Anda di halaman 1dari 13

Kasus Dugaan Kekerasan Terhadap Anak

Aprilia Rahmawati

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

Email: aprilia.2016fk201@civitas.ukrida.ac.id

Abstrak

Kasus kekerasan pada anak merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas
dalam bidang pediatri, hal tersebut dapat mengakibatkan masalah pada kondisi fisik maupun
psikis anak bahkan hingga mereka dewasa. Keluarga seharusnya menjadi tempat bernaung
yang paling aman bagi anak tetapi justru pelaku kekerasan tersebut adalah orang-orang yang
dekat dengan anak itu sendiri, bahkan tidak jarang pelakunya adalah orang tua mereka
sendiri. Ada berbagai macam bentuk kekerasan terhadap anak yang sudah tercantum dan
diatur secara tegas dalam undang-undang negara Indonesia sebagai upaya perlindungan anak

Kata kunci: kekerasan, anak, keluarga

Abstract

Child abuse is one of the causes of morbidity and mortality in the field of pediatrics,
it can cause problems in the physical and psychological condition of children even into
adulthood. Family should be the safest shelter for children but instead the perpetrators of
violence are people who are close to the children themselves, even the culprit is often their
own parents. There are various forms of violence against children that have been listed and
expressly regulated in Indonesian law as an effort to protect children.

Keywords: child abuse, violence, family

1
Pendahuluan

Tidak jarang kita melihat tindak kekerasan menimpa anak-anak dalam berbagai
bentuk, dari penelantaran anak hingga pembunuhan. Kekerasan pada anak ini juga tidak
jarang dilakukan oleh orang tua kandung sendiri. Kekerasan terhadap anak merupakan tindak
pidana yang melanggar Hak Asasi Manusia yang jika dibiarkan akan berdampak negatif
terhadap kesehatan dan tumbuh kembang anak serta mengancam kualitas hidup dan masa
depannya sehingga memerlukan penanganan secara komprehensif dengan pendekatan
multidisiplin. Tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu
unsur yang terlibat dalam penanganan anak yang merupakan korban kekerasan.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai analisa kasus yang dicurigai merupakan
kekerasan terhadap anak, yaitu seorang perempuan 25 th datang ke IGD dengan membawa
anaknya (2 tahun) yang tidak sadarkan diri. Dokter jaga segera melakukan pemeriksaan
terhadap anak tersebut dan anak tersebut sudah meninggal dunia. Pada saat memeriksa tubuh
anak terrsebut, dokter menemukan banyak luka2 memar di dada, paha, bokong dengan warna
merah, biru, dan hijau. Dokter juga menemukan beberapa jaringan parut berbentuk bulat pada
kepala, paha, bokong, pipi dan lengan. Ibu korban mengaku bahwa korban terjatuh di kamar
mandi saat akan dimandikan dan kepalanya terbentur lantai. Dokter merasa kematian anak
tersebut tidak wajar dan melaporkan kasus tersebut ke pihak kepolisian. Mayat anak tersebut
dikirim ke Ins Forensik untuk dilakukan pemeriksaan.

Aspek Hukum dan Medikolegal

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang


perlindungan anak, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang
masih di dalam kandungan dan perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi anak dan haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 68 tahun 2013 Kekerasan terhadap Anak (KtA) adalah semua bentuk
tindakan/perlakuan yang menyakitkan secara fisik, psikis, seksual atau penelantaran yang
mengakibatkan atau dapat mengakibatkan cedera/kerugian nyata terhadap kesehatan,
kelangsungan hidup, tumbuh kembang atau martabat anak.

2
Beberapa bentuk kekerasan terhadap anak yaitu kekerasan fisik, kekerasan psikis,
kekerasan seksual dan penelantaran.

Kekerasan fisik merupakan kekerasan yang mengakibatkan cedera fisik yang nyata
atau potensial terhadap anak sebagai akibat dari interaksi/tidak adanya interaksi yang
layaknya ada dalam kendali orang tua. Kekerasan fisik biasanya timbul karena memang niat
orang tua untuk menyakiti anaknya atau merupakan bentuk hukuman fisik yang terlalu
berlebihan. Banyak orangtua yang melakukan tindakan kekerasan terhadap anaknya beralasan
bahwa tindakan mereka adalah untuk mengajarkan anaknya displin. Beberapa elemen yang
ada dalam kasus kekerasan fisik, yaitu:

 Tidak dapat diprediksi. Tidak ada aturan dan batas yang jelas sehingga anak-anak
tidak pernah tau tindakan apa yang menyebabkan orangtuanya melakukan kekerasan
fisik
 Melakukan kekerasan fisik (misalnya memukul) ketika sedang marah. Semakin marah
orangtuanya maka hukumannya akan semakin kasar/berat
 Menggunakan rasa takut untuk mendidik anak. Pola pikir ini merupakan pola pikir
yang salah karena anak akan cenderung memikirkan cara bagaimana dia bisa
menghindari kekerasan dari orangtuanya, hal tersebut menyebabkan anak tidak bisa
tumbuh dan berkembang menjadi individu yang lebih baik.

Tanda yang bisa didapatkan pada anak korban kekerasan fisik yaitu sering mengalami
cedera, selalu dalam keadaan waspada seperti menunggu hal buruk terjadi, cederanya
memiliki pola (misal bekas ikat pinggang, bekas tangan), menghindar jika akan disentuh,
terkejut karena gerakan yang tiba-tiba, enggan pulang ke rumah, memakai pakaian yang
dapat menutupi bekas luka. Anak pada kasus ini diduga merupakan korban dari kekerasan
fisik yang dilakukan orangtuanya karena dari pemeriksaan yang dilakukan terdapat bekas
jaringan parut berbentuk bulat pada kepala, paha, bokong, pipi dan lengan.

Kekerasan psikis merupakan perbuatan terhadap anak yang mengakibatkan gangguan


kesehatan atau perkembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosial. Kekerasan psikis
dapat berupa pembatasan gerak, sikap yang meremehkan, mencemarkan, mengkambing
hitamkan, mengancam, menakut-nakuti, mendiskriminasi, mengejek atau menertawakan anak
atau penolakan. Tanda anak korban kekerasan psikis yaitu anak selalu tampak takut dan
cemas, perilaku yang terlalu agresif atau terlalu pasif, tampak tidak dekat dengan

3
orangtua/pengasuh, dapat berprilaku seperti orang dewasa atau justru bertingkah seperti
balita.

Kekerasan seksual merupakan pelibatan anak dalam kegiatan seksual dimana ia sendiri
tidak memahami atau tidak mampu memberi persetujuan yang ditandai dengan adanya
aktivitas seksual anak dengan orang dewasa/anak lain dengan tujuan untuk memberi
kepuasan bagi orang tersebut. Anak korban kekerasan seksual dapat diduga dengan
ditemukannya riwayat dan/atau tanda penetrasi, persetubuhan, pengakuan adanya pelecehan
seksual/bentuk kekerasan seksual lainnya.

Penelantaran anak merupakan kegagalan dalam menyediakan kebutuhan tumbuh


kembang anak yang bukan disebabkan karena keterbatasan sumber daya. Penelantaran anak
dapat berupa kegagalan dalam memenuhi kebutuhan kesehatan, pendidikan, perkembangan
emosional, nutrisi, tempat tinggal serta keadaan hidup yang aman dan layak. Biasanya anak
terlihat lusuh dengan pakaian compang-camping, kebersihannya terlihat buruk,
penyakit/cedera yang tidak diobati, sering dibiarkan sendiri bahkan dalam lingkungan yang
tidak aman, sering terlambat/tidak masuk sekolah.

Dalam Undang-Undang RI nomor 35 tahun 2014 pasal 67 A-J telah tercantum larangan-
larangan yang terkait dengan kasus kekerasan terhadap anak. Dari beberapa pasal tersebut
yang mungkin berkaitan dengan kasus adalah pasal 76 C yang berbunyi setiap orang dilarang
menempatkan, membiarkan, melakukan atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Dan dalam pasal 80 (1) dikatakan bahwa orang yang melanggar pasal 76 C dipidana dengan
pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak 72 juta rupiah. (2)
jika anak luka berat maka pidana penjara menjadi 5 tahun dengan denda paling banyak 100
juta rupiah. (3) Jika anak mati maka pidana penjara menjadi 15 tahun dengan denda paling
banyak 3 miliar rupiah. Apabila yang melakukan adalah orangtuanya maka pidana ditambah
sepertiga dari ketentuan (1), (2) dan (3).

Pemeriksaan Thanatologi

Dalam thanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatis (mati
klinis), mati suri, mati seluler, mati serebral dan mati batang otak. Mati klinis terjadi akibat
terhentinya sistem penunjang kehidupan (saraf pusat, kardiovaskular dan pernapasan) yang
menetap. Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba,

4
denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernapasan dan tidak terdengar suara napas
saat auskultasi. Mati suri adalah terhentinya sistem kehidupan yang ditentukan dengan alat
kedokteran sederhana, dengan alat kedokteran canggih masih dapat dibuktikan bahwa sistem
penunjang kehidupannya masih berfungsi (sering ditemukan pada kasus keracunan obat tidur,
tersengat aliran listrik dan tenggelam). Mati seluler adalah kematian organ/jaringan tubuh
yang timbul beberapa saat setelah kematian klinis. Karena daya tahan hidup masing-masing
organ/jaringan berbeda, terjadinya kematian seluler pada tiap organ/jaringan juga berbeda.
Mati serebral adalah kerusakan kedua hemisfer otak yang ireversibel kecuali batang otak dan
serebelum sedangkan sistem pernapasan dan kardiovaskular masih berfungsi dengan bantuan
alat. Mati batang otak adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neuron intrakranial yang
ireversibel termasuk batang otak dan serebelum. Dengan matinya batang otak dapat dikatakan
seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup lagi dan alat bantu dapat
dihentikan.

Kematian adalah proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. Perubahan tersebut dapat timbul
dini pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian. Tanda kematian tebagi menjadi
tanda kematian tidak pasti dan tanda pasti kematian. Yang termasuk tanda kematian tidak
pasti, yaitu:

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit (inspeksi, palpasi, auskultasi)
2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba
3. Kulit pucat (bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya karena mungkin terjadi
spasme agonal sehingga wajah kebiruan)
4. Tonus otot menghilang dan relaksasi
5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian
6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih dapat
dihilangkan dengan meneteskan air

Selain itu tanda-tanda yang disebut sebagai tanda pasti kematian yaitu lebam mayat
(livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor mortis),
pembusukan, mumifikasi dan adipocere.

1. Lebam mayat (livor mortis)

5
Setelah kematian klinis eritrosit akan menempati tempat paling bawah akibat
gaya gravitasi, mengisi vena dan venula, membentuk bercak warna merah ungu
(livide) pada bagian bawah tubuh, kecuali pada bagian tubuh yang tertekan alas
keras. Darah tetap cair karena aktivitas fibrinolisin dari endotel pembuluh darah.
Lebam mayat mulai tampak 20-30 menit pasca kematian, makin lama
intensitasnya makin bertamabh dan menjadi lengkap dan menetap setelah 8-12
jam. Sebelum 8-12 jam lebam mayat masih hilang pada penekanan dan dapat
berpindah apabila posisi mayat diubah. Memucatnya lebam akan lebih cepat dan
sempurna apabila penekanan/perubahan posisi tubuh dilakukan dalam 6 jam
pertama setelah mati klinis. Tetapi, walaupun setelah 24 jam sejumlah darah
masih dapat mengalir dan membentuk lebam mayat di tempat terendah yang baru.
Menetapnya lebam mayat disebabkan oleh timbunan sel darah dalam jumlah yang
cukup banyak sehingga sulit berpindah lagi. Lebam mayat dapat digunakan untuk
tanda pasti ketmatian, memperkirakan sebab kematian, mengetahui perubahan
posisi mayat yang dilakukan setelah terjadi lebam mayat menetap dan
memperkirakan saat kematian. Pada lebam mayat darah ada di dalam pembuluh
darah sehingga bila pada daerah tersebut diiris dan disiram dengan air maka warna
merah darah akan hilang/pudar sedangkan pada kasus dengan resapan darah akibat
trauma tidak menghilang.
2. Kaku mayat (rigor mortis)
Kelenturan otot setelah kematian masih dapat dipertahankan karena
metabolisme tingkat sel masih berjalan (pemecahan cadangan glikogen otot yang
menghasilkan energi). Energinya kemudian digunakan untuk mengubah ADP
menjadi ATP. Selama masih ada ATP, serabut aktin dan miosin akan tetap lentur.
Bila cadangan glikogen habis maka aktin dan miosin menggumpal dan otot
menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat
mulai tampak kira-kira 2 jam setelah mati klinis dimulai dari bagian luar tubuh
(otot-otot kecil) kearah dalam. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi
lengkap, dipertahankan selama 12 jam kemudian menghilang dengan urutan yang
sama. Kaku mayat umumnya tidak terjadi pemendekan serabut otot kecuali jika
seseorang meninggal dalam posisi teregang. Faktor yang mempercepat terjadinya
kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu yang tinggi dan tubuh kurus

6
dengan otot kecil. Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda
pasti kematian dan memperkirakan saat kematian.
3. Penurunan suhu tubuh (algor mortis)
Penurunan suhu terjadi karena proses pemindahan panas dari suatu benda ke
benda yang dingin. Kecepatan penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu lingkungan,
aliran dan kelembaban udara, bentuk tubuh, posisi tubuh dan pakaian. Suhu saat
mati perlu diketahui untuk perhitungan perkiraan saat kematian. Penurunan suhu
akan lebih cepat pada suhu lingkungan yang rendah, lingkungan berangin dengan
kelembaban rendah, tubuh yang kurus, posisi terlentang, tidak berpakaian/pakaian
tipis dan pada umumnya orang tua serta anak kecil.
4. Pembusukan
Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat autolisis dan
kerja bakteri. Autolisis adalah pelunakan dan pencairan jaringan yang terjadi
dalam keadaan steril. Autolisis timbul akibat kerja digestif oleh enzim yang
dilepaskan sel pasca mati dan hanya dapat dicegah dengan pembekuan jaringan.
Setelah seseorang meninggal, bakteri flora normal segera masuk ke jaringan.
Darah merupakan media terbaik bagi pertumbuhan bakteri. Sebagian besar bakteri
berasal dari usus dan yang utama adalah Clostridium welchii. Pada proses
pembusukan ini terbentuk gas alkana, H2S, HCN, asam amino dan asam lemak.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan
pada perut kanan bawah (daerah sekum) karena penuh dengan bakteri dan terletak
dekat dinding perut. Warna kehijauan disebabkan oleh terbentuknya sulf-met-
hemoglobin. Warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut dan dada, bau
busuk mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak seperti melebar
dan berwarna hijau kehitaman.
Selanjutnya kulit ari akan terkelupas/membentuk gelembung berisi cairan
kemerahan berbau busuk. Pembentukan gas di dalam tubuh dimulai dalam
lambung dan usus akan mengakibatkan perut tegang dan keluar cairan kemerahan
dari mulut dan hidung. Gas di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan
terabanya krepitasi. Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh
dengan keteganga terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longgar (skrotum,
payudara). Selanjutnya rambut menjadi mudah dicabut, kuku mudah terlepas,

7
wajah menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata bengkak, pipi
bengkak, bibir tebal, lidah bengkak dan sering terjulur diantara gigi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata (36-48
jam pasca mati). Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca
mati di alis mata, sudut mata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur kemudian
akan menetas jadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies lalat dan
mengukur panjang larva dapat diketahui usia larva tersebut yang kemudian bisa
digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan asumsu bahwa lalat secepatnya
meletakkan telur setelah seseorang meninggal.
Perubahan warna menjadi ungu kecoklatan terjadi pada lambung terutama di
fundus dan usus. Mukosa saluran napas, endokardium dan tunika intima pembuluh
darah menjadi kemerahan. Difusi empedu mengakibatkan warna coklat kehijauan
di jaringan sekitarnya. Otak melunak, hati menjadi berongga seperti spons, limpa
melunak dan mudah robek kemudian alat-alat dalam mengkerut. Prostat dan
uterus non-gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan dari
pembusukan.
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu lingkunga 26,5 oC hingga suhu
normal tubuh, kelembaban dan udara yang cukup, banyak bakteri pembusuk,
tubuh gemuk/menderita infeksi. Perbandingan kecepatan pembusukan mayat di
tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir umumnya lebih lambat
membusuk
5. Adipocere (lilin mayat)
Adipocere adalah terbetuknya bahan yang berwarna keputihan,
lunak/berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak tubuh pasca
mati atau sering disebut saponifikasi. Adipocere terdiri dari asam lemak tak jenuh
yang terbentuk dari hidrolisis lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga
terbentuk asam lemak jenuh pasca mati yang tercampur dengan sisa otot, jaringan
ikat, jaringan saraf yang termumifikasi dan kristal sferis dengan gambaran radial.
Adipocere terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala
kuning, larut dalam alkohol panas dan eter. Lemak superfisial merupakan lemak
yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak dapat terlihat di
pipi, payudara/bokong, bagian tubuh/ekstremitas. Jarang seluruh lemak tubuh
berubah menjadi adipocere.

8
Adipocere membuat gambaran permukaan luar tubuh bisa bertahan bertahun-
tahun sehingga masih memungkinkan identifikasi mayat dan perkiraan sebab
kematian. Faktor yang mempermudah adipocere terbentuk adalah kelembaban,
lemak tubuh yang cukup dan suhu hangat sedangkan yang menghambat adalah air
mengalir yang membuang elektrolit dan udara dingin. Pembusukan terhambat
dengan adanya adipocere karena derajat keasaman dan dehidrasi jaringan
bertambah. Lemak segar mengandung 0,5% asam lemak bebas, 4 minggu pasca
mati menjadi 20% dan setelah 12 minggu menjadi ≥ 70%. Pada saat ini adipocere
jelas secara makroskopik sebagai bahan berwarna putih kelabu yang mengganti
bagian lunak tubuh. Pada awal pembentukan adipocere paling baik dideteksi
dengan analisis asam palmitat
6. Mumifikasi
Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat
menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna
gelap, keriput dan tidak dapat membusuk karena kuman tidak dapat berkembang
pada lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban
rendah, aliran udara baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14
minggu).

Pemeriksaan Toksikologi

Racun adalah zat yang bekerja pada tubuh secara kimiawi dan fisiologik yang dalam
dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau mengakibatkan kematian. Diagnosa
keracunan didasarkan atas adanya tanda dan gejala yang sesuai dengan racun penyebab.
Dengan analisis kimiawi dapat dibuktikan adanya racun pada sisa barang bukti. Yang
terpenting pada penegakan diagnosis keracunan adalah dapat ditemukan racun/sisa racun
dalam tubuh/cairan tubuh korban. Selain itu perlu juga dipastikan bahwa korban benar-benar
kontak dengan racun. Korban mati akibat keracunan terbagi menjadi 2, yaitu yang sejak awal
sudah dicurigai kematian akibat keracunan dan kasus yang sampai saat sebelum autopsi
belum ada kecurigaan terhadap kemungkinan keracunan. Pikirkan kemungkinan kematian
akibat keracunan apabila pada pemeriksaan setempat terdapat kecurigaan akan keracunan,
bila pada autopsi ditemukan kelainan yang lazim ditemukan pada keracunan dengan zat

9
tertentu (lebam mayat yang tak biasa, luka bekas suntikan sepanjang vena dan keluar buih
dari mulut dan hidung, bau amandel atau bau kutu busuk serta pada autopsi tidak ditemukan
penyebab kematian). Dalam menangani kasus kematian akibat keracunan dilakukan beberapa
pemeriksaan penting yaitu pemeriksaan di tempat kejadian, autopsi dan analisis toksikologik.

Pengambilan Sampel Laboratorium

Pengambilan sampel untuk pemeriksaan laboratorium baiknya mengambil bahan yang


masih dalam keadaan segar dan lengkap pada waktu autopsi. Darah jantung diambil terpisah
sebelah kanan dan kiri masing-masing 50 ml. Darah tepi sebanyak 30-50 ml, diambil dari
vena iliaka komunis, bukan vena porta. Pengambilan dari beberapa tempat yang berlainan
meski dalam jumlah sedikit dianggap lebih baik. Pada korban yang masih hidup, darah adalah
bahan yang terpenting. Urin diambil semua yang ada di kandung kemih, begitu juga bilasan
lambung. Pada mayat, lambung diambil beserta isinya. Usus beserta isinya sangat berguna
apabila kematian terjadi dalam waktu beberapa jam setelah menelan racun sehingga dapat
diperkirakan saat kematian dan ditemukan pil yang tidak hancur oleh lambung.

Semua hati harus diambil setelah disisihkan untuk pemeriksaan patologi anatomi
karena takaran toksik mayoritas racun sangat kecil sehingga kadarnya ditubuh sangat rendah
dan hati merupakan tempat detoksifikasi tubuh terpenting sehingga kadar racun dalam hati
sangat tinggi. Kedua ginjal harus diambil karena penting pada keadaan intoksikasi logam,
pemeriksaan racun secara umum dan pada kasus yang secara histologik ditemukan kalsium
oksdalat dan sulfonamide. Jaringan lipoid dalam otak punya kemampuan menahan racun,
otak bagian tengah penting pada intoksikasi sianida karena tahan terhadap pembusukan. Urin
penting karena merupakan tempat ekskresi sebagian besar racun sehingga bisa untuk tes
pendahuluan, selain itu juga urin penting untuk pemeriksaan penyaring racun dari golongan
narkotik/stimulan. Sebaiknya kandung empedu jangan dibuka agar cairan empedu tidak
mengalir ke hati dan mengacaukan pemeriksaan.

Bahan-bahan tersebut umumnya sudah cukup baik untuk memberi informasi pada
keracunan akut yang masuk melalui mulut. Pada beberapa keadaan dapat juga diambil limpa,
jantung, cairan serebrospinal, jaringan lemak (insektisida, obat anastesi), otot (CO, Pb) dan
rambut (arsen). Cara lainnya dengan mengambil dari tempat masuk racun (lambung, tempat
suntikan), darah (racun sistemik) dan tempat keluar (urin, empedu). Contoh bahan

10
pemeriksaan yang rutin harus diambil adalah lambung dan isinya, darah, seluruh hati dan
seluruh urin.

Laporan Hasil Pemeriksaan

Hasil pemeriksaan memuat semua hasil pemeriksaan terhadap barang bukti yang ditulis
secara sistematik, jelas dan dapat dimengerti oleh orang yang tidak berlatar belakang
pendidikan kedokteran. Terbagi menjadi pemeriksaan luar, autopsi/pemeriksaan dalam serta
pemeriksaan lab dan pemeriksaan pendukung lainnya. Dari pemeriksaan luar pada kasus
didapatkan hasil banyak luka2 memar di dada, paha, bokong dengan warna merah, biru, dan
hijau. Untuk deskripsi luka secara umum perlu ditentukan koordinat X (jarak pusat luka dari
garis pertengahan badan) dan Y (jarak pusat luka diatas/dibawah dari suatu patokan organ
tubuh), perlu juga untuk diketahui jenis lukanya. Pada skenario didapat ada luka memar, pada
luka memar perlu disebutkan warna memarnya, bentuk (apabila memberi gambaran yang
khas), menentukan ukuran memar dengan mengukur panjang kali lebar/diameter luka, ada
bengkak/tidak. Pada skenario ini hanya disebutkan warna dan letak memarnya. Selain itu juga
ditemukan beberapa jaringan parut berbentuk bulat pada kepala, paha, bokong, pipi dan
lengan. Dari pemeriksaan dalam pada kasus didapatkan perdarahan diatas selaput meningen
dan memar pada batang otak, sementara organ-organ lain dalam batas normal. Untuk hasil
laboratorium dan pemeriksaan pendukung lainnya pada skenario ini tidak diberi keterangan.

Interpretasi Temuan

Dari temuan yang telah dijabarkan pada laporan hasil terdapat tanda kekerasan berupa
luka memar dan jaringan parut yang berbentuk bulat. Kerusakan akibat memar terjadi karena
adanya kapiler dan vena yang pecah akibat kekerasan benda tumpul. Pada saat timbul, memar
akan berwarna merah kemudian berubah menjadi ungu atau hitam, setelah 4 – 5 hari akan
berubah menjadi warna hijau yang nantinya akan berubah menjadi kuning dalam 7-10 hari
dan akhirnya menghilang 14-15 hari. Luka memar yang ditemukan pada pasien memiliki
warna yang berbeda-beda, yang mengindikasikan bahwa luka memar tersebut tidak
didapatkan pada waktu yang bersamaan. Selain itu didapatkan juga jaringan parut yang
berbentuk bulat pada kepala, paha, bokong, pipi dan lengan. Jaringan parut merupakan
bentuk dari penyembuhan luka yang lama, sehingga ditemukannya jaringan parut
menunjukkan bahwa terdapat luka lama pada pasien. Dari hasil pemeriksaan dalam/autopsi

11
didapatkan perdarahan diatas selaput meningen dan memar pada batang otak yang terjadi
akibat trauma/benturan pada kepala.

Kesimpulan

Pada bagian kesimpulan dituliskan kesimpulan pemeriksa atas seluruh hasil


pemeriksaan dengan berdasarkan keilmuan/keahliannya. Pada pemeriksaan jenazah, bagian
ini berisi setidaknya jenis perlukaan/cedera, kelainan yang ditemukan, penyebabnya serta
sebab kematiannya. Apabila memungkinkan, tuliskan juga saat kematian dan petunjuk
penting tentang kekerasan/pelakunya. Kesimpulan pada skenario ini adalah bahwa pada
mayat anak ini ditemukan luka memar pada dada, paha, bokong akibat kekerasan tumpul dan
jaringan parut berbentuk bulat pada kepala, paha, bokong, pipi dan lengan yang menandakan
adanya bekas luka lama. Sebab mati orang ini adalah benturan pada kepala yang
menyebabkan perdarahan diatas meningen dan lebam pada batang otak.

12
Daftar Pustaka

1.

13

Anda mungkin juga menyukai