Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH TENTANG TAHAP-TAHAP PEMERIKSAAN

PERKARA DI PERADILAN PERDATA


Disusun guna memenuhi tugas Hukum Acara Perdata

Disusun oleh:

Anisa Mega Oktavia

20170610057

FAKULTAS HUKUM

UNIVERISTAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020/2021
A.  PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam suatu perkara, apabila  penggugat  telah memasukkan gugatan dalam daftar pada


Kepaniteraan Pengadilan dan melunasi biaya perkara, maka ia tinggal menunggu
pemberitahuan hari sidang. Gugatan itu tidak akan didaftar apabila biaya perkara belum
dibayar (Pasal 121 ayat 4 HIR, 145 ayat 4 Rbg). Oleh sebab itu, setelah gugatan didaftarkan
dan dibagikan dengan surat penetapan penunjukan, maka akan dilakukan pemeriksaan di
persidangan. Untuk itu, penulis ingin membahas tentang tahap-tahap dalam persidangan,
pencabutan dan perubahan gugatan serta perdamaian.

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari pembahasan dibawah ini adalah:

a. Bagaimana tahap-tahap di persidangan?

b. Bagaimana perubahan dan pencabutan gugatan?

c. Bagaimana perdamaian dalam pemeriksaan persidangan?

3. Tujuan Penulisan

a. Untuk mengetahui tahap-tahap dalam persidangan.

b. Untuk mengetahui pencabutan dan perubahan gugatan.

c. Untuk mengetahui perdamaian dalam pemeriksaan persidangan.


B.  PEMBAHASAN

1.    Tahap-Tahap Pemeriksaan

Sebelum penulis menguraikan tahap-tahap pemeriksaan perkara, maka akan digambarkan


terlebih dahulu secara global tentang jalanya sesuatu perkara sejak ia terdaftar di
Kepaniteraan Pengadilan sampai ia diputus sebagai berikut (Rasyid, 2005: 133) :

Setelah perkara terdaftar di Kepaniteraan, Panitera melakukan penelitian terhadap


kelengkapan berkas perkara. (Ingat, penelitian terhadap bentuk dan isi surat gugatan atau
permohonan sudah dilakukan sebelum perkara didaftarkan dan ia merupakan prasyarat untuk
bolehnya perkara didaftarkan).

Pada sidang pertama, penggugat akan membacakan gugatannya, sehingga mulailah terjadinya
jawab-berjawab (replik-duplik) antara pihak-pihak. Pada sidang pertama, mungkin akan
terjadi beberapa hal penting seperti aksepsi, reconventie, intervensi dan sebagainya. Sebelum
tergugat menjawab, sesudah penggugat membacakan gugatanya, hakim wajib menganjurkan
damai (Rasyid, 2005: 134).

Selesai replik-duplik maka mulai memeriksa bukti-bukti. Selanjutnya penyusunan konklusi


(kesimpulan) masing-masing oleh pihak  dan akan diucapkan keputusan oleh majelis hakim
dalam sidang terbuka untuk umum.

Proses pemeriksaan perkara perdata di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam
hukum acara perdata, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap pemeriksaan tersebut ialah (Arto,
2011: 99) :

a.    Pembacaan gugatan

Setelah pembacaan gugatan, maka sebaiknya diajukan damai terlebih dahulu. Pengajuan surat
gugatan ddilakukan oleh penggugat melalui kuasa hukumnya, kecuali penggugat buta huruf
maka diwakili oleh kuasa Panitera sidang (Rasyid, 2005: 100).

Pada tahap pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah seluruh
materi sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam surat gugat itulah yang
menjadi objek pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang
termuat dalam surat gugatan (Arto, 2011: 85).

Pada tahap ini terdapat beberapa kemungkinan dari penggugat/pemohon, yaitu: mencabut
gugatan, mengubah gugatan, dan mempertahankan gugatan (jika penggugat tetap
mempertahankan gugatanya maka sidang dilanjutkan ketahap jawaban tergugat).

b.    Jawaban tergugat

Pada tahap jawaban ini, pihak tergugat diberi kesempatan untuk membela diri dan
mengajukan segala kepentinganya terhadap penggugat melalui hakim (Arto, 2011: 85).
Di dalam HIR tidak ada ketentuan yang mewajibkan tergugat untuk menjawab gugatan
penggugat. Pasal 121 ayat 2 HIR (pasal 145 ayat 2 Rbg) hanya menentukan bahwa tergugat
dapat menjawab baik secara tertulis maupun lisan. Jawaban tergugat dapat berupa pengakuan,
tetapi dapat juga berupa bantahan (verweer) (Mertokusumo, 2010: 165).

c.    Replik penggugat

Setelah tergugat menyampaikan jawabanya, kemudian si penggugat diberi kesempatan untuk


menanggapinya sesuai dengan pendapatnya. Dalam tahap ini mungkin penggugat tetap
mempertahankan gugatanya dan menambah keterangan yang dianggap perlu untuk
memperjelas dalil-dalilnya, atau mungkin juga penggugat merubah sikap dengan
membenarkan jawaban/bantahan tergugat (Arto, 2011: 108).

d.      Duplik Tergugat

Setelah penggugat menyampaikan repliknya, kemudian tergugat diberi kesempatan untuk


menanggapi pula. Dalam tahap ini mungkin tergugat bersikap seperti penggugat dalam
repliknya tersebut (Arto, 2011: 108).

Acara replik dan duplik (jawab-menjawab) ini dapat diulangi sampai ada titik temu antara
penggugat dan tergugat, dan/atau dianggap cukup oleh hakim.

Apabila acara jawab-menjawab ini dianggap telah cukup namun masih ada hal-hal yang tidak
disepakati oleh penggugat dan tergugat sehingga perlu dibuktikan kebenaranya, maka acara
dilanjutkan ke tahap pembuktian.

e.      Pembuktian

Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberikan kesempatan yang sama untuk
mengajukan bukti-bukti lainnya secara bergantian yang diatur oleh Hakim (Arto, 2011: 109).

f.          Kesimpulan/konklusi

Pada tahap ini, baik penggugat maupun tergugat diberikan kesempatan yang sama untuk
mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang
berlangsung (Arto, 2011: 109).

g.    Putusan hakim

Pada tahap ini hakim merumuskan duduknya perkara dan pertimbangan hukum (pendapat
hakim) mengenai perkara tersebut disertai alasan-alasanya dan dasar-dasar hukumnya, yang
diakhiri dengan putusan hakim mengenai perkara yang diperiksanya itu (Arto, 2011: 109).

Di dalam putusan hakim yang perlu diperhatikan adalah pertimbangan hukumnya, sehingga
siapapun dapat menilai apakah putusan yang dijatuhkan cukup mempunyai alasan yang
objektif atau tidak. Di samping itu, pertimbangan hakim adalah penting dalam pembuatan
memori banding dan memori kasasi (Soeroso, 2011: 134).

2.    Perubahan dan Pencabutan Gugatan


Perubahan dan atau penambahan gugatan diperkenankan, asal diajukan pada hari sidang
pertama di mana para pihak hadir, tetapi hal tersebut harus ditanyakan pada pihak lawan guna
pembelaan kepentingannya (Arto, 2011: 98).

Perubahan gugatan maksudnya adalah perubahan tentang tuntutanya (Rasyid, 2005: 120).
HIR dan R.Bg tidak mengatur tentang perubahan gugatan yang telah diajukan oleh
penggugat. Oleh karena itu, hakim leluasa untuk menentukan sampai sejauh mana perubahan
itu dapat dilakukan oleh pihak penggugat. Sebagai patokan ditentukan bahwa perubahan surat
gugat itu diperkenankan asalkan kepentingan kedua belah pihak harus tetap dijaga dan tidak
menimbulkan kerugian pada kedua belah pihak. Apabila surat gugat itu dirubah oleh pihak
penggugat. Disamping itu Mahkamah Agung Republik Indonesia dalam putusan kasasi No.
209 K/Sip/1970 tanggal 6 Maret 1971 mempertimbangkan bahwa perubahan gugatan tidak
bertentangan dengan asas-asas hukum acara perdata, asal tidak mengubah atau menyimpang
dari kejahatan materiil walaupun tidak ada tuntutan subsider (Manan, 2008: 44)

Pencabutan gugatan, baik penggugat sendirian atau bersama-sama, boleh saja dilakukan, asal
dengan cara tertentu. Kalau penggugat terdiri dari beberapa orang, ada yang mencabut dan
ada yang tidak maka pencabutan hanya berlaku bagi yang mencabut saja, sedangkan perkara
tetap jalan (Rasyid, 2005: 117).

Dalam KHI Pasal 50 ayat 5 menjelaskan pencabutan perjanjian perkawinan mengenai harta
tidak boleh merugikan perjanjian yang telah diperbuat sebelumnya dengan pihak ketiga (KHI,
2012: 15 ). 

3.    Perdamaian

Perdamaian adalah suatu perjanjian dengan mana kedua belah pihak, dengan menyerahkan,
menjanjikan atau menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung
ataupun mencegah timbulnya suatu perkara. Perjanjian ini tidaklah sah, melainkan jika dibuat
secara tertulis (Subekti dan Tjitrosudibio, 2004: 468-469).

Perdamaian menurut pasal 39 ayat 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 jo. Pasal 31 ayat 2
dan pasal 33 peraturan pemerintah No. 9 Tahun 1975 dapat dilakukan oleh Hakim pada setiap
sidang persidangan (Latif, 1983: 104).

Kalau pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, maka hakim harus
berusaha mendamaikan mereka (Pasal 130 HIR, 154 Rbg). Pada saat inilah hakim dapat
berperan aktif sebagaimana dikehendaki oleh HIR. Untuk keperluan perdamajan itu sidang
lalu diundur untuk memberi kesempatan mengadakan perdamaian. Apabila mereka berhasil
mengadakan perdamaian, maka hakim menyampaikan hasil perdamaian di persidangan
melalui surat perjanjian di bawah tangan yang di atas kertas bermaterai, untuk itu kedua belah
pihak harus memenuhi isi perdamaian yang telah dibuat (Mertokususmo, 2010: 154).
C.  PENUTUP

1. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini, yaitu:

a. Tahap-tahap dalam pemeriksaan perkara meliputi: pembacaan gugatan, jawaban tergugat,


replik penggugat, duplik tergugat, pembuktian, kesimpulan dan putusan hakim

b. Dalam perubahan gugatan tidak boleh lain dari gugatan pokok yang telah menjadi materi
dari sebab perkara antara kedua belah pihak. Dan gugatan dapat dicabut secara sepihak
apabila perkara belum diperiksa. Tetapi jika sudah diperiksa dan tergugat telah memberi
jawabanya, maka pencabutan perkara harus mendapat persetujuan dari tergugat (pasal 272,
271 R. V).

c. Dalam perdamaian itu hakim mengupayakan kedua belah pihak, yaitu antara penggugat
dan tergugat terlebih dahulu untuk berdamai agar dalam suatu perkara tidak terjadi
perselisihan, dan apabila setuju harus dibuatkan perjanjian secara tertulis yang akan
dibuatkan oleh hakim. 

2. Saran

Demikianlah makalah yang penulis buat, kritik dan saran mohon diberikan agar dapat
membuat karya ilmiah khususnya makalah dengan lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

Arto, Mukti. 2011.  Praktek Perkara Perdata Pada Peradilan Agama.  Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Latif, M. Djamil. 1983.  Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia.  Jakarta:
N.V. Bulan Bintang.

Manan, Abdul. 2008.  Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan


Agama.  Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Mertokusumo, Sudikno. 2010. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Universitas


Atmajaya.

Rasyid, Roihan A. 2005.  Hukum Acara Peradilan Agama.  Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.

Soeroso, R. 2011.  Praktik Hukum Acara Perdata Tata Cara dan Proses
Persidangan.  Jakarta: Sinar Grafika.

Subekti, R dan Tjitrosudibio. 2004.  Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.  Jakarta: PT.
Pradnya Paramita.

Tim Nuansa Aulia. 2011.  Kompilasi Hukum Islam.  Bandung: Nuansa Aulia.

Anda mungkin juga menyukai