Anda di halaman 1dari 23

Praktik Klinis

Covid-19 Ringan atau Sedang

Rajesh T. Gandhi, M.D., John B. Lynch, M.D., M.P.H., and Carlos del Rio, M.D.

Jurnal ini dimulai dengan contoh kasus yang menyoroti masalah klinis yang
umum. Bukti yang mendukung berbagai strategi kemudian disajikan, diikuti oleh
tinjauan pedoman baku, jika tersedia. Artikel ini kemudian diakhiri dengan
rekomendasi- rekomendasi klinis dari para penulis.

Seorang pria berusia 73 tahun dengan riwayat penyakit hipertensi dan penyakit
paru obstruktif kronik (PPOK) mengeluh bahwa dirinya mengalami demam (suhu
maksimal, 38,3° C) dan batuk kering selama dua hari terakhir. Pasien tersebut
menyatakan bahwa sesak napasnya semakin memburuk. Obat-obatan yang
dikonsumsi meliputi losartan dan glukokortikoid inhalasi. Pasien tersebut
diketahui hidup sendiri. Bagaimana pemeriksaan yang perlu dilakukan pada
pasien tersebut? Jika pasien tersebut menderita penyakit coronavirus 2019 (Covid-
19), penyakit yang disebabkan oleh severe acute respiratory syndrome
coronavirus 2 (SARS-CoV-2), kemudian bagaimana pasien tersebut harus
ditangani?

Masalah Klinis

Coronavirus biasanya menyebabkan gejala flu biasa, tetapi dua betacoronavirus -


SARS-CoV-1 dan middle east respiratory syndrome coronavirus (MERS-CoV) -
dapat menyebabkan pneumonia berat, kegagalan pernapasan, dan kematian. Pada
akhir tahun 2019, infeksi dengan novel betacoronavirus, kemudian berganti nama
menjadi SARS-CoV-2, dilaporkan terjadi pada orang-orang yang telah terpapar
pasar makanan laut di Wuhan, Cina, di mana hewan-hewan yang masih hidup
dijual. Semenjak itu, terjadi penyebaran virus yang cepat, yang mengarah ke
pandemi global Covid-19. Di jurnal ini, kami membahas presentasi dan
penanganan Covid-19 pada pasien-pasien dengan gejala ringan atau sedang, serta
pencegahan dan pengendalian infeksi. Diskusi mengenai Covid-19 yang terjadi
pada anak-anak dan selama kehamilan dan penyakit Covid-19 dengan gejala berat
berada di luar cakupan artikel ini.

Strategi-strategi dan Bukti

Coronavirus adalah virus RNA yang terbagi menjadi empat genus; virus
alfacorona dan betacorona diketahui menginfeksi manusia.1 SARS-CoV-2 terkait
dengan coronavirus pada kelelawar dan SARS-CoV-1 virus yang menyebabkan
severe acute respiratory syndrome (SARS).2 Serupa dengan SARS-CoV-1,
SARS-CoV-2 memasuki sel-sel marnusia melalui reseptor angiotensin-
converting-enzyme 2 (ACE2).3 SARS-CoV-2 memiliki RNA yang bergantung
pada RNA polimerase dan protease, yang merupakan target-target dari
pengobatan yang tengah diteliti.

Penularan

SARS-CoV-2 terutama menyebar melalui kontak dari orang ke orang melalui


droplet pernapasan, yang biasanya terlepas ketika orang yang terinfeksi, batuk
atau bersin. Karena droplet-droplet biasanya jatuh dalam jarak beberapa meter,
kemungkinan penularan menjadi berkurang jika orang-orang tetap menjaga jarak
setidaknya sejauh 2 meter. Penularan virus ini diperkirakan tidak biasa terjadi
melalui inhalasi aerosol (virus yang tersuspensi di udara), tetapi ada kekhawatiran
bahwa virus tersebut dapat tertular secara penularan aerosol selama aktivitas
tertentu (misalnya. menyanyi)4 atau pada beberapa prosedur (misalnya intubasi
atau penggunaan nebulisasi) dan kemungkinan virus bertahan secara aerosol yaitu
lebih dari 3 jam.5 RNA dari SARS-CoV-2 telah terdeteksi ada dalam darah dan
feses, meskipun penyebaran melalui fecal-oral belum dibuktikan kebenarannya.
SARS-CoV-2 dapat bertahan pada permukaan karton, plastik, dan stainless steel
selama beberapa hari.5,6 Akibatnya, kontaminasi dari permukaan benda mati dapat
berperan dalam media penularan virus tersebut.4,7

Tabel 1. Faktor risiko yang sudah ditentukan untuk Covid-19 yang parah
Usia yang lebih tua
PPOK
Penyakit kardiovaskular
Diabetes mellitus
Obesitas
Imunokomprimise
Penyakit ginjal stadium akhir
Penyakit hati
Tantangan utama dalam menahan penyebaran SARS-CoV-2 yaitu, bahwa orang-
orang yang tanpa gejala dianggap infeksius/dapat dengan mudah menularkan
virus.8 Laporan terbaru menunjukkan bahwa pasien mungkin saja besifat infeksius
pada 1 hingga 3 hari sebelum gejala mulai ditunjukkan, dan pada 40 hingga 50%
dari kasus yang terjadi mungkin disebabkan oleh penularan dari orang-orang yang
tanpa gejala atau asimptomatik.4,9 Sesat sebelum atau segera setelah onset gejala,
pasien memiliki tingkat virus yang tinggi pada nasofaring, yang kemudian
menurun pada waktu sekitar 1 minggu.10 Pasien dengan gejala berat dapat
menularkan virus dalam waktu yang lebih lama, meskipun durasi penularan virus
tersebut belum jelas.11

Manisfestasi Klinis

Periode inkubasi rata-rata, dari mulai paparan hingga onset gejala, kira-kira terjadi
selama 4 sampai 5 hari, dan 97,5% dari pasien dengan gejala akan memiliki gejala
dalam 11,5 hari setelah terinfeksi.12 Gejala-gejala yang mungkin muncul termasuk
demam, batuk, sakit tenggorokan, malaise, dan nyeri otot. Beberapa pasien
memiliki gejala pada gastrointestinal, termasuk anoreksia, mual, dan diare.13,14
Gejalan anosmia dan ageusia juga dilaporkan muncul pada penyakit ini.15,16 Dalam
beberapa kasus pasien rawat inap di rumah sakit, gejala sesak napas muncul pada
median antar 5 sampai 8 hari setelah onset gejala awal13,17; kemunculan gejala
sesak napas menjadi penanda bahwa imfeksi tersebut semakin memburuk.

Faktor risiko untuk komplikasi-komplikasi pada Covid-19 yaitu termasuk usia


lanjut (misalnya >65 tahun), penyakit kardiovaskular, penyakit paru-paru kronis,
hipertensi, diabetes, dan obesitas.17-21 Masih belum dijelaskan secara pasti apakah
kondisi tertentu lain (penyakit ginjal, imunosupresi, kanker, dan infeksi human
immunodeficiency virus yang tidak terkendali [HIV]) memberikan peningkatan
risiko komplikasi, tetapi karena kondisi-kondisi tersebut dapat dikaitkan dengan
kondisi yang lebih buruk setelah infeksi dengan patogen-patogen pernapasan
lainnya, pemantauan ketat pada pasien dengan Covid-19 yang menunjukkan
kondisi-kondisi tersebut perlu diamankan.

Temuan laboratorium pada pasien rawat inap mungkin terdapat limfopenia dan
peningkatan kadar d-dimer, dehidrogenase laktat, protein C-reaktif, dan feritin.
Pada keadaan tersebut, level prokalsitonin biasanya normal. Temuan-temuan yang
terkait dengan proses penyembuhan yang memburuk dalam beberapa kasus
termasuk peningkatan jumlah sel darah putih dengan limfopenia, perpanjangan
waktu protrombin, dan peningkatan kadar enzim di organ liver,, laktat
dehidrogenase, d-dimer, interleukin-6, protein C-reaktif, dan prokalsito- nin.13,19,22-
24
Ketika kelainan-kelainan tersebut diteliti pada radiografi, temuan khasnya yaitu
berupa gambaran-gambaran dengan opaksifikasi atau konsolidasi.

Diagnosis

Diagnosis penyakit Covid-19 biasanya didasarkan pada deteksi ada tidaknya


SARS-CoV-2 melalui tes polimerase-chain-reaction (PCR).26 Segera setelah
onset dari gejala, sensitivitas pengujian PCR dari swab nasofaring tampak tinggi,
tetapi hasil negatif palsu dapat saja terjadi, dengan frekuensi kejadian yang tidak
pasti. Jika seseorang diduga terinfeksi Covid-19 tetapi hasil tes swab
nasofaringnya negatif, maka akan lebih baik jika dilakukan uji swab ulang,
terutama jika orang tersebut tinggal di wilayah dengan penularan antar manusia
yang aktif (transmisi lokal).27

Jenis spesimen yang dikumpulkan tergantung pada spesimen-spesimen mana yang


telah divalidasi untuk digunakan pada tes PCR tertentu. Kebanyakan tes PCR
yang digunakan di Amerika Serikat dapat menguji berbagai swab nasofaring.
(Video yang menunjukkan cara mendapatkan spesimen dari swab nasofaring
tersedia di NEJM.org.) Sementara itu, semakin banyak laboratorium yang dapat
menguji sputum dan spesimen pada saluran pernapasan bawah. Sampel-sampel
sputum (atau yang diaspirasi dari endotrakeal dari pasien yang diintubasi)
mungkin lebih mudah diperoleh pada kondisi-kondisi tertertu, dan pengujian
sputum mungkin lebih sensitif daripada pengujian swab nasofaring. 28 Induksi
sputum dikontraindikasikan karena ada kekhawatiran virus dapat menyebar
melalui aerosol. Terdapat uji-uji terbatas mengenai penggunaan swab
orofaringeal; dalam satu studi, pengujian swab ini kurang sensitif dibandingkan
pengujian swab nasofaring, terutama dalam perjalanan penyakit kemudian.29 Jika
swab nasofaring tidak dapat dilakukan (misalnya, karena kekurangan
perlengkapan alat), Centers for Disease Control and Prevention (CDC)
merekomendasikan dilakukannya swab orofaringeal.30 Food and Drug
Administration (FDA) baru-baru ini menyetujui pengumpulan spesimen secara
mandiri dari nares anterior sebagai metode pengumpulan yang dapat diterima 31;
opsi ini dapat memfasilitasi uji berbasis di rumah dan mengurangi pajanan bagi
petugas kesehatan.

Pemeriksaan

Pemeriksaan dan penanganan Covid-19 didasarkan pada tingkat keparahan


penyakit. Berdasarkan data awal dari China, 81% orang yang terinfeksi Covid-19
memiliki gejala ringan atau sedang (termasuk pasien tanpa pneumonia dan
penderita pneumonia ringan), 14% dengan gejala berat, dan 5% kritis.32
Pasien yang memiliki tanda dan gejala ringan umumnya tidak memerlukan
pemeriksaan tambahan, dan tergantung pada profil risiko, pasien-pasien tersebut
bahkan mungkin tidak perlu menjalani tes Covid-19, karena infeksi biasanya akan
sembuh dengan sendirinya. Namun, pada beberapa pasien yang memiliki gejala
ringan pada awalnya akan mengalami kemunduran klinis yang terjadi sekitar 1
minggu setelah onset gejala.17,18 Pada pasien yang memiliki faktor risiko penyakit
parah (Tabel 1), pemantauan ketat untuk perkembangan klinis dilakukan, dengan
batas rendah untuk pemeriksaan tambahan.
Jika gejala baru atau perburukan gejala (misalnya, dispnea) berkembang pada
pasien dengan gejala awal ringan, makan pemeriksaan tambahan diperlukan.
Pemeriksaan fisik harus dilakukan untuk menilai takipnea, hipoksemia, dan
temuan di paru yang abnormal. Selain itu, pengujian untuk patogen-patogen lain
(misalnya virus influenza, tergantung pada musim, dan virus pernapasan lainnya)
harus dilakukan, jika tersedia, dan rontgen dada harus dipertimbangkan.

Jika temuan pemeriksaan awal mengarah ke gejala penyakit sedang atau berat,
pasien sangat direkomendasikan untuk rawat inap. Pada pasien dengan penyakit
sedang dapat ditemukan dispnea, tapi saturasi oksigen dapat mencapai 94% tanpa
bantuan oksigen. Pasien dengan penyakit berat ditandai dengan takipneu
(frekuensi napas >30 kali per menit), hipoksemia (saturasi oksigen, <93%; rasio
tekanan parsial oksigen arteri terhadap oksigen yang dihirup, <300), dan infiltrat
pada paru (50% lapangan paru dalam 24-48 jam).32

Pemerikasaan laboratorium pada pasien rawat inap termasuk pemeriksaan darah


lengkap dan fungsi metabolik menyeluruh. Terlebih lebih, pada pertimbangan
pemberian obat yang mempengaruhi corrected QT (QT) interval hasil
elektrokardiogram yang didapatkan harus baik.

Pemeriksaan radiografi dada biasanya merupakan metode pencitraan awal yang


dilakukan. Beberapa rumah sakit juga menggunakan ultrasonografi dada. The
American College of Radiology tidak merekomendasikan penggunaan computed
tomography (CT) untuk skrining atau modalitas pencitraan awal untuk
mendiagnosis Covid-19, mengingat penggunaannya sebaiknya “dibatasi” hanya
pada pasien rawat inap yang memiliki indikasi khusus,

Pemeriksaan tambahan yang kadang dilakukan termasuk pemeriksan koagulasi


(misalnya pengukuran D-dimer) dan pemeriksaan penanda inflamasi (misalnya C-
reactive protein dan ferritin), laktat dehidrogenase, kreatin kinase, dan
prokalsitonin. Nilai prognosis dan manfaat klinis dari hasil pemerisaan ini dan
pemeriksan-pemeriksaan lainya masih belum jelas.
Penanganan Covid-19 Ringan atau Sedang

Pasien dengan penyakit ringan biasanya sembuh di rumah, dengan perawatan


suportif dan isolasi yang sesuai dengan panduan.34 Bagi pasien yang memiliki
risiko tinggi terjadinya komplikasi, memiliki alat oximetri untuk mengawasi kadar
saturasi oksigen merupakan hal yang berguna.

Pasien dengan penyait sedang atau berat biasanya dilakukan pengawasan di rumah
sakit. Jika terdapat bukti klinis adanya bakteri pneumonia, terapi anti bakteri
empiris merupakan pilihan yang masuk akal namun harus segera dihentikan
secepatnya. Terapi empiris untuk influenza dapat dipertimbangkan selama masa
penularan influenza berlangsung, sampai hasil tes yang spesifik diketahui.

Belum ada pengobatan Covid-19 yang diakui; jadi pengobatan pasien dengan
Covid-19 masih dalam tahap percobaan (clinical trial). berapa obat telah
dipromosikan sebagai pengobatan untuk Covid-19, namun sampai saat ini data
yang ada belum cukup untuk mendukung ataupun membantah obat yang tidak
termasuk dalam tahap percobaan ini; penelitian randomized-trial yang baik
merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan penanganan Covid-19.

Hidroksiklorokuin dan Klorokuin dengan atau tanpa Azitromisin

Klorokuin dan hidroksiklorokuin memiliki reaksi in vitro untuk utnuk melawan


SARS-CoV-2, kemungkinan dengan menghambat transport endosomal. 35
Hidroksiklorokuin direkomendasikan di China untuk pengobatab Covid-19, tapi
data yang ada masih kurang untuk menunjukkan tingkat keamanan
hidroksiklorokuin dan efektivitasnya untuk indikasi ini. Sebuah penelitian
openlabel non-acak kecil dari Prancis menunjukkan tingkat pengurangan SARS-
CoV-2 yang lebih tinggi di hari ke-6 pada 14 pasien yang diberikan terapi
hidroksiklorokuin dibandingkan pasien yang menolak untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini atau dalam kondisi klinis lain. Dampak yang lebih baim terlihat
pada 6 pasien yang menerima terapi kombinasi hidroksiklorokuin dnegan
azitromisin; 6 pasien dalam kelompok hidroksiklorokui dieksklusi dari analisis
ini, sebuah faktor yang berpotensi menimbulkan hasil bias.36 Sebuah serial kasus
menuukkan tingkat pengurangan virus yang tinggi dan kemajuan secara klinis
pada pasien yang diterapi

dengan hidroksiklorokuin dan azitromisin.37 Bagaimanapun, semua penelitian


memiliki keterbatasan metodologi, termasuk kurangnya kelompok pembanding
yang adekuat.

Sebuah percobaan acak kecil menunjukkan tidak adanya perbedaan pengurangan


SARS-CoV-2 atau penyakit yang signifikan antara kelompok yang diberikan
terapi hidroksiklorokuin dan kelompok kontrol.38 Hasil dari penelitian tambahan
yang ada saat ini masih dalam bentuk non-peer-reviewed preprints. Sebuah
percobaan kecil,39 yang detail pentingnya belum tersedia, menunjukkan
peningkatan yang kecil pada kelompok yang menerima pengobatan
hidroksiklorokuin dibandingkan dengan kelompok kontrol, sementara penelitian
lain tidak menunjukkan peningkatan jumlah pengurangan virus atau manfaat
klinis hidroklorokuin.40,41 Batasan penelitian ini adalah belum terdapat kesimpulan
pasti. Perhatian khusus pada aspek keselamatan penggunaan hidroksiklorokuin
dan azitromisin termasuk potensi terjadinnya pemanjangan QTc, yang akan
bertambah besar dengan penggunaan kedua obat tersebut secara bersamaan.
Sebuah penelitian pada pasien yang menerima klorokuin dosis tinggi telah
dihentikan karena kecenderungan tingkat kematian yang semakin tinggi.

Penentuan peran hidroksiklorokuin dengan atau tanpa azitromisin untuk


pengobatan Covid-19 bergantung pada hasil penelitian percobaan klinis yang
baik. FDA telah mengeluarkan Izin Penggunaan Darurat / Emergency Use
Authorization (EUA) untuk penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin dari
persediaan strategis nasional untuk pengobatan orang dewasa dengan Covid-19
yang dirawat inap, tapi tindakan ini bukan merupakan persetujuan FDA mengenai
penggunaan klorokuin dan hidroksiklorokuin untuk pengobatan Covid-19.

Lopinavir-ritonavir

Lopinavir-ritonavir, penghambat protease HIV-1, telah diusulkan sebagai


pengobatan, tetapi tidak diketahui apakah tingkat obat yang memadai untuk
menghambat protease SARS CoV-2 dapat secara andal dicapai pada orang dengan
Covid-19 yang menerima pengobatan ini. Dalam sebuah label terbuka, percobaan
acak yang melibatkan 199 pasien yang dirawat di rumah sakit, penambahan
lopinavir-ritonavir ke perawatan standar tidak menghasilkan peningkatan klinis
yang lebih cepat atau penurunan yang lebih cepat pada tingkat RNA SARS-CoV-
2. Pada saat ini, sebagian besar ahli menyarankan untuk tidak penggunaan
lopinavir-ritonavir atau inhibitor protease HIV-1 lainnya untuk pengobatan Covid-
19 di luar uji klinis. Selain itu, orang dengan HIV-1 harus berkecil hati dari
mengubah rejimen antiretroviral mereka ke rejimen yang termasuk HIV-1
protease, mengingat kurangnya data yang mendukung penggunaan obat tersebut
untuk pengobatan atau pencegahan Covid-19.

Remdesivir

Remdesivir, penghambat RNA polimerase yang tergantung pada RNA, telah


44
memiliki aktivitas melawan SARS-CoV-2 secara in vitro dan terhadap virus
corona lain dalam beberapa model hewan.45-47 Dalam serangkaian kasus yang
melibatkan pasien dengan Covid-19 parah yang menerima remdesivir melalui
sebuah program penggunaan welas asih, sebagian besar pasien mengalami
penurunan kebutuhan akan dukungan oksigen, tetapi tidak ada kelompok
pembanding.48 Hasil fase 3 yang sedang berlangsung, secara acak, uji coba
terkontrol diantisipasi.

Imunomodulasi

Karena kekhawatiran bahwa keadaan hiperinflamasi dapat mendorong banyak


manifestasi parah Covid-19, beberapa terapi imunomodulasi — termasuk
glukokortikoid, plasma konvalesen, dan terapi antisitokin - sedang diselidiki,
sebagian besar pada pasien dengan penyakit parah. Diskusi agen-agen ini berada
di luar cakupan artikel ini.

Penggunaan obat concomitant pada pasien COVID-19

Karena SARS-CoV-2 memasuki sel manusia melalui reseptor ACE2, 3 muncul


pertanyaan mengenai apakah penggunaan inhibitor ACE atau angiotensin-receptor
blocker (ARBs) - yang dapat meningkatkan kadar ACE2 - dapat meningkatkan
perolehan SARS-CoV- 2 atau tingkat keparahan Covid-19,49 Namun, mengingat
tidak adanya data klinis definitif, rekomendasi yang ada saat ini adalah pasien
yang menerima ACE inhibitor atau ARB untuk indikasi lain (misalnya, hipertensi
atau gagal jantung) tidak boleh berhenti mengonsumsi agen ini secara rutin,
bahkan jika mereka memiliki Covid-19.49,50 Beberapa laporan telah
memperkirakan kemungkinan efek buruk obat antiinflamasi nonsteroid selama
Covid-19, tetapi beberapa organisasi yang berwenang telah mencatat tidak adanya
data klinis untuk mendukung masalah ini. 51-53 Terdapat kekhawatiran mengenai
penggunaan glukokortikoid, dan beberapa pedoman menyarankan bahwa obat ini
tidak boleh digunakan pada pasien Covid-19 dengan pneumonia.54 Penggunaan
sistemik atau inhalasi glukokortikoid tidak boleh dihentikan pada pasien yang
menggunakannya untuk indikasi lain.54

Pengendalian dan pencegahan infeksi

Petugas kesehatan harus dilindungi dari memperoleh SARS-CoV-2 ketika mereka


memberikan perawatan klinis (Tabel 2). Menggunakan telehealth jika
memungkinkan, mengurangi jumlah petugas kesehatan yang berinteraksi dengan
pasien yang terinfeksi, dan melakukan pembersihan lingkungan perawatan
kesehatan sangat penting. Peralatan pelindung pribadi (APD) harus mencakup,
setidaknya, gaun isolasi, sarung tangan, masker wajah, dan pelindung mata
(kacamata atau pelindung wajah). Meskipun penggunaan tindakan pencegahan
kontak-tetesan (gaun, sarung tangan, masker wajah, dan pelindung mata) untuk
perawatan rutin pasien dengan Covid-19 konsisten dengan pedoman dari negara
55- 58
lain dan WHO, CDC lebih memilih penggunaan respirator (biasanya
respirator facepiece filter N95, respirator pemurni udara bertenaga [PAPR], atau
unit respirator pemurni udara yang terkandung [CAPR]) daripada masker wajah.59

Namun, dalam konteks kekurangan pasokan, CDC menganggap penggunaan


masker wajah sebagai alternatif yang dapat diterima. CDC dan WHO sama-sama
merekomendasikan penggunaan perlindungan yang ditingkatkan untuk prosedur
penghasil aerosol, termasuk penggunaan respirator dan ruang isolasi infeksi udara.
Di lokasi di mana perlindungan yang ditingkatkan tidak tersedia, penggunaan
nebuliser dan prosedur penghasil aerosol lainnya harus dihindari, jika
memungkinkan. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penularan terjadi sebelum
timbulnya gejala dapat mendukung tindakan pencegahan kontak-tetesan universal
untuk semua pertemuan awal pasien. 4,60-63

Strategi untuk memfasilitasi pencegahan dan pengendalian infeksi diperlukan


untuk orang-orang dengan perumahan yang tidak stabil dan orang-orang yang
tinggal di lingkungan yang ramai, di mana physical distancing tidak konsisten
atau tidak memungkinkan (mis., asrama, penjara, lembaga pemasyarakatan
(lapas), pusat penahanan, fasilitas perawatan jangka panjang, dan fasilitas
kesehatan behavioral).
Tabel 2. Penularan SARS-CoV-2 berdasarkan derajat infeksi.
RNA yang Virus
dapat viabel
terdeteksi yang dapat
pada dideteksi Penulara Himbauan minimal
Derajat
sampel dari n dapat Mekaniseme penularan† yang
infeksi*
saluran sampel terjadi direkomendasikan
pernapasan, saluran
darah, dan pernapasa
feses n
Droplet Aerosol Prosedur Kontak Kontak Rute
alami yang langsung tidak enterik
menyebabka langsung
n aerosol
Pre-simtomatik Ya Ya Ya § Ya Dicuriga Dicurigai Dicuriga Dicurigai Tidak Perlindungan mata
i i diketahui (kacamata atau
pelindung wajah)
Proteksi dari droplet
dan penularan
kontak saat
perawatan rutin
Perlindungan dari
penularan udara
dan kontak saat
terjadinya
prosedur yang
memicu uap
Simtomatik Ya Ya Ya Ya Dicuriga Ya Sangat Sangat Tidak Perlindungan mata
i dicurigai dicurigai diketahui (kacamata atau
pelindung wajah)
Proteksi dari droplet
dan penularan
kontak saat
perawatan rutin
Perlindungan dari
penularan udara
dan kontak saat
terjadinya
prosedur yang
memicu uap
Postsimtomati Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak ada
k diketahui diketahui diketahui diketahui diketahui diketahui diketahui diketahui
* Masa inkubasi sindrom pernafasan akut yang parah coronavirus 2 (SARS-CoV-2), dari paparan hingga timbulnya gejala, berkisar 2 hingga 14 hari.
Dosis infeksius tidak diketahui. Kemungkinan bahwa orang yang tetap tanpa gejala selama infeksi dapat menularkan virus tetap menjadi topik
perdebatan. Tahap presimptomatik terjadi 1 hingga 3 hari (atau mungkin lebih lama) sebelum timbulnya gejala. Tahap postsymptomatic terjadi minimal
7 hari setelah onset gejala dan setidaknya 3 hari setelah resolusi demam dan peningkatan gejala pernapasan.
† Dalam penularan melalui tetesan, partikel pernapasan besar (≥5 μm) yang dilepaskan dengan batuk, bersin, atau mendarat di permukaan atau
membran mukosa. Dalam penularan oleh aerosol alami, partikel pernapasan kecil (<5 μm) yang dihasilkan oleh aktivitas manusia (mis., Bernyanyi)
dihirup; ini tidak selalu mengindikasikan transmisi udara jarak jauh. Dalam transmisi oleh prosedur penghasil aerosol, partikel pernapasan kecil yang
dihasilkan oleh prosedur klinis (mis., Intubasi, ekstubasi, penggunaan nebuliser, atau lavage bronchoalveolar) dihirup; ini tidak selalu menunjukkan
transmisi udara jarak jauh. Dalam penularan melalui kontak langsung, virus ditransfer melalui kontak permukaan-tubuh. Dalam penularan melalui
kontak tidak langsung, virus dipindahkan dari permukaan yang terkontaminasi ke permukaan mukosa (mis., Mata, hidung, atau mulut). Dalam transmisi
enterik, virus ditransfer melalui rute fecal-oral; SARS-CoV-2 RNA telah terdeteksi dalam tinja tetapi penyebaran fecal-oral belum didokumentasikan.
‡ Pengujian pasien tanpa gejala dapat dilakukan untuk skrining pra operasi, selama kehamilan pada saat persalinan, ketika mereka tidak dapat
memberikan riwayat medis atau pajanan, ketika mereka hidup dalam pengaturan risiko tinggi (misalnya, pengaturan berkumpul, termasuk jangka
panjang). fasilitas perawatan jangka), atau selama kegiatan pengawasan masyarakat.
§ Informasi ini didasarkan pada laporan kasus atau seri kasus.
Hal-hal yang belum jelas

Banyak hal yang belum jelas dalam pemahaman kita tentang penyebaran Covid-
19 dan manajemennya. Kontribusi penularan dari orang tanpa gejala dan orang
tanpa gejala ke komunitas dan penyebaran nosokomial dari SARS-CoV-2, dan
sejauh mana fomites dan aerosol (yang tidak dihasilkan oleh prosedur medis)
berkontribusi pada penularan, tidak jelas. Data untuk memberi tahu pengobatan
tetap terbatas. Percobaan sedang berlangsung untuk menilai efek dari berbagai
obat - seperti hydroxychloroquine dengan atau tanpa azithromycin, remdesivir,
dan favipiravir (yang memiliki aktivitas anti-influenza) 64 - pada perjalanan
penyakit pada pasien dengan tingkat keparahan penyakit yang berbeda, serta
untuk mengevaluasi hydroxychloroquine sebagai profilaksis pada orang yang
berisiko tinggi atau terpajan. Penelitian sedang dilakukan untuk mengembangkan
vaksin yang efektif. Tidak diketahui apakah infeksi memberikan kekebalan parsial
atau lengkap (dan, jika demikian, untuk berapa lama) dan apakah hasil uji
serologis dapat digunakan untuk memberi tahu kapan petugas kesehatan dan
orang lain dapat kembali bekerja dengan aman.

Pedoman pada pandemi yang berubah sangat cepat

Banyak organisasi profesional telah mengembangkan pedoman sementara untuk


manajemen dan pencegahan Covid-19 (lihat Lampiran Tambahan, tersedia dengan
teks lengkap artikel ini di NEJM.org). Pedoman dari Perhimpunan Penyakit
Menular Amerika54 dan National Institutes of Health65 menyoroti fakta bahwa
tidak ada terapi yang terbukti untuk Covid-19 dan bahwa uji coba acak sangat
penting.

Kesimpulan dan Rekomendasi

Pasien dalam sketsa berisiko tinggi untuk mengalami Covid-19 dengan potensi
komplikasi. Mengingat dispnea dan faktor risiko penyakit parah, kami akan
merujuknya untuk melakukan pemeriksaan PCR dari swab nasofaring untuk
SARS-CoV-2, bersama dengan pemeriksaan dan radiografi dada. Dia harus
disarankan untuk memakai masker dalam perjalanan; setelah tiba di fasilitas
perawatan kesehatan, pasien akan diberikan masker bedah dan segera diantar ke
ruang pemeriksaan. Perlu dilakukan pemantauan ketat mengingat dispnea dan
peningkatan risiko. Atas dasar data yang tersedia terbatas, kami akan melanjutkan
ARB dan glukokortikoid inhalasi. Dikarenakan keterbatasan data yang tersedia
untuk mendukung terapi spesifik Covid-19, kami akan merekomendasikan
pendataan dalam uji klinis acak, jika memungkinkan. Ketika kondisi pasien cukup
membaik untuk dipulangkan, pasien perlu disarankan untuk tetap diisolasi selama
minimal 7 hari setelah onset gejala dan setidaknya 3 hari setelah resolusi demam
dan peningkatan gejala pernapasan. Mungkin terdapat panduan lokal tambahan
mengenai lamanya isolasi.

Referensi

1. Paules CI, Marston HD, Fauci AS. Coronavirus infections — more than just
the common cold. JAMA 2020; 323: 707-8.
2. Zhu N, Zhang D, Wang W, et al. A novel coronavirus from patients with
pneumonia in China, 2019. N Engl J Med 2020; 382: 727-33.
3. Hoffmann M, Kleine-Weber H, Schroeder S, et al. SARS-CoV-2 cell entry
depends on ACE2 and TMPRSS2 and is blocked by a clinically proven
protease inhibitor. Cell 2020; 181(2): 271-280.e8.
4. Wei WE, Li Z, Chiew CJ, Yong SE, Toh MP, Lee VJ. Presymptomatic
transmission of SARS-CoV-2 — Singapore, January 23– March 16, 2020.
MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2020; 69: 411-5.
5. van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, et al. Aerosol and surface
stability of SARS-CoV-2 as compared with SARSCoV-1. N Engl J Med 2020;
382: 1564-7.
6. Kampf G, Todt D, Pfaender S, Steinmann E. Persistence of coronaviruses on
inanimate surfaces and their inactivation with biocidal agents. J Hosp Infect
2020; 104:2 46-51.
7. Centers for Disease Control and Prevention. Coronavirus disease 2019: how it
spreads. 2020 (https://www .cdc. gov/ coronavirus/ 2019 -n cov/ prevent-
getting - sick/h ow - covid- spreads. html).
8. Kimball A, Hatfield KM, Arons M, et al. Asymptomatic and presymptomatic
SARS-CoV-2 infections in residents of a long-term care skilled nursing
facility — King County, Washington, March 2020. MMWR Morb Mortal
Wkly Rep 2020; 69: 377-81.
9. He X, Lau EHY, Wu P, et al. Temporal dynamics in viral shedding and
transmissibility of COVID-19. Nat Med 2020 April 15 (Epub ahead of print).
10. Wölfel R, Corman VM, Guggemos W, et al. Virological assessment of
hospitalized patients with COVID-2019. Nature 2020 April 1 (Epub ahead of
print).
11. Liu Y, Yan LM, Wan L, et al. Viral dy-namics in mild and severe cases of
COVID-19. Lancet Infect Dis 2020 March 19 (Epub ahead of print).
12. Lauer SA, Grantz KH, Bi Q, et al. The incubation period of coronavirus
disease 2019 (COVID-19) from publicly reported confirmed cases: estimation
and application. Ann Intern Med 2020 March 10 (Epub ahead of print).
13. Wang D, Hu B, Hu C, et al. Clinical characteristics of 138 hospitalized
patients with 2019 novel coronavirus-infected pneumonia in Wuhan, China.
JAMA 2020 February 7 (Epub ahead of print).
14. Pan L, Mu M, Yang P, et al. Clinical characteristics of COVID-19 patients
with digestive symptoms in Hubei, China: a descriptive, cross-sectional,
multicenter study. Am J Gastroenterol 2020 April 14 (Epub ahead of print).
15. American Academy of Otolaryngolo-gy–Head and Neck Surgery. AAO-
HNS: anosmia, hyposmia, and dysgeusia symptoms of coronavirus disease.
March 22, 2020 (https://www .entnet. org/ content/ aao - hns- anosmia-
hyposmia- and -d ysgeusia - symptoms- coronavirus- disease).
16. Giacomelli A, Pezzati L, Conti F, et al. Self-reported olfactory and taste
disorders in SARS-CoV-2 patients: a cross-sectional study. Clin Infect Dis
2020 March 26 (Epub ahead of print).
17. Huang C, Wang Y, Li X, et al. Clinical features of patients infected with
2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet 2020; 395:4 97-506.
18. Wu C, Chen X, Cai Y, et al. Risk fac-tors associated with acute
respiratory distress syndrome and death in patients with coronavirus disease
2019 pneumonia in Wuhan, China. JAMA Intern Med 2020 March 13 (Epub
ahead of print).
19. Zhou F, Yu T, Du R, et al. Clinical course and risk factors for mortality of
adult inpatients with COVID-19 in Wuhan, China: a retrospective cohort
study. Lancet 2020; 395: 1054-62.
20. CDC COVID-19 Response Team. Pre-liminary estimates of the
prevalence of selected underlying health conditions among patients with
coronavirus disease 2019 — United States, February 12– March 28, 2020.
MMWR Morb Mortal Wkly Rep 2020; 69:3 82-6.
21. Cai Q, Chen F, Luo F, et al. Obesity and COVID-19 severity in a
designated hospital in Shenzhen, China. SSRN. April 1, 2020.
22. Lippi G, Plebani M. Laboratory abnor-malities in patients with COVID-
2019 infection. Clin Chem Lab Med 2020 March 3 (Epub ahead of print).
23. Lippi G, Plebani M. Procalcitonin in patients with severe coronavirus
disease 2019 (COVID-19): a meta-analysis. Clin Chim Acta 2020; 505: 190-1.
24. Herold T, Jurinovic V, Arnreich C, et al. Level of IL-6 predicts respiratory
failure in hospitalized symptomatic COVID-19 patients. medRxiv April 2020
(https://www .medrxiv. org/ content/ 10 .1101/ 2020. 04 .01 .20047381v2).
25. Bernheim A, Mei X, Huang M, et al. Chest CT findings in coronavirus
disease-19 (COVID-19): relationship to duration of infection. Radiology 2020
February 20 (Epub ahead of print).
26. FIND. SARS-COV-2 diagnostic pipe-line. 2020 (https://www .finddx.
org/ covid -1 9/ pipeline/) .
27. Babiker A, Myers CW, Hill CE, Guarner J. SARS-CoV-2 testing. Am J
Clin Pathol 2020 March 30 (Epub ahead of print).
28. Han H, Luo Q, Mo F, Long L, Zheng W. SARS-CoV-2 RNA more readily
detected in induced sputum than in throat swabs of convalescent COVID-19
patients. Lancet Infect Dis 2020 March 12 (Epub ahead of print).
29. Yang Y, Yang M, Shen C, et al. Evaluat-ing the accuracy of different
respiratory specimens in the laboratory diagnosis and monitoring the viral
shedding of 2019nCoV infections. medRxiv. April 2020 (https://www
.medrxiv .org/c ontent/ 10 .1101/ 2020 .02 .11. 20021493v2).
30. Centers for Disease Control and Pre-vention. Interim guidelines for
collecting, handling, and testing clinical specimens from persons for
coronavirus disease 2019 (COVID-19). 2020 (https://www .cdc .gov/
coronavirus/2019-ncov/lab/ guidelines- clinical-specimens .html).
31. Food and Drug Administration. FAQs on diagnostic testing for SARS-
CoV-2. 2020 (https://www .fda .gov/ medical- devices/ emergency -s ituations
-m edical -d evices/ faqs-diagnostic-testing-sars-cov-2).
32. Wu Z, McGoogan JM. Characteristics of and important lessons from the
coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak in china: summary of a report
of 72 314 cases from the Chinese Center for Disease Control and Prevention.
JAMA 2020 February 24 (Epub ahead of print).
33. American College of Radiology. ACR recommendations for the use of
chest radiography and computed tomography (CT) for suspected COVID-19
infection. March 22, 2020 (https://www. acr .org/ Advocacy-and- Economics/
ACR- Position Statements/Recommendations-for-Chest Radiography- and-
CT -f or -S uspected -C OVID19 - Infection).
34. Centers for Disease Control and Pre-vention. Interim guidance for
implementing home care of people not requiring hospitalization for
coronavirus disease 2019 (COVID-19). 2020 (https://www .cdc.gov/
coronavirus/2 019 - ncov/ hcp/g uidance - home- care .html).
35. Liu J, Cao R, Xu M, et al. Hydroxychlo-roquine, a less toxic derivative of
chloroquine, is effective in inhibiting SARSCoV-2 infection in vitro. Cell
Discov 2020; 6:1 6.
36. Gautret P, Lagier JC, Parola P, et al. Hydroxychloroquine and
azithromycin as a treatment of COVID-19: results of an open-label non-
randomized clinical trial. Int J Antimicrob Agents 2020 March 20 (Epub ahead
of print).
37. Gautret P, Lagier JC, Parola P, et al. Clinical and microbiological effect of
a combination of hydroxychloroquine and azithromycin in 80 COVID-19
patients with at least a six-day follow up: a pilot observational study. Travel
Med Infect Dis 2020 April 11 (Epub ahead of print).
38. Chen J, Liu D, Liu L, et al. A pilot study of hydroxychloroquine in
treatment of patients with common coronavirus disease-19 (COVID-19). J
Zhejiang Univ (Med Sci) 2020 March 6 (Epub ahead of print).
39. Chen Z, Hu J, Zhang Z, et al. Efficacy of hydroxychloroquine in patients
with COVID-19: results of a randomized clinical trial. medRxiv. April 2020
(https:// www .medrxiv. org/ content/1 0 .1101/2 020 .03. 22 .20040758v3).
40. Tang W, Cao Z, Han M, et al. Hydroxy-chloroquine in patients with
COVID-19: an open-label, randomized, controlled trial. medRxiv. April 2020
(https://www .medrxiv .org/c ontent/ 10 .1101/2 020 .04 .10 .20060558v1).
41. Magagnoli J, Narendran S, Pereira F, et al. Outcomes of
hydroxychloroquine usage in United States veterans hospitalized with Covid-
19. medRxiv. April 2020 (https://www .medrxiv .org/c ontent/ 10 .1101/2
020 .04. 16 .20065920v1).
42. Borba MGS, Almeida Val F, Sampaio VS, et al. Chloroquine diphosphate
in two different dosages as adjunctive therapy of hospitalized patients with
severe respiratory syndrome in the context of coronavirus (SARS-CoV-2)
infection: preliminary safety results of a randomized, double-blinded, phase
IIb clinical trial (CloroCovid-19 Study). medRxiv. April 2020
(https://www.medrxiv. org/content/10 .1101/ 2020.04.07.20056424v2).
43. Cao B, Wang Y, Wen D, et al. A trial of lopinavir–ritonavir in adults
hospitalized with severe Covid-19. N Engl J Med. DOI:
10.1056/NEJMoa2001282.
44. Wang M, Cao R, Zhang L, et al. Rem-desivir and chloroquine effectively
inhibit the recently emerged novel coronavirus (2019-nCoV) in vitro. Cell Res
2020; 30: 269-71.
45. Sheahan TP, Sims AC, Graham RL, et al. Broad-spectrum antiviral GS-
5734 inhibits both epidemic and zoonotic coronaviruses. Sci Transl Med
2017;9 (396):eaal3653.
46. Sheahan TP, Sims AC, Leist SR, et al. Comparative therapeutic efficacy
of remdesivir and combination lopinavir, ritonavir, and interferon beta against
MERS-CoV. Nat Commun 2020; 11:2 22.
47. de Wit E, Feldmann F, Cronin J, et al. Prophylactic and therapeutic
remdesivir (GS-5734) treatment in the rhesus macaque model of MERS-CoV
infection. Proc Natl Acad Sci U S A 2020; 117: 6771-6.
48. Grein J, Ohmagari N, Shin D, et al. Compassionate use of remdesivir for
patients with severe Covid-19. N Engl J Med. DOI: 10.1056/NEJMoa2007016.
49. Vaduganathan M, Vardeny O, Michel T, McMurray JJV, Pfeffer MA,
Solomon SD. Renin–angiotensin–aldosterone system inhibitors in patients
with Covid-19. N Engl J Med. DOI: 10.1056/NEJMsr2005760.
50. American College of Cardiology. HFSA/ ACC/AHA statement addresses
concerns re: using RAAS antagonists in COVID-19. 2020 (https://www .acc
.org/l atest - in - cardiology/ articles/ 2020/0 3/ 17/ 08/ 59/ hfsa - acc -a ha -
statement- addresses- concerns- re -u sing -r aas -a ntagonists -i n -c ovid -
19).
51. European Medicines Agency. EMA gives advice on the use of non-
steroidal anti-inflammatories for COVID-19. March 2020 (https://www
.ema .europa .eu/ en/n ews/ ema- gives- advice- use -n on -s teroidal -a nti -i
nflammatories -c ovid - 19).
52. Food and Drug Administration. FDA advises patients on use of non-
steroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) for COVID-19. March 19,
2020 (https://www.fda .gov/ drugs/ drug-safety-and-availability/fda-advises-
patients- use-non-steroidal-anti-inflammatory-drugs-nsaids-covid-19).
53. World Health Organization. Q: Could #ibuprofen worsen disease for
people with #COVID19? A: Based on currently available information, WHO
does not recommend against the use of of ibuprofen. Twitter, 2020.
54. Infectious Diseases Society of Ameri-ca. Infectious Diseases Society of
America guidelines on the treatment and management of patients with
COVID-19. April 11, 2020 (https://www.idsociety.org/practice-
guideline/covid-19-guideline-treatment-and-management/ ).
55. World Health Organization. Corona-virus disease (COVID-19) technical
guidance: infection prevention and control. March 19, 2020 (https://www .who
.int/ emergencies/ diseases/ novel -c oronavirus - 2019/ technical- guidance/
infection - prevention - and - control).
56. Public Health England. COVID-19: infection prevention and control
(IPC). 2020 (https://www .gov. uk/ government/ publications/ wuhan- novel-
coronavirus - infection - prevention- and - control). 57. Government of
Canada. Personal protective equipment against COVID-19. 2020 (https://www
.canada .ca/e n/ health -c anada/ services/d rugs -h ealth -p roducts/ medical-
devices/c ovid19 -p ersonal - protective - equipment .html).
58. Australian Government Department of Health. Interim recommendations for
the use of personal protective equipment (PPE) during hospital care of people
with Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). 2020 (https://www .health
.gov .au/ resources/ publications/i nterim - recommendations-for-the-use-of-
personal- protective-equipment-ppe-during-hospital-care-of-people-with-
coronavirus-disease-2019-covid-19).
59. Centers for Disease Control and Pre-vention. Who needs PPE. 2020
(https://www.cdc.gov/coronavirus/2019- ncov/ hcp/ using -p pe .html).
60. Mizumoto K, Kagaya K, Zarebski A, Chowell G. Estimating the
asymptomatic proportion of coronavirus disease 2019 (COVID-19) cases on
board the Diamond Princess cruise ship, Yokohama, Japan, 2020. Euro Surveill
2020; 25(10): 2000180.
61. Zhang J, Tian S, Lou J, Chen Y. Famil-ial cluster of COVID-19 infection
from an asymptomatic. Crit Care 2020; 24: 119.
62. Bai Y, Yao L, Wei T, et al. Presumed asymptomatic carrier transmission
of COVID-19. JAMA 2020; 323: 1406-7.
63. Klompas M, Morris CA, Sinclair J, Pearson M, Shenoy ES. Universal
masking in hospitals in the Covid-19 era. N Engl J Med. DOI:
10.1056/NEJMp2006372.
64. Shiraki K, Daikoku T. Favipiravir, an anti-influenza drug against life-
threatening RNA virus infections. Pharmacol Ther 2020 February 22 (Epub
ahead of print).
65. National Institutes of Health. Coronavirus disease 2019 (COVID-19)
treatment guidelines. April 21, 2020 (https://www .covid19treatmentguidelines.
nih .gov/) .

Anda mungkin juga menyukai