teraba hangat/ panas
c. Pasien tampak tidak lemas
d. Mukosa bibir lembab
4. Rencana Tindakan

NO INTERVENSI NO RASIONAL
1 Observasi keadaan umum pasien 1 Mengetahui perkembangan keadaan
umum dari pasien
2 Observasi tanda-tanda vital pasien 2 Mengetahui perubahan tanda-tanda
vital pasien
3 Anjurkan pasien untuk banyak minum 3 Mencegah terjadinya dehidrasi
sewaktu panas
4 Anjurkan pasien untuk banyak istirahat 4 Meminimalisir produksi panas yang
diproduksi oleh tubuh
5 Anjurkan pasien untuk memakai pakaian 5 Membantu mempermudah penguapan
yang tipis panas
6 Beri kompres hangat di beberapa bagian 6 Mempercepat dalam penurunan
tubuh produksi panas
7 Beri Health Education ke pasien dan 7 Meningkatkan pengetahuan dan
keluarganya mengenai pengertian, pemahaman dari pasien dan
penanganan, dan terapi yang diberikan keluarganya
tentang penyakitnya
8 Kolaborasi/ delegatif dalam pemberian 8 Membantu dalam penurunan panas
obat sesuai indikasi, contohnya :
paracetamol

55
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wawancara atau anamnesis dalam pengkajian keperawatan pada system persyarafan
merupakan hal utama yang dilaksanakan perawat.
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang mutlak harus dipenuhi oleh
semua orang. Dengan istirahat dan tidur yang cukup, tubuh baru dapat berfungsi secara
optimal. Istirahat dan tidur sendiri memiliki makna yang berbeda pada setiap individu.
Secara umum, istirahat berarti suatu keadaan tenang, relaks, tanpa tekanan emosional, dan
bebas dari perasaan gelisah. Jadi, beristirahat bukan berarti tidak melakukan aktivitas sama
sekali. Terkadang, berjalan-jalan di taman juga bisa dikatakan sebagai suatu bentuk
istirahat (perry & potter,2006).
Hipertermi merupakan keadaan ketika individu mengalami atau berisiko mengalami
kenaikan suhu tubuh <37,8oC (100oF) per oral atau 38,8oC (101oF) per rektal yang sifatnya
menetap karena faktor eksternal (Lynda Juall, 2012).

B. Saran
Demikianlah makalah yang telah berhasil kami selesaikan. Kami menyadari masih
terdapat banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik dalam
penulisan maupun perkataan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang kami nantikan demi kesempurnaan makalah ini
dan untuk penyusunan makalah yang berikutnya.

56
DAFTAR PUSTAKA

https://id.scribd.com/doc/109643876/Pengkajian-Keperawatan-Gangguan-Sistem-Persyarafan

https://id.scribd.com/document/372865646/Anamnesa-Sistem-Integumen-Ketik

https://id.scribd.com/document/357664936/Makalah-Anamnesa-Riwayat-Infeksi-Sistem-
Tubuh

http://www.academia.edu/20616026/Makalah_Isirahat_Tidur

https://www.academia.edu/8880172/Laporan_Pendahuluan_dan_Asuhan_Keperawatan_pada
_Pasien_dengan_Masalah_Hipertermi

57

Anda mungkin juga menyukai