Anda di halaman 1dari 20

Air, sanitasi, kebersihan, dan pengelohan limbah untuk virus COVID-19

Pedoman sementara
23 April 2020

Latar Belakang
Pedoman sementara ini melengkapi dokumen pencegahan dan pengendalian infeksi dengan
merangkum pedoman WHO tentang air, sanitasi dan layanan kesehatan limbah yang relevan
untuk virus, termasuk virus corona. Pedoman ini ditujukan untuk praktisi dan penyedia air
dan sanitasi, dan penyedia layanan kesehatan yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai
risiko dan praktik yang berhubungn dengan air, sanitasi dan kebersihan (WASH, water,
sanitation, and hygiene).

Penyediaan air bersih, sanitasi dan kondisi yang higienis sangat penting untuk melindungi
kesehatan manusia selama wabah penyakit menular, termasuk penyakit coronavirus 2019
(COVID-19). Memastikan penerapan praktik pengelolaan air, sanitasi, kebersihan dan limbah
yang berbasis bukti secara konsisten di masyarakat, rumah, sekolah, pasar, dan fasilitas
kesehatan akan membantu mencegah penularan virus yang menyebabkan COVID-19 dari
manusia ke manusia.

Pedoman ini awalnya diterbitkan pada Maret 2020. Pembaruan pertama ini memberikan
perincian tentang kebersihan tangan, sanitasi, melindungi pekerja yang berhubungan dengan
air, sanitasi, dan kebersihan dan mendukung kelanjutan dan penguatan layanan air, sanitasi,
dan kebersihan terutama di area yang kurang terlayani. Informasi tambahan ini telah
disiapkan dalam menanggapi banyak pertanyaan yang diterima oleh WHO mengenai
pencegahan dan pengendalian COVID-19 dalam kondisi di mana layanan air, sanitasi, dan
kebersihan terbatas dan di mana terdapat bukti yang muncul mengenai keberadaan fragmen
virus dalam kotoran dan saluran pembuangan limbah yang tidak terawat.

Informasi paling penting mengenai air, sanitasi, kebersihan dan virus COVID-19 dirangkum
sebagai berikut.

 Mencuci tangan secara sering dan benar adalah salah satunya langkah paling penting
untuk mencegah infeksi virus COVID-19. Praktisi air, sanitasi, dan kebersihan harus
membiasakan mencuci tangan secara lebih sering dan teratur dengan cara meningkatkan
akses ketersediaan fasilitas mencuci tangan dan menggunakan pendekatan multimodal
(mengacu pada praktik kebersihan tangan) untuk mendukung terciptanya kebiasaan
mencuci tangan yang baik.. Mencuci tangan di waktu yang tepat, menggunakan teknik
yang tepat dengan menggunakan larutan pencuci tangan berbasis alkohol atau sabun
merupakan hal yang penting.
 Pedoman WHO yang telah ada mengenai manajemen layanan air minum dan sanitasi
yang aman berlaku untuk wabah COVID-19. Disinfeksi air dan perawatan sanitasi dapat
mengurangi virus. Pekerja sanitas perlu mendapatkan pelatihan dan akses alat pelindung
diri (APD) yang layak dan dalam banyak skenario, kombinasi elemen APD secara
spesifik direkomendasikan.
 Banyak manfaat tambahan kesehatan yang dapat direalisasikan dengan cara mengelola
layanan air dan sanitasi secara aman, dan dengan menerapkan praktik higiene yang baik.

Saat ini belum ada penelitian mengenai kelangsungan hidup COVID-19 virus dalam air
minum atau air limbah. Morfologi dan struktur kimiawi virus ini mirip dengan virus corona
lain, yang mana telah terdapat data mengenai kelangsungan hidup virus dalam lingkungan
mapupun langkah-langkah inaktivasi virus yang efektif. Pedoman ini mengacu pada bukti
yang telah ada dan pedoman WHO terkini mengenai cara mengatasi virus di air limbah dan
air minum.

1. Penularan COVID-19
Rute utama penularan adalah tetesan cairan yang berasal dari saluran napas dan kontak
langsung. Setiap orang yang berhubungan dekat dengan seorang individu yang terinfeksi
berisiko terpapar tetesan yang berpotensi infektif.1 Tetesan juga dapat mendarat pada
permukaan dimana virus dapat tetap hidup; dengan demikian, lingkungan di sekitar individu
yang terinfeksi dapat menjadi sumber penularan.

Risiko penularan virus COVID-19 dari feses orang yang terinfeksi tampaknya rendah. Bukti
terkini menunjukkan bahwa virus COVID-19 yang infeksius kemungkinan diekskresikan
dalam feses, terlepas dari diare atau tanda-tanda infeksi usus. Sekitar 2−27% orang
terkonfirmasi COVID-19 mengalami diare2-5 dan beberapa penelitian telah mendeteksi
fragmen RNA virus COVID-19 di dalam feses pasien ini selama meeeka sakit dan setelah
pemulihan.6-8 Namun, hingga saat ini, hanya satu studi yang melakukan pembiakan virus
COVID-19 dari spesimen feses.9 Belum terdapat laporan penularan virus COVI-19 secara
fekal-oral.

2. Keberadaan virus COVID-19 yang menetap dalam minum-air, kotoran, dan kotoran
serta pada permukaan
Walaupun keberadaan virus COVID-19 dalam air minum yang tidak dirawat memungkinkan,
virus inibelum terdeteksi di persediaan air minum. Selanjutnya, virus corona lainnya belum
terdeteksi di sumber air permukaan atau air tanah sehingga dengan demikian risiko virus
corona terhadap persediaan air termasuk rendah.10
Virus COVID-19 terbungkus oleh selubung, oleh karena itu sifatnya kurang stabil pada
lingkungan dibandingkan dengan virus enterik manusia yang tidak berselubung yang
diketahu penularannya melalui air (seperti adenovirus, norovirus, rotavirus dan hepatitis
A). Satu studi menemukan bahwa virus corona lain yang menyerang manusia b hanya dapat
bertahan hidup
dua hari dalam air keran yang dideklorinasi dan di air limbah rumah sakit dengan suhu
20°C.11 Sebagai perbandingan, tingkat pembersihan yang tinggi (> 4 log) dari virus influenza
ditemukan dalam air minumc setelah waktu kontak hanya lima menit dan residu klorin
0,3 mg /l.12 Studi lain menemukan tingkat pembersihan serupa dalam beberapa hari hingga
beberapa minggu. Pembersihan signifikan (99,9%) dari virus corona diamati dalam dua hari
pada limbah cair primerd dengan suhu 23°C, dua minggu dalam air limbah menetap yang
dipasteurisasi pada suhu 25° C dan empat minggu dalam air kadar reagene pada 25 ° C.13,14
Suhu yang lebih tinggi, pH tinggi atau rendah dan sinar matahari semuanya memfasilitasi
virus
pengurangan jumlah virus.

Bukti terbaru menunjukkan bahwa daya tahan virus COVID-19 (SARS-CoV-2) pada
permukaan mirip dengan SARS-CoV-1, virus yang menyebabkan sindrom pernapasan akut
parah (SARS),15 dengan kemampuan bertahan hidup di permukaan mulai dari 2 jam hingga 9
hari.16 Waktu bertahan hidup tergantung pada beberapa faktor, termasuk jenis permukaan,
suhu, kelembaban relatif dan jenis virusnya. Studi yang sama juga menemukan bahwa
inaktivasi efektif dapat dicapai dalam 1 menit menggunakan ddsinfektan umum, seperti
etanol 70% atau natrium hipoklorit 0,1% (lihat praktek pembersihan).

3. Pengelolaan air limbah dan feses secara aman


Sampai saat ini tidak terdapat bukti virus COVID-19 dapat disebarkan melalui sistem
pembuangan selokan dengan atau tanpa pengolahan air limbah. Namun, dengan
ditemukannya fragmen virus dalam feses dan karena potensi risiko penyakit infeksius lain
dari feses maka air limbah harus diolah di pusat pengelolaan limbah yang dirancang dengan
baik dan dikelola dengan baik Setiap tahap pengolahan (termasuk juga waktu retensi dan
pengenceran) menghasilkan penurunan potensi risiko. Kolam stabilisasi limbah (yaitu sebuah
kolam atau laguna untuk oksidasi) umumnya dianggap sebagai sebuah teknologi pengolahan
air limbah yang praktis dan sederhana yang sangat cocok untuk menghancurkan patogen,
dengan waktu retensi yang relatif lama (20 hari atau lebih) dikombinasikan dengan sinar
matahari, peningkatan pH dan aktivitas biologis yang berfungsi untuk mempercepat
penghancuran patogen. Langkah disinfeksi akhir dapat dipertimbangkan jika instalasi
pengolahan air limbah yang telah ada tidak dioptimalkan untuk menghilangkan virus.

Upaya terbaik untuk melindungi kesehatan petugas sanitasi perlu dilakukan. Pekerja harus
mengenakan APD yang sesuai, yang meliputi pakaian pelindung luar, sarung tangan yang
kuat,
sepatu bot, kacamata atau perisai wajah, dan topeng; mereka harus sering mencuci
tangan; mereka harus menghindari menyentuh mata, hidung atau mulut mereka dengan
tangan yang tidak dicuci, dan mereka harus berlatih menjaga jarak saat bekerja.

4. Menjaga persediaan air tetap aman


Beberapa langkah yang dapat meningkatkan keamanan persediaan air, dimulai dengan
melindungi sumber air; mengolah air pada titik distribusi, pengumpulan atau konsumsi; dan
memastikan air yang diolah tersebut disimpan dengan aman di rumah dalam wadah yang
tertutup dan dibersihkan secara teratur. Langkah-langkah tersebut dapat direncanakan,
diimplementasikan dan dipantau secara efektif dengan menggunakan rencana keamanan
persediaan air.17
Metode pengolahan air secara konvensional dan terpusat yang menggunakan filtrasi dan
disinfeksi harus dapat menonaktifkan virus COVID-19. Virus korona yang menyerang
manusia lainnya telah terbukti sensitif terhadap klorinasi dan disinfeksi dengan sinar
ultraviolet (UV).18,19 Agar metode disinfeksi terpusat menjadi efektif, konsentrasi residu bebas
klorin harus mencapai ≥0,5 mg/L setelah waktu kontak setidaknya 30 menit pada pH
<8.0.10 Residu klorin harus dipertahankan di seluruh sistem distribusi.
Selain pengolahan air yang efektif, manajer pemanfaatan air dapat mengadopsi beberapa
langkah pencegahan lainnya, seperti bagian dari pendekatan perencanaan keamanan air yang
lebih luas. Langkah-langkah ini termasuk: memastikan ketersediaan bahan kimia aditif dan
reagen yang dapat dikonsumsi secara adekuat untuk pengujian kualitas air, memastikan
bahwa suku cadang penting, bahan bakar, dan kontraktor masih dapat diakses dan ada
rencana darurat untuk staf dan pelatihan untuk menjaga persediaan air minum yang aman.
Pada tempat-tempat di mana pengolahan air terpusat dan pipa persediaan air tidak tersedia,
sejumlah teknologi pengolahan air rumah tangga efektif dalam menghilangkan atau
menghancurkan virus, termasuk merebus atau menggunakan teknik ultrafiltrasi atau filter
nanomembran, solariradiasi dan pada perairan non-keruh menggunakan iradiasi UV dan
kaporit bebas dengan dosis tepat. 

Rekomendasi yang telah ada untuk penilaian air, sanitasi dan kebersihan dalam ruang lingkup
pelayanan kesehatan merupakan hal yang penting untuk menyediakan perawatan yang
memadai bagi pasien dan melindungi pasien, staf g dan pengasuh dari risiko
infeksi.20 Tindakan yang terkait air, sanitasi, dan kebersihan berikut sangat penting:
 sering mencuci tangan tangan teknik yang tepat;
 menerapkan pembersihan lingkungan secara teratur dan praktik desinfeksi;
 mengelola kotoran (feses dan urin) dengan aman;
 mengelola limbah layanan kesehatan secara aman oleh kasus COVID-19.

Langkah-langkah penting dan penilaian yang direkomendasikan lainnya termasuk


menyediakan air minum yang cukup dan aman untuk staf, pengasuh dan pasien; memastikan
kebersihan pribadi dapat dipertahankan, termasuk kebersihan tangan untuk pasien, staf dan
pengasuh; secara teratur mencuci seprai dan pakaian pasien; menyediakan toilet yang
memadai dan mudah diakses (termasuk fasilitas terpisah untuk yang telah terkonfirmasi dan
terduga kasus COVID-19); serta memisahkan dan membuang limbah kesehatan dengan
aman.20

1. Praktik mencuci tangan


Mencuci tangan sangat penting untuk mencegah penyebaran virus COVID-19. Semua
fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki program rutin yang bertujuan untuk
mempromosikan praktik mencuci tangan yang terbaik dan memastikan ketersediaan
infrastruktur yang diperlukan (peralatan dan persediaan).
Semua fasilitas pelayanan kesehatan harus menetapkan program mencuci tangan jika belum
ada, atau memperkuat yang sudah ada. Selain itu, tindakan yang cepat diperlukan untuk
mencegah penyebaran virus COVID-19, seperti pengadaan perlengkapan mencuci tangan
dalam jumlah yang memadai; kursus singkat dan kampanye untuk mengingatkan kembali
cara mencuci tangan. Membersihkan tangan menggunakan antiseptik berbasis alkohol atau
dengan air dan sabun harus dilakukan sesuai dengan instruksi yang dikenal sebagai "5
momen mencuci tangan".21 Lima momen tersebut adalah (1) sebelum menyentuh pasien, (2)
sebelum melakukan prosedur pembersihan/aseptik, (3) setelah terkena/berisiko terkena
paparan cairan tubuh, (4) setelah menyentuh pasien, dan (5) setelah menyentuh lingkungan
sekitar pasien.h Jika tangan tidak tampak kotor, metode yang lebih disarankan adalah
menggunakan cairan pembersih tangan berbasis alkohol selama 20−30 detik dengan
menggunakan teknik yang sesuai.22 Saat tangan jelas tampak kotor, maka harus dicuci dengan
sabun dan air selama 40−60 detik menggunakan teknik yang sesuai. Selain pada kelima
momen tersebut, mencuci tangan sebaiknya dilakukan dalam situasi berikut: sebelum
memakai dan setelah melepasnya APD; saat mengganti sarung tangan; setelah melakukan
kontak apapun dengan pasien yang diduga atau dikonfirmasi terinfeksi COVID-19, limbah
atau lingkungan terdekat di sekitar pasien; setelah kontak dengan sekret pernapasan
apapun; sebelum menyiapkan makanan dan sebelum makan; dan setelah menggunakan
toilet.23

Fasilitas mencuci tangan yang fungsional harus tersedia untuk semua pekerja layanan
kesehatan di semua titik perawatan, di area di mana APD digunakan atau dilepas, dan di
mana limbah layanan kesehatan ditangani. Selain itu, fasilitas mencuci tangan yang
fungsional harus
tersedia untuk semua pasien, anggota keluarga dan pengunjung, dan harus tersedia dalam
jarak 5 m dari toilet, serta di akses masuk/keluar fasilitas kesehatan, di ruang tunggu dan
ruang makan dan area publik lainnya.
Produk pembersih tangan berbasis alkohol yang efektif harus mengandung antara 60% dan
80% alkohol dan tingkat efikasinya harus dapat dibuktikan berdasarkan Norma Eropa 1500
atau standar ASTM Internasional (American Society for Testing and Materials) yang dikenal
sebagai ASTM E-1174. Produk-produk ini dapat dibeli di pasar, tetapi juga dapat diproduksi
secara lokal di apotek menggunakan formula dan instruksi yang diberikan oleh WHO.24
2. Sanitasi dan pipa ledeng
Orang yang dicurigai atau dikonfirmasi penyakit COVID-19 harus dilengkapi dengan toilet
atau jamban sendiri. Jika hal ini tidak memungkinkan, pasien yang berbagi bangsal yang
sama harus memiliki akses ke toilet yang tidak digunakan oleh pasien di bangsal lain. Setiap
bilik toilet harus memiliki pintu tertutup, untuk memisahkannya dari kamar pasien. Toilet
siram
harus beroperasi dengan baik dan memiliki saluran pembuangan yang berfungsi. Jika
memungkinkan, toilet harus disiram dengan sekat yang mengarah ke bawah untuk mencegah
percikan cairan dan aerosol. Jika tidak memungkin untuk menyediakan toilet terpisah untuk
pasien COVID-19, maka toilet yang digunakan bersama dengan pasien non-COVID-19
lainnya
harus dibersihkan dan dilakukan disinfeksi setidaknya dua kali sehari oleh petugas kebersihan
terlatih yang mengenakan APD (gaun kedap air, jika tidak tersedia, celemek, sarung tangan
tebal, sepatu bot, masker dan kacamata atau pelindung wajah). Staf pelayanan kesehatan
harus memiliki fasilitas toilet yang terpisah dari yang digunakan oleh semua pasien.
WHO merekomendasikan penggunaan pipa ledeng standar yang terpelihara dengan baik,
seperti saluran pembuangan kamar mandi yang tertutup, dan katup aliran balik pada
penyemprot dan keran untuk mencegah aerosol material feses memasuki pipa ledeng atau
sistem ventilasi,25 bersama dengan pengolahan air limbah standar.26
Pipa bocor dan sistem ventilasi udara yang tidak dirancang dengan baikmerupakan faktor-
faktor yang berkontribusi terhadap penyebaran coronavirus SARS-CoV-1 melalui aerosol di
gedung apartemen bertingkat tinggi di Wilayah Administratif Khusus Hong Kong pada tahun
2003.27 Kekhawatiran serupa telah dikemukakan mengenai penyebaran virus COVID-19 dari
toilet yang rusak di gedung apartemen bertingkat.28 Jika fasilitas pelayanan kesehatan
terhubung ke saluran pembuangan, penilaian risiko harus dilakukan untuk mengkonfirmasi
apakah air limbah tetap berada di dalam saluran dan tidak bocor dari sistem sebelum
mencapai tempat pengolahan dan/atau tempat pembuangan yang berfungsi. Risiko terkait
dengan sistem pengumpulan atau metode perawatan dan pembuangan yang adekuat harus
dinilai mengikuti pendekatan perencanaan keselamatan sanitasi.29
Jika toilet fasilitas pelayanan layanan kesehatan tidak terhubung ke saluran pembuangan,
sistem pengolahan di dalam lokasi yang higienis harus dapat dipastikan seperti penggunaan
lubang jamban dan tangki septik, atau kotoran harus disimpan dengan aman dan kemudian
diangkut untuk pengolahan di luar lokasi. Untuk lubang yang tidak memiliki sekat dengan
sekitarnya, tindakan pencegahan harus dilakukan untuk mencegah kontaminasi lingkungan,
dengan cara memastikan bahwa setidaknya terdapat jarak 1,5 m di antara dasar lubang dan
permukaan air tanah (ruang yang lebih luas harus disediakan di pada formasi yang terdiri dari
pasir kasar, kerikil dan celah-celah batu) dan jamban terletak setidaknya 30 m secara
horizontal dari sumber air tanah (termasuk sumur dangkal dan lubang bor).30
Tangki septik yang dirancang dengan baik akan menghilangkan sebagian besar bahan padat
dari limbah, dan limbah cair dapat menyerap ke dalam tanah melalui bidang pelindian atau
kolam resapan. Jika kondisi tanah tidak menguntungkan untuk infiltrasi, tangki yang bersekat
secara menyeluruh dapat digunakan, namun kombinasi kotoran dan air siraman memerlukan
proses pengosongan secara berkala. Toilet atau tangki penampungan harus dirancang untuk
memenuhi kebutuhan pasien, dengan mempertimbangkan potensi peningkatan kasus secara
mendadak, dan harus ada jadwal pengosongan secara berkala berdasarkan volume air limbah
yang dihasilkan. Tidak ada alasan untuk mengosongkan toilet dan tangki septik yang berisi
kotoran pasien yang diduga atau dikonfirmasi kasus COVID-19 kecuali jika kapasitasnya
sudah penuh. Lumpur tinja dapat diolah di instalasi pengolahan lumpur tinja, baik yang
terletak di luar lokasi atau di dalam lokasi fasilitas pelayanan kesehatan. Pemerintah kota
dapat menempatkan stasiun pemindahan lumpur tinja yang berlokasi dekat dengan fasilitas
kesehatan untuk mengurangi waktu, biaya dan potensi pembuangan lumpur yang tidak
terkendali ke saluran dan area pertanian.26
Bagi mereka yang bekerja dengan air limbah yang tidak diolah yang memiliki risiko
penularan penyakit yang cukup besar, selain mengenakan APD standar (sarung tangan tebal,
sepatu bot, masker, dan kacamata atau pelindung wajah), juga perlu memakai gaun kedap
lengan panjang atau jika tidak tersedia dapat menggunakan celemek. Perlengkapan tersebut
harus dipakai setiap saat ketika menangani atau mengangkut kotoran ke luar, dan harus
bertidak dengan sangat hati-hati untuk menghindari percikan dan pelepasan tetesan. Untuk
pekerja sanitasi, hal ini ini termasuk saat memompa tangki atau saat bongkar muat truk yang
berisi muatan (limbah). Setelah menangani limbah dan tidak terdapat risiko paparan lebih
lanjut, setiap orang harus melepaskan APD mereka secara aman dan mencuci tangan sebelum
masuk kendaraan transportasi. APD yang kotor harus ditaruh dalam kantong tertutup untuk
kemdian dicuci secara aman. (lihat Pembersihan lingkungan dan cucian). Lumpur tinja dan
air limbah dari fasilitas kesehatan tidak boleh dilepaskan di lahan yang digunakan untuk
produksi pangan, akuakultur atau dibuang di perairan rekreasi.

3. Toilet dan penanganan feses


Mencuci tangan merupakan hal yang sangat penting (lihat rekomendasi umum mencuci
tangan) ketika ada yang dicurigai atau diketahui melakukan kontak dengan feses. Jika pasien
tidak dapat menggunakan toilet, tinja harus dikumpulkan dalam popok atau pispot yang
bersih dan dengan hati-hati segera dibuang ke dalam toilet atau jamban terpisah hanya
digunakan oleh pasien yang dicurigai atau dikonfirmasi kasus COVID-19. Dalam semua
ruang lingkup pelayanan kesehatan, termasuk pasien yang dengan dugaan atau konfirmasi
kasus COVID-19, feses harus diperlakukan sebagai ancaman biologis.
Setelah membuang tinja, pispot harus dibersihkan dengan deterjen dan air yang netral,
dilakukan disinfeksi dengan cairan klorin 0,5%, dan kemudian dibilas dengan air bersih. Air
bilasan harus dibuang ke saluran pembuangan, toilet atau kakus. Disinfektan lain yang efektif
termasuk senyawa amonium kuaterner tersedia secara komersial, seperti cetylpyridinium
klorida, digunakan sesuai dengan instruksi pabrik, dan asam peracetic atau peroxyacetic pada
konsentrasi 500−2000 mg / L.31
Klorin tidak efektif untuk disinfeksi zat yang mengandung sejumlah besar bahan organik
padat dan terlarut. Oleh karena itu, penambahan larutan klorin manfaatnya terbatas untuk
kotoran segar dan mungkin, penambahan tersebut dapat mengarah ke risiko yang terkait
dengan percikan.
Siapa pun yang menangani feses harus mengikuti petunjuk WHO yang telah ada mengenai
tindakan pencegahan kontak dan tetesan23 dan menggunakan APD untuk mencegah paparan,
termasuk gaun lengan panjang, sarung tangan, sepatu bot, masker, dan kacamata atau
pelindung wajah. Jika menggunakan popok, harus dibuang sebagai limbah infeksius, seperti
pada semua situasi non-KLB. Pekerja harus dilatih dengan baik tentang cara mengenakan dan
melepaskan APD, sehingga pakaian pelindung ini tidak rusak. 32 Jika APD tidak tersedia atau
persediaan terbatas, frekuensi mencuci tangan yang benar harus ditingkatkan, dan pekerja
harus menjaga jarak setidaknya 1 m dari dugaan atau kasus terkonfirmasi.

4. Pengelolaan limbah medis yang aman


Praktik terbaik untuk pengelolaan limbah layanan kesehatan secara aman harus dilakukan,
termasuk pembagian tanggung jawab dan mencukupi sumber daya manusia dan material
untuk memisahkan dan membuang limbah secara aman. Tidak ada bukti yang mengatakan
bahwa kontak manusia secara langsung dan tidak terlindungi selama penanganan limbah
layanan kesehatan mengakibatkan penularan virus COVID-19. Semua limbah layanan
kesehatan yang dihasilkan selama perawatan pasien, termasuk yang dikonfirmasi dengan
infeksi COVID-19, dianggap menjadi sumber penularan (limbah infeksius, benda tajam dan
limbah patologis) dan
perlu dikumpulkan dengan aman dalam wadah yang ditandai dengan jelas dan kotak benda
tajam. Limbah ini harus diolah, sebaiknya di dalam lokasi, dan kemudian dibuang dengan
aman. Jika limbah dipindahkan ke luar lokasi, sangat penting untuk memahami di mana dan
bagaimana limbah tersebut akan diolah dan dibuang. Limbah yang dihasilkan di area tunggu
fasilitas layanan kesehatan dapat diklasifikasikan sebagai limbah tidak berbahaya dan harus
dibuang ke dalam tas hitam yang kuat dan ditutup secara menyeluruh sebelum pengumpulan
dan pembuangan oleh layanan limbah kota. Semua orang yang menangani limbah layanan
kesehatan harus mengenakan pakaian APD yang sesuai (sepatu bot, gaun lengan panjang,
sarung tangan tebal, masker, dan kacamata atau pelindung wajah) dan mencuci tangan setelah
melepasnya. Volume limbah infeksius selama wabah COVID-19 diperkirakan akan
meningkat, terutama melalui penggunaan APD. Oleh karena itu, penting untuk meningkatkan
kapasitas penanganan dan pengolahan limbah layanan kesehatan ini. Penambahan kapasitas
pengolahan limbah, lebih disarankan melalui teknologi pengolahan alternatif, seperti
sterilisasi dengan uap bertekanan tinggi (autoclaving) atau pembakaran sampah bersuhu
tinggi, mungkin perlu diadakan dan sistem tersebut mungkin perlu diterapkan untuk
memastikan keberlanjutannya operasi ini.33
Tidak ada alasan untuk mengosongkan jamban dan tangki penampungan kotoran pasien yang
diduga atau dikonfirmasi kasus COVID-19 kecuali kapasitasnya telah penuh. Secara umum,
praktik terbaik untuk mengelola kotoran secara aman harus diikuti. Jamban atau tangki
penampungan harus dirancang untuk memenuhi kebutuhan pasien, mempertimbangkan
potensi peningkatan kasus secara mendadak, dan perlu ada jadwal pengosongan berdasarkan
volume air limbah yang dihasilkan. APD (gaun lengan panjang, sarung tangan, sepatu bot,
masker, dan kacamata atau pelindung wajah) harus dikenakan setiap saat ketika menangani
atau mengangkut tinja ke luar lokasi, dan harus sangat berhati-hati untuk menghindari
percikan. Untuk kru, hal ini termasuk ketika memompa tangki atau mengosongkan truk
pengangkut limbah. Setelah menangani limbah dan tidak terdapat risiko paparan lebih lanjut,
individu harus melepas APD mereka secara aman dan mencuci tangan sebelum memasuki
kendaraan tarnsportasi. APD yang kotor harus dimasukkan ke dalam kantong tertutup untuk
kemudian dicuci dengan aman (lihat Praktik pembersihan). Di lokasi di mana tidak terdapat
pengolahan di luar lokasi, pengolahan in-situ dapat dilakukan dengan menggunakan kapur.
Pengolahan tersebut menggunakan bubur kapur 10% yang ditambahkan pada 1- bagian bubur
kapur nipis per 10 bagian limbah.
5. Pembersihan dan pencucian lingkungan
Prosedur pembersihan dan disinfeksi yang direkomendasikan untuk fasilitas pelayanan
kesehatan harus diikuti secara konsisten dan benar.34 Linen harus dicuci dan permukaan
benda di lingkungan sekitar pasien COVID-19 yang menerima perawatan harus dibersihkan
dan sering dilakukan disinfeksi (setidaknya sekali sehari), dan setelah pasien keluar. 23 Banyak
disinfektan yang aktif melawan virus yang berselubung, seperti virus COVID-19, termasuk
disinfektan rumah sakit yang biasa digunakan. Saat ini, WHO merekomendasikan
menggunakan:
 70% etil alkohol untuk mendisinfeksi area permukaan kecil dan peralatan di antara
waktu penggunaan, seperti peralatan khusus yang dapat digunakan kembali (misalnya,
termometer);
 natrium hipoklorit pada 0,1% (1000 ppm) untuk permukaan disinfektan 35 dan 0,5%
(5000 ppm) untuk disinfeksi darah atau cairan tubuh yang berceceran di fasilitas
kesehatan.
Efikasi berbagai jenis disinfektan dipengaruhi, berbeda derajat, oleh bahan organik. Jadi,
sangat penting untuk membersihkan permukaan benda dengan deterjen dan air sebelum
menggunakan disinfektan. Konsentrasi dan waktu paparan berbagai jenis disinfektan adalah
parameter penting untuk tingkat efikasinya. Setelah melakukan disinfeksi ke permukaan,
perlu menunggu waktu paparan dan pengeringan yang dibutuhkan untuk memastikan
mikroorganisme yang ada di permukaan tersebut mati.
Semua individu yang bertanggung jawab atas pembersihan lingkungan, binatu dan yang
berurusan dengan tempat tidur kotor, handuk dan pakaian dari pasien dengan infeksi COVID-
19 harus memakai APD yang sesuai, termasuk sarung tangan tebal, masker, pelindung mata
(kacamata atau pelindung wajah), gaun lengan panjang, dan sepatu bot atau sepatu
tertutup. Mereka harus mencuci tangan setelah pajanan terhadap darah atau cairan tubuh dan
setelah melepaskan APD. Linen yang kotor harus ditempatkan dengan tas atau wadah anti
bocor dengan label yang jelas, setelah dengan hati-hati mengeluarkan kotoran padat dan
menaruhnya di ember tertutup untuk dibuang di toilet atau jamban. Mesin cuci dengan air
hangat disarankan 60−90 ° C dan deterjen cucian. Cucian tersebut kemudian dapat
dikeringkan sesuai prosedur rutin. Jika mesin cuci tidak memungkinkan, linen dapat
direndam dalam air panas dan sabun dalam drum besar kemudian diaduk menggunakan
tongkat secara hati-hati untuk menghindari percikan. Setelah itu drum harus dikosongkan,
kemudian linen direndam dalam klorin 0,05% selama kurang lebih 30 menit. Tahap akhir
cucian harus dibilas dengan air bersih dan linen dikeringkan sepenuhnya, jika memungkinkan
dengan menggunakan sinar matahari.
Ekskreta yang ditemukan pada permukaan seperti linen atau lantai harus dibersihkan secara
hati-hati dengan handuk dan segera dibuang aman di toilet atau jamban. Jika handuk
digunakan sekali pakai maka harus diperlakukan sebagai limbah infeksius; jika dapat
digunakan kembali maka harus diperlakukan sebagai linen kotor. Area tersebut selanjutnya
harus dibersihkan dan dilakukan disinfeksi mengikuti panduan yang diterbitkan mengenai
prosedur pembersihan dan disinfeksi untuk cairan tubuh yang tumpah.34

6. Pembuangan air kelabu (greywater) atau air hasil mencuci APD, permukaan dan
lantai secara aman
WHO merekomendasikan sarung tangan tebal, celemek plastik yang dapat digunakan
kembali dibersihkan dengan sabun dan air, lalu dilakukan dekontaminasi dengan larutan
natrium hipoklorit 0,5% setiap kali digunakan. Sarung tangan sekali pakai yang terbuat dari
nitril atau
lateks, dan gaun harus dibuang sebagai limbah infeksius setiap kali selesai digunakan dan
tidak digunakan kembali; mencuci tangan harus dilakukan setelah APD dilepas. Jika
greywater mengandung disinfektan yang digunakan dalam proses pembersihan sebelumnya,
maka tidak perlu dilakukan klorinasi atau pengolahan kembali. Namun, penting untuk
diperhatikan bahwa air tersebut harus dibuang ke saluran pembuangan yang terhubung ke
sistem septik, selokan atau di kolam rendaman. Jika greywater dibuang ke dalam kolam
rendaman, lubang harus dipagari dalam lokasi fasilitas kesehatan untuk mencegah gangguan
dan menghindari kemungkinan paparan dalam jika terjadi luapan..

7. Penanganan jenazah yang aman


Meskipun risiko penularan COVID-19 dari penanganan tubuh orang yang meninggal rendah,
petugas kesehatan dan orang lain yang menangani jenazah harus menerapkan tindakan
standar pencegahan setiap saat. Petugas kesehatan atau petugas kamar jenazah yang
mempersiapkan tubuh harus mengenakan: seragam sanitasi, gaun sekali pakai kedap air (atau
gaun pakai dengan celemek kedap air), sarung tangan, masker, pelindung wajah (lebih
disarankan) atau kacamata, dan sepatu bot. Setelah digunakan, APD harus dilepas secara hati-
hati dan dilakukan dekontaminasi atau dibuang sebagai limbah infeksius sesegera mungkin
dan petugas harus mencuci tangan.
Tubuh orang meninggal yang dikonfirmasi atau dicurigai dengan COVID-19 harus dibungkus
kain atau bahan dan dipindahkan sesegera mungkin ke area kamar jenazah. Kantong jenazah
tidak diperlukan untuk virus COVID-19 namun dapat digunakan jika ada alasan lain
(misalnya kebocoran cairan tubuh yang berlebihan).36

Pertimbangan mengenai praktik yang berhubungan dengan air, sanitasi, dan kebersihan di
rumah dan komunitas
Menjunjung tinggi praktik yang direkomendasikan mengenai air, sanitasi, dan limbah layanan
kesehatan di rumah dan di masyarakat merupakan hal yang penting untuk mengurangi
penyebaran COVID-19. Penyediaan air memungkinkan dilakukannya cuci tangan dan
pembersihan secara teratur. Layanan air tidak boleh terputus karena ketidakmampuan
konsumen untuk membayar, dan pemerintah harus memprioritaskan penyediaan akses ke
orang yang tidak memiliki akses layanan air, melalui tindakan segera lainnya seperti. lubang
bor yang dilindungi, truk penampungan, memperluas persediaan pipa dll.).
Individu dan organisasi yang terlibat dalam penyediaan air dan layanan sanitasi seperti
operator pabrik pengolahan, pekerja sanitasi dan tukang ledeng serta mereka yang
mempromosikan tentang mencuci tangan di masyarakat perlu dianggap sebagai penyedia
layanan penting dan diizinkan untuk melanjutkan pekerjaan mereka selama masa karantina
dan memiliki akses ke APD dan fasilitas mencuci tangan untuk melindungi kesehatan
mereka.

1. Rekomendasi umum kebersihan tangan


Mencuci tangan telah terbukti dapat mencegah penyakit pernapasan.37 Cuci tangan disarankan
setelah batuk dan bersin dan/atau membuang tisu, saat memasuki rumah setelah datang dari
tempat umum, sebelum menyiapkan makanan, sebelum dan setelah makan dan memberi
makan/menyusui, setelah menggunakan toilet atau mengganti popok anak dan setelah
menyentuh binatang. Untuk orang dengan layanan air, sanitasi, dan kebersihan yang terbatas,
sangat penting untuk memprioritaskan waktu-waktu penting untuk mencuci tangan.
Sebagai bagian dari kampanye baru mencuci tangan, WHO merekomendasikan akses
menyeluruh ke fasilitas cuci tangan seharusnya tersedia di depan semua bangunan umum dan
pusat transportasi - seperti pasar, toko, tempat ibadah, sekolah dan kereta api atau stasiun
bus.38 Selain itu, fasilitas cuci tangan yang berfungsi dengan air dan sabun harus tersedia
dalam jarak 5 m dari semua toilet, baik toilet umum maupun pribadi.
Jumlah atau ukuran stasiun cuci tangan ini seharusnya disesuaikan dengan jumlah dan jenis
pengguna seperti anak-anak atau orang-orang dengan mobilitas yang terbatas, untuk
meningkatkan penggunaan dan pengurangan waktu menunggu. Instalasi, pengawasan, dan
pemeliharaan peralatan, termasuk bila perlu, pengisian ulang air dan sabun dan/atau cairan
pembersih tangan berbasis alkohol secara teratur seharusnya dilakukan seluruhnya di bawah
pimpinan otoritas kesehatan masyarakat. Pemeliharaan persediaan perlu menjadi tanggung
jawab manajer bangunan atau toko, penyedia transportasi dll. Masyarakat sipil dan sektor
swasta dapat dilibatkan untuk mendukung pemanfaatan dan penggunaan fasilitas tersebut
secara benar dan untuk mencegah terjadinya perusakan
.

2. Bahan untuk mencuci tangan


Bahan mencuci tangan yang ideal untuk masyarakat dan rumah dalam urutan efektivitasnya
adalah sebagai berikut:
 Air dan sabun atau cairan pembersih tangan berbasis alkohol
 Abu atau lumpur
 Air saja
Stasiun cuci tangan dapat terdiri dari air, i seperti wastafel yang melekat padar pasokan pipa
air, air isi ulang reservoir atau atau air bersih, ember tertutup dengan keran dilengkapi dengan
sabun biasa atau dispenser berisi cairan pembersih tangan berbasis alkohol. Jika cairan
pembersih tangan berbasis alkohol atau sabun batangan tidak memungkinkan, cairan larutan
sabun yang dibuat dengan cara mencampurkan deterjen dengan air dapat digunakan j . Rasio
deterjen terhadap air akan tergantung pada jenis dan kekuatannya produk yang tersedia secara
lokal.39 Sabun yang digunakan tidak perlu sabun antibakteri dan bukti menunjukkan bahwa
sabun normal efektif dalam menonaktifkan virus yang berselubung, seperti virus corona.40,41
Caira pembersih tanganberbasis alkohol harus mengandung setidaknya 60% alkohol. Produk
tersebut harus disertifikasi dan jika persediaan terbatas atau sangat mahal, dapat diproduksi
secara lokal sesuai dengan formulasi yang direkomendasikan WHO.24
Ketika sabun atau cairan pembersih tangan berbasis alkohol tidak tersedia, penggunaan abu
atau tanah dapat dipertimbangkan dan terbukti efektif dalam beberapa kasus.22,42 Abu,
khususnya, dapat menonaktifkan patogen dengan cara menaikkan pH.43 Namun, dalam
komunitas dengan layanan sanitasi yang terbatas, tanah mungkin terkontaminasi oleh feses,
dan karenanya penting untuk menimbang manfaat terhadap risiko tangan yang
terkontaminasi.44 Yang terakhir, mencuci dengan air saja, walaupun paling tidak efektif dari
empat opsi, dapat mengurangi kontaminasi feses di tangan dan pada diare.45,46 Terlepas dari
jenis bahan, mencuci dan membersihkan tangan, dan jumlah air bilasan secara khusus
merupakan penentu penting dalam pengurangan kontaminasi patogen di tangan.47

3. Persyaratan kualitas dan kuantitas air untuk mencuci tangan


Kualitas air yang digunakan untuk mencuci tangan tidak perlu memenuhi standar air
minum. Bukti menunjukkan bahwa bahkan air dengan kontaminasi feses sedang ketika
digunakan bersama sabun dan teknik mencuci tangan yang benar dapat efektif
menghilangkan
patogen dari tangan.48 Namun, perlu diupayakan untuk menggunakan dan mencari sumber air
dengan kualitas setinggi mungkin (misalnya sumber air yang ditingkatkan
kalitasnya)k . Jumlah air yang dilaporkan untuk mencuci tangan yang memungkinkan
pengurangan kontaminasi feses berkisar 0,5-2 liter per orang. 47 Selain itu, jumlah air yang
digunakan telah dikaitkan dengan berkurangnya kontaminasi virus pada tangan.49 Di lokasi di
mana persediaan air terbatas, tangan dapat dibasahi dengan air, aliran air kemudian dimatikan
sambil menyabuni tangan dengan sabun dan digosok selama setidaknya 20 detik, lalu air
dapat dinyalakan kembali untuk digunakan membilas. Air harus selalu dibiarkan mengalir ke
area drainase atau wadah, dan hindari membilas tangan dalam baskom penampungan, karena
hal ini dapat meningkatkan kontaminasi.

4. Pilihan fasilitas cuci tangan


Sejumlah fitur desain harus dipertimbangkan dalam memilih dan/atau berinovasi pada pilihan
fasilitas cuci tangan yang telah ada. Fitur-fitur ini termasuk:
 Menghidupkan/mematikan keran: baik dengan menggunakan sensor, pompa kaki,
atau pegangan besar sehingga keran dapat dimatikan dengan menggunakan lengan
lengan atau siku
 Dispenser abun: untuk sabun cair baik dengan menggunakan kendali sensor atau
ukurannya cukup besar untuk dioperasikan dengan menggunakan lengan
bawah; untuk sabun batangan, sebaiknya sabun cuci piring yang dapat mengeringkan
dengan baik, sehingga sabun tidak menjadi lunak,
 Grey water: memastikan grey water diarahkan dan dikumpulkan ke dalam wadah
tertutup jika tidak terhubung ke sistem perpipaan
 Mengeringkan tangan: menggunakan handuk kertas dan tempat sampah disediakan;
jika tidak memungkinkan lakukan pengeringan dengan udara selama beberapa detik
 Bahan: umumnya, bahan harus mudah dibersihkan dan bagian yang diperbaiki/diganti
dapat bersumber secara lokal
 Dapat diakses: harus dapat diakses oleh semua pengguna, termasuk anak-anak dan
orang-orang dengan mobilitas yang terbatas.
Sejumlah desain cuci tangan telah diterapkan di rumah tangga, sekolah dan di tempat umum
baik di negara maju maupun di negara berkembang. l Di sekolah, sejumlah desain yang
sederhana, mudah dirawat, dan memiliki biaya rendah yang sifatnya tahan lama telah berhasil
diimplementasikan.50

5. Syarat pengolahan dan penanganan kotoran


Ketika ada dugaan atau kasus COVID-19 yang dikonfirmasi dalam ruang lingkup rumah,
tindakan harus segera dilakukan untuk melindungi pengasuh dan anggota keluarga lainnya
dari risiko kontak dengan sekresi pernapasan dan kotoran yang mungkin mengandung virus
COVID-19. Permukaan yang sering disentuh di seluruh area perawatan pasien harus
dibersihkan secara teratur, seperti meja dan perabot kamar tidur lainnya. Peralatan makan dan
barang pecah belah harus dicuci dan dikeringkan setelah digunakan dan tidak digunakan
bersama dengan orang lain. Kamar mandi harus dibersihkan dan dilakukan disinfeksi
setidaknya satu kali sehari. Sabun rumah tangga biasa atau deterjen harus digunakan untuk
membersihkan terlebih dahulu dan kemudian, setelah dibilas, dilakukan pengaplikasian
disinfektan rumah tangga biasa yang mengandung 0,1% natrium hipoklorit (yaitu, setara
dengan 1000 ppm atau 1 bagian pemutih rumah tangga dengan 5% natrium hipoklorit dengan
50 bagian air). APD harus dipakai saat membersihkan, termasuk masker, kacamata, celemek
dan sarung tangan anti air,23 dan mencuci tangan harus dilakukan setelah melepas APD. Perlu
dipertimbangkan untuk mengelola kotoran manusia secara aman di seluruh rantai sanitasi,
dimulai dengan memastikan akses ke toilet atau jamban yang dibersihkan secara teratur,
mudah diakses dan berfungsi dengan baik, dan pada penampungan, pengangkutan,
pengolahan dan pembuangan akhir limbah yang aman.
6. Pengelolaan limbah yang dihasilkan di rumah
Limbah yang dihasilkan di rumah selama karantina, saat merawat anggota keluarga yang
sakit atau sedang dalam masa pemulihan harus dikemas dalam tas hitam yang kuat dan
ditutup seluruhnya sebelum dibuang dan akhirnya dikumpulkan oleh layanan limbah kota.
Tisu atau bahan lain yang digunakan saat bersin atau batuk harus segera dibuang ke tempat
sampah. Setelah itu, mencuci tangan harus segera dilakukan.

Referensi
1. Coronavirus disease (COVID-19) advice for the public Geneva [website]. Geneva:
World Health Organization; 2020. (https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-
coronavirus-2019/advice-for-public, accessed 22 April 2020.)
2. Chen N, Zhou M, Dong X, Qu J, Gong F, Han Y, et al. Epidemiological and clinical
characteristics of 99 cases of 2019 novel coronavirus pneumonia in Wuhan, China: a
descriptive study. Lancet. 2020;395(10223):507-13. doi: 10.1016/s0140-6736(20)30211-
7.
3. Huang C, Wang Y, Li X, Ren L, Zhao J, Hu Y, et al. Clinical features of patients
infected with 2019 novel coronavirus in Wuhan, China. Lancet. 2020;395(10223):497-
506. doi: 10.1016/s0140-6736(20)30183-5.
4. Wang D, Hu B, Hu C, Zhu F, Liu X, Zhang J, et al. Clinical characteristics of 138
hospitalized patients with 2019 novel coronavirus-infected pneumonia in Wuhan, China.
JAMA. 2020. doi: 10.1001/jama.2020.1585.
5. Wu Y, Guo C, Tang L, Hong Z, Zhou J, Dong X, et al. Prolonged presence of SARS-
CoV-2 viral RNA in faecal samples. Lancet Gastroenterol Hepatol. doi: 10.1016/S2468-
1253(20)30083-2.
6. Xiao F, Tang M, Zheng X, Liu Y, Li X, Shan H. Evidence for gastrointestinal infection
of SARS-CoV-2. Gastroenterology. 2020. doi: 10.1053/j.gastro.2020.02.055.
7. Holshue ML, DeBolt C, Lindquist S, Lofy KH, Wiesman J, Bruce H, et al. First case of
2019 novel coronavirus in the United States. N Engl J Med. 2020;382(10):929-36. doi:
10.1056/NEJMoa2001191.
8. Woelfel R, Corman VM, Guggemos W, Seilmaier M, Zange S, Mueller MA, et al.
Clinical presentation and virological assessment of hospitalized cases of coronavirus
disease 2019 in a travel-associated transmission cluster. medRxiv.
2020:2020.03.05.20030502. doi: 10.1101/2020.03.05.20030502.
9. Zhang Y, Chen C, Zhu S, Shu C, Wang D, Song J, et al. Isolation of 2019-nCoV from a
stool specimen of a laboratory-confirmed case of the coronavirus disease 2019 (COVID-
19). China CDC Weekly. 2020;2(8):123-4.
10. Guidelines on drinking-quality, fourth edition, incorporating the first addendum. Geneva:
World Health Organization; 2017.
(https://www.who.int/water_sanitation_health/publications/drinking-water-quality-
guidelines-4-including-1st-addendum/en/).
11. Wang X-W, Li J-S, Jin M, Zhen B, Kong Q-X, Song N, et al. Study on the resistance of
severe acute respiratory syndrome-associated coronavirus. J Virol Methods.
2005;126(1):171-7. doi.org/10.1016/j.jviromet.2005.02.005.
12. Lénès D, Deboosere N, Ménard-Szczebara F, Jossent J, Alexandre V, Machinal C, et al.
Assessment of the removal and inactivation of influenza viruses H5N1 and H1N1 by
drinking water treatment. Water Res. 2010;44(8):2473-86.
doi.org/10.1016/j.watres.2010.01.013.
13. Gundy PM, Gerba CP, Pepper IL. Survival of coronaviruses in water and wastewater.
Food Environ Virol. 2008;1(1):10. doi: 10.1007/s12560-008-9001-6.
14. Casanova L, Rutala WA, Weber DJ, Sobsey MD. Survival of surrogate coronaviruses in
water. Water res. 2009;43(7):1893-8. doi: 10.1016/j.watres.2009.02.002.
15. Van Doremalen N, Bushmaker T, Morris DH, Holbrook MG, Gamble A, Williamson
BN, et al. Aerosol and surface stability of SARS-CoV-2 as compared with SARS-CoV-1.
N Engl J Med. 2020. doi: 10.1056/NEJMc2004973.
16. Kampf G, Todt D, Pfaender S, Steinmann E. Persistence of coronaviruses on inanimate
surfaces and their inactivation with biocidal agents. J Hosp Infect. 2020;104(3):246-51.
doi: 10.1016/j.jhin.2020.01.022.
17. Water safety plans. Step by step risk management for water suppliers. Geneva: World
Health Organization; 2009.
(https://www.who.int/water_sanitation_health/publications/publication_9789241562638/
en/).
18. Lai MYY, Cheng PKC, Lim WWL. Survival of severe acute respiratory syndrome
coronavirus. Clin Infect Dis. 2005;41(7):e67-e71. doi: 10.1086/433186.
19. Darnell MER, Subbarao K, Feinstone SM, Taylor DR. Inactivation of the coronavirus
that induces severe acute respiratory syndrome, SARS-CoV. J Virol Methods.
2004;121(1):85-91. doi.org/10.1016/j.jviromet.2004.06.006.
20. Essential environmental health standards in health care. Geneva: World Health
Organization; 2008.
(http://www.who.int/water_sanitation_health/publications/ehs_hc/en/).
21. Sax H, Allegranzi B, Uçkay I, Larson E, Boyce J, Pittet D. 'My five moments for hand
hygiene': a user-centred design approach to understand, train, monitor and report hand
hygiene. J Hosp Infect. 2007;67(1):9-21. doi: 10.1016/j.jhin.2007.06.004.
22. WHO guidelines on hand hygiene in health care. Geneva: World Health Organization;
2009. (https://www.who.int/gpsc/5may/tools/9789241597906/en/).
23. Infection prevention and control during health care when novel coronavirus (nCoV)
infection is suspected: interim guidance, 19 March 2020 Geneva: World Health
Organization; 2020 [cited 2020 24 March]. Available from:
https://www.who.int/publications-detail/infection-prevention-and-control-during-health-
care-when-novel-coronavirus-(ncov)-infection-is-suspected-20200125.
24. Guide to local production: WHO recommended handrub formulations. Geneva: World
Health Organization; 2010.
(http://www.who.int/gpsc/5may/Guide_to_Local_Production.pdf).
25. Health aspects of plumbing. Geneva: World Health Organization; 2006.
(https://apps.who.int/iris/handle/10665/43423).
26. Guidelines on sanitation and health. Geneva: World Health Organization; 2018.
(https://www.who.int/water_sanitation_health/publications/guidelines-on-sanitation-and-
health/en/).
27. Yu IT, Li Y, Wong TW, Tam W, Chan AT, Lee JH, et al. Evidence of airborne
transmission of the severe acute respiratory syndrome virus. N Engl J Med.
2004;350(17):1731-9. doi: 10.1056/NEJMoa032867.
28. Regan H. How can the coronavirus spread through bathroom pipes? Experts are
investigating in Hong Kong. CNN. 12 February 2020.
(https://edition.cnn.com/2020/02/12/asia/hong-kong-coronavirus-pipes-intl-
hnk/index.html, accessed 22 April 2020).
29. Sanitation safety planning: manual for safe use and disposal of wastewater, greywater
and excreta. Geneva; World Health Organization; 2015.
30. Tilley E, Ulrich L, Luthi C, Reymond P, Zurbrügg C. Compendium of sanitation systems
and technologies, 2nd revised edition. Dübendorf, Switzerland: Swiss Federal Institute of
Aquatic Science and Technology (Eawag); 2014.
(https://www.eawag.ch/en/department/sandec/publications/compendium/, accessed 22
April 2020).
31. Chemical disinfectants: guideline for disinfection and sterilization in healthcare facilities.
Atlanta; United States of America: US Centers for Disease Control and Prevention;
2008. (https://www.cdc.gov/infectioncontrol/guidelines/disinfection/disinfection-
methods/chemical.html accessed 22 April 2020).
32. How to put on and take off personal protective equipment (PPE). Geneva; World Health
Organization; 2008. (https://apps.who.int/iris/handle/10665/70066).
33. Safe management of wastes from health-care activities. Geneva; World Health
Organization; 2014.
(https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/42175/9241545259.pdf?sequence=1).
34. Best practices for environmental cleaning in healthcare facilities in resource-limited
settings. Atlanta; United States of America: US Centers for Disease Control and
Prevention; 2019. (https://www.cdc.gov/hai/pdfs/resource-limited/environmental-
cleaning-508.pdf, accessed 22 April 2020).
35. Decontamination and reprocessing of medical devices for health-care facilities. Geneva:
World Health Organization; 2016.
(https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/250232/9789241549851-eng.pdf?
sequence=1).
36. Infection Prevention and Control for the safe management of a dead body in the context
of COVID-19. Geneva: World Health Organization; 2020.
(https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/331538/WHO-COVID-19-
lPC_DBMgmt-2020.1-eng.pdf).
37. Jefferson T, Foxlee R, Mar CD, Dooley L, Ferroni E, Hewak B, et al. Physical
interventions to interrupt or reduce the spread of respiratory viruses: systematic review.
BMJ. 2008;336(7635):77. doi: 10.1136/bmj.39393.510347.BE.
38. Interim recommendations on obligatory hand hygiene against transmission of COVID-
19. Geneva: World Health Organization; 2020. (https://www.who.int/who-documents-
detail/interim-recommendations-on-obligatory-hand-hygiene-against-transmission-of-
covid-19).
39. Ashraf S, Nizame FA, Islam M, Dutta NC, Yeasmin D, Akhter S, et al. Nonrandomized
Trial of Feasibility and Acceptability of Strategies for Promotion of Soapy Water as a
Handwashing Agent in Rural Bangladesh. The American journal of tropical medicine
and hygiene. 2017;96(2):421-9. doi: 10.4269/ajtmh.16-0304.
40. Montville R, Schaffner DW. A meta-analysis of the published literature on the
effectiveness of antimicrobial soaps. J Food Prot. 2011;74(11):1875-82. doi:
10.4315/0362-028X.JFP-11-122.
41. Sickbert-Bennett EE, Weber DJ, Gergen-Teague MF, Sobsey MD, Samsa GP, Rutala
WA. Comparative efficacy of hand hygiene agents in the reduction of bacteria and
viruses. American journal of infection control. 2005;33(2):67-77. doi:
doi.org/10.1016/j.ajic.2004.08.005.
42. Hoque BA, Briend A. A comparison of local handwashing agents in Bangladesh. J Trop
Med Hyg. 1991;94(1):61-4.
43. Baker KK, Dil Farzana F, Ferdous F, Ahmed S, Kumar Das S, Faruque ASG, et al.
Association between moderate-to-severe diarrhea in young children in the global enteric
multicenter study (GEMS) and types of handwashing materials used by caretakers in
Mirzapur, Bangladesh. The American journal of tropical medicine and hygiene.
2014;91(1):181-9. doi: 10.4269/ajtmh.13-0509.
44. handwashing in low income communities. An IFH expert review. 2009.
(https://www.ifh-homehygiene.org/review-best-practice/use-ash-and-mud-handwashing-
low-income-communities).
45. Burton M, Cobb E, Donachie P, Judah G, Curtis V, Schmidt WP. The effect of
handwashing with water or soap on bacterial contamination of hands. Int J Environ Res
Public Health. 2011;8(1):97-104. doi: 10.3390/ijerph8010097.
46. Luby SP, Halder AK, Huda T, Unicomb L, Johnston RB. The effect of handwashing at
recommended times with water alone and with soap on child diarrhea in rural
Bangladesh: an observational study. PLoS Med. 2011;8(6):e1001052. doi:
10.1371/journal.pmed.1001052.
47. Hoque BA. Handwashing practices and challenges in Bangladesh. Int J Environ Health
Res. 2003;13 Suppl 1:S81-7. doi: 10.1080/0960312031000102831.
48. Verbyla ME, Pitol AK, Navab-Daneshmand T, Marks SJ, Julian TR. Safely Managed
Hygiene: A Risk-Based Assessment of Handwashing Water Quality. Environmental
Science & Technology. 2019;53(5):2852-61. doi: 10.1021/acs.est.8b06156.
49. Mattioli MC, Boehm AB, Davis J, Harris AR, Mrisho M, Pickering AJ. Enteric
pathogens in stored drinking water and on caregiver's hands in Tanzanian households
with and without reported cases of child diarrhea. Plos One 9(1), e84939. 2014
50. GIZ, UNICEF. Scaling up group handwashing in schools. Compendium of group
washing facilities across the globe. New York, USA; Eschborn, Germany 2016.
(https://www.susana.org/_resources/documents/default/3-2641-7-1475236606.pdf).

Anda mungkin juga menyukai