A. Pendahuluan
Zakat merupakan ibadah maaliyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat
penting dan stategis[1] baik dari sisi ajaran Islam maupun dari pembangunan kesejahteraan
ummat. Dari sudut ajaran, zakat merupakan ibadah pokok yang masuk menjadi salah satu
rukun Islam yang keberadaannya dianggap sebagai bagian mutlak dari keislaman seseorang.
[2]
Didalam al-Qur’an, ada 27 ayat yang mensejajarkan kewajiban Zakat dengan kewajiban
Shalat[3].. Bagi orang yang menunaikannya dengan sungguh-sungguh, Allah memberikan
pujian terhadapnya[4], sebaliknya Allah memberikan ancaman bagi orang yang sengaja
meninggalkannya[5].
Dari sudut pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan sumber keuangan
yang cukup potensial jika dikelola dengan baik, mengingat jumlah penduduk Indonesia
mayoritas Muslim. Namun dalam faktanya, pelaksanaan zakat belum berdampak signifikan
terhadap kesejahteraan umat Islam. Persoalannya karena regulasi dan pengelolaannya yang
belum baik. Zakat masih banyak dikelola secara parsial oleh lembaga-lembaga masyarakat,
bahkan oleh perseorangan. Karena itu pada masa pemerintahan BJ Habibie telah dikeluarkan
regulasi pengelolaan zakat berupa Undang-undang yang diikuti peraturan Menteri Agama dan
Peraturan-peraturan pelaksana lainnya sebagai penjabaran dari Undang-undang tersebut.
Harapan dari dikeluarkannya regulasi tersebut agar pelaksanaan Zakat dapat berhasil guna
dan berdaya guna serta dapat dipertanggungjawabkan guna mewujudkan kesejahteraan
masyarakat.[6]
Bab keempat UU RI no. 38 tahun 1999 mengatur tentang Pengumpulan Zakat. Zakat
yang dikumpulkan oleh BAZ ada 2 jenis, yaitu zakat maal dan zakat fitrah. Selain itu dapat
pula menerima infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat. Adapun harta yang wajib dizakati
meliputi : emas, perak, uang; perdagangan dan perusahaan; hasil pertanian, perkebunan dan
perikanan; hasil pertambangan; hasil peternakan; hasil pendapatan dan jasa; dan rikaz.
Perhitungan zakat mal berdasarkan nisab menurut ketentuan agama, baik kadarnya maupun
waktunya. Perhitungan dapat dilakukan oleh muzakki sendiri atau meminta bantuan petugas
BAZ. Zakat-zakat yang dikeluarkan muzakki melalui BAZ dapat menjadi pengurang
kewajiban pajak.
Lingkup kewenangan BAZ dalam pengumpulan zakat dan penerimaan lainnya yaitu
infaq, shadaqah, wasiat waris dan kafarat, diatur KMA 581 tahun 1999 pasal 25 sebagai
berikut:
1. BAZNAS mengumpulkan zakat dari muzakki yang berasal dati instansi/lembaga pemerintah
pusat, swasta nasional dan luar negeri.
2. BAZDA Provinsi berwenang mengumpulkan zakat yang berasal dari muzakki pada
instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan dan dinas daerah provinsi.
3. BAZDA Kabupaten/Kota berhak mengumpulkan zakat yang berasal dari muzakki pada
instansi/lembaga pemerintah dan swasta, perusahaan-perusahaan dan dinas daerah
kabupaten/kota.
4. BAZDA Kecamatan berhak mengumpulkan zakat dari muzakki yang berasal dari instansi
/lembaga pemerintah danswasta, perusahaan-perusahaan kecil dan pedagang serta pengusaha
di pasar pada wilayah yang menjadi kewenangannya.
5. UPZ di desa/kelurahan mengumpulkan zakat termasuk zakat fitrah dari muzakki.[19]
BAZ dan LAZ yang menerima zakat, wajib menerbitkan bukti setoran sebagai tanda
terima atas zakat yang disetorkan muzakki. Bukti setoran dianggap sah bila: 1)
mencantumkan nama, alamat BAZ atau LAZ yang dilengkapi nomor
pengesahan/pengukuhan, 2) nomor urut bukti setor, 3) nama, alamat muzakki berikut NPWP
(jika dizakat lakukan pengurangan pajak), 4) Jumlah zakat yang disetor dalam angka dan
huruf serta dicantumkan tahun haul, 5) Tana tangan, nama, jabatan petugas amil, tanggal
penerimaan dan stempel BAZ/LAZ.zakat
Untuk meningkatkan akuntabilitas, BAZ dan LAZ dalam pengumpulan zakat dapat
bekerjasama dengan Bank diwilayahnya masing-masing, baik bank swasta maupun
pemerintah. Kerjasama tersebut diawali dengan pembuatan MoU dan disosialisasikan kepada
masyarakat luas melalui media masa. Para muzakki dapat membayar melalui rekening yang
telah ditetapkan atasnama BAZ atau LAZ.