Endapan Volcanic-Hosted Massive Sulphide

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 29

1.

ENDAPAN VOLCANIC-HOSTED MASSIVE SULPHIDE (VMS)

A. Deskripsi Umum

Endapan Volcanic-Hosted Massive Sulphide atau  ada pula yang menyebutkan Volcanic-


Associated Massive Sulphide, Volcanogenic Massive Sulphide (VMS) merupakan endapan sulfida
logam dasar yang berhubungan dengan vulkanisme  terkait dengan proses  hidrotermal di
lingkungan bawah laut.

Endapan ini terjadi sebagai lensa polymetallic masif sulfida yang terbentuk pada atau mendekati
dasar laut di lingkungan vulkanik submarine. Sebagian   besar   endapan   VMS   berupa
akumulasi mineral sulfida berlapis yang mengendap dari cairan hidrotermal di bawah dasar laut
dalam berbagai setting geologi dari masa terbentuknya hingga sekarang. Adapun beberapa hal
yang khas dari endapan VMS adalahEndapan bijih dengan kadar sulfida sangat tinggi (mencapai
95%) Kandungan barit dan anhidrit yang dominan. Kandungan logam dasar mempunyai nilai
ekonomis yang lebih besar daripada depositemasnya.

B.    Genesa Endapan

B.1 Sumber atau Jenis Batuan Induk

Endapan VMS diduga bersasosiasi dengan beberapa mineral berbeda seperti  calc-alkaline. 


Pada  beberapa  kasus,  calc-alkaline  merupakan batuan induk. Dugaan inilah yang membuat
beberapa scientist untuk melakukan tes untuk memastikannya. Dari hasil tes, tidak terlihat
distribusi waktu  pembentukan endapan   yang   berkisar   pada   umur   3500   SM   di   Blok  
Pilbara-Australia. Hutcison mencatat bahwa umur endapan VMS disesuaikan dengan periode
ketebalan endapan, akumulasi supracrustal, sehingga tidak termasuk dalam fenomena
metalogenik serta dari area singkapan endapan dapat diperkirakan umur endapan.
Bagaimanapun tidak ada keraguan bahwa aktifitas vulkanik dilaut dalam,   berumur dan
memilike tipe petrokimia yang sama, ini sangatjelas  terjadi   distribusi   sebagian  pada 
endapan  VMS.  Sebagai   contoh,   83 endapan VMS ekonomis diketahui terjadi di tahun 2650-
2730 yang terjadi akibat sabuk vulkanik di Canadian Shield, tapi hanya 2 komposisi sabuk
vulkanik   yang  diketahui berumur sama dengan yang ada di Australia (Franklin et al, 1981).
Pada endapan yang termetamorfosa, biasanya bijih akan mengalami peningkatan kekasaran
dengan meningkatnya kadar metamorfosa. Tekstur dan   struktur   pada   kebanyakan   pada  
lapisan   sulfida   massif   yang   telah termetamorfosa   dan   terdeformasi   lebih   tepatnya  
dideskripsikan   sebagai gneiss.  Kemungkinan ciri-ciri yang  didasarkan pada  endapan  VMS
telah terlihat pada zonasi dari kimia, mineralogi dan tekstur bijih dan perubahan
metasomatisme menjadi batuan induk dalam jalur alterasi hidrotermal. Mineral   logam  
lainnya,   pirotit,   magnetit   dan   bornit   (jika ada) cenderung untuk terkonsentrasi pada inti
zona stockwork dan bagian tengah basalt pada lapisan sulfida massif. Barit, umumnya terjadi
dengan konsentrasi spalerit dan galena yang paling tinggi pada zona paling luar dari lapisan
sulfida massif. Pirit, umumnya lebih dulu berada di sepanjang pola zonasi sulfida, cenderung
untuk mencapai bagian yang relatif maksimum dimana spalerit menjadi dominan daripada
kalkopirit.
C. Proses Pembentukan Endapan

Tahapan-tahapan mineralisasi endapan VMS sebagai berikut :

Karena adanya tekanan hidrostatis, air laut meresap melalui rekahan-rekahan yang terbentuk di
lantai samudera (recharge). Air laut ini mempunyai karakter kimiawi tertentu.

Fluida tersebut dipanaskan oleh batuan bagian dalam yang melebur pada kerak samudera
sampai ketinggian temperatur 400°C. Reaksi fluida magmatis dengan air laut menyebabkan
tingginya kadar sulfida dan sulfat.

Fluida yang panas perlahan naik ke permukaan dikarenakan adanya perbedaan suhu (discharge)

Lalu memancar ke permukaan dan terbentuklah black smoker.

Gambar Pembentukan endapan VMS

D.    Tipe Endapan VMS

Tipe endapan VMS diklasifikasikan berasarkan pada kandungan logam dasar, kandungan emas
dan litologi hostrock-nya. Terdapat beberapa klasifikasi VMS:

Klasifikasi Silitoe (1973):

1.      Endapan yang terbentuk di pusat penyebaran dan biasanya banyak mengandung Cu –Zn.

2.      Endapan yang terbentuk di  busur pulau  yang biasanya  memiliki   konsentrasi dari Pb, Zn,
Ag dan Ba yang relatif tinggi.

Klasifikasi Sawkins (1976):

1.      Tipe Kuroko, felsic, calc-alkali urutan Arkean usiaTersier di lempeng konvergen pada


wilayah laut.
2.      Tipe Cyprus, terjadi di batuan basaltik vulkanik.

3.      Tipe Besshi, terjadi pada sedimen klastik dan volkanik mafik.

Klasifikasi menurut Hutchinson (1973)

1.      tipe Zn-Cu

2.      tipe Pb-Zn-Cu

3.      tipe Cu 

Klasifikasi Solomon (1976):

1.      jenis Zn-Pb-Cu

2.      jenis Zn-Cu

3.      jenis Cu

Klasifikasi Hannington dan Poulsen (1996).

Klasifikasi ini berdasarkan kandungan logam dasar relatif (Cu+Zn+Pb) dibandingkan dengan
kandungan logam mulia (Ag, Au).

Gambar D.1. Endapan VMS normal vs kaya Au

Klasifikasi Berdasarkan Jenis Hostrock


Klasifikasi berdasarkan jenis hostrock termasuk semua urut-urutan litologi dalam ruang dan
waktu yang berbeda, berhubungan dengan lingkungan tektonik bawah laut yang berbeda, dari
lingkungan ophiolite ke oceanic rift arc, continental back arc dan sediment back arc,
diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar D.2. Klasifikasi berdasarkan hostrock

Black Smoker dan White Smoker

1.      Black smoker

Endapan ini terbentuk di pusat penyebaran. Black smoker mempunyai suhu lebih dari 3600C,
endapan   mineral   yang   dihasilkan,   yaitu   pirit   (FeS2),   kalkopirit (CuFeS2), anhidrit (CaSO4)
dan mineral yang dihasilkan yaitu mineral sulfida. Bahan  bijih   yang  diendapkan  dalam 
fumarol  atau  black  smoker   ketika didorong   ke  laut   dingin   dan   bercampur  dengan   air 
laut  mengakibatkan pengendapan   mineral   sulfida   sebagai   bijih   sulfida   stratiform.

2.      White Smoker

Endapan ini terbentuk di  busur pulau  yang memiliki suhu antara 2600-3000C, endapan  
mineral   yang   dihasilkan   yaitu   pirit   (FeS2)   dan   sphalerit (ZnS), dan kaya akan zinc.
Disebut white smoker karena menghasilkan unsur Al sebagai ciri khasfelsic.
Gambar D.3. Black smoker dan white smoker

Endapan VMS berdasarkan litologi footwall dan sistem geoteknik:

1.      Cyprus type : berhubungan dengan tholeiitic batuan basalt dalam sekuenofiolit(back arc
spreading ridge), contoh: Troodos Massif (Siprus).

2.      Besshi-type :   berasosiasi   dengan   lempeng   vulkanik   dan   turbiditkontinental, contoh:


Sanbagwa (Jepang).

3.      Kuroko-type : berasosiasi dengan batuan vulkanik felsik terutama kubahrhyolite (back arc
rifting), contoh: Kuroko deposits (Jepang).

4.      Primitive-type : berasosiasi dengan differensiasi magma, contoh: Canadian archean rocks.

E.     Bentuk Endapan, Variasi dan Karakteristik Setiap Bentuk Endapannya

Karakteristik dan genesa endapan ini sangat menarik karena berbeda dengan tipe endapan
lain, sehingga masih menjadi perdebatan diantara para geoscientist. Namun belakangan
ini telah dilakukan penelitian lebih   lanjut   dan   ditemukan   bahwa   endapan   ini  
dapat   ditemukn akibat semburan larutan hidrotermal bersuhu tinggi (350oC) yang
timbul akibat celah di sepanjangtimur punggungan   samudera pasifik yang juga  
menunjukan aktifitas presipitasi mineral logam,   yang serupa dengan endapan VMS.
Dari penemuan tersebut dihasilkan model endapanbijih yang terdiri dari 2 komponen
utama, yaitu:
1.      Model deskriptif: menceritakan model badan bijih antara lain geologi, morfologi, sifat
kimia, mineralogi setiap tipe endapan.

2.      Model genetik: memberikan penjelasan yang rasional dan konsisten tentang karakteristik
tipe endapan yang menceritakan tentang proses geologi yang terjadi.

Endapan VMS terdiri dari lapisan konkordan pada kadar sulfida yang tinggi, komposisi 60% atau
lebih mineral sulfida (Sangster dan Scott, 1976), yang secara stratigrafi didasari
olehstockwork diskordan atau pada zona urat-urat stringer. Mineralisasi tipe sulfida terjadi pada
jalur alterasi batuan hidrotermal. Kontak bagian atas dari lapisan VMS (dengan batuan dinding
atas) tajam,   kontak   terendah   biasanya   tergadrasi   masuk   ke   zona stringer. Perbandingan
panjang dengan ketebalan yaitu antara 3-10 : 1. Endapan yang akan ditambang mungkin terdiri
dari beberapa lapisan VMS  dan  lapisan  tersebut  mendasari   zona  stockwork. 

Gambar E.1. Anatomi (cross-section VMS)

2. TIPE ENDAPAN PORFIRI CU-AU


Endapan Porfiri adalah endapan mineral yang terjadi akibat suatu intrusi yang bersifat
intermedier-asam, yang kemudian terjadi kontak dengan batuan samping yang mengakibatkan
terjadinya mineralisasi. Porfiri bersifat epigenetik. Produk utama dari Porfiri adalah Cu-Au atau
Cu-Mo.

Porfiri terbentuk dari beberapa aktifitas intrusi, terdiri dari kumpulan dike dan breksi intrusi.
Mineralisasi terjadi akibat alterasi batuan samping, disseminated dan stockwork mineralization.
Alterasi yang terjadi pada host rock intensif dan ektensif akibat dari fluida hidrotermal yang
terbentuk. Pada dasarnya endapan porfiri mempunyai tonnase yang besar dan grade yang kecil.

Endapan Porfiri adalah endapan penghasil tembaga (Cu) terbesar, lebih dari 50 %. Endapan
porfiri umumnya terbentuk pada jalur orogenik, contohnya pada lingkar Pasifik. Contoh endapan
ini di Indonesia, terdapat di Grassberg, Selogiri-Wonosari

Lowell-Guibert membagi endapan porfiri menjadi beberapa zona bedasarkan asosiasi


mineralnya, yaitu

Potassic Zone – selalu hadir dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: K-felspar sekunder, biotit, dan
atau klorit yang menggantikan K-felspar.

Phyllic Zone – tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: vein quartz,
sericite and pyrite and minor chlorite, illite dan rutile menggantikan K-spar and biotite.

Argillic Zone – tidak selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: mineral lempung kaolinite
dan montmorillonite dengan sedikit disseminated pirit. Plagioclase teralterasi kuat, K-spar tidak
terpengaruh, dan biotit mengalami kloritisasi.

Propylitic Zone – selalu ada dalam endapan porfiri. Dicirikan oleh: klorit, kalsit dan minor
epidote. Mineral mafik terubah sangat kuat sedangkan plagioklas sedikt terubah.

Sedangkan berdasarkan mineral bijihnya, endapan porfiri dibagi menjadi beberapa zona, yaitu:
• Inner Zone – bersamaan dengan zona alterasi potasik. Mengandung sedikit sulfida, tapi paling
banyak mengandung Molybdenum. Pyrite 2-5% dan rasio py/cp sekitar 3:1. Mineralisasi lebih
banyak disseminated daripada stockwork.

• Ore Zone – berada pada perbatasan zona potasik dan filik. Pyrite 5-10% dan rasio py/cp sekitar
2.5:1. Mineral bijih utama: chalcopyrite yang hadir sebagai stockwork veinlet. Mineral bijih
lainnya: bornite, enargite and chalcocite.

• Pyrite Zone – lebih banyak terdapat pada zona filik dan argilik. Kandungan pirit tinggi (10-15%)
dan rasio py/cp sekitar 15:1. Mineralisasi hadir sebagai urat dan disseminasi.

• Outer Zone – hadir bersamaan dengan propylitic zone. Pyrite minor, dan mineralisasi copper
sangat jarang. Sphalerite dan galena sangat umum dijumpai, tapi biasanya sub-ore grade.
Mineralisasi hadir berupa vein sebenarnya (mirip vein epithermal).

3. Tipe endapan skarn

Endapan skarn pertama kali dinyatakan sebagai batuan metamorf hasil kontak antara
batuan sedimen karbonatan dengan intrusi magma oleh ahli petrologi metamorf, dengan terjadi
perubahan kandungan batuan sedimen yang kaya karbonat, besi, dan magnesium menjadi kaya
akan kandungan Si, Al, Fe dan Mg dimana proses yang bekerja berupa metasomatisme pada
intrusi atau di dekat intrusi batuan beku (Best 1982).

Endapan skarn terbentuk sebagai efek dari kontak antara larutan hidrothermal yang
kaya silika dengan batuan sedimen yang kaya kalsium. Proses pembentukannya diawali pada
keadaan temperatur 400°C – 650°C dengan mineral-mineral yang terbentuk berupa mineral calc-
silicate seperti diopsid, andradit, dan wollastonit sebagai mineral-mineral utama pembawa
mineral bijih (Einaudi et al. 1981). Tapi terkadang dijumpai juga pembentukan endapan skarn
juga terbentuk pada temperatur yang lebih rendah, seperti endapan skarn yang kaya akan
kandungan Pb-Zn (Kwak 1986). Pengaruh tekanan yang bekerja selama pembentukan endapan
skarn bervariasi tergantung pada kedalaman formasi batuan

Singkatnya:

Stage 1: Metamorfisme (proses isokimia) à intrusi à kontak dengan batuan samping


(batugamping)à reksristalisasi à batuan jadi lebih brittle à media rekahan à infiltrasi fluida.

Stage 2: Metasomatisme à infiltrasi fluida tahap 1 à endapan skarn à pluton mulai


mendingin à pengendapan mineral bijih (mineral anhydrous) à pengendapan mineral oksida
(magnetit, kasiterit) à pengendapan mineral sulfida 

Stage 3: Retrograde alteration à pelarutan kalsium à  pembentukan epidot (low-iron), klorit,


aktinolit, dll. à penurunan temperaturà pembentukan mineral sulfida à larutan sisa kontak
dengan marbelà netralisasi larutan hidrothermal à pembentukan mineral bijih berkadar sulfida
tinggi.  

Tahapan 1 dan 2 dalam pembentukan endapan skarn


Tahapan 3 dalam pembentukan endapan skarn

Klasifikasi Endapan Skarn

1. Berdasarkan batuan yang terubah (tergantikan)/batuan sedimen

a. Eksoskarn

Eksoskarn adalah endapan skarn yang terbentuk di sekitar intrusi batuan beku, tidak mengalami
kontak langsung dengan intrusi.

b. Endoskarn

Endoskarn adalah endapan skarn yang terbentuk pada kontak batuan sedimen dengan intrusi
ataupun di dalam batuan beku intrusi itu sendiri sebagai xenolith.

2. Berdasarkan jenis mineralnya

a. Skarn Prograde Mineral skarn pada tipe ini terbentuk pada suhu yang tinggi, dan terjadi pada
fase awal. Beberapa jenis mineral pencirinya adalah; garnet, klinopiroksen, biotit, humit,dan
montiselit.

b. Skarn Retrograde Minineral skarn pada tipe ini terbentuk pada suhu yang rendah. Beberapa
contoh mineral pencirinya adalah; serpentin, amfibol, tremolit, epidot, klorit dan kalsit.
Gambar model penampang endapan Skarn
TIPE ENDAPAN MINERAL EPITERMAL

Endapan mineral epitermal telah menerima banyak perhatian di dunia oleh karena
dapat di eksploitasi secara ekonomis dan tersedia banyak dibantingkan dengan sumber daya
logam mulia lainnya. Secara geologi, endapan ini relatif mudah di temukan, karena secara
ganesa endapan epitermal ini kadanya rendah dan secara umum telah diketahui keberadaanya.
Oleh karena secara ganesa dan ekonomis endapan epitermal ini signifikan tetapi cadangannya
masih bersatu dengan cadangan kadar tinggi yang telah ada. Secara ekonomi harga emas-perak
naik relatif terhadap ongkos operasi penambangan emas. Hal ini disebabkan karena cadangan
emas yang kadanya rendah telah dapat diekploitasi secara komersil dan pengaruhnya adalah
terjadinya revitalisasi cadangan emas yang terlah ada.
Gambar 1. Skema penampang ilustrasi setting geologi dan hidrogeologi umum daerah endapan
epitermal (Taylor, 1996)

Endapan epitermal logam dasar dan mulia banyak macamnya mencerminkan perbedaan
tektonik, batuan beku dan kedudukan strukturnya dimana mereka terbentuk dan melibatkan
banyak proses didalam pembentukkannya. Kebanyakan dari endapan epitermal terbentuk
dalam suatu lebel kerak bumi yang dangkal, dimana perubahan tiba-tiba dalam kondisi fisik dan
kimianya menghasilkan ubahan hidrotermal (White dan Hedenquist, 1990)

Lindgren (1933) mendefinisikan istilah “epitermal” dari pengamatan mineralogi dan


teksturnya, dan ia menyimpulkan kondisi temperatur dan tekannya (kedalammnya) untuk style
(bentuk) mineralisasi ini. Walaupun penafsiran dari pengamatanya tidak mengubah secara
substansial, pemahaman kita mengenai lingkungan epitermal yang sekarang telah berkembang
sebagai hasil dari suatu pengamatan dasar yang semakin maju.

Gambar 2. Skema pembentukan Endapan Emas Epitermal (Corbet, 2007)

4. Tipe endapan epitermal


Endapan epitermal adalah hasil dari sistem hidrotermal yang berskala besar dari
lingkungan vulkanik. Dalam suatu sumber panas magmatik suatu sumber air tanah dalam, atau
air meteorik, metal dan penurunan sulfur dan zona - zona rekahan yang regas di kerak bumi
bagian atas adalah unsur - unsur yang paling penting. Karena unsur - unsur ini tersedia
sepanjang sejarah kerak bumi. Pencampuran material-material ini menyebabkan terbentuknya
endapan-endapan emas epitermal. Endapan emas epitermal dilingkungan batuan vulkanik
adalah hampir selalu berasosiasi dengan batuan vulkanik cal-alkaline dan batuan intrusi,
beberapa memperlihatkan suatu hubungan yang erat dengan batuan vulkanik alkali.

Kata epitermal mengacu kepada endapan yang terbentuk pada temperatur rendah dan
kedalaman yang dangkal. Istilah epitermal diperoleh dari pengamatan yang dilakukan oleh
Lindgren (1933) terhadap mineralogi dari bijih dan tipe-tipe alterasi di batuan, dan tekstur dari
mineral-mineral bijih yang terbentuk serta alterasi bawaannya. Dari pengamatan tersebut
diperoleh interpretasi mengenai suhu pembentukan endapan dan kedalaman pembentukannya.
Menurut White (2009) endapan epitermal dapat diketahui berdasarkan:

-        Karakteristik mineral dan teksturnya

-         Mineralogi alterasi hidrotermal dan zona pembentukannya

A. Proses Epithermal

Secara lebih detailnya endapan epitermal terbentuk pada kedalaman dangkal hingga 1000
meter dibawah permukaan dengan temperatur relatif rendah (50-200)0C dengan tekanan tidak
lebih dari 100 atm dari cairan meteorik dominan yang agak asin (Pirajno, 1992).

Tekstur penggantian (replacement) pada mineral tidak menjadi ciri khas karena jarang terjadi.
Tekstur yang banyak dijumpai adalah berlapis (banded) atau berupa fissure vein. Sedangkan
struktur khasnya adalah berupa struktur pembungkusan (cockade structure). Asosiasi pada
endapan ini berupa  mineral emas (Au) dan perak (Ag) dengan mineral penyertanya berupa
mineral kalsit, mineral zeolit dan mineral kwarsa. Dua tipe utama dari endapan ini adalah low
sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat kimia
fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya.

Endapan epithermal umumnya ditemukan sebagai sebuah pipe seperti zona dimana batuan
mengalami breksiasi dan teralterasi atau terubah tingkat tinggi. Veins juga ditemukan,
khususnya sepanjang zona patahan., namun mineralisasi vein mempunyai tipe tidak menerus
(discontinuous)

Pada daerah volcanic, sistem epithermal sangat umum ditemui dan seringkali mencapai
permukaan, terutama ketika fluida hidrothermal muncul (erupt) sebagai geyser dan fumaroles.
Banyak endapan mineral epitermal tua menampilkan fossil ‘roots’ dari sistem fumaroles kuno.
Karena mineral - mineral tersebut berada dekat permukaan, proses erosi sering mencabutnya
secara cepat, hal inilah mengapa endapan mineral epitermal tua relatif  tidak umum secara
global. Kebanyakan dari endapan mineral epithemal berumur Mesozoic atau lebih muda.

Mineralisasi epitermal memiliki sejumlah fitur umum seperti hadirnya kalsedonik quartz, kalsit,
dan breksi hidrotermal. Selain itu, asosiasi elemen juga merupakan salah satu ciri dari endapan
epitermal, yaitu dengan elemen bijih seperti Au, Ag, As, Sb, Hg, Tl, Te, Pb, Zn, dan Cu. Tekstur
bijih yang dihasilkan oleh endapan epitermal termasuk tipe pengisian ruang terbuka
(karakteristik dari lingkungan yang bertekanan rendah), krustifikasi, colloform banding dan
struktur sisir. Endapan yang terbentuk dekat permukaan sekitar 1,5 km dibawah permukaan ini
juga memiliki tipe berupa tipe vein, stockwork dan diseminasi. Dua tipe utama dari endapan ini
adalah low sulphidation dan high sulphidation yang dibedakan terutama berdasarkan pada sifat
kimia fluidanya dan berdasarkan pada alterasi dan mineraloginya (Hedenquist et al., 1996:2000
dalam Chandra,2009).

Ransome (1907) (dalam Hedenquist et al, 2000) menemukan dari pengamatan yang dijumpai
pada endapan-endapan di sekitar kolam air panas dan fumarol pada gunung api, dimana dia
menyimpulkan bahwa endapan yang terbentuk pada kondisi reduksi dengan pH air
netral disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi rendah sedangkan kondisi asam
dan teroksidasi disebut sebagai pembawa endapan-endapan sulfidasi tinggi. Terdapat asosiasi
mineral-mineral tertentu yang dapat digunakan sebagai penciri tipe-tipe endapan sulfidasinya.
Endapan sulfidasi rendah dicirikan oleh adanya asosiasi mineral-mineral sulfida seperti pirit-
pirortit-arsenopirit-sfalerit(kaya akan Fe) sedangkan sulfidasi tinggi dicirikan oleh asosiasi
mineral-mineral enargite-luzonit-kovelit-kelimpahan mineral pirit. White dan Hedenquist (1995)
di dalam White (2009), mengklasifikasikan kedua jenis endapan tersebut sebagai berikut :
 

Tabel 1. Klasifikasi Endapan Epitermal White dan Hedenquist (1995)

Tabel 2. Asosiasi mineral bijih pada endapan epithermal (White dan Hedenquist, 1995) di dalam
White(2009)
Tabel 3. Asosiasi mineral-mineral sekunder pengisi gangue (White dan Hedenquist, 1995) di
dalam White (2009)

Dengan memahami asosiasi mineral bijih, mineral sekunder dan zona-zona tekstur pada urat di
batuan maka dapat digunakan sebagai alat interpretasi lingkungan terbentuknya urat
(Buchanan, 1981). Seperti yang terlihat pada gambar berikut :

Gambar 3.  Model Endapan Epithermal low sulfida  (Buchanan, 1981)

Dibawah ini digambarkan ciri-ciri umum endapan epitermal (Lingren, 1933 dalam
Sibarani,2008)) Suhu relatif rendah (50-250°C) dengan salinitas bervariasi antara 0-5 wt.% 

Terbentuk pada kedalaman dangkal (~1 km)

Pembentukan endapan epitermal terjadi pada batuan sedimen atau batuan beku, terutama
yang berasosiasi dengan batuan intrusiv dekat permukaan atau ekstrusif, biasanya disertai oleh
sesar turun dan kekar.

Zona bijih berupa urat-urat yang simpel, beberapa tidak beraturan dengan pembentukan
kantong-kantong bijih, seringkali terdapat pada pipa dan stockwork. Jarang terbentuk sepanjang
permukaan lapisan, dan sedikit kenampakan replacement (penggantian). Logam mulia terdiri
dari Pb, Zn, Au, Ag, Hg, Sb, Cu, Se, Bi, U Mineral bijih berupa Native Au, Ag, elektrum, Cu, Bi,
Pirit, markasit, sfalerit, galena, kalkopirit, Cinnabar, jamesonite, stibnite, realgar, orpiment, ruby
silvers, argentite, selenides, tellurides. Mineral penyerta adalah kuarsa, chert, kalsedon, ametis,
serisit, klorit rendah-Fe, epidot, karbonat, fluorit, barite, adularia, alunit, dickite, rhodochrosite,
zeolit Ubahan batuan samping terdiri dari  chertification (silisifikasi), kaolinisasi, piritisasi,
dolomitisasi, kloritisasi Tekstur dan struktur yang terbentuk adalah Crustification (banding) yang
sangat umum, sering sebagai fine banding, vugs, urat terbreksikan. Karakteristik umum dari
endapan epitermal (Simmons et al, 2005 dalam Sibarani, 2008) adalah: Jenis air berupa air
meteorik dengan sedikit air magmatik
Endapan epitermal mengandung mineral bijih epigenetic yang pada umumnya memiliki batuan
induk berupa batuan vulkanik.Tubuh bijih memiliki bentuk yang bervariasi yang disebabkan oleh
kontrol dan litologi dimana biasanya merefleksikan kondisi paleo-permeability pada kedalaman
yang dangkal dari sistem hidrotermal.

Sebagian besar tubuh bijih terdapat berupa sistem urat dengan dip yang terjal yang terbentuk
sepanjang zona regangan. Beberapa diantaranya terdapat bidang sesar utama, tetapi biasanya
pada sesar-sesar minor. Pada suatu jaringan sesar dan kekar akan terbentuk bijih pada urat.
Mineral gangue yang utama adalah kuarsa sehingga menyebabkan bijih keras dan realtif tahan
terhadap pelapukan. Kandungan sulfida pada urat relatif sedikit (<1 s/d 20%).

5. Tipe endapan sediment exhalative

SEDEX (sedimentary exhalative) adalah suatu jenis endapan sulfida masif yang
berasosiasi dengan batuan sedimen. Sulfida masif terbentuk dari hasil presipitasi larutan
hidrotermal yang dialirkan ke dasar laut melalui suatu saluran (“vent”). Saluran ini berupa zona
yang memotong bagian bawah perlapisan batuan sedimen (“footwall”) dan memasuki horizon
sulfida masif diatasnya.

Sedimentary Exhalative sulphide (SEDEX) merupakan endapan melensa stratabound


masif suldifa kecil (0.5 km) terbentuk oleh bukaan sistem hidrotermal bawah laut dari air
saturasi tinggi melapisi cekungan punggungan epikontinental dan intrakontinental selama
ekstensi berlangsung.

SEDEX ditambang untuk diambil Zn dan Pb, namun pirit dan pirhotit seringkali menjadi
sulfida dominan. SEDEX terdiri dari perlapisan (layers) sulfida masif yang interbedded dengan
perlapisan batuan sedimen termasuk sedimen kimia seperti rijang, barit dan karbonat serta
sedimen klastik seperti lanau, mudstone dan argilit, dimana pegendapannya terjadi di dasar laut.

Mineralisasi sulfida terbentuk ketika fluida hidrotermal yang kaya logam melewati
sedimen induk dan menggantikan pirit hasil tahap awal diagenesa.

sirkulasi air laut masuk kedalam kerak dan berinteraksi dengan host rock batuan
sediment (Russel , et. al., 1981 digambar ulang dalam modul praktikum endapan mineral teknik
geologi ITB), , contoh pada tatanan intracratonic.
Kebanyakan Endapan SEDEX  juga dikelilingi oleh sedimen hidrotermal yang
membentang hingga beberapa kilometer dari zona sulfida. Dalam endapan yang mengandung
barit (misalnya, Tom dan Meggen), endapan distal ini biasanya terdiri dari interlayered barit,
rijang, karbonat dan host litholigies. Dalam endapan lain, fasies ini diwakili oleh sulfida besi
dan / atau satuan rijang interbedded dengan host litholigies.(Mis. Sullivan;. Hamilton et al,
1982). Pada Howards Pass, Yukon, pinggiran distal dari zona bijih mengandung laminasi rijang
fosfatik dan serpih piritik (Goodfellow, 2004).

Endapan SEDEX merupakan sumber daya penting untuk Zn dan Pb dan menyumbang lebih dari
50% dan 60% dari cadangan dunia akan unsur-unsur tersebut (Tikkanen, 1986). Bagaimanapun,
proporsi utama produksi Zn dan Pb di dunia dari endapan SEDEX, ,secara signifikan lebih rendah
(yaitu, 31% dan 25% masing-masing) ketimbang cadangan yang ada.
Kadar logam sangat bervariasi, dengan rata-rata 0,97 wt% Cu; 3,28 wt% Pb; 6,76 wt% Zn dan 63
g/tAg.

Sebagian besar mineralisasi dalam endapan SEDEX berada pada fasies lapisan bijih. Bijih mineral
dalam fasies ini dalam banyak kasus berbutir halus dan intergrown, yang mengarah pada
recovery rendah selama pemanfaatan bijih. Walaupun rekristalisasi dari endapan sulfida
berbutir halus akibat metamorfosis atau proses hidrotermal menghasilkan bijih berbutir kasar
dan diperoleh recovery yang lebih tinggi, hasil rata-rata dari endapan SEDEX jauh lebih rendah
dibandingkan endapan MVT, BHT dan VMS, jenis lain dari endapan Zn dan Pb (Goodfellow et al,
1993.).

6. TIPE ENDAPAN LATERIT NIKEL

Endapan nikel laterit merupakan bijih yang dihasilkan dari proses pelapukan batuan ultrabasa
yang ada di atas permukaan bumi. Istilah Laterit sendiri diambil dari bahasa Latin “later” yang
berarti batubata merah, yang dikemukakan oleh M. F. Buchanan (1807), yang digunakan sebagai
bahan bangunan di Mysore, Canara dan Malabr yang merupakan wilayah India bagian selatan.
Material tersebut sangat rapuh dan mudah dipotong, tetapi apabila terlalu lama terekspos,
maka akan cepat sekali mengeras dan sangat kuat.

Smith (1992) mengemukakan bahwa laterit merupakan regolith atau tubuh batuan yang


mempunyai kandungan Fe yang tinggi dan telah mengalami pelapukan, termasuk di dalamnya
profil endapan material hasil transportasi yang masih tampak batuan asalnya.
Sebagian besar endapan laterit mempunyai kandungan logam yang tinggi dan dapat bernilai
ekonomis tinggi, sebagai contoh endapan besi, nikel, mangan dan bauksit.

Dari beberapa pengertian bahwa laterit dapat disimpulkan merupakan suatu material dengan
kandungan besi dan aluminium sekunder sebagai hasil proses pelapukan yang terjadi pada iklim
tropis dengan intensitas pelapukan tinggi. Di dalam industri pertambangan nikel laterit atau
proses yang diakibatkan oleh adanya proses lateritisasi sering disebut sebagai nikel sekunder.

A. Ganesa Pembentukan Endapan Nikel Laterit

Proses pembentukan nikel laterit diawali dari proses pelapukan batuan ultrabasa, dalam hal ini
adalah batuan harzburgit. Batuan ini banyak mengandung olivin, piroksen, magnesium
silikat dan besi, mineral-mineral tersebut tidak stabil dan mudah mengalami proses pelapukan.

Proses pelapukan dimulai pada batuan ultramafik (peridotit, dunit, serpentinit), dimana batuan
ini banyak mengandung mineral olivin, piroksen, magnesium silikat dan besi silikat, yang pada
umumnya mengandung 0,30 % nikel. Batuan tersebut sangat mudah dipengaruhi oleh
pelapukan lateritik (Boldt ,1967).

Proses laterisasi adalah proses pencucian pada mineral yang mudah larut dan silika dari profil
laterit pada lingkungan yang bersifat asam, hangat dan lembab serta membentuk konsentrasi
endapan hasil pengkayaan proses laterisasi pada unsur Fe, Cr, Al, Ni dan Co (Rose et al., 1979
dalam Nushantara 2002).

Menurut Hasanudin,dkk, 1992, air permukaan yang mengandung CO2 dari atmosfir dan
terkayakan kembali oleh material – material organis di permukaan meresap ke bawah
permukaan tanah sampai pada zona pelindian, dimana fluktuasi air tanah berlangsung. Akibat
fluktuasi ini air tanah yang kaya CO2 akan kontak dengan zona saprolit yang masih mengandung
batuan asal dan melarutkan mineral – mineral yang tidak stabil seperti olivin / serpentin dan
piroksen. Mg, Si dan Ni akan larut  dan terbawa sesuai dengan aliran air tanah dan akan
memberikan mineral – mineral baru pada proses pengendapan kembali .Endapan besi yang
bersenyawa dengan oksida akan terakumulasi dekat dengan permukaan tanah, sedangkan
magnesium, nikel dan silika akan tetap tertinggal di dalam larutan dan bergerak turun selama
suplai air yang masuk ke dalam tanah terus berlangsung. Rangkaian proses ini merupakan proses
pelapukan dan pelindihan/leaching.

Pada proses pelapukan lebih lanjut magnesium (Mg), Silika (Si), dan Nikel (Ni) akan tertinggal di
dalam larutan selama air masih bersifat asam . Tetapi jika dinetralisasi karena adanya reaksi
dengan batuan dan tanah, maka zat – zat tersebut akan cenderung mengendap sebagai mineral
hidrosilikat (Ni-magnesium hidrosilicate) yang disebut mineral garnierit [(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8]
atau mineral pembawa Ni (Boldt, 1967).

Adanya suplai air dan saluran untuk turunnya air, dalam hal berupa kekar, maka Ni yang terbawa
oleh air turun ke bawah, lambat laun akan terkumpul di zona air sudah tidak dapat turun lagi
dan tidak dapat menembus batuan dasar(bedrock). Ikatan dari Ni yang berasosiasi dengan Mg,
SiO dan H akan membentuk mineral garnierit dengan rumus kimia (Ni, Mg) Si4O5(OH)4. Apabila
proses ini berlangsung terus menerus, maka yang akan terjadi adalah proses pengkayaan
supergen/supergen enrichment. Zona pengkayaan supergen ini terbentuk di zona Saprolit.
Dalam satu penampang vertikal profil laterit dapat juga terbentuk zona pengkayaan yang lebih
dari satu, hal tersebut dapat terjadi karena muka air tanah yang selalu berubah-ubah, terutama
tergantung dari perubahan musim.

Di bawah zona pengkayaan supergen terdapat zona mineralisasi primer yang tidak terpengaruh
oleh proses oksidasi maupun pelindihan, yang sering disebut sebagai zona batuan dasar (bed
rock). Biasanya berupa batuan ultramafik seperti Peridotit atau Dunit.

Profil Endapan Nikel Laterit

Profil laterit dapat dibagi menjadi beberapa zona. Profil nikel laterit tersebut didiskripsikan dan
diterangkan oleh daya larut mineral dan kondisi aliran air tanah. 

Gambar 1. Profil endapan nikel laterit (Taylor, 1979)

1.  Lapisan Limonit

Lapisan ini terletak di bagian atas permukaan. Terdapat iron cap / iron crust yang berwujud
keras dan kaya akan besi (Fe) berwarna hitam. Iron capping mempunyai kadar besi yang tinggi
tapi kadar nikel yang rendah. Lapisan limonite berwarna merah-coklat atau kuning, agak lunak,
berkadar  air antara 30% - 40%, kadar nikel 0.3-1,5%, Fe 40-50%, MgO 0.5 - 5%, SiO2  3%, lapisan
kaya besi dari limonit soil menyelimuti seluruh area dengan ketebalan rata-rata 5 - 15 meter.
Lapisan ini tipis pada lereng yang terjal, dan setempat hilang karena erosi. Sebagian dari nikel
pada zona ini hadir di dalam mineral manganese oxide, lithiophorite. Terkadang terdapat
mineral talc, tremolite, chromiferous, kuarsa, gibsite, maghemit. Pada bagian bawah kaya akan
mineral manganese, cobalt, dan nickel dalam bentuk asbolite atau manganese wad. 
Limonit dibedakan menjadi 2, yaitu : red limonite yang biasa disebut hematit dan yellow
limonite yang disebut goethit. Biasanya pada goetit nikel berasosiasi dengan Fe dan mengganti
unsur Fe sehingga pada zona limonit terjadi pengayaan unsur Ni.

2.  Smectite/Nontronite/Transition Zone

Lapisan ini merupakan zona peralihan antara Limonite bagian bawah dan Saprolite bagian
atas. Mengandung mineral Smectite (Nontronite). Tekstur batuan induk (protolith) masih
terlihat. Ukuran butir cenderung lempung dan impermeable.  

3.  Lapisan Bijih (Saprolit)

Lapisan ini merupakan hasil pelapukan batuan ultramafik, berwarna kuning kecoklatan agak
kemerahan sampai kehijauan, terletak di bagian bawah dari lapisan limonit. Campuran dari sisa-
sisa batuan, butiran halus limonit, saprolitic rims, vein dari endapan garnierit (nickeliferous
quartz), mangan dan pada beberapa kasus terdapat silica boxwork, bentukan dari suatu zona
transisi dari limonit ke bedrock. 

Proses pelapukan batuan induk (protolith) masih terlihat dengan


jelas. Kehadiran bouldersebagai hasil dari pelapukan pada zona struktur (joint & fault). Tekstur
dan struktur protolith masih terlihat dengan jelas. Pada batuan yang unserpentinised proses
saprolitisasi hanya terjadi pada permukaan batuan saja, sehingga unserpentinised boulder
cenderung bebas nikel dan masih banyak mengandung olivin. Pada batuan yang serpentinised,
proses saprolitisasi masuk ke dalam pori-pori batuan sehingga serpentinised boulder
memungkinkan mengandung nikel dan sedikit mengandung olivin.

Kadar Ni 1,85%, Fe 16%, MgO 25%, SiO2 35%. Lapisan ini merupakan lapisan yang bernilai
ekonomis untuk ditambang sebagai bijih.

4. Lapisan Batuan Dasar (Bedrock)

Bagian terbawah dari profil laterit Lapisan ini merupakan batuan peridotit sesar yang tidak atau
belum mengalami pelapukan. Blok peridotit (batuan dasar) dan secara umum sudah tidak
mengandung mineral ekonomis lagi (kadar logam sudah mendekati atau sama dengan batuan
dasar). Berwarna kuning pucat sampai abu-abu kehijauan.  Zona ini terfrakturisasi kuat, kadang
membuka, terisi oleh mineral garnierit dan silika. Frakturisasi ini diperkirakan menjadi penyebab
adanya root zone yaitu zona high grade Ni, akan tetapi posisinya tersembunyi. 

5. TIPE ENDAPAN LATERIT BAUKSIT

Bauksit (Al2O3.2H2O) memiliki sistem kristal oktahedral, terdiri dari 35-65% Al2O3, 2- 10% SiO2,
2-20%Fe2O3, 1-3% TiO2 dan 10- 30% H2O. Sebagai bijih alumina, bauksit mengandung
sedikitnya 35% Al2O3, 5% SiO2, 6% Fe2O3, dan 3% TiO2. Bauksit terbentuk dari batuan
yang mempunyai kadar aluminium tinggi, kadar besi rendah dan sedikit kadarkuarsa bebas.
Pada saat batuan mengalami pelapukan kimiawi unsur kimia silika (Si) terlarut dan terlepas
dari ikatan kristal begitujuga sebagian unsur besi. Alumina, Titanium dan mineral oksidasi
terkonsentrasi sebagai endapan residu. Batuan yang dapat memenuhi persyaratan itu antara
lain nephelin sienit, batuan lempung/serpih. Batuan itu akanmengalami proses lateritisasi
(proses pertukaran suhu secaraterus menerus sehingga batuan mengalami pelapukan).
Valeton (1972) Secara komersial bauksit terjadi dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Pissolitic atau oolitic disebut pula “kemel” yang berukuran diameter dari sentimeter,
sebagai amorfous trihydrate.
2. Sponge ore (Arkansas), porous, merupakan sisa dari batuan asal dengan komposisi utama
mineral gibsit.
3. Amorphous atau bijih lempung. Clay symposium (1952)

4.2. Klasifikasi Endapan Bauksit


Berdasar letak depositnya, menurut Valeton (1972) bauksit klasifikasikan menjadi empat tipe,
yaitu:
1. Deposit bauksit residual
Asosiasi dengan kemiringan lereng yang menengah sampai hampir datar pada batuan nephelin
syenit. Permukaan bauksit kemiringannya lebih dari 50 dan batasan yang umum adalah 250.
Pada batuan nephelin syenit bagian bawah bertekstur granitik.
2. Deposit bauksit koluvial
Deposit diselubungi oleh kaolinit, nephelin, dan sienit. Deposit ini terletak di bawah lempung
dan termasuk swamp bauxite dengan tekstur pisolitik dan oolitik yang masih terlihat jelas serta
berada di daerah lembah.
3. Deposit bauksit alluvial pada perlapisan Deposit membentuk perlapisan silang siur, dipisahkan
dengan gravel yang bertekstur pisolitik
4. Deposit bauksit alluvial pada konglomerat kasar
Deposit tipe ini umumnya menutupi bauksit boulder dengan konglomerat kasar, terutama dari
lempung karbonat dan pasir. Berdasarkan kriteria lapisan tanah yang ideal dalam pengendapan
bauksit, terdapat 3 jenis lapisan tanah (Valeton (1972), yaitu :
1. Latosol : Tanah yang terbentuk dari batuan asal
2. Andosol : Tanah mineral yang berasal bukan dari batuan asal biasanya dari abu gunung api
yang kaya akan Al+ dengan Gibbsite sebagai Aluminum.
3. Catena : Tanah yang ada bersama sama berkembang pada saat bersamaan dibawah kondisi
yang berbeda.

4.3. Proses Pembentukan Endapan Bauksit Menurut Zarasyandi, dkk (1984). proses-proses yang
dapat membentuk endapan bauksit dijelaskan sebagai berikut :
1. Proses Magmatik Alumina yang bersumber dari proses magmatik dijumpai dalam bentuk
batuan yang kaya akan kandungan alumina yang disebut dengan alumina-rich rock.
2. Proses Hidrothermal Alumina produk alterasi hidrothennal dari trasit (trachyte) dan riolit
(rhyolite).
3. Proses Metamorfosa Alumina yang bersumber dari proses metamorfosa adalah sumber
alumina yang tidak ekonomis.
4. Proses Pelapukan Alumina yang bersumber dari proses pelapukan, dijumpai sebagai cebakan
residual dan disebut sebagai bauksit.
Proses secara magmatik

4.4. Faktor Pengontrol Endapan Bauksit Menurut Valeton (1972) pembentukan endapan laterit
bauksit dikontrol oleh beberapa faktor yang saling terkait dan mempengaruhi, tetapi faktor
tersebut juga dapat berubah dalam membentuk endapan, faktor tersebut seperti:
1. Batuan asal yang kaya akan unsur Al
2. Daerah subtropis dengan curah hujan yang tinggi
3. Temperatur harian lebih besar dari 200C
4. Topografi undulating

5.Daerahsungai berstadia tua (stabil)


6. Proses pembentukan di atas muka air tanah permanent

7. Seting tektonik Karakteristik

Endapan Laterit Bauksit


Bauksit yang terbentuk adalah jenis gibsit yang terbentuk pada lapisan tanah andosol dan
catena, termasuk endapan bauksit residu hasil pelapukan batuan (insitu). Setiap batuan dasar
memiliki karakteristik bauksit tertentu diantaranya Granodiorit menghasilkan tanah laterit
berwarna merah bata dengan tekstur bauksit agak kasar terdapat mineral kuarsa berukuran 1-
3mm dengan ketebalan lapisan saprolit 7-10m, Diorit kuarsa membentuk endapan tanah laterit
berwarna kuning keorange-an dengan kondisi batuan/sampel lebih halus dengan mineral yang
cenderung lepas dengan ketebalan lapisan saprolit 4-8m, dan Diorit menghasil kan warna tanah
cenderung coklat hingga coklat gelap dengan tanah laterit berwarna kuning. Sering ditemukan
rembesan air, boulder fresh rock, lempung dan pasir silikaan pada bagian bawah dengan
ketebalan lapisan saprolit relatif lebih variatif yaitu antara 2-8m (Gambar 11). Perbandingan
kadar antar batuan berdasarkan analisis X Ray Flurounces (XRF) adalah : Rata Rata ±33% ±8,5 %
±43 % ≤1% ≤7% Berdasarkan hasil analisa sampel metode analisis X-Ray Disfraction, jenis
senyawa penciri pada tanah penutup ditemukan senyawa Nacrite (Al2Si2O5(OH)4), Kaolinite
(Al2Si2O5(OH)4), Gibsite (Al(OH)3), Goethite (FeO(OH)), Quartz (SiO2), dan Dickite
(Al2Si2O5(OH)4). Pada tanah laterit ditemukan senyawa Kaolinite (Al2Si2O5(OH)4), Nacrite
(Al2Si2O5(OH)4), Gibsite (Al(OH)3), dan Quartz (SiO2). Sedangkan pada bijih bauksit ditemukan
senyawa Gibsite (Al(OH)3), Quartz (SiO2), Goethite (FeO(OH)), Nordstandite (Al(OH)3), Hematite
(Fe2O3), dan Kaolinite (Al2Si2O5(OH)4). Horizon dibagi menjadi Humus (padat vegetasi), tanah
(laterit I, biasanya ditandai
dengan butiran halus dan lepas serta batuan dasar yang ada dibawahnya), Lapisan ferikri
hitam(iron cap), Ore/saprolit (biji bauksit), dan batuan dasar (Gambar 12). Pembentukan
ketebalan bauksit ini sangat tergantung kepada morfologi dimana penebalan pada bagian miring
dengan kelerengan ±25o, sedangkanpada lembah dan puncak bukit mengalami penipisan
(Gambar 3-15).

8.

9.

10.

11.

12.

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19.

20.

21.

22.

23.

24.

TIPE ENDAPAN OROGENIC


Endapan emas orogenic ( Böhlke 1982 ) merupakan bentuk dominan dalam batuan
metamorf di pertengahan sampai kerak dangkal (5-15 km kedalaman), pada atau di atas transisi
getas-ulet, dalam pengaturan kompresi yang memfasilitasi transfer cairan emas-bantalan panas
dari level yang lebih ( Goldfarb et al, 2005. ; Groves et al, 1998. ; Phillips dan Powell, 2009 ).
Istilah "orogenic" digunakan karena endapan ini kemungkinan bentuk dalam akresi dan
tumbukan orogens ( Groves et al., 1998 ). Transfer teroksidasi lemah, cairan rendah salinitas ke
situs deposisi emas dikendalikan oleh peristiwa gempa ( Cox, 2005 ; . Sibson et al, 1988 ), yang
memungkinkan cairan untuk cepat melintasi ketebalan besar kerak.

Ada dua sumber yang masuk akal untuk emas: (1) batuan metamorf, dari mana cairan
yang dihasilkan sebagai suhu meningkat; dan (2) felsic-menengah magma, yang melepaskan
cairan karena mereka mengkristal. Emas-bantalan endapan magmatik-hidrotermal diperkaya
dalam banyak elemen, termasuk S, Cu, Mo, Sb, Bi, W, Pb, Zn, Te, Hg, As, dan Ag (misalnya,
Goldfarb et al, 2005. ; Richards, 2009 ). Endapan tersebut telah disebut sebagai emas ditambah
endapan (misalnya, Phillips, 2013 ), tetapi kebanyakan endapan emas orogenic jatuh ke dalam
kelompok alternatif endapan emas saja, dan lebih misterius. Ini ditandai dengan peningkatan S
dan As, dan hanya pengkayaan kecil dalam unsur-unsur lainnya. Pendapat yang dominan saat ini
adalah bahwa batuan metamorf adalah sumber untuk endapan tersebut ( Goldfarb et al, 2005. ;
Phillips dan Powell, 2010 ).

Sebagian besar emas orogenic (tidak termasuk Witwatersrand, Afrika Selatan)


adalah dari tiga periode waktu geologi: yang neoarkean (ca. 2700-2400 Ma), periode
kedua di paleoproterozoikum (ca. 2100-1800 Ma), dan yang ketiga periode dari ca. 650
Ma terus sepanjang Fanerozoikum ( Goldfarb et al., 2001 ). Dua penjelasan telah
ditawarkan untuk waktu ini: (1) karena orogenic pembentukan deposit emas
membutuhkan tektonik akresi, periode utama pembentukan bertepatan dengan periode
pertumbuhan benua ( Goldfarb et al, 2001. , Dan (2) selama Fanerozoikum, meningkat)
oksigenasi laut difasilitasi serapan emas di biogenik dan diagenesa pirit, yang menjadi
sumber emas selama akresi kemudian dan metamorfosis ( Tomkins, 2013 ). Penjelasan
pertama harus benar sampai batas tertentu, tetapi tidak dapat menjelaskan kurangnya
relatif emas selama pembentukan Rodinia; kedua mensyaratkan bahwa emas dapat
bersumber dari batuan metasedimentary karbon.
Daftar Pustaka
[http://pubs.usgs.gov/of/1995/ofr-95-0831/CHAP29.pdf Karen D. Kelley, Robert R. Seal,
II, Jeanine M. Schmidt, Donald B. Hoover, and Douglas P. Klein; SEDIMENTARY
EXHALATIVE ZN-PB-AG DEPOSITS; 1986, USGS]
*
[http://www.em.gov.bc.ca/mining/GeolSurv/MetallicMinerals/MineralDepositProfiles/pr
ofiles/e14.htm Don MacIntyre, SEDIMENTARY EXHALATIVE Zn-Pb-Ag, British
Columbia Geological Survey, 1992]
dominique L. Butty and Claude A. Chapallaz. 1984. Bauxite Genesis. Senior Geologists,
Billiton
International Metals B.V. Leidschendam, The Netherlands. Chapter 7.
Guilbert, J.M. dan Park, C.F. Jr., 1986, The Geology of Ore Deposits. W.H.Freeman and
Company:
New York.
Hedenquist, J. W., Arribas, A. R., dan Urien E. G., 2000, Exploration for Epithermal
Gold deposits, Economic Geology, vol. 13, p. 245-277.

Corbett, G,J., T.M. Leach. 1996. Southwest Pacific Rim gold/copper systems : structure,
alteration, and mineralization . A workshop presented for the Society of Exploration
Geochemists at Townville, 145pp.
Antony M. Evans., ore geology and Industrial Minerals (AN introduction)., 1994
Charles S. Hutchison., economic deposits and their tectonic setting., 1987.

Anda mungkin juga menyukai