LAILATUL QADAR
A. Pengertian Lailatul Qadar
Lailatul qadar terdiri dari dua kata, lail atau lailah dan qadar. Kata lailah
adalah malam, menurut ilmu nahwu kata al-lailah yaitu mulai terbenamnya
matahari sampai terbitnya fajar shadiq (malam hari).1 Sedangkan kata Al-Qadar
merupakan masdar dari lafadz qadartu aqdiru qadaron, yang dikehendaki dengan
qadar (ketentuan) adalah suatu yang ditentukan oleh Allah dari urusan-urusan.
Seperti dalam firman Allah yang berbunyi:
Kata al-Qadra adalah bentuk mufrod (makna satu), bila huruf tengah di
baca sukun (al-Qodra) merupakan bentuk masdar. Menurut Al-Wahidi al-Qadar
secara bahasa bermakna ketentuan, yakni menjadikan sesuatu menyamai dengan
yang lain tanpa adanya penambahan dan pengurangan.2 Adapun qadar menurut
Al-Qurtubi ialah nilai yang tinggi atau yang mempunyai kedudukan yang tinggi. 3
Lailatul qadar sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Aziz Muhammad As-
Salam adalah satu keutamaan pada bulan Ramadhan. Secara etimologis (harfiyah),
Lailatul qadar terdiri dari dua kata, yakni lail atau lailah yang berarti malam hari
dan qadar yang bermakna ukuran atau ketetapan. Secara terminologis (maknawi),
Lailatul qadar bermakna malam yang agung atau malam yang mulia. Ada juga
yang mengatakan bahwa Lailatul qadar adalah malam penetapan Allah bagi
perjalanan hidup manusia. Diturunkannya Al-Qur‟an sebagai penetapan jalan
hidup manusia yang harus dilalui, dengan berpaduan pada Al-Qur‟an.4
1
M. Sholihuddin Shofwan, Pengantar Memahami Al-Jurmiyyah, (Jombang: Darul
Hikmah, 2007), hlm. 142.
2
Fakhrur Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, (Lebanon: Darul Fikr, 2005), Juz 11, hlm. 27.
3
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami Lil ahkamil Qur’an, (Lebanon: Darul Kutubil Alamiyyah,
1993), Juz 20, hlm. 89.
4
Abdul Aziz Muhammad As-Salam, Menuai Hikmah Ramadhan dan Keistimewaan
Lailatul Qadar, terj. Abdul Rasyid Fauzi, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), hlm. 235.
14
15
2. Karena pada malam itu Allah menentukan takdir untuk satu tahun. Pada
malam itu, Allah menggariskan apa-apa yang akan terjadi dalam satu tahun
ke depan.
3. Karena pada malam itu, ibadah memiliki qadar (takaran) yang sangat tinggi.6
Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
ٍ ِ َمضِٜ ْث ِِ أَثَٚٞ َْحٝ َِْ عِٜ أَثَِْٜة َح َّذصََْب ٍُ َعب ُر ث ُِْ ِٕ َش ٍبً َح َّذص
شٞ ٍ ْ ُش ث ُِْ َحشْٞ َٕ ُصَِْٜٗ َح َّذص
َّ َّٚصي
َُّللا َ َشحَ َح َّذصَُٖ ٌْ أَ َُّ َسعْٝ قَب َه َح َّذصََْب أَثُ٘ َعيَ ََخَ ث ُِْ َع ْج ِذ اىشَّحْ ََ ِِ أَ َُّ أَثَب ُٕ َش
ِ َّ ُ٘ه
َ َّللا
5
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an,
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), Juz 4. Cet 1, hlm. 191.
6
Abu Ibrahim Al-Maqdisi, Misteri Lailatul Qadar, op.cit., hlm. 13.
16
ًَ ََبًّب َٗاحْ زِ َغبثًب ُغفِ َش ىَُٔ ٍَب رَقَ َّذ ًَ ٍِ ِْ َر ّْجِ ِٔ َٗ ٍَ ِْ قَبِٝضبَُ إ َ ٍَ صب ًَ َس َ ِْ ٍَ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ قَب َهْٞ ََعي
ِٔ ََبًّب َٗاحْ زِ َغبثًب ُغفِ َش ىَُٔ ٍَب رَقَ َّذ ًَ ٍِ ِْ َر ّْجِٝيَخَ ْاىقَ ْذ ِس إْٞ َى
Artinya: dan diceritakan kepadaku Zuhair bin Harb, diceritakan kepada kita
Mu‟adz bin Hisyam,bapakku menceritakan kepadaku, dari Yahya bin Abi Katsir,
berkata: diceritakan kepada kita Abu Salamah bin Abdur Rahman, sesungguhnya
Abu Hurairah menceritakan kepada mereka: sesungguhnya Rasulullah SAW
berkata: “Barang siapa berdiri (untuk ibadah) pada bulan Ramadhan, dengan iman
dan mengharap (pahala dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu. Barang siapa berdiri (untuk ibadah) pada malam lailatul qadar, dengan iman
dan mengharap (pahala dari Allah), niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu.”7
7
Imam Muslim, Shahih Muslim Bab At-targhib Fi Qiyami Ramadhan, (Lebanon: Darul
Hadis, 1994), Juz 4, hlm. 146.
17
lailatul qadar karena pada malam lailatul qadar Allah menentukan rahmat
terhadap orang-orang mukmin. Dan Al-Kholil berkata: “dinamakan lailatul qadar
karena bumi pada malam lailatul qadar menjadi sempit sebab kehadiran para
malaikat. Seperti dalam firman Allah:8
8
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami Li ahkamil Qur’an, op.cit., hlm. 89.
9
Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd, 1990), Juz 10. Cet. 1,
hlm. 8068.
18
mengurus keadaan para makhluk apa yang Allah tetapkan untuk tahun itu, yaitu
dari lailatul qadar sampai ke lailatul qadar yang akan datang.10
10
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Puasa, (Semarang: Rizki Putra, 2002), hlm. 207.
11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, op.cit.,
hlm. 421.
19
qadar kepada umat Nabi Muhammad yaitu lailatul qadar lebih baik dari seribu
bulan umur umat yang lain.12
Sebuah riwayat yang dikeluarkan dari at-Tirmidzi dan al-Hakim dan Ibnu
Jarir dari Hasan bin Ali sesungguhnya malam lailatul qadar itu lebih baik dari
pada seribu bulan, dan diturunkannya surat ini sebab masa pemerintahan bani
Umayyah selama 1000 bulan, akan tetapi hadis ini hasan ghorib dan munkar
jiddaan. Adapun sebuah riwayat yang dikeluarkan dari Ibnu Abi Hatim dan Al-
Wahidi dari mujahid: sesungguhnya Rasulullah SAW menyebutkan seorang laki-
laki dari bani Israil membawa pedangnya untuk berjihad di jalan Allah selama
1000 bulan, maka orang-orang muslim merasa kagum dengan laki-laki dari bani
Israil itu, maka Allah menurunkan surat al-Qadar ayat 1-3. Sementara itu, sebuah
riwayat yang dikeluarkan dari Ibnu Jarir dari Mujahid, ia berkata: ada laki-laki
dari bani Israil yang pada malam harinya beribadah kepada Allah hingga pagi,
kemudian siang harinya ia berjihad melawan musuh sampai sore, hal yang seperti
itu ia lakukan selama 1000 bulan, maka Allah menurunkan lailatul qadar lebih
baik dari pada seribu bulan yakni amal yang dilakukan laki-laki tersebut.13
Sementara itu hal yang sama terdapat dalam Tafsir Al-Thabari, yakni:
“diceritakan kepada Ibnu Humaid, ia berkata, diceritakan kepada kita Hakkam bin
Salim dari Mutsanna bin As-Shabbah dari Mujahid, ia berkata: ada laki-laki dari
bani Israil yang pada malam harinya ia beribadah sampai pagi, kemudian siang
harinya ia berjihad melawan musuh hingga sore, maka hal yang seperti itu ia
lakukan selama 1000 bulan. Maka Allah menurunkan ayat: “malam lailatul qadar
lebih baik dari pada seribu bulan” beribadah pada malam tersebut lebih baik dari
pada amal yang dilakukan laki-laki tersebut.14
Adapun Asbabun Nuzul mengenai surat al-Qadr yang berisi tentang
lailatul qadar sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Aziz Muhammad As-Salam
adalah sebagaimana yang tertera dalam riwayat Ibn Abbas bahwa Jibril a.s.
menuturkan kepada Rasulullah saw. Seorang pejuang tangguh bernama Syam‟un.
12
Fakhrur Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, op.cit., hlm. 29.
13
Wahbah Zuhaily, Tafsir Al-Munir, (Damaskus: Darul fikr, 2007), hlm. 723-724.
14
At-Thabari, Tafsir Jamiul Bayan An Ta’wilil Qur’an, (Mesir, Darus Salam, 2009), Juz
10, hlm. 8721.
20
Ia pernah memerangi orang-orang kafir selama 1000 bulan. Dengan sekali tebasan
senjatanya, ia mampu membunuh banyak orang kafir. Begitulah yang ia lakukan
sampai usianya menginjak 1000 bulan. Dengan bantuan pengkhianatan istrinya,
orang-orang kafir dapat memperdayanya dan hendak membunuhnya. Akan tetapi,
Allah menyelamatkannya. Sebagai rasa syukur, ia beribadah kepada Allah. Malam
harinya ia gunakan untuk shalat, sedangkan siang harinya puasa.
Mendengar cerita itu, para sahabat menangis merindukan dapat melakukan
hal yang sama. Mereka bertanya, “wahai Rasulullah! Tahukah engkau berapa
banyak pahala Syam‟un?” beliau menjawab, “tidak tahu,” setelah itu, turunlah
surat al-Qadr. Jibril lalu berkata, wahai Muhammad, Allah telah memberimu dan
umatmu lailatul qadar. Beribadahlah pada malam itu lebih baik daripada ibadah
selama 1000 bulan.”15
Dalam riwayat lain, seperti yang terdapat pada kitab Muwattha‟ yakni:
َّ َقُ٘ ُه إِ َُّ َسعُ٘ َهٝ ٌِ ق ثِ ِٔ ٍِ ِْ أَ ْٕ ِو ْاى ِع ْي
َِّللا ُ َِضٝ ِْ ٍَ َبد ع َِْ ٍَبىِل أََُّّٔ َع َِ َعٝ ِصَِْٜٗ َح َّذص
ص َشَ ل فَ َنأََُّّٔ رَقَب َّ بط قَ ْجئَُ أَْٗ ٍَب َشب َء
َ َِّللاُ ٍِ ِْ َرى ِ َّْ أَ ْع ََب َس اىٛ َ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ أ ُ ِسْٞ ََّللاُ َعي
َّ َّٚصي َ
ِ ُ طِٜ ُشُٕ ٌْ فْٞ ثَيَ َغ َغَٛ ْجيُ ُغ٘ا ٍِ ِْ ْاى َع ََ ِو ٍِ ْض َو اىَّ ِزٝ أَ ْع ََب َس أ ُ ٍَّزِ ِٔ أَ ُْ ََل
ُ ٓ٘ه ْاى ُع َْ ِش فَأ َ ْعطَب
ِ ٌش ٍِ ِْ أَ ْىْٞ يَخَ ْاىقَ ْذ ِس َخْٞ ََّللاُ ى
ف َشٖ ٍْش َّ
Artinya: “dan diceritakan kepadaku ziyad dari malik sesungguhnya aku
mendengar dari ahli ilmu, sesungguhnya Rasulullah diberitahu rata-rata umat
manusia sebelumnya atau sesuatu yang dikehendaki Allah dalam hal itu, maka
seolah-olah usia umatnya sangat pendek jika dibanding dengan usia umat-umat
terdahulu, sehingga mereka tidak akan dapat menyamai amalan yang dicapai oleh
umat selain mereka yang memiliki usia lebih panjang. Maka Allah memberikan
kepada beliau dan umatnya lailatul qadar, satu malam yang lebih baik daripada
seribu bulan.16
15
Abdul Aziz Muhammad As-Salam, Menuai Hikmah Ramadhan dan Keistimewaan
Lailatul Qadar, op.cit., hlm. 240.
16
Imam Malik, Al-Muwaththa’ Kitab Al-Iktikaf, bab Ma Ja’a Fi Lailah Al-Qadar,
(Lebanon: Darul Fikr,2011), juz 2, hlm. 16.
21
ibadah pemuda Bani Israil yang usianya relatif panjang. Oleh karena itu, Allah
menurunkan surat al-Qadr dan memberikan lailatul qadar, yang nilainya lebih
baik daripada seribu bulan yang digunakan oleh laki-laki Bani Israil untuk
berjihad dijalan Allah.
Adapun penulis mengatakan keterangan mengenai diturunkannya lailatul
qadar itu sama dengan masa pemerintahan bani Umayyah yang berkuasa hingga
1000 bulan tidak kurang dan tidak lebih itu adalah munkar. Karena 1000 bulan
adalah 83 tahun lebih 4 bulan, sedangkan bani Umayyah memerintah itu lebih dari
pada 1000 bulan. Dan lailatul qadar mengandung kebaikan urusan agama, tidak
mungkin disamakan dengan kebaikkan dunia, yakni masa keagungan bani
Umayyah saat memerintah.
17
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, op.cit.,
Juz 15. Cet. 1, hlm. 442.
22
Artinya: “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan , bulan yang
di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur‟an sebagai petunjuk bagi manusia
dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta pembeda (antara haq dan
yang batil). (Q.S. Al-Baqarah/ 2: 185).18
18
Ibid, Juz 1. Cet 1, hlm. 403.
19
Ibid, Juz 13. Cet 1, hlm. 4.
20
Wahbah Zuhaily, Tafsir Al-Munir, op.cit., hlm. 721.
21
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami Lil ahkamil Qur’an, op.cit., hlm. 88.
22
Ibid, hlm. 88.
23
23
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, op.cit.,
Juz 7. Cet. 1, hlm. 564.
24
Ibnu Arabi, Tafsir Ahkamul Qur’an, (Lebanon: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1996), hlm.
427.
25
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami Lil ahkamil Qur’an, op.cit., hlm. 88.
26
Al-Alusi, Tafsir Ruhul Ma’ani, (Lebanon, Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2005), hlm. 412.
24
Artinya: “Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang Kami turunkan
kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan, Yaitu di hari bertemunya dua
pasukan.” (Q.S. Al-Anfal/ 8: 41)
27
Wahbah Zuhaily, Tafsir Al-Munir, op.cit., hlm. 721.
28
Abdul Aziz Muhammad As-Salam, Menuai Hikmah Ramadhan dan Keistimewaan
Lailatul Qadar, op.cit., hlm. 246.
29
Imam Muslim, Shahih Muslim, op.cit., hlm. 150.
25
رَشْ رَفِ َعَّْٚذ َحز ْ َيَ ِخ ْاىقَ ْذ ِس رْٞ َ َحخَ ىْٞ ِصج
ٌ طيُ ُع اى َّش َْظُ َلَ ُش َعب َع ىََٖب َمأَََّّٖب طغ َ
“Pagi hari malam lailatul qadar matahari terbit tanpa cahaya yang menyinari,
ia bagaikan bejana hingga naik.31
Para ulama berselisih pendapat tentang tanda-tanda datangnya lailatul
qadar. Apakah tanda-tanda itu dapat dilihat oleh mereka yang mendapatkannya
atau tidak? Tanda-tanda itu antara lain:
1. Orang yang mendapati malam al-Qadar melihat bahwa segala sesuatu yang
ada di bumi dan langit bersujud kehadirat Allah.
2. Orang yang mendapati malam al-Qadar melihat bahwa alam terang
benderang, walaupun di tempat-tempat yang gelap sekalipun.
3. Orang yang mendapati malam al-Qadar, mendengar salam malaikat dan tutur
katanya.
4. Orang yang mendapati malam al-Qadar, dikabulkan segala do‟anya.32
Menurut penulis bahwa yang disebutkan di atas tentang tanda-tanda
lailatul qadar itu adalah tidak lazim. Tidak diisyaratkan untuk tanda hasilnya, atau
telah mendapatinya, melihat tanda-tanda tersebut, atau mendengarnya.
Menurut Al-Qurthubi tanda-tanda lailatul qadar adalah sesungguhnya
matahari terbit di pagi harinya putih bersih, tidak panas dan tidak dingin. Hasan
berkata: Nabi pernah bersabda tentang lailatul qadar, sesungguhnya di antara
tanda-tanda lailatul qadar adalah sesungguhnya malam itu sedang lagi terang,
tidak panas dan tidak dingin. Dan matahari pada pagi harinya terbit tidak panas
30
Abu Malik Kamal, Ensiklopedi Puasa & Zakat, terj. Abu Syafiq dkk, (solo: Roemah
Buku Sidowayah, 2010), hlm. 125.
31
Imam Muslim, Shahih Muslim, op.cit., hlm. 152.
32
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Puasa, op.cit., hlm. 226.
26
dan dingin. Ubaid bin Umair berkata: pada malam 27 aku berada dilautan, aku
dapatkan airnya rasanya tawar dan lembut.33
Menurut Wahbah Zuhaily tanda-tanda lailatul qadar adalah sesungguhnya
matahari terbit di pagi harinya putih bersih, tidak panas dan tidak dingin.
Diriwayatkan dari Abu Daud At-Tayalisy dari Ibnu Abbas, sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: di malam lailatul qadar, yaitu malam yang sedang lagi
terang, tidak panas dan tidak dingin. Pagi harinya matahari bersinar lemah
kemerah-merahan. Jabir bin Abdullah berkata: sesungguhnya aku telah melihat
malam lailatul qadar, lalu aku dijadikan lupa kepadanya, malam lailatul qadar itu
ada pada sepuluh terakhir (bulan Ramadhan). Pertandanya ialah cerah dan terang,
suhunya tidak panas dan tidak dingin, seakan-akan malam itu terdapat rembulan,
setan tidak dapat keluar di malam itu hingga pagi harinya.34
Tanda malam al-Qadar yang diterangkan dalam hadis ialah terbit matahari
pada pagi hari dengan bentuk yang putih bersih, bagai bulan purnama, tidak
mempunyai sinar yang keras, hanya lembut. Siangnya tidak dirasa panas padahal
matahari sangat cerah, terang benderang. Dikatakan juga sebagai tanda bahwa
malam al-Qadar itu telah datang, udaranya sangat nyaman, tidak panas dan tidak
dingin.35
Menurut Syaikh Abdul Khaliq As-Syarif sebagaimana yang dikutip oleh
Abu Ibrahim Al-Maqdisi mengatakan: tanda-tanda lailatul qadar akan ditunjukkan
dengan terbitnya matahari yang cerah pada pagi harinya, dengan cuaca yang
sejuk. Syeikh Muhammad Al-Munajjid mengatakan, matahari yang terbit tidak
menyilaukan. Yusuf Al-Qardhawi menambahkan, terdapat juga berbagai tanda,
seperti cahayanya merah kelemah-lemahan dan pada malam itu hujan, angin
sepoi-sepoi, tiada bau dan tiada sejuk.36
Yusuf Al-Qardhawi berkata, semua tanda ini tidak memberi kepastian
mengenainya. Tidak mungkin berulang-ulang, karena malam al-Qadar selalu
berbeda-beda cuacanya di berbagai negara, berbeda pula waktunya. Ia mungkin
33
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami Lil ahkamil Qur’an, op.cit., hlm. 92.
34
Wahbah Zuhaily, Tafsir Al-Munir, op.cit., hlm. 728.
35
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Puasa, op.cit., hlm. 226.
36
Abu Ibrahim Al-Maqdisi, Misteri Lailatul Qadar, op.cit., hlm. 27.
27
dijumpai di sebuah negara Islam yang tiada putus hujannya, dan kemungkinan di
negara lain yang keluarganya sedang shalat istisqa, yang sedang dilanda kemarau,
dan negara-negara berbeda dari segi kepanasan dan kesejukannya, naik matahari
dan turunnya, kuat atau lemah pancarannya, maka mustahil untuk mendapat titik
pertemuan ini. Kajian ulama mengatakan, “Boleh diambil malam-malam tertentu
lailatul qadar dari sebagian manusia. Ia hanya terlihat pada seseorang saja yang
melihatnya. Atau menerima mimpi dalam tidur, atau berlaku (karamah) keajaiban
yang luar biasa. Atau terjadi pada seluruh umat Islam agar ia menerima pahala
kepada siapa saja yang berpeluang melakukannya. Mayoritas ulama mengambil
pandangan yang awal tadi.37
Sementara itu Ibnu Munir mengatakan: “Lailatul Qadar” tidak selamanya
harus diiringi keajaiban atau kejadian aneh, karena Allah SWT Maha mulia dan
memberikan segala sesuatu sesuai dengan kehendak-Nya. Sehingga ada yang
mendapatkan lailatul qadar hanya dengan beribadah tanpa melihat adanya
keanehan, dan ada sebagian lain yang melihat keanehan tanpa disertai ibadah,
maka ibadah tanpa disertai keanehan, kedudukannya akan jauh lebih utama di sisi
Allah.38
37
Abdul Aziz Muhammad As-Salam, Menuai Hikmah Ramadhan dan Keistimewaan
Lailatul Qadar, op.cit., hlm. 262.
38
Gus Arifin, Puasa Ramadhan bagi Orang Sibuk, (Jakarta: Elex Media Komputindo,
2009), hlm. 94.
28
39
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami Lil ahkamil Qur’an, op.cit., hlm. 92.
40
Fakhrur Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, op.cit., hlm. 28.
41
Hamka, Tafsir Al-Azhar, op.cit., hlm. 8071.
29
permulaan puluhan yang akhir ialah malam 21. Dan malam al-Qadar adakalanya
21, 23, 25, 27, 29.42
Adapun perbedaan pendapat mengenai penetapan waktu malam lailatul
qadar antara lain:
Lailatul qadar jatuh pada permulaan Ramadhan yaitu berdasarkan yang
diriwayatkan oleh Wahab, sesungguhnya suhuf Nabi Ibrahim diturunkan pada
malam yang pertama dari Ramadhan. Dan Taurat pada malam ke 6 dari
Ramadhan, setelah suhuf Nabi Ibrahim dengan selisih jarak 700 tahun. Dan Zabur
diturunkan kepada Nabi Daud pada 12 malam yang tidak ada pada bulan
Ramadhan, setelah Taurat dengan selisih 500 tahun. Diturunkan Injil kepada Isa
pada 18 malam yang tidak ada pada Ramadhan, setelah Zabur dengan selisih 620
tahun. Al-Qur‟an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW ditiap-tiap lailatul
qadar dari tahun ke tahun. Jibril Alaihis salam menurunkan Al-Qur‟an dari baitul
izzah dari langit tujuh ke langit dunia, maka Allah menurunkan Al-Qur‟an dalam
20 bulan 20 tahun. Maka saat itu adalah bulan yang penuh kebaikkan dan agung.
Tentunya bulan ini adalah bulan yang paling mulia dan mempunyai pangkat dan
derajat. Maka malam yang pertama dari bulan ini adalah lailatul qadar.43
Lailatul qadar jatuh pada malam ke 17 Ramadhan seperti yang dikatakan
oleh Al-Hasan, Ibnu Ishaq dan Abdullah bin Zubair bahwa malam itu pagi harinya
terjadi perang badar.44 Hal serupa juga dikatakan oleh Hasan Al-Basri bahwa
malam itu pagi harinya terjadi perang badar.45
Demikian juga riwayat dari as-Sayuthi, dan dikuatkan oleh Syaikh
Khudhari. Bahwa lailatul qadar jatuh pada 17 Ramadhan. Mereka berpegang pada
istimbath daripada surat Al-Anfal/ 8: 41:
42
M. Hasbi ash-Shiddieqy, Pedoman Puasa, op.cit., hlm. 214.
43
Fakhrur Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, op.cit., hlm. 28-29.
44
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami Lil ahkamil Qur’an, op.cit,. hlm. 92.
45
Fakhrur Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, op.cit., hlm. 29.
30
Artinya: “jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan
kepada hamba kami pada pemisahan, hari bertemu dua golongan.” (Q.S. Al-
Anfal/8: 41)
ُِْ َح َّذصََْب ٍُ َح ََّ ُذ ث ُِْ َج ْعفَ ٍش َح َّذصََْب ُش ْعجَخُ ع َِْ ُع ْقجَخَ َُٕٗ َ٘ اثََّْٚٗ َح َّذصََْب ٍُ َح ََّ ُذ ث ُِْ ْاى َُض
َّ َّٚصي
ِٔ ْٞ ََّللاُ َعي ِ َّ قَب َه َسعُ٘ ُه:َُقُْ٘ هٝ َّللاُ َع ُْْٖ ََب
َ َّللا َّ َٜ ض ِ ْذ ا ْثَِ ُع ََ َش َس ُ به َع َِع َ َش قٍ ْٝ ُح َش
ضعُفَ أَ َح ُذ ُم ٌْ أَْٗ َع َج َض فَ ََل
َ ُْ ِ يَخَ ْاىقَ ْذ ِسفَإْٞ َ ىَِْٜ ْعٝ ْاى َع ْش ِش ْاْلَ َٗا ِخ ِشَِٜٗ َعيَّ ٌَ ْاىزَ َِغَُٕ٘ب ف
ِٜ اى َّغج ِْع ْاىجَ َ٘اقَُٚ ْغيَجَ َِّ َعيٝ
Artinya: dan diceritakan kepada kita Muhammad bin al-Mutsanna, diceritakan
kepada kita Muhammad bin Ja‟far, diceritakan kepada kita Syu‟bah, dari Uqbah
yaitu Ibnu Huraist, dia berkata: saya mendengar dari Ibnu Umar, semoga Allah
meridhai Ibnu Huraist dan Ibnu Umar, di berkata: “Rasulullah SAW bersabda:
“carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir. Jika salah seorang kalian
lemah atau tidak mampu, maka hendaklah ia tidak terkalahkan atas tujuh malam
yang tersisa.”47
Lailatul qadar jatuh pada malam-malam ganjil, pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan. Diriwayatkan oleh Aisyah dari sabda Rasulullah SAW:
َ ِٔ ع َِْ عَبئِ َشخِٞ ٍو ع َِْ أَثْٞ َٖ ُو ث ُِْ َج ْعفَ ٍش َح َّذصََْب أَثُ٘ ُعٞ ٍذ َح َّذصََْب إِ ْع ََب ِعٞجَخُ ث ُِْ َع ِعْٞ ََح َّذصََْب قُز
ْاى ِ٘ ْر ِشِٜيَخَ ْاىقَ ْذ ِس فْٞ َ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ قَب َه رَ َح َّشْٗ ا ىْٞ ََّللاُ َعي
َّ َّٚصي َّ َّللاُ َع َْْٖب أَ َُّ َسعُ٘ َه
َ َِّللا َّ َٜ ض ِ َس
َ ٍَ ٍِ ِْ ْاى َع ْش ِش ْاْلَ َٗا ِخ ِش ٍِ ِْ َس
َُضب
46
Hamka, Tafsir Al-Azhar, op.cit., hlm. 8070.
47
Imam Muslim, Shahih Muslim Bab Fadhli Lailat al-Qadr, op.cit., hlm. 314.
31
Artinya: diceritakan kepada kita Qutaibah bin Sa‟id, diceritakan kepada kita
Ismail bin Ja‟far, diceritakan kepada kita Abu Suhail dari bapaknya, dari Aisyah
Radhiallahu Anha, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: “Carilah lailatul
qadar pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.”48
Lailatul qadar terjadi pada malam ke 21. Diriwayatkan oleh Malik dalam
Al-Muwaththa‟ dari Abu Said Al-Khudri dari sabda Nabi SAW:
ف ُ َ ْعزَ ِنٝ ٌّ ِٔ َٗعيٞ َّّللا عيٚ َمبَُ سع٘ ُه َّّللاِ صي:ْ أََُّّ قبهٛ ٍذ اى ُخ ْذسٞ ععْٜ ع َِْ اَ ِث
َٜ ِٕ َٗ َِْٝ َٗ ِع ْش ِشَٙيخُ اِحْ ذَٞ اِ َرا َمبُ ىَّٚضبَُ فَ ْعزَ َنفَ عَب ًٍب َحز َ ٍَ ْاى َع ْش َشاى ُ٘عظَ ٍِ ِْ َس
ف ِ َ ْعزَ ِنٞ فَ ْيْٜ ٍَ ِْ َمبَُ اِ ْعزِ َنفَ ٍَ ِع:ص ْج ِحَٖب ٍِ ِِ ا ْعزِ َنبفِ ِٔ قبه
ُ ِْ ٍِ َٖبْٞ َِ ْخ ُش ُط فٝ ْٜ ِيخُ اىَّزَّٞاىي
ٍَب ٍءْٜ ِصج ِْحَٖب فُ ِْ ٍِ ْذ اَ ْع ُج ُذ ُ َْٝاى َع ْش َش ْاَلَ َٗا ِخ ِش َٗقَ ْذ َسا
ُ َٝيَخَ صُ ٌَّ ا ُ ّْ ِغزَُٖب َٗقَ ْذ َساْٞ َْذ َٕ ِز ِٓ اىّي
ِ فَب ُ ٍْ ِط َش: ٍذٞ قبه اث٘ عع. ُم ِو ِٗ ْر ٍشْٜ ِ ْاى َع ْش ِش ْاَلَ َٗا ِخ ِش ْاىزَ َِغُْ٘ َٕب فِٜ ٍِ فَ ْبىزَ َِغُْ٘ ا فْٞ َٗ ِط
د
ٛ َ ش فَ َ٘ َمفَ ْاى ََ ْغ ِج ُذ فَب َ ْث
ْ ص َش
َ َْبْٞ د َع ٍ ْٝ عَشَٚيَ ِخ َٗ َمبَُ ْاى ََ ْغ ِج ُذ َعيْٞ َّل اىي
َ اى َّغ ََب ُء رِ ْي
ِْ ٍِ ِِ ٞ جج َٖزِ ِٔ َٗا ّْفِ ِٔ اَ ْص ُش اىَب ِء َٗاىطٚص َش فَ َٗعي َ ّْ ِٔ ٗعيٌّ اَّٞللا عي ّ َّٚللا صي ِ ّ سع٘ه
. َِٝ ٗع ْششٙيَ ِخ اِحذْٞ َْح ى
ٍ صج
ُ
Artinya: dari Abu Sa‟id Al-Khudri, sesungguhnya dia berkata: “Rasulullah SAW
beri‟tikaf pada puluhan yang kedua dari bulan Ramadhan. Pada suatu tahun
setelah beliau sampai pada malam 21 yang seharusnya beliau keluar dari i‟tikaf
pada pagi harinya, beliau berkata: “barangsiapa turut beri‟tikaf bersamaku,
hendaklah beri‟tikaf pada puluhan yang terakhir. Sungguh telah diperlihatkan
kepadaku malam al-Qadar. Kemudian aku dijadikan lupa. Aku bersujud pada
paginya di air dan tanah. Karena itu carilah dia di puluhan yang akhir, carilah dia
di tiap-tiap malam yang ganjil. Berkata Abu Sa‟id: maka turunlah hujan pada
malam itu, sedangkan masjid diatapi dengan daun kurma dan meneteslah air ke
lantai. Kedua mataku melihat Rasulullah kembali dari masjid, sedangkan pada
dahinya nampak bekas air dan tanah, yaitu pada malam 21.”49
48
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Lebanon: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2009), hadis no
7017, hlm. 497.
49
Imam Malik, Al-Muwaththa’, op.cit., hadis no 701, hlm. 160.
32
ٍذْٞش ْث ِِ َع ِع َّ ِذْٞ ُع ََ َش ْث ِِ ُع َجَٚ اىَّْضْ ِش ٍَْ٘ ىِٜك ْث ِِ ُع ْض ََبَُ ع َِْ أَث
ِ َّللاِ ع َِْ ثُغ ِ ضحَّبَّ ع َِْ اى
ُ به أ ُ ِس
ٌَّ ُيَخَ ْاىقَ ْذ ِس صْٞ َذ ىٝ َ َ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ قْٞ ََّللاُ َعي
َّ َّٚصي َ ظ أَ َُّ َسع
ِ َّ ُ٘ه
َ َّللا ٍ ْٞ ََُّّللا ْث ِِ أ
ِ َّ ع َِْ َع ْج ِذ
َِٝس َٗ ِع ْش ِش ٍ يَخَ صَ ََلْٞ َ ٍِ قَب َه فَ َُ ِطشْ َّب ىٞ ٍَب ٍء َٗ ِطِٜص ْج َحَٖب أَ ْع ُج ُذ ف ُ ِّٜزَُٖب َٗأَ َساٞأ ُ ّْ ِغ
َٚ ِِ َعيٞط ِّ ص َشفَ َٗإِ َُّ أَصَ َش ْاى ََب ِء َٗاى َ ّْ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ فَبْٞ ََّللاُ َعي
َّ َّٚصي َّ ثَِْب َسعُ٘ ُهَّٚصي
َ َِّللا َ َف
َِٝس َٗ ِع ْش ِش ٍ َقُ٘ ُه صَ ََلٝ ظ ٍ ْٞ ََُّّللاِ ث ُِْ أ
َّ َج ْجَٖزِ ِٔ َٗأَ ّْفِ ِٔ قَب َه َٗ َمبَُ َع ْج ُذ
Artinya: dan diceritakan kepada kita Sa‟id bin Umar bin Sahl bin Ishaq bin
Muhammad bin al-Ashatsi bin Qaisin al-Kindi dan Ali bin Khasramin berkata,
diceritakan kepada kami Abu Dhamrah, diceritakan kepadaku Ad-Dakhak bin
Usman dan berkata Ibnu Khasramin dari Ad-Dakhak bin Usman dari Abi an-
Nadri maula Umar bin Ubaidillah dari Busri bin Sa‟id dari Abdullah bin Unais,
sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: saya pernah diperlihatkan lailatul qadar,
kemudian saya dijadikan tidak ingat dengan lailatul qadar itu, lalu saya
diperlihatkan esok harinya saya bersujud (sholat) di tanah lumpur yang berair.
Abdullah bin Unais berkata: kemudian pada malam 23 hujan turun, Rasulullah
sholat (menjadi imam) bagi kami, maka setelah beliau selesai sholat, bekas air dan
tanah ada di kening dan hidung beliau. Abdullah bin Unais berkata: malam
tersebut adalah malam ke-23.50
Lailatul qadar pada malam 24. Berdasarkan riwayat Ibnu Abbas dari sabda
Rasulullah SAW:
50
Imam Muslim, Shahih Muslim, op.cit., hadis ke 218, hlm. 318.
51
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, op.cit., hadis ke 2022, hlm. 498.
33
Lailatul qadar pada malam ke 29, 27 dan 25. Diriwayatkan oleh Abu Sa‟id
Al-Khudri dari Sabda Rasulullah SAW:
َِْ ٌذ عٞ َح َّذصََْب َع ِعَٚ َٗأَثُ٘ ثَ ْن ِش ث ُِْ َخ ََّل ٍد قَ َبَل َح َّذصََْب َع ْج ُذ ْاْلَ ْعيَََّْٚح َّذصََْب ٍُ َح ََّ ُذ ث ُِْ ْاى َُض
َّ َّٚصي
َُّللا َّ َّللاُ َع ُْْٔ قَب َه ا ْعزَ َنفَ َسعُ٘ ُه
َ َِّللا َّ َٜ ض ِ َسٛ ِّ ٍذ ْاى ُخ ْذ ِسٞ َع ِعِٜ َّضْ َشحَ ع َِْ أَثِٜأَث
يَخَ ْاىقَ ْذ ِس قَ ْج َو أَ ُْ رُجَبَُ ىَُٔ فَيَ ََّبْٞ ََ ْيزَ َِظُ ىٝ َُضب َ ٍَ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ ْاى َع ْش َش ْاْلَْٗ َعظَ ٍِ ِْ َسْٞ ََعي
َذٞ ْاى َع ْش ِش ْاْلَ َٗا ِخ ِش فَأ َ ٍَ َش ثِ ْبىجَِْب ِء فَأ ُ ِعِٜذ ىَُٔ أَََّّٖب ف ْ َِْٞض صُ ٌَّ أُث
َ ِّ٘ َُِ أَ ٍَ َش ثِ ْبىجَِْب ِء فَقْٞ ض
َ َا ّْق
ِِّّٜيَخُ ْاىقَ ْذ ِس َٗإْٞ َ ىِٜذ ى ْ َِْٞذ أُث ْ ََُّّٖب اىَّْبطُ إََِّّٖب َمبََٝب أٝ بط فَقَب َه ِ َّْ اىَٚصُ ٌَّ َخ َش َط َعي
ِٜزَُٖب فَ ْبىزَ َِغَُٕ٘ب فِّٞبُ فَُْغ ُ َطْٞ َحْ زَقَّب ُِ ٍَ َعُٖ ََب اى َّشٝ ُِ ذ ِْلُ ْخجِ َش ُم ٌْ ثَِٖب فَ َجب َء َسج ََُل ُ َْخ َشج
َبٝ ذ ُ اىزَّب ِع َع ِخ َٗاىغَّبثِ َع ِخ َٗ ْاى َخب ٍِ َغ ِخ قَب َه قُ ْيِٜضبَُ ا ْىزَ َِغَُٕ٘ب ف َ ٍَ ْاى َع ْش ِش ْاْلَ َٗا ِخ ِش ٍِ ِْ َس
ُ ذ ٍَب اىزَّب ِع َعخ ُ ل ٍِ ْْ ُن ٌْ قَب َه قُ ْي ُّ ٍذ إَِّّ ُن ٌْ أَ ْعيَ ٌُ ثِ ْبى َع َذ ِد ٍَِّْب قَب َه أَ َجوْ َّحْ ُِ أَ َحٞأَثَب َع ِع
َ ِق ثِ َزى
َِٝ ِِ َٗ ِع ْش ِشْٞ ََٖب صِ ْْزِٞ رَيِٜذ َٗا ِح َذحٌ َٗ ِع ْششَُُٗ فَبىَّز
ْ ضَ ٍَ َٗاىغَّبثِ َعخُ َٗ ْاى َخب ٍِ َغخُ قَب َه إِ َرا
ٌ َخ َْظٚض َ ٍَ َٖب اىغَّبثِ َعخُ فَإ ِ َراِٞ رَيِٜس َٗ ِع ْششَُُٗ فَبىَّز ٌ ذ صَ ََل ْ ضَ ٍَ اىزَّب ِع َعخُ فَإ ِ َراَٜ ِٕ َٗ
َُٖب ْاى َخب ٍِ َغخِٞ رَيَِٜٗ ِع ْششَُُٗ فَبىَّز
Artinya: diceritakan Muhammad bin al-Mutsanna dan Abu Bakar bin Kholad, dia
berkata, diceritakan kepada kita Abdul A‟la, diceritakan kepada kita Sa‟id dari
Abi Nadhrah, dari Abu Sa‟id Al-Khudri, dia berkata: Rasulullah pernah i‟tikaf
pada sepuluh pertengahan bulan Ramadhan, beliau mencari lailatul qadar sebelum
malam itu jelas bagi beliau. Abu Sa‟id berkata: ketika sepuluh pertengahan bulan
Ramadhan telah berlalu, yang sebelumnya beliau pernah meminta untuk
dibuatkan bilik dan telah dirobohkan juga. Kemudian dijelaskan kepada beliau
bahwa lailatul qadar adalah sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Maka beliau
meminta untuk dibangunkan kembali bilik itu, kemudian dibongkar lagi, lalu
beliau menemui orang-orang dan mengatakan: wahai manusia! Sesungguhnya
lailatul qadar telah jelas bagi saya, dan saya keluar menemui kalian untuk
memberitahukan kepada kalian tentang lailatul qadar. Setelah itu ada dua laki-laki
yang disertai oleh syaitan, lalu lailatul qadar terlupakan oleh saya, sehingga saya
mencarinya di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, carilah oleh kalian pada
malam 29, 27, dan 25. Seorang mengatakan: saya bertanya: wahai Abu Sa‟id!
Sesungguhnya kalian lebih mengetahui tentang bilangan itu dari pada kami. Dan
kami lebih benar mengenai hal itu daripada kalian. Seseorang mengatakan: saya
bertanya: apa yang dimaksud dengan ke-9, ke-7 dan ke-5? Abu Sa‟id menjawab:
apabila telah lewat dari malam ke-21 dan setelahnya malam ke-22, itulah yang
dimaksud malam yang ke-9. Kemudian malam yang ke-23 telah lewat,
34
selanjutnya adalah malam yang ke-7, setelah malam ke-25 lewat selanjutnya
adalah malam yang ke-5.52
َْخَ قَب َه اث ُِْ َحب ِر ٌٍ َح َّذصََْبْٞ َٞ ُع ََ َش ِم ََلُٕ ََب ع َِْ ا ْث ِِ ُعٜٗ َح َّذ َصَْب ٍُ َح ََّ ُذ ث ُِْ َحبرِ ٌٍ َٗاث ُِْ أَ ِث
ذُ َ٘ل َعأ َ ْى ٍ ْٞ َ اىَّْجُ٘ ِد َع َِ َعب ِص َّس ْثَِ ُحجٜص ٌِ ْث ِِ أَ ِث
ُ َُقٝ ش ِ َْخَ ع َِْ َع ْج َذحَ َٗعَبْٞ َٞبُ ث ُِْ ُع ُ َُٞع ْف
ِ ُٝ َقُ ٌْ ْاى َحْ٘ َهٝ ِْ ٍَ َقُ٘ ُهٝ ك ا ْثَِ ٍَ ْغعُ٘ ٍد
ْصت َ ذ إِ َُّ أَ َخب ُ َّللاُ َع ُْْٔ فَقُ ْي
َّ َٜ ض ِ ت َس ٍ ْثَِ َم ْعٜ َّ َأُث
َُضبَ ٍَ َسَِٜزَّ ِن َو اىَّْبطُ أَ ٍَب إَُِّّٔ قَ ْذ َعيِ ٌَ أَََّّٖب فٝ َّللاُ أَ َسا َد أَ ُْ ََل
َّ ََُٔ يَخَ ْاىقَ ْذ ِس فَقَب َه َس ِحْٞ َى
يَخُ َعج ٍْعْٞ َ أَََّّٖب ىَِْٜ ْغزَ ْضٝ َِ صُ ٌَّ َحيَفَ ََلٝيَخُ َعج ٍْع َٗ ِع ْش ِشْٞ َ ْاى َع ْش ِش ْاْلَ َٗا ِخ ِش َٗأَََّّٖب ىَِٜٗأَََّّٖب ف
َِٜ ِخ اىَّزَٟٝب أَثَب ْاى َُ ْْ ِز ِس قَب َه ثِ ْبى َع ََل ٍَ ِخ أَْٗ ثِ ْبٝ ل
َ ِ ٍء رَقُ٘ ُه َرىْٜ َشٛ ِّ َ ذ ثِأ
ُ َِ فَقُ ْيَٝٗ ِع ْش ِش
ْ َ ِٔ َٗ َعيَّ ٌَ أَََّّٖب رْٞ ََّللاُ َعي
َْ٘ ٍَئِ ٍز ََل ُش َعب َع ىََٖبٝ طيُ ُع َّ َّٚصي َّ أَ ْخجَ َشَّب َسعُ٘ ُه
َ َِّللا
Artinya: dan diceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim dan Ibnu Abi Umar
keduanya berkata dari Ibnu Uyainah, berkata Ibnu Hatim, diceritakan kepada
kami Sofyan bin Uyainah dari Abdah dan A‟shim bin Abi an-Nujud mendengar
Zir bin Hubaisy berkata: saya bertanya kepada Ubay bin Ka‟ab, saya katakan
bahwa saudaramu Ibnu Mas‟ud berkata: barangsiapa yang mendirikan shalat
malam selama satu tahun, maka dia akan mendapatkan lailatul qadar. Kemudian
Ubay bin Ka‟ab mengatakan: semoga Allah merahmati Ibnu Mas‟ud, bahwa Ibnu
Mas‟ud bermaksud agar orang-orang tidak mengandalkan ibadah pada hari-hari
tertentu saja, dan dia sendiri tahu bahwa lailatul qadar terjadi di bulan Ramadhan,
pada seluruh hari yang terakhir, yaitu pada malam ke-27. Kemudian Ubay bin
Ka‟ab berjanji untuk tidak mengkhususkan pada malam yang ke-27 saja. Lalu
saya bertanya: atas dasar apa kamu mengatakan hal itu, wahai Abu Mundzir? Dia
menjawab: atas dasar tanda yang telah diberitahukan Rasulullah kepada kami
bahwa lailatul qadar ditandai dengan langit yang tampak cerah.53
52
Imam Muslim, Shahih Muslim, op.cit., hadis ke 217, hlm. 317.
53
Ibid, hadis ke 220, hlm. 319.
35
sepanjang bulan ramadhan. Jadi setiap malam berpeluang turunnya lailatul qadar.
Demikianlah pendapat yang paling kuat. Oleh karena itu, janganlah
mengkhususkan mengisi malam bulan Ramadhan pada malam sepuluh yang
terakhir saja. Tetapi hidupkanlah semua malam bulan Ramadhan, sebagaimana
yang telah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Agar dapat menggapai lailatul qadar
dan memperoleh ampunan Allah SWT.54
54
Muhammad Said, 30 Pesan di Bulan Ramadhan, (Jakarta: Gema Insani, 2009), hlm. 43-
44.
55
Qasim Abdullah Yasir Abdurrahman, Mengisi Ramadhan Seperti Mereka, terj. Muhtadi
kadi & Kusrin Karyadi, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2006), hlm. 201-202.
36
7. Allah sengaja merahasiakan kapan datangnya hari kiamat, agar semua orang
takut kepadanya.
8. Allah sengaja merahasiakan anugrah-Nya yang diturunkan di antara hari-hari
yang ada, seperti „Asyura‟, Arafah dan yang lainnya agar manusia beribadah
dan berdo‟a setiap saat.
Menurut Fakhrur Razi, Allah menyembunyikan lailatul qadar dari
pengetahuan kita sebagaimana Allah menyembunyikan segala sesuatu yang lain.
Dia menyembunyikan keridhaan-Nya pada setiap ketaatan sehingga timbul
keinginan untuk melakukan semua ketaatan atau ibadah itu. Begitu juga, Dia
menyembunyikan kemurkaan-Nya pada setiap perkara maksiat, agar kita berhati-
hati dan menjauhi segala maksiat dan tidak memilih antara dosa besar dan kecil
untuk melakukannya, karena dosa kecil yang dilakukan secara terus-menerus akan
menjadi dosa besar jika kita tidak bertobat dan berusaha meninggalkannya. Dia
menyembunyikan wali-wali-Nya agar manusia tidak bergantung pada mereka
dalam berdo‟a. Sebaliknya, berusaha sendiri dengan penuh keikhlasan dalam
berdo‟a untuk mendapatkan sesuatu dari-Nya. Karena Allah menerima segala
dosa orang yang bersungguh-sungguh dan tidak mudah putus asa. Dia
menyembunyikan masa mustajab do‟a pada hari Jum‟at supaya kita berusaha
sepanjang harinya. Begitu juga, Allah menyembunyikan penerimaan tobat dan
amalan yang telah dilakukan supaya kita senantiasa segera untuk bertaubat.
Demikian juga dengan penyembunyian malam lailatul qadar, agar kita
membesarkan dan menghidupkan keseluruhan malam Ramadhan dalam
mendekatkan diri kepada-Nya, bukan sekedar menunggu malam lailatul qadar
untuk beribadah dan berdo‟a. Inilah yang menyebabkan peyakit besar yang
menimpa umat Islam sehingga menyebabkan malam-malam Ramadhan sepi,
karena mereka hanya menanti malam yang dianggap malam lailatul qadar saja
untuk beribadah. Mengejar kelebihan lailatul qadar yang tidak mengetahui
masanya menyebabkan kita terlepas dengan kelebihan Ramadhan itu sendiri yang
hanya datang satu tahun sekali.56
56
Fakhrur Razi,Tafsir Mafatihul Ghaib, op.cit., hlm. 27-29.
37
57
Ibnu Hajar Al-Ashqolani, Fathul Bari bi sarhi Shahih al-Imam Abi Abdillah
Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, (Mesir: Al-Maktabah Salafiyyah, 1986), Juz 4, hlm. 314.
38
Artinya: Tuhan berfirman: “sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui.” (Q.S. Al-Baqarah/ 2: 30)58
58
Wahbah Zuhaily, Tafsir Al-Munir, op.cit., hlm. 728.
59
Al-Qurthubi, Tafsir Al-Jami Lil ahkamil Qur’an, op.cit., hlm. 92.