Anda di halaman 1dari 9

HUKUM ACARA PERDATA

TAHAP-TAHAP PEMERIKSAAN PERKARA


DIPENGADILAN PERRDATA

Disusun oleh :
Satrio Arif Wicaksono ( 20170610137 )

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


FAKULTAS HUKUM
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
2020
A. Tahap-Tahap Pemeriksaan

Sebelum penulis menguraikan tahap-tahap pemeriksaan perkara, maka akan digambarkan


terlebih dahulu secara global tentang jalanya sesuatu perkara sejak ia terdaftar di Kepaniteraan
Pengadilan sampai ia diputus sebagai berikut (Rasyid, 2005: 133)
Setelah perkara terdaftar di Kepaniteraan, Panitera melakukan penelitian terhadap kelengkapan
berkas perkara. (Ingat, penelitian terhadap bentuk dan isi surat gugatan atau permohonan sudah
dilakukan sebelum perkara didaftarkan dan ia merupakan prasyarat untuk bolehnya perkara
didaftarkan).
Pada sidang pertama, penggugat akan membacakan gugatannya, sehingga mulailah
terjadinya jawab-berjawab (replik-duplik) antara pihak-pihak. Pada sidang pertama, mungkin
akan terjadi beberapa hal penting seperti aksepsi, reconventie, intervensi dan sebagainya.
Sebelum tergugat menjawab, sesudah penggugat membacakan gugatanya, hakim wajib
menganjurkan damai(Rasyid, 2005: 134).

Selesai replik-duplik maka mulai memeriksa bukti-bukti. Selanjutnya penyusunan


konklusi (kesimpulan) masing-masing oleh pihak  dan akan diucapkan keputusan oleh majelis
hakim dalam sidang terbuka untuk umum.
Proses pemeriksaan perkara perdata di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam
hukum acara perdata, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak berhasil mendamaikan
para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap pemeriksaan tersebut ialah (Arto, 2011: 99)

B. Pencabutan dan Perubahan Gugatan

Sebagaimana disebutkan sebelumnya bahwa gugatan yang diajukan oleh penggugat


setelah dipanggil oleh jurusita, maka pada tanggal yang ditentukan para pihak datang ke
pengadilan. Di ruang pengadilan, maka salah satu perntanyaan yang dikemukakan oleh hakim
terhadap pihak penggugat adalah, apakah gugatan yang telah dibuat sudah tidak ada perubahan
lagi? Mjika penggugat menjawab bahwa gugatan sudah tidak ada perubahan, maka tergugat
diberi kesempatan untuk memberikan jawaban terhadap gugatan tersebut.

Masalahnya adalah jika penggugat menyatakan bahwa gugatan tersebut terdapat


perubahan. Apakah diperkenankan perubahan tersebut? Hal-hal apa saja yang diperkenankan
dalam masalah perubahan gugatan tersebut?

a. Perubahan Gugatan
HIR/RBg tidak mengatur tentang peruabahan gugatan. Yang mengatur adalah
RV. Pasal 127 RV ditentukan bahwa perubahan gugatan sepanjang pemeriksaan
diperbolehkan asal tifak mengubah dan menambah petitum-tuntutan pokok
( onderwerp van den eis ) akan tetapi di dalam praktek pengertian onderwerp van den
eis meliputi juga dasar dari tuntutan ( posita ) termasuk peristiwa-peristiwa yang
menjadi dasar tuntutan. Sehubungan dengan itu, terdapat beberapa batasan perubahan
gugatan yang bersumber dari praktik peradilan :
1. Tidak boleh mengubah materi pokok acara
2. Perubahan gugatan yang tidak prinsipal dapat dibenarkan
3. Perubahan nomor surat keputusan
4. Tidak mengubah posita gugatan
5. Pengurangan gugatan tidak boleh merugikan tergugat

b. Penambahan Gugatan
Penambahan gugatan misalnya, oleh karena semula tidak semua ahli wari
diikutsertakan lalu ditambah agar mereka yang belum diikutsertakan ditarik pula
sebagai tergugat atau turut tergugat atau misalnya dalam hak lupa
dimohonkan/dicantumkan dalam petitum ( tuntutan pokok ) menatakan sah dan
berharga suatu sita jaminan kemudian dimohonkan agar petitum itu ditambahkan.
Diperkenankan juga apabila mohon agar gugatan ditambah dengan pretitum agar
putusan dapat dilaksanakan terlebih dahulu ( uitvoerbaar bij vooroad ) dapat
diluluskan

c. Pengurangan Gugatan
Pena senantiasa akan diperkenankan oleh Hakim. Misalnya semua digugat untuk
menyerahkan 4 bidang swah, kemudian penggugat merasa keliru bahwa
sesungguhnya sawah yang dikuasi oleh tergugat itu bukan 4 bidang, akan tetapi hanya
2 bidamg saja, maka ia diperkenankan untuk mengurangi gugat dan hanya mengguat
sawah yang 2 bidang yang dikuasi tergugat itu.

d. Pencabutan Gugatan
Menyangkut pencabutan gugatan dalam HIR/RBg juga tidak teratur yang
mengatur hal ini adalah pasal 271 RV yang menentukan bahwa gugatan boleh dicabut
oleh penggugat sebelum tergugat memberika jawaban. Bilamana tergugat sudah
memberikan jawaban, maka gugatan tidak boleh dicabut atau ditarik kemabli kecuali
disetujui oleh tergugat.

C. Perdamaian

Penyelesaian sengketa melalui jalur perdaiaman merupakan cara penyelesaian yang


dianggap efektif dan efesien. Pasal 130 HR maupun pasal 154 RBg mengenal dan menghendaki
penyelesaian sengketa melalui cara damai. Maka Hakim mempunyai perana aktif mengusahakan
penyelesaian dengan cara perdamaian terhadap peristiwa perdata yang diperiksanya.

Dalam kaitannyya ini hakim harus dapat memberikan pengertian, menanamkan kesadran
terhadap pihak-pihak yang berperkara. Bahwa penyelesaian perkara dengan perdamaian
merupakan cara penyelesaian yang terbaik dari pada harus diselesaikan dengan putusan
pengadilan. Apabila tercapai perdamaian anatara pihak-pihak yang berperkara, maka hasil
tersebut kemudian disampaiakan kepada hakim dipersidangan yang biasanya dituangkan dalam
bentuk perjanjian dibawah tangan,
Selanjutnya hakim menjatuhkan putusan ( Acte van vergelijil ) yang isinya menghukum
pihak-pihak yang berperkara untuk melaksanakan isi perjanjian tersbut. Putusan yang didasarkan
pada penyelsaian perdamian bukan sebagai hasil pertimbangan dan penerapan hukum positif
yang dilakukan oleh hakim, karenanya sudah sepantasanya apabila perjanjian perdamaian
tersebut dipertanggungjawabkan sendiri oleh pihak-pihak yang berperkara. Dengan demikian
hasil putusan dari kedua belah pihak tidak dapat dimintakan pemeriksaan banding ( Pasal 130
ayat 3 HR/ pasal 154 ayat 3 RBg ).

D. Pembacaan  Gugatan

Pada tahap pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah
seluruh materi (dalil gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum
dalam surat gugat itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh
keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.

E. Jawaban  Gugatan

Pada tahap jawaban ini, pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan
mengajukan segala kepentingannya terhadap penggugat melalui hakim.Dalam pemeriksaan
perkara dipersidangan Pengadilan Negeri jawab-menjawab antara kedua belah pihak merupakan
hal amat penting. Namun demikian, apa yang dikemukakan oleh tergugat merupakan hal yang
lebih penting lagi, karena tergugat merupakan sasaran penggugat. Karena itu dalam jawab-
menjawab, jawaban tergugatlah yang mendapat tempat pertama.
Pada dasarnya tergugat tidak wajib menjawab gugatan penggugat. Tetapi jika tergugat
menjawabnya, jawaban itu dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. Namun dalam
perkembangannya, jawaban diajukan oleh pihak tergugat secara tertulis. Jawaban tergugat ini
dilakukan apabila upaya perdamaian yang dilakukan hakim tidak berhasil. Karena kedua belah
pihak tetap pada prinsip atau pendirianya, maka hakim mempersilahkan kepada Penggugat untuk
membacakan gugatannya. Setelah selesai dibacakan gugatan tersebut hakim akan memberi
kesempatan kepada Tergugat untuk menjawab atau menangkis gugatan dari Penggugat dengan
fakta-fakta yang diketahuinya secara tertulis, biasanya hakim memberikan waktu satu minggu
kepada Tergugat supaya siap dengan jawabannya dan dibacakan pada acara sidang berikutnya.
Adapun Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:

1. Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok  perkara, yang disebut dengan tangkisan
atau eksepsi.
2. Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten principale).  Jawaban
mengenai pokok perkara dapat dibagi lagi atas dua kategori, yaitu:
 Jawaban tergugat berupa pengakuan, Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan 
penggugat, baik sebagian maupuan seluruhnya. Pengakuan merupakan jawaban
yang membenarkan  isi gugatan.
 Jawaban tergugat berupa bantahan, Bila tergugat membantah, maka pihak
penggugat harus membuktikannya. Bantahan (verweer) pada dasarnya bertujuan
agar gugatan penggugat ditolak.
Terkait tangkisan atau eksepsi, bisa juga berarti pembelaan (plea) yang diajukan tergugat
terhadap materi pokok gugatan penggugat. Tujuan pokok pengajuan eksepsi, yaitu agar
pengadilan mengakhiri proses pemeriksaan tanpa lebih lanjut memeriksa pokok perkara.
Pengakhiran yang diminta melalui eksepsi bertujuan agar pengadilan menjatuhkan putusan
negative, yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima dan berdasarkan putusan negative itu,
pemeriksaan perkara diakhiri tanpa menyinggung penyelesaian materi pokok perkara.

Menurut ilmu pengetahuan hukum acara perdata, tangkisan atau eksepsi dibedakan
menjadi tiga macam, yaitu:
1.    Eksepsi tolak (declinatoir exceptie, declinatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat
menolak, supaya pemeriksaan perkara jangan diteruskan. Termasuk jenis ini ialah eksepsi tidak
berwenang memeriksa gugatan, eksepsi batalnya gugatan, eksepsi perkara telah pernah diputus,
eksepsi penggugat tidak berhak mengajukan gugatan, eksepsi tidak mungkin naik banding.
2.    Eksepsi tunda (dilatoir exceptie, dilatory exception) yaitu eksepsi yang bersifat
menunda diteruskannya perkara. Termasuk jenis ini adalah eksepsi karena ada penundaan
pembayaran dari penggugat sehingga tuntutan penggugat belum bisa dikabulkan.
3.    Eksepsi halang (peremptoir exceptie, peremptory exception) yaitu eksepsi yang
bersifat menghalangi dikabulkannya gugatan penggugat, tetapi telah mendekati pokok perkara.
Termasuk jenis ini eksepsi tentang lampau waktu, eksepsi tentang penghapusan hutang.

Eksepsi tolak juga eksepsi prosesuil, karena didasarkan pada ketentuan Hukum Acara
Perdata. Tergugat memberikan jawaban yang berupa eksepsi prosesuil untuk menangkis supaya
pokok perkara tidak diperiksa karena bukan wewenang hakim atau karena tidak diperkenankan
menurut ketentuan Hukum Acara Perdata yang berlaku. Eksepsi tunda dan eksepsi halang
disebut juga eksepsi materiel, karena didasarkan pada ketentuan hukum materiel, yaitu hukum
perdata. Tergugat memberikan jawaban yang berupa eksepsi materiel untuk menangkis supaya
pokok perkara tidak diperiksa atau diteruskan karena bertentangan dengan ketentuan hukum
perdata.
Akibat hukum daripada adanya jawaban ialah bahwa seperti yang telah diketengahkan dimuka,
penggugat tidak diperkenankan mencabut gugatannya, kecuali dengan persetujuaan tergugat,
kecuali itu tidak diperkenankan mengajukan eksepsi serta kesempatan untuk mengajukan
rekonvensi tertutup.
Selain eksepsi, tergugat juga diperbolehkan mengajukan gugat balik terhadap penggugat.
Dalam gugatan yang kedua ini, yang terpisah dari gugatan yang pertama, tergugat berkedudukan
sebagai penggugat, sedang penggugat berkedudukan sebagai tergugat. Akan tetapi dalam acara
gugatan antara penggugat dengan tergugat (gugat konvensi) tergugat dapat menggugat kembali
pihak penggugat yang tidak merupakan acara yang terpisah dari gugatan yang pertama. Gugatan
dari pihak tergugat ini disebut gugat balik atau gugat rekonvensi. Penggugat dalam gugatan
pertama atau gugat konvensi, disebut sebagai penggugat dalam konvensi/tergugat dalam
rekonvensi, sedang tergugat disebut sebagai tergugat dalam konvensi/penggugat dalam
rekonvensi.
Gugat  rekovensi adalah gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam
sengketa yang sedang berjalan antara mereka  atau disebut juga gugatan balasan, gugatan balik.
Tidak berarti meskipun tergugat membalas gugatan, lalu ada 2 perkara yang terpisah. Dalam
gugatan tersebut berisi :
 Ada pihak penggugat dan pihak tergugat
 Penggugat dalam konvensi dan tergugat dalam konvensi.
Sedangkan dalam gugatan Rekonvensi itu :
 Penggugat menjadi tergugat, disebut : Tergugat dalam rekonvensi
 Tergugat menjadi penggugat, disebut : Penggugat dalam Rekonvensi.
Jadi  kedua perkara terserbut diperiksa dan diputus sekaligus dalam satu putusan. Dan masing-
masing pihak akan berusaha membuktikan kebenaran masing-masing dalil gugatannya disertai
tuntutan (petitum) masing-masing pihak.
Menurut ketentuan pasal 132 a H.I.R – 157 R.Bg. terhadap setiap gugatan, tergugat dapat
mengajukan rekonvensi kecuali dalam tiga hal, yaitu:
1.    Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila penggugat bertindak dalam suatu kwalitas,
sedangkan rekonvensi ditujukan kepada diri penggugat peribadi dan sebaliknya. Misalnya,
penggugat Albert dala kwalitas sebagai Direktur P.T. Musi Jaya Plantation mengajukan gugatan
terhadap tergugat Bidin. Kemudian tergugat Bidin menjawab dengan mengajukan rekonvensi
kepada Albert pribadi. Rekonvensi semacam ini tidak diperbolehkan dan hakim akan
menolaknya, karena Albert itu bukan sebagai pribadi, melainkan Direktur P.T. Musi Jaya
Plantation.

2.    Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila Pengadilan Negeri yang memeriksa gugatan tidak
berwenang memeriksa gugatan rekonvensi. Misalnya penggugat Asnam (bekas suami beragama
Islam) mengajukan gugatan terhadap tergugat Buntari (bekas isteri yang beragama Islam)
mengenai pembagian harta yang dikuasainya. Kemudian tergugat Buntari mengajukan jawaban
beserta rekonvensi kepada penggugat soal nafkah yang belum dipenuhinya. Disini persoalan
nafkah termasuk wewenang Pengadilan Agama. Rekonvensi semacam ini akan ditolak oleh haki
(kompetensi absolut).

3.    Rekonvensi tidak boleh diajukan apabila mengenai perkara tentang pelaksanaan putusan
hakim . dalam soal pelaksanaan putusan hakim, tidak ada lagi menyangkut penetapan hak karena
perkaranya sudah diputus dan tinggal lagi pelaksanaan hak yang telah ditetapkan dala putusan
itu. Sedangkan rekonvensi itu masih menyangkut penetapan hak, rekonvensi semacam ini harus
ditolak. Misalnya, hami memerintahkan tergugat yang dinyatakan kalah supaya melaksanakan
putusan yaitu menyerahkan sebidang sawah kepada penggugat. Kemudian tergugat mengajukan
rekonvensi supaya penggugat membayar hutangnya yang dijamin dengan sawah tersebut. Hakim
akan menolak rekonvensi ini.

Gugatan konvensi dan rekonvensi diselesaikan sekaligus dan diputus dalam satu surat
putusan. Tetapi apabila hakim berpendapat bahwa perkara yang satu (konvensi) dapat diperiksa
lebih dulu, maka hakim dapat memisahkan gugatan konvensi dan rekonvensi itu. Jika perkara itu
dipisah, maka kedua perkata tersebut tetap diperiksa oleh hakim yang sama

F. Replik  Penggugat

Replik berasal dari dua kata yaitu re (kembali) dan pliek (menjawab), jadi replik berarti
kembali menjawab. Replik adalah jawaban balasan atas jawaban tergugat dalam perkara perdata
(JTC Simoramgkir,cs 1980 :148). Replik harus disesuaikan dengan kualitas dan kuantitas
jawaban tergugat. Oleh karena itu, replik adalah respons Penggugat atas jawaban yang diajukan
tergugat. Bahkan tidak tertutup kemungkinan membuka peluang kepada penggugat untuk
mengajukan rereplik. Replik Penggugat ini dapat berisi pembenaran terhadap jawaban Tergugat
atau boleh jadi penggugat menambah keterangannya dengan tujuan untuk memperjelas dalil
yang diajukan penggugat dalam gugatannya.
Sebagaimana halnya jawaban, maka replik juga tidak di atur di dalam H.I.R/R.Bg, akan
tetapi dalam pasal 142 reglemen acara perdata, replik biasanya berisi dalil-dalil atau hak-hak
tambahan untuk menguatkan dalil-dalil gugatan penggugat. Penggugat dalam replik ini dapat
mengemukakan sumber sumber kepustakaan, pendapat pendapat para ahli, doktrin, kebiasaan,
dan sebagainya. Peranan yurisprudensi sangat penting dalam replik, mengigat kedudukanya
adalah salah satu dari sumber hukum. Untuk menyusun replik biasanya cukup dengan mengikuti
poin-poin jawaban tergugat.
Pada tahap replik, penggugat dapat menegaskan kembali gugatannya yang disangkal oleh
tergugat dan juga mempertahankan penggugat melaui hakim. Replik yaitu jawaban penggugat
baik terulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan penggugat
untuk meneguhkan gugatannya , dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang
dikemukakan tergugat dalam jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara
perdata dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawaban.
Replik merupakan tahapan persidangan yang diberikan kepada Penggugat dimana
Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan hak perdatanya atas sanggahan yang
diberikan Tergugat berupa tanggapannya atas Jawaban yang diberikan Tergugat .Replik tidak
diatur dalam HIR namun diatur dalam  pasal 142 Rv (Reglement op Rechtsverordering).
Dalam Replik biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan sanggahan atau
penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat yang dikemukakan dalam
jawabannya. Bila dalam jawaban ada dalil-dalil yang bertolak belakang dengan dalil Penggugat
dalam gugatannya maka pada tahap replik penggugat akan berusaha memperkuat dalil yang telah
dikemukakan tersebut dengan menambahkan pendapat doktrin atau Yurisprudensi yang
berkaitan erat dengan dalil yang telah dibantah tergugat tersebut. Sehingga kadang-kadang untuk
semakin memperkuat dalil tersebut juga ditambahakan bukti baru yang menambah kejelasan
akan dalil yang telah dikemukakan dalam gugatan semula.
Dalam replik juga dikemukakan dalil baru yang belum pernah dinyatakan dalam gugatan.
Dalil baru tersebut biasanya merupakan dalil yang berdiri sendiri tetapi posoisinya tetap akan
semakin memperkuat dalil-dalil gugatan secara keseluruhan sebagaimana yang dikemukakan
dalam gugatan semula. Dengan demikian dapat dikatakan dalil-dalail yang dikemukakan
penggugat dalam repliknya merupakan dalil-dalil yang membatah dalil-dalil tergugat dalam
jawabannya juga sekaligus semakin mempertegas dan memperkokoh dalil-dalil yang telah
dikemukakan dalam gugatan semula. Bila ada eksepsi yang dikemukakan tergugat dalam
jawabannya maka penggugat pada repliknya harus memberikan tanggapannya yang cecara
keseluruhan berisi dalil-dalil yang mematahkan eksepsi yang dikemukakan tergugat tersebut.
Demikian pula bila ada eksepsi-eksepsi lain maka penggugat dalam repliknya harus
memberikan tanggapan atas eksepsi tersebut apakah membenarkan atau menolaknya. Demikian
pula pada bagian pokok perkara dalam replik maka ada klausul yang harus dimuat disana.
Pertama adalah menyatakan bila pada bagian eksepsi yang berisi sanggahan atau
penolakan atas dalil eksepsi tergugat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok
perkaranya tersebut. Hal ini penting dinyatakan karena hampir sebagian besar eksepsi merupakan
eksepsi yang termasuk dalam pokok perkara sehingga harus diperiksa dan diputus bersama-sama
dalam pokok  perkara pada putusan akhir.
Kedua, klausul yang berisi penolakan atas sebagian atau seluruhnya dari dalil-dalil yang
dikemukakan oleh tergugat dalam jawabannya dan menyatakan  diakui bila  ada pengakuan
sepanjang memang diakui oleh penggugat. Kmeudian penggugat harus menetukan sikap dan
kejelasan pokok masalahnya atas setiap dalil-dalil yang dikemukakan oleh tergugat satu demi
satu. Penolakan itu harus dimuat dalam repliknya satu demi satu. Bila ternyata dalil-dalil dalam
jawaban tersebut mempunyai kesamaan maka penggugat dalam menanggapinya bisa memasukan
penolakannya tersebut dalam suatu kesatuan. Bila dalam jawaban tergugat mengajukan eksepsi
maka petitum dari replik juga mengalami pergeseran bentuk yang tidak sama dengan petitum
dalam gugatan dan petitum dalam jawaban  sepanjang mengenai eksepsinya.

G. Duplik  Penggugat

Setelah penggugat mengajukan replik, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah duplik,


yaitu jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Sama dengan replik, duplik ini
pun dapat diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat untuk meneguhkan
jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat.
Duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Tergugat dalam
dupliknya mungkin membenarkan dalil yang diajukan penggugat dalam repliknya dan tidak pula
tertutup kemungkinan tergugat mengemukakan dalil baru yang dapat meneguhkan sanggahannya
atas replik yang diajukan penggugat. Tahapan replik dan duplik dapat saja diulangi sampai
terdapat titik temu antara penggugat dengan tergugat atau dapat disimpulkan titik sengketa antara
penggugat dan tergugat, atau tidak tertutup kemungkinan hakimlah yang menutup kemungkinan
dibukanya kembali proses jawab-menjawab ini, apabila majelis hakim menilai, bahwa replik
yang diajukan penggugat dengan duplik yang diajukan tergugat hanya mengulang-ulang dalil
yang telah pernah dikemukakan di depan sidang.  Tergugat selalu mempunyai hak bicara
terakhir. Pertanyaan hakim kepada pihak hendaklah terarah, hanya menanyakan yang relevant
dengan hukum. Begitu juga replik-duplik dari pihak. Semua jawaban atau pertanyaan dari pihak
ataupun dari hakim, harus melalui izin dari ketua majlis.
Pertanyaan dari hakim kepada pihak, yang bersifat umum arahnya sidang, selalu oleh hakim
ketua majlis. Bilamana pihak-pihak dan hakim tahu dan mengerti jawaban atau pertanyaan mana
yang terarah dan relevant dengan hukum, tentunya proses perkara akan cepat, singkat dan tepat.
Pada tahap duplik, maka tergugat dapat mejelaskan kembali jawabannya yang disangkal
oleh penggugat.replik dan duplik dapat diulang-ulang sehingga hakim memandang cukup untuk
itu yang kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Duplik merupakan tahapan yang dimiliki
tergugat. Bila perlu dalil tersebut sekaligus juga harus dapat mematahkan atau setidaknya
melemahkan dalil yang dikemukakan penggugat dalam repliknya.
Kemudian dalam pokok perkara sama dengan replik ada dua klausul yang harus dimuat.
Pertama, berisi pernyataan agar dalil-dalil yang dikemukakan pada bagian eksepsi dianggap
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pokok perkaranya. Kedua, merupakan pernyatan
yang menolak dalil-dali penggugat secara keseluruhan, kecuali memang ada dalil yang diakui
olehnya.
Kemudian dalil-dalil  pada replik harus satu demi satu dibantah/ditolak atau mungkin
diakui oleh tergugat. Sedang bentuk petitumnya memakai model yang sama dengan replik
namun isinya tentunya harus bertentangan dengan apa yang dikemukakan pada replik tersebut.

H. Pembuktian
Atas gugatan Penggugat/permohonan Pemohon, Tergugat/Termohon mempunyai hak untuk
menjawab yang tertuang dalam Jawaban Tergugat/Termohon baik dalam bentuk lisan atau
tulisan. Atas jawaban tersebut, Penggugat/Pemohon mempunyai hak untuk menanggapinya
dalam Replik. Atas Replik tersebut, Tergugat/Termohon juga mempunyai hak untuk
menanggapinya dalam Duplik. Apabila masih dimungkinkan untuk ditanggapi kembali, maka
Penggugat/Pemohon dapat menuangkannya dalam Rereplik. Atas Rereplik tersebut,
Tergugat/Termohon dapat menanggapinya dalam Reduplik. Setelah ini, acara jawab-menjawab
dianggap selesai dan acara dilanjutkan ke tahap pembuktian. Jika setelah penyampaian Duplik
oleh Tergugat/Termohon, tidak ada tanggapan lagi dari Penggugat/Pemohon, maka acara jawab-
menjawab dianggap telah selesai dan pemeriksaan dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu
pembuktian.

Apabila acara jawab-menjawab antara penggugat dan tergugat sudah cukup, dimana duduk
perkara perdata yang diperiksa sudah jelas semuanya, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah
pembuktian.
Pada tahap pembuktian, maka penggugat mengajukan semua alat-alat bukti untuk mendukung
dalil-dalil gugat. Demikian pula penggugat juga mengajukan alat-alat bukti untuk mendukung
jawabannya (sanggahannya). Masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya.
Setelah proses jawab-menjawab (gugatan, jawaban, replik, duplik) sidang perkara perdata
dilanjutkan dengan pembuktian (apabila dianggap perlu dapat pula dilakukan pemeriksaan
setempat serta pemeriksaan ahli).

I. Kesimpulan

Pada tahap kesimpulan, maka masing-masing pihak (penggugat dan tegugat) mengajukan
pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.Setelah tahap pembuktian, majelis hakim kemudian
bermusyawarat untuk merumuskan putusan. Hakim tidak diizinkan menjatuhkan putusan atas
perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat (Pasal 178 HIR).

J. Putusan  Hakim

Pada tahap putusan, maka hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu
dan menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan hakim untuk mengakhiri sengketa.

Anda mungkin juga menyukai