Anda di halaman 1dari 7

Pancasila sebagai Paradigma

Pembangunan
Pengertian Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan dan Fungsi

Adalah Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang pasti akan melakukan hal yang
paling mendasar untuk mewujudkan cita-citanya. Untuk mewujudkan apa yang dicita-citakan, seseorang
pasti akan melakukan hal yang paling mendasar untuk mewujudkan cita-citanya. Membuat rancangan
serta rincian yang mendetail tentang apapun yang diperlukan untuk memenuhi itu semua. Sama halnya
dengan sebuah suatu negara yang memiliki cita-cita. Di negara berkembang tentunya masih banyak cita-
cita yang belum bisa diraih. Seperti negara Indonesia. Dalam mewujudkan cita-cita yang termaktub
dalam pembukaan UUD 1945, Indonesia melakukan beberapa hal yang bisa membangun negara dan
juga bangsanya.

Pembangunan yang dilakukan sebuah negara Indonesia tidak hanya melalui sebuah rancangan
saja, namun juga telah melewati sebuah pemikiran yang serius untuk tercapainya negara sesuai dengan
pancasila sebagai dasar negara. Pembangunan yang tidak semena-mena ini membutuhkan berbagai
macam usaha yang serius. Pembangunan tidak hanya berupa materi saja, namun juga sebuah moral dan
spiritual bangsa. Dalam pembahasan selanjutnya akan dijelaskan mengenai pembangunan nasional dan
dalam bidang bidang tertentu yang menyeluruh.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan


Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil yang
berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutan bahwa tujuan
negara adalah “ melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kepada kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social”. Tujuna pertama merupakan
manifestasi dari negara hokum formal, sedangkan tujuan kedua dan ketiga merupakan manifestasi dari
pengertian negara hukum material, yang secara keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus.
Sementara tujuan yang terakhir adalah perwujudan dari kesadaran suatu bangsa yang hidup di tengah-
tengah pergaulan masyarakat internasional.

Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam sila pancasila dikembangkan atas dasar ontomologis
manusia, baik sebagai makhluk individu atau social. Nilai-nilai Pancasila harus dikembalikan kepada kondisi
objektif masyarakat Indonesia. Maka dari itu,pancasila harus menjadi paradigm perilaku manusia Indonesia,
termasuk dalam pembanguan nasionalnya.

Berdasarkan pemikiran diatas,maka pembangunan nasional sebagai sarana untuk mewujudkan


tujuan nasional harus dikembalikan pada hakitkat manusia yang monopluralis yang memiliki cirri-ciri yaitu
: (1) terdiri dari jiwa dan raga, (2)sebagai makhluk individual dan social,serta (3) sebagai pribadi dan makhluk
Allah.

Sebagai konsekuensi pemikiran diatas, maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa
seperti akal, kehendak ;raga (jasmani);pribadi;social; dan ketuhanan yang terkristalisasi dalam nilai-nilai
pancasila. Dengan demikina pancasila dapat dijadikan tolak ukur atau paradigm pembanguna nasional
diberbagai bidang.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan


Bidang Politik Dan Hukum
Pembangunan politik memilki dimensi yang strategis karena hampir semua kebijakan public tidak
dapat dipisahkan darinya. Hal ini juga banyak menimbulkan kekecewaan masyarakat, antara lain :

(1) kebijakan hanya dibangun atas dasar kebijakan politik tertentu;

(2) kepentingan masyarakat kurang mendapat perhatian; (3)pemerintah dan elite politik kurang
berpihak pada masyarakat;

(4)adanya tujuan tertentu untuk melanggengkan kekuasaan elite politik.

Persoalan mengenai kemampuan dan kedewasaan rakyat dalam berpolitik menjadi prioritas
pembangunan bidang politik. Hal ini sesuai dengan kenyataan objektif bahwa manusia adalah subjek
negara dan karena pembangunan politik harus dapat meningkatkan hrakat dan martabat manusia.
namun cita-cita ini sulit diwujudkan karena tidak ada kemauan dari para elite politik sebagai pemegang
kebijakan politik.

Pembangunan politik semakin tidak jelas arahnya ketika terjadi banyak penyelewengan dan tidak dapat
ditegakkan oleh hukum. Apabila dianalisis, kegagalan tersebut dapat dijabarkan yaitu :

1. Tidak jelasnya paradigma pembangunan politik dan hokum karena tidak adanya blue print
2. Penggunaan pancasilasebagai paradigm pembangunan masih bersifat parsial
3. Kurang berpihak pada hakikat pembangunan politik dan hukum

Prinsi-prinsip yang kurang sesuai dengan nilai-nilai panasila telah membawa implikasi yang luas dan
mendasar bagi kehidupan manusia Indonesia. Pembangunan bidang hokum yang didasari pada nilai-nilai
moral baru sebatas pada tataran filosofis dan konseptual. Hokum nasional yang dikembangkan secara
realistis jarang dapat terwujud karena setiap upaya penegakan hokum dipengaruhi oleh keputusan
politik. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pembangunan dibidang politik telah mengalami
kegagalan.

Pancasila Sebagai Paradigama Pembangunan


Ekonomi
Hampir semua pakar ekonomi Indonesia memiliki kesadaran akan pentingnya moralitas
kemanusiaan dan ketuhanan sebagai landasan pembangunan ekonomi. Namun dalam praktiknya, mereka
tidak mampu meyakinkan permerintah tentang konsep dan konsep yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
bahkan tidak sedikit pakar ekonomi Indonesia yang mengikuti pendapat pakar barat tentang pembangunan
ekonomi Indonesia.

Pandangan tentang merkantilisme melahirkan system ekonomi kapitalis pada akhir abad 18.
Sedangkan pada abad 19 di Eropa lahir pemikiran baru sebagai reaksi dari system ekonomi kapitalis yang
dikenla dengan system ekonomi sosialis yang juga memperjuangkan nasib kaum proletar yang ditindas oleh
kaum kapitalis.System pertama mengutamakan individu, system kedua mengutamakan kepentingan orang
banyak. Manakah yang lebih penting?

Apabila dikaji secara kritis, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada suatu sistempun yang paling
sempurna. Oleh karena itu menjadi sangat penting dan mendesak untuk mengembangkan system ekonomi
yang mendasarkan ada system moralitas dan humanistic sehingga lahirlah system ekonomi yang
berperikemanusiaan.

System ini mendasarkan pada tercapainya kesejahteraan rakyat secara luas. Pembangunan
ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan saja, melainkan untuk tujuan kemanusiaan yaitu terciptanya
kesejahteraan seluruh bangsa. Pemikiran ini melahirkan system ekonomi Indonesia yang berdasarkan atas
asas kekeluargaan. Dengan demikian, pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan diri dari
persaingan bebas, monopoli, dan bentuk lainnya yang dapat menimbulkan penindasan, penderitaan dan
kesengsaraan rakyat kecil

Sesuai dengan paraddigma pancasila,pengelolaan ekonomi Indonesia diserahkan kepada tiga


bentuk badan usaha yaitu :

1. Koperasi sebagai soko guru ekonomi indonesia merupakan badan usaha nonprofit yang berpihak
pada kepentingan rakyat kecil.
2. BUMN atau BUMD sebagai badan usaha yang berwenang mengelola sector-sektor ekonomi yang
menguasai hajat hidup orang banyak.
3. Badan Usaha Swasta sebagai badan usaha profit millik perseroan atau kelompok yangmengelola
sector ekonomi yang belum mampu ditangani oleh koperasi dan atau BUMN/BUMD.

Apabila ketiga lembaga ini mampu melaksanakan tugasnya, maka bangsa Indoensia masih memilki harapan
bahwa ekonomi Indonesia akan mengalami kemajuan dan tingkat stabilitas yang mantap.namun
kenyataannya ketiga pengelola ekonomi ini tidak berkembang.

Pacasila sebagai Paradigma Pembangunan


HANKAM
Salah satu tujuan dibentuknya pemerintah Negara Indonesia adalah untuk “melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Untuk itu, pemerintah berkewajiban membangun
sistem pertahanan dan keamanan yang mampu mewujudkan tujuan dan cita-cita tersebut. Atas dasar
pemikiran tersebut, pemerintah menyusun dan memperkenalkan sistem “pertahanan dan keamanan
rakyat semesta” (hankamrata). Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dimana
pemerintah dan rakyat memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam usaha bela negara. Disamping itu,
Pancasila menganjurkan agar bangsa Indonesia dapat hidup berdampingan secara damai.

Meskipun demikian, sistem hankamrata tidak mungkin dilaksanakan secara absolut karena
melibatkan seluruh rakyat dalam praktik bela negara.Terlebih, dengan persyaratan-persyaratan yang harus
dipenuhi, meliputi persyaratan fisik, teoritis, dan strategis. Bertolak dari pemikiran tersebut, TNI memiliki
kedudukan dan fungsi yang strategis. Pembangunan TNI secara modern bukan semata-mata untuk
kepentingan militer, melainkan untuk kepentingan sosial dan ekonomis. oleh karena itu, dibentuklah sistem
pertahanan dan keamanan yang profesional dengan TNI sebagai pengamannya.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Sosial
Budaya
Pembangunan sosial budaya harus dilaksanakan atas dasar kepentingan nasional yaitu
terwujudnya kehidupan masyarakat yang demokratis, tentram, aman, dan damai. Pemikiran tersebut
bukan berarti bangsa Indonesia harus steril dari pengaruh budaya asing. Artinya, pengaruh budaya asing
harus diterima apabila diperlukan dalam membangun masyarakat Indonesia yang modern. Namun, perlu
diingat bahwa masyarakat modern bukan berarti masyarakat yang berbudaya Barat (westernisasi),
melainkan masyarakat yang tetap berpijak pada akar budayanya.

Berdasarkan pemikiran di atas, maka tidak berlebihan apabila Pancasila merupakan satu-satunya
paradima pembangunan bidang sosial budaya. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari kesepakatan
bangsa Indonesia bahwa Pancasila merupakan kristlisasi nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia.
Meskipun demikian, kita harus menyadari bahwa penggunaan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
sosial budaya bukan satu-satunya jaminan mencapai keberhasilan optimal.

Argumen di atas dapat dilihat dari keberhasilan masa Orde Baru dalam melaksanakan
pembangunan pada umumnya, bidang sosial budaya pada khususnya. Sekilas kita dapat menyaksikan
masyarakat yang tertib, aman, dan damai. Namun sebenarnya pemerintah Orde Baru menanam bom yang
siap meledak, serta menghancurkan masyarakat Indsonesia.

Kegagalan pembangunan bidang sosial budaya hampir serupa dengan kegagalan pembangunan
bidang politik. Orde Baru yang belum berhasil mewujudkan cita-citanya berganti dengan masa reformasi.
Akan tetapi, nyatanya perjuangan masa reformasi sering dimanfaatkan oleh kepentingan politik tertentu,
sehingga masa reformasi yang diharapkan dapat memperbaiki bidang sosial budayapun belum dapat
mencapai cita-citanya. Pertikaian antar kelompok yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia merupakan
bukti kegagalan dalam membangun sistem sosial budaya yang sesuai ddengan nilai-nilai kebenaran, serta
harkat dan martabat manusia.

Oleh karena itu, nilai-nilai Pancasila harus dihayati dan diamalkan kembali agar dapat menjadi dasar
pembangunan bidang sosial budaya. Menurut Koentowijoyo, Pancasila sebagai paradigma mempunyai ciri
khas, seperti:

1. Universal karena mampu melepas simbol-simbol dari keterkaitan struktur


2. Transedental karena mampu meningkatkan derajat kemerdekaan manusia dan kebebasan
spiritual.

Atas dasar argumen di atas semua masyarakat dapat berpartisipasi secara rasional, proporsional dan
realistis dalam membangun tatanan sosial budaya. Akhirnya dalam rangka mewujudkan tatanan kehidupan
yang demokratis, aman, tentram, damai, adil, dan makmur menuntut partisipasi dari seluruh komponen
bangsa yang dilaksanakan atas nilai-nilai kebenaran.

Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Ipteks


Pengembangan dan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (ipteks) merupakan salah satu
persyaratan menuju terwujudnya kehidupan masyarakat bangsa yang maju dan modern. Namun
demikian, pengembangan ipteks bukan semata-mata untuk mengejar kemajuan material, melainkan
harus memperhatikan aspek spiritual. Artinya, pengembangan ipteks diarahkan untuk mencapai
kebahagian lahr dan batin.

Dengan kemampuan akalnya, manusia dapat mengembangkan kreativitasnya guna menguasai


ipteks sehingga mampu mengelola kekayaan alam yang diberikan oleh Tuhan. Namun, di sisi lain,
teknologi dapat sangat berbahaya apabila salah penggunaannya, seperti halnya teknologi nuklir yang
dapat menimbulkan malapetaka bagi manusia.

Atas dasar kenyataan di atas, maka perkembangan ipteks harus memperhatikan aspek nilai. Sebagai
bangsa yang telah memiliki pandangan hidup Pancasila, maka tidak berlebihan apabila pengembangan
ipteks didasarkan atas paradigma Pancasila. Oleh karena itu, pengembangan ipteks harus didasarkan pada
nilai-nilai moral yang tekandung dalam sila-sila Pancasila.

1. Pertama, sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengkomplementasikan ipteks dalam perimbangan
rasional, irasional, antara akal, rasa, dan kehendak.
2. Kedua, sila Kemanusiaan yang adil dan beradab memberikan dasar-dasar moralitas bahwa
mengembangkan ipteks harus mempertimbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Ketiga, sila Persatuan Indonesia mengkomplementasikan sifat universal dan internasionalisme
(kemanusiaan) dalam kaitan dengan sila-sila yang lain.
4. Keempat, sila Kerakyatan yang dipempin oleh hikmat kebijaksanaan dalm
permusyawaratan/perwakilan merupak landasan bahwa pengembangan ipteks harus dilakukan
secara demokratis.
5. Kelima, sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi landasan bahwa pengembangan
ipteks harus dapat mendatangkan keadilan bagi kehidupan manusia

Dari pemikiran tersebut, maka pengembangan ipteks yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila
diharapkan dapat membawa perbaikan kualitas kehidupan mausia.

Pancasila Sebagai Paradigma Pengembangan


Kehidupan Beragama
Setiap orang bebas memilih dan memeluk agama atau kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Kita semua sependapat bahwa semua agama dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa mengajarkan
nilai-nilai kehidupan yang paling luhur bagi umat manusia, baik dalam hubungan secara vertikal maupun
horizontal. Tujuan pengembangan kehidupan beragama adalah terciptanya kehidupan sosial yang aman
dan tentram, serta saling menghargai dan menghormati satu sama lain.

Pengembangan kehidupan beragama harus di laksanakan atas dasar paradigma yang jelas dan
dapat diterima oleh semua penganut agama dan aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dan
pancasila menjadi paradigma pengembangan kehidupan beragama. Dengan paradigma pancasila, kiranya
cukup jelas langkah-langkah dan strategi apa yang harus di lakukan guna membangun kehidupan beragama
yang paling menguntungkan bagi seluruh masyarakat.

Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi


Gerakan Revormasi
Mulai bergulir sekitar tahun 1997 yang pada dasarnya memiliki tujuan yaitu memperbaiki kinerja
pemerintah dibawah kepemimpinan Presiden Suharto. Dengan panji-panji Orde Baru, Suharto di anggap
cukup berhasil dalam membangun pemerintah yang stabil. Kehidupan sosial politik yang baik telah
menjadi landasan utama bagi pembangunan dibidang lain. Dalam rangka menyelamatkan kekuasaannya,
pemerintah Orde Baru tidak segan-segan menggunakan kekuatan militer sehingga terjadi perubahan
tugas dan fungsinya. Militer yang seharusnya bertugas sebagai pengawal bangsa dan negara menuju ke
kehidupan yang tertip, aman, damai, dan demokratis telah berubah menjadi pengawal kekuasaan
kelompok tertentu.

Militer bukan lagi sebagai pelindung rakyat, melainkan sebagai musuh rakyat. Sedang
keberhasilan pembangunan yang di capai pemerintah Orde Baru hanya dapat dinikmati oleh sekelompok
kecil masyarakat Indonesia. Sementara, sebagian besar masyarakat Indonesia justru hidup di bawah
standard yang seharusnya. Kondisi kehidupan yang memprihantinkan itu telah menggungah semangat
para mahasiswa untuk melakukan gerakan yang dikenal dengan “gerakan reformasi”. Sampai saat ini
gerakan ini terus menggelinding untuk mencapai sasaran yang di cita-citakan sesuai dengan nilai-nilai
moral bangsa Indonesia. Gerakan yang di pelopori oleh para mahasiswa ini telah melahirkan berbagai
implikasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Amandemen terhadap UUD 1945 merupakan sebuah implikasi dari gerakan reformasiyang
menginginkan adanya sistem kehidupan sosial yang lebih baik. Oleh karena itu berbagai amandemen yang
di lakukan oleh MPR merupakan upaya penyempurnaan UUD 1945 agar kehidupan ketatanegaraan
Indonesia menjadi lebih baik sesuai dengan nilai-nilai dasar yang termuat dalam pancasila. Kehidupan
sosial politik yang demokratis pada akhir masa Orde Baru semakin jauh dari kenyataan. Para elite politik
kurang peduli terhadap kepentingan rakyat dan pendidikan politik, serta lebih mengutamakan
kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Kondisi seperti ini membawa akibat yang sangat menyakitkan bagi rakyat, terutama lapissan
masyarakat menengah ke bawah. Terjadilah krisis multidimensional di Indonesia. Pancasila sebagai
kristalisasi nilai-nilai dasar yang di yakini kebenarannya dan dapat diterima oleh bangsa Indonesia dapat
di pergunakan sebagai tolok ukur atau paradigma dalam setiap aktivitasnya. Artinya setiap perbuatan (
ucapan dan tindakan ) bangsa dapat dibenarkan selama tidak bertentangan dengan nilai-nilai pancasila.
Sejalan dengan pemikiran ini, maka pembangunan dan gerakan reformasi harus menggunakan pancasila
sebagai paradigmanya. Oleh karena itu setiap rakyat Indonesia tidak perlu merasa kecewa apabila cita-
citanya untuk melaksanakan pembangunan tidak tercapai.

Makna, hakikat, dan tujuan pembangunan


nasional
Pembangunan nasional dapat diartikan sebagai rangkaianupaya pembangunan yang
berkesinambungan dan meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk
melaksanakan tugas mewujudkan tujuan nasional.
Hakikat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan
pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pembangunan nasional dilaksanakan untuk
mewujudkan tujuan nasional seperti termaktub dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV, yaitu ….
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial serta mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana
ternaktub dalam alinea II pembukaan UUD 1945.Pembangunan nasional yang dilakukan oleh bangsa
Indonesia dewasa ini diartikan sebagai pengamalan Pancasila. Masa pembangunan akan memberi
kesempatan yang menguntungkan bagi Pancasila untuk memberi pengaruh yang mendalam dan
mendasar pada sistem nilai sosial-budaya masyarakat Indonesia.

Seperti yang berkali-kali di ungkapkan oleh para ilmuwan sosial, para ahli filsafat, dan
para pejabat tingkat tinggi di dalam pemerintahan bahwa pembangunan nasional mengandung
artipembaharuan.Pembangunan dan pembaharuan dengan sendirinyamembawa perubahan-perubahan
sosial maupun budaya. Perubahantersebut dapat bersifat dangkal dan bersifat fundamental.Perubahan
yang bersifat dangkal akan mudah dan cepatberubah. Misalnya, dapat dilihat dalam perubahan mode
pakaian,selera arsitektur rumah atau tempat tinggal, dan popularitas lagu-lagu generasi muda yang
sedang digandrungi di kalangan mereka.Adapun perubahan-perubahan sosial-budaya yang mendasar
dapatdialami bersama dalam reformasi. Misalnya, masyarakat pertanian menjadi masyarakat
industri, masyarakat tradisional menjadimasyrakat modern, tata hidup pedesaan menjadi tata
hidupperkotaan, serta perubahan masyarakat Indonesia dari kedudukandijajah oleh kekuasaan asing
menjadi masyarakat yang merdekadidalam negara yang daitur dan diurus oleh kekuasaan nasional

Visi dan Misi Pembangunan Nasional


Visi Terwujudnya masyarakat Indonesia yang damai, demokratis berkeadilan, berdaya saing, maju
dan sejahtera dalam wadah Negara Republik Indonesia yang sehat, mandiri, beriman dan bertaqwa,
berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan
teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi dan berdisiplin.

Misi Untuk mewujudkan visi bangsa Indonesia masa depan, misiyang ditetapkan adalah sebagai
berikut:

1. Pengamalan Pancasila secara konsisten


2. Penegakan kedaulatan rakyat dalam segala aspek
3. Peningkatan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari
4. Penjaminan kondisi aman, damai dan tertib
5. Perwujudan sistem hukum nasional
6. Perwujudan kehidupan sosial buadaya yang dinamis dankreatif
7. Pemberdayaan masyarakat dan seluruh kekuatan ekonomi nasional
8. Perwujudan otonomi daerah
9. Perwujudan kesejahteraan rakyat
10. Perwujudan aparatur negara
11. Perwujudan sistem dan pendidikan nasional yangdemokratis
12. Perwujudan politik luar negeri yang berdaulat.

Anda mungkin juga menyukai