SEBAGAI BAHAN
PEMBUATAN BIOETANOL DENGAN MEMANFAATKAN
PRINSIP BIOTEKNOLOGI (FERMENTASI DAN ENZIMASI)
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bioteknologi, Jurusan
Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas
Siliwangi
Oleh:
Salma Junaina Hermana 172154007
Mutia Febrianti 172154017
Ailsa Tariyah 172154018
Morina Shelvia Sony 172154034
Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penulis panjatkan segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Pengolahan Metroxylon sp. Sebagai Bahan Pembuatan
Bioetanol dengan Memanfaatkan Prinsip Bioteknologi (Fermentasi dan
Enzimasi)” untuk mata kuliah Bioteknologi. Shalawat beserta salam semoga
senantiasa tercurah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada
keluarganya, sahabatnya, serta kita selaku umatnya.
Penulis menyadari bahwa selama penyusunan makalah ini penulis
mendapat banyak bantuan, dorongan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Egi Nuryadin, M.Pd.
dan Bapak Samuel Agus Triyanto, M.Pd. selaku dosen pengampu mata kuliah
Bioteknologi, orang tua, dan rekan-rekan Pendidikan Biologi 2017.
Penulis menyadari akan adanya kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu
kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya, penulis berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan umumnya bagi pembaca.
A. Latar Belakang
Adanya krisis energi di dunia telah mendorong kita untuk
mendapatkan bahan bakar alternatif sebagai pengganti bahan bakar yang
berasal dari minyak bumi. Bahan bakar alternatif yang layak dikembangkan
adalah bahan bakar yang bersifat renewable atau terbarukan, ramah
lingkungan, dan efisien. Hal ini dapat dilakukan dengan mengembangkan
energi yang berasal dari bahan biomassa dan disebut dengan energi biomassa.
Energi biomassa ini bersumber dari bahan organik yang sangat beragam
jenisnya.
Biomassa dapat digunakan untuk sumber energi langsung maupun
dapat diolah atau dikonversikan menjadi bahan bakar. Teknologi pemanfaatan
energi biomassa yang telah dikembangkan terdiri pembakaran langsung dan
konversi biomassa menjadi bahan bakar. Hasil konversi biomassa ini dapat
berupa biogas, biodiesel, atau arang. Untuk bioetanol dan biodiesel ini dalam
jangka panjang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan bakar pengganti
minyak. Bioetanol merupakan salah satu jenis bahan bakar alternatif yang
prospektif pada masa depan. Sebagai bahan bakar alternatif, contohnya
bioetanol dapat digunakan untuk campuran bensin (gasolin) dan kemudian
disebut sebagai gasohol E-10, artinya dalam setiap satuan volume bahan bakar
yang digunakan kandungan premiumnya 90% dan bioetanol 10%.
Sejauh ini bahan baku unggulan untuk produksi bioetanol adalah gula
tebu, jagung, dan singkong. Bahan baku tersebut merupakan komoditas
pertanian yang ekonomis dan tergolong dalam komoditas pangan yang
merupakan pengembangan bioetanol generasi pertama, karena berasal dari
bahan pati. Oleh karena itu, perlu diupayakan penggunaan bahan baku non
pangan untuk mendukung terwujudnya industri biofuel di dalam negeri. Bahan
baku dari sumber nabati yang banyak mengandung selulosa merupakan
alternatif yang layak untuk dikembangkan, dan ini merupakan pengembangan
bioetanol generasi kedua.
Salah satu contoh bahan baku non pangan yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bioetanol adalah tanaman sagu. Tanaman sagu (Metroxylon sp.)
merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang paling potensial.
Tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang berarti setelah ditanam dapat
menghasilkan selama bertahun-tahun dan panen dapat dilakukan secara
teratur.
Tanaman sagu ini memiliki kandungan 86 gr karbohidrat, 1 gr serat,
0,5 gr protein, 350 kal, 3 mg sodium, 3 mg potasium, 0,2 gr lemak total, 0,1 gr
lemak jenuh. Karena kandungan karbohidratnya tinggi, tanaman sagu ini
diolah menjadi tepung sagu yang nantinya tepung sagu tersebut dikonversi
menjadi gula melalui proses likuifikasi dan sakarifikasi. Enzim alfa amylase
ditambahkan pada tahap likuifikasi, sedangkan enzim beta
amylase/glukoamilase ditambahkan pada tahap sakarifikasi. Hasil dari proses
likuifikasi, yaitu berupa maltose dan dekstrin akan dihidrolisis lebih lanjut
oleh enzim beta amylase pada proses sakarifikasi menghasilkan glukosa yang
selanjutnya digunakan pada proses fermentasi bioetanol.
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang di atas, kelompok kami
tertarik untuk menganalisis terkait bioetanol yang tujuannya untuk mengetahui
bagaimana potensi bioetanol yang terbuat dari pati sagu untuk jangka panjang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Mengapa dalam bidang ilmu bioteknologi, Metroxylon sp. dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol yang sangat berpengaruh
terhadap keberlangsungan hidup?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Untuk mengetahui mengapa dalam bidang ilmu bioteknologi, Metroxylon
sp. dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol yang sangat
berpengaruh terhadap keberlangsungan hidup.
D. Hipotesis Penelitian
Metroxylon sp. dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol yang
nantinya akan bisa digunakan sebagai bahan bakar karena mengandung
karbohidrat yang tinggi yang dengan bantuan mikroorganisme dapat diubah
menjadi etanol.
E. Manfaat Penelitian
Analisis bioetanol ini, diharapkan dapat memberikan manfaat di antaranya:
1. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan mengenai manfaat bioetanol
dari sagu sebagai energi terbarukan.
2. Bagi pembaca, hal ini dapat dijadikan suatu pengetahuan tambahan dan
juga membuka wawasan terhadap ilmu dan pengetahuan terbaru.
F. Definisi Operasional
1. Metroxylon sp. adalah salah satu komoditas bahan pangan yang banyak
mengandung karbohidrat. Jadi, dalam hal ini Metroxylon sp. adalah bahan
baku utama dalam pembuatan bioetanol yang berasal dari karbohidrat.
2. Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbaharui yang dapat diproduksi
dari tumbuhan yang diproduksi dengan cara fermentasi menggunakan
bahan baku nabati. Jadi, dalam bioetanol itu memanfaatkan bioteknologi,
yaitu prinsip fermentasi dan ada pula enzimatis.
3. Fermentasi adalah suatu bentuk proses dasar untuk mengubah bahan
menjadi bahan lain dengan cara relatif sederhana yang dibantu oleh
mikroba. Jadi, dalam pembuatan bioetanol itu memerlukan prinsip
fermentasi yang dalam prosesnya memerlukan mikroorganisme, yaitu
Yeast Saccharomycess cerevisiae.
4. Enzimasi adalah proses perubahan molekul menjadi produk dengan
bantuan katalisator, yaitu enzim. Jadi, selain proses fermentasi, dalam
pembuatan bioetanol juga diperlukan prinsip enzimatisasi yang dalam
prosesnya menggunakan enzim glukoamilase dan alfa amylase.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Bioetanol
Bioetanol adalah salah satu bentuk energi terbarukan yang dapat
diproduksi dari tumbuhan. Yang umumnya menggunakan proses fermentasi.
Etanol/ethil alcohol (C2H5OH) berupa cairan bening tak berwarna, terurai
secara biologis (Biodegradable), toksisitas rendah dan tidak menimbulkan
polusi udara yang besar bila bocor. Etanol yang terbakar menghasilkan CO2
dan O2 (Rikana dan Adam, 2005).
Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif yang dapat dibuat dari
bahan yang mengandung pati seperti sagu. Potensi produksi sagu adalah 5 juta
ton pati kering per tahun. Saat ini baru dikonsumsi sekitar 210 ton/tahun atau
kurang lebih 4-5% dari total produksi. Apabila sagu dimanfaatkan secara
optimal maka akan diperoleh 3 juta kilo liter bioetanol per tahun (faktor
konversi 0,6). Bioetanol dapat digunakan sebagai bahan bakar rumah tangga,
sebagai bahan alternatif pengganti minyak tanah. Perbandingan penggunaan
bioetanol dengan minyak tanah adalah 1 : 3, dengan perbandingan massa
pakai yang berbeda, yaitu 1 liter minyak tanah dapat digunakan selama 2 jam,
sedangkan 1 liter bioetanol dengan kadar 90-95% dapat digunakan selama 15
jam (Soekaeni, 2008).
Bahan bakar bioetanol memiliki nilai oktan tinggi sehingga dapat
digunakan baik sebagai bahan peningkat oktan (octane enhancer)
menggantikan penggunaan senyawa eter dan penggunaan logam berat seperti
Pb sebagai anti-knocking agent yang memilki dampak buruk terharap
lingkungan. Degan nilai oktan yang tinggi, maka proses pembakaran dalam
mesin kendaraan bermotor lebih baik (Wheals et al., 1999 dalam Broto dan
Richana, 2005).
Kelebihan bioetanol dengan bensin: bioetanol aman digunakan sebagai
bahan bakar, titik nyala etanol lebih tinggi dibandingkan bensin dan emisi
hidrokarbon lebih sedikit (Cemiawan, 2007).
B. Sagu
Sagu (Metroxylon sp.) merupakan salah satu tumbuhan asli Indonesia
yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol. Secara alami sagu
tersebar hampir disetiap pulau atau kepulauan di Indonesia dengan luasan
terbesar di Papua.
Keunggulan pati sagu sebagai bahan baku bioetanol adalah bahwa
produktivitas pati sagu lebih tinggi dibanding komoditas penghasil pati
lainnya (Sagu 20 ton/ha/tahun; padi 6 ton/ha/tahun; jagung 5,5/ha/tahun;
kentang 2,5/ha/tahun; dan ubi kayu 1,5/ha/tahun). Peneliti Jepang
menempatkan sagu diurutan pertama sebagai sumber bahan baku. Pati sagu
dan ubi kayu merupakan sumber pati paling murni dibanding dari pati jenis
lain, sehingga dapat menghasilkan produksi etanol yang berlebih (Gustaman,
2008).
Sagu selain mengandung karbohidrat yang tinggi (85%), juga memiliki
kandungan kalori sekitar 357 kalori. Diperkiran dari 6,5 kilogram sagu dengan
kandungan karbohidrat 85%, maka akan dihasilkan 3,5 liter bioetanol.
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian dirumuskan dengan tujuan adanya arah yang
jelas dan target yang hendak dicapai dalam penelitian. Jika tujuan penelitian
jelas dan terumuskan dengan baik, maka penelitian dan pemecahan masalah
akan berjalan dengan baik pula. Langkah paling awal dalam penelitian adalah
identifikasi masalah sebagai penegas batas-batas permasalahan sehingga
cakupan penelitian tidak keluar dari tujuannya. Dilanjutkan dengan penguraian
latar belakang permasalahan yang dimaksudkan untuk mengantarkan dan
menjelaskan latar belakang problematika dan fenomena di lapangan. Apabila
latar belakang permasalahan telah diuraikan, maka pokok permasalahan yang
hendak diteliti dirumuskan dalam bentuk kalimat tanya dan hendak dicari
jawabannya dalam penelitian.
Peneliti harus merumuskan hipotesis penelitiannya dan menentukan
variabel penelitian kemudian dilakukan operasionalisasi pada tiap variabel
yang digunakan. Langkah selanjutnya memilih instrumen penelitian.
Instrumen pengukur variabel penelitian sangat penting dalam memperoleh
informasi yang akurat dan terpercaya. Kemudian penentuan teknik sampling
yang digunakan dalam penelitian dan pengumpulan data penelitian dari
lapangan. Data penelitian dikumpulkan baik lewat instrumen pengumpulan
data, observasi maupun lewat data dokumentasi. Setelah data diperoleh maka
dilakukan pengolahan data dan analisis. Proses pengolahan data diawali dari
tabulasi dari dalam suatu tabel induk, klasifikasi data, analisis-analisis
deksriptif, pengujian hipotesis, dan penyimpulan hasil analisis.
Langkah terakhir, yaitu penulisan laporan hasil peneilitian. Penelitian
yang tidak dipublikasikan atau disebarluaskan akan kurang bermanfaat dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak memiliki nilai praktis yang tinggi.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi peneliti untuk menyelesaikan
rangkaian penelitian menjadi satu bentuk laporan ilmiah tertulis dan dapat
dipertanggujawabkan.
B. Subjek Penelitian
Perbedaan perlakuan Enzim Alfa Amylase pada sagu yang sudah
difermentasi dengan ragi (Saccharomyces cerevisiae).
Gustiari, Sri, dkk. Pembuatan Bioetanol Dari Ampas Tahu Menggunakan Ragi
Tapai. Universitas Bung Hatta: Padang.
Handoko, T. dan Miryanti, A. 2009. Pengaruh Ukuran Baume, Jenis dan Jumlah
Enzim Glukoamilase terhadap Perolehan Bioetanol dari Sagu. Laporan
Penelitian. Fakultas Teknologi Industri Universitas Katolik Parahyangan:
Bandung.
Jamilatun, S., Sumiyati, Y. dan Handayani, R.N. 2004. Pengambilan Glukosa
dari Tepung Biji Nangka dengan Cara Hidrolisis Enzimatik Kecambah
Jagung. Jurnal. Program Studi Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Ahmad Dahlan: Yogyakarta.
Jo, Lauwrentius Bryan. 2015. Kualitas Sohun dari Komposit Pati Sagu
(Metroxylon sp.) dan Tepung Singkong (Manihot esculeta). Universitas
Gajah Mada: Yogyakarta.
Komarayati, Sri, dkk. 2011. Pembuatan Bioetanol Dari Empulur Sagu
(Metroxylon spp.) Dengan Menggunakan Enzim. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan:
Bogor.
Mappiratu dan Nurhaeni. 2013. Penuntun Praktikum Enzim Pangan. Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Tadulako.
Palu Pratiwi, D. B. dan Muliapakarti, R. 2011. Tugas Akhir Perancangan Pabrik
Etanol dari Singkong Kering (Gaplek) dengan Proses Enzimatis
Kapasitas 140 KL/Tahun. Skripsi. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Sebelas Maret: Surakarta.
Polii, F Fahri. 2016. Penelitian Pembuatan Etanol dari Serat/Ampas Sagu. Balai
Riset dan Standarddisasi Industri Manado: Manado.
Rafida. 2004. Biosintesis Bioetanol dari Pati Sagu menggunakan Inokulum Ragi
Roti. Skripsi. Universitas Tadulako: Palu.
Saidi David, 2014. Proses Dehidrasi Bioetanol Menggunakan Zeolit Teraktivasi
NaOH dengan Variasi Konsentrasi dan Berat Zeloit. Skripsi. Jurusan
Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim, Malang.