Anda di halaman 1dari 9

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH METODE PEMBIASAAN GURU PAI TERHADAP

PEMBENTUKAN KARAKTER RELIGIUS SISWA

Diajukan untuk Diseminarkan pada Seminar Proposal

di Depan Pembimbing Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Samarinda.

Oleh :

NAMA: RIYO EDI SUCIPTOH

NIM: 1711101042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SAMARINDA

2020
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kemajuan zaman yang terjadi saat ini, yang semula dipandang akan
memudahkan pekerjaan manusia, kenyataannya juga menimbulkan keresahan
dan ketakutan baru bagi manusia, yaitu kesepian dan keterasingan baru, yang
ditandai dengan lunturnya solidaritas, kebersamaan, dan silaturahim.

Contohnya, penemuan televisi, komputer, dan handphone telah


mengakibatkan sebagian masyarakat terutama remaja terlena dengan dunia
layar.Remaja pada umumnya adalah seseorang yang mudah terpengaruh
dengan hal-hal yang ada di sekitarnya dan memiliki keinginan besar untuk
coba-coba melakukan sesuatu yang baru, karena pada usia remaja anak-anak
mulai mencari jati dirinya sendiri. Keinginan tersebut seringkali kurang
disertai pertimbangan yang cermat mengenai dampak yang akan ditimbulkan
mengingat belum stabilnya emosi remaja.

Thomas Lickona mengungkapkan sepuluh tanda-tanda zaman yang


harus diwaspadai, karena jika tanda-tanda ini terdapat dalam suatu bangsa,
berarti bangsa tesebut sedang berada ditebing jurang kehancuran. Tanda-
tanda tersebut diantaranya : pertama, meningkatnya kekerasan dikalangan
remaja. Kedua, penggunaan bahasa dan kata-kata yang memburuk. Ketiga,
pengaruh peergroup yang kuat dalam tindak kekerasan. Keempat,
meningkatnya perilaku yang merusak diri, seperti penggunaan narkoba,
alkohol, dan perilaku seks bebas. Kelima, semakin buruknya pedoman moral
baik dan buruk. Keenam, menurunnya etos kerja. Ketujuh, semakin
rendahnya rasa hormat pada orangtua dan guru. Kedelapan, rendahnya rasa
tanggung jawab individu dan warga negara. Kesembilan, membudayanya
ketidakjujuran. Dan kesepuluh, adanya rasa saling curiga dan kebencian
diantara sesama.1

1
Syamsul Kurniawan, Pendidikan Kareakter, Cet ke 3, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2016),
hlm. 18
Diakui dan disadari atau tidak, perilaku masyarakat kita sekarang ini,
terutama pada remaja menjadi sangat mengkhawatirkan karena mengarah
pada apa yang disebut oleh Lickona diatas. Berbagai macam tanda-tanda
diatas semakin membuka mata kita bahwa diperlukan obat yang mujarab dan
ampuh untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Kata kunci dalam
memecahkan persoalan tersebut salah satunya adalah adanya upaya
penanaman dan pembinaan kepribadian dan karakter sejak dini yang
dilakukan secara terpadu mulai dari lingkungan keluarga, sekolah, maupun
masyarakat yang barangkali bisa menjadi salah satu solusi untuk mengatasi
semua persoalan demikian.

Karakter religius merupakan salah satu karakter yang harus ditanamkan


pada anak sejak dini, karena karakter tersebut sangat dibutuhkan seorang anak
dalam menghadapi perubahan zaman dan penurunan moral, dalam hal ini
seorang anak diharapkan mampu memiliki sikap dan berperilaku dengan
ukuran baik dan buruk yang didasarkan pada ketentuan dan ketetapan agama.
Karakter religius yang harus dimiliki seseorang adalah sikap dan perilaku
yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran
terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk
agama lain.2

Sebenarnya, karakter seorang anak dalam hal ini adalah seorang remaja
tidak terbentuk dengan sendirinya. Lingkungan Keluarga merupakan
lingkungan pertama dan utama bagi remaja, sehingga kedudukan keluarga
dalam pembentukan karakter remaja sangat dominan.Keluarga merupakan
training centre bagi nilai-nilai yang baik. Dalam hal ini peran orangtua antara
lain menjadi figur yang patut diteladani dengan mengajarkan agama dan
akhlak mulia.

Kemudian dalam membentuk kepribadian dan karakter seorang anak,


tidak hanya peranan orang tua saja tetapi perlu adanya bantuan dari lembaga-
lembaga pendidikan, dalam hal ini salah satunya merupakan sekolah. Sekolah
2
Syamsul Kurniawan, Pendidikan..., hlm. 41
merupakan lembaga pendidikan yang berperan membekali siswa dengan
keterampilan dan pengetahuan untuk mengembangkan potensi anak. Akan
tetapi, sekolah juga berperan membentuk kepribadian anak setelah keluarga
yaitu melaui pendidikan yang diberikan kepada seorang anak. Seperti telah
tercantum pada UU SISDIKNAS No 23 Thn 2003 pasal 3 yang berbunyi :

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan


dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab”3.

Amanah Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 ini


bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang
cerdas, tetapi juga berkepribadian atau berkarakter sehingga nantinya akan
lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang
bernapaskan nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

Dalam pembentukan karakter seorang anak di sekolah bantuan seorang


guru adalah salah faktor yang sangat dominan dan paling penting. Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar,
dan pendidikan menengah.4

Selanjutnya, seorang guru dapat membentuk karakter seorang anak


dapat melalui berbagai macam hal seperti guru dapat menjadi seorang
teladan/model, guru juga dapat menjadi mentor yang beretika, memberikan
intruksi dan bimbingan melalui penjelasan, diskusi kelas, bercerita,

3
Lihat UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3.
4
Iskandar, Psikologi Pendidikan, Cet ke 1, (Ciputat : Gaung Persada Press, 2009), hlm. 8.
pemberian motivasi personal.5 Termasuk guru juga dapat memberikan
pembiasaan yang harus diamalkan atau dilakukan oleh siswa.
Metode pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja dilakukan secara
berulang-ulang agar sesuatu itu menjadi kebiasaan. Karakter seseorang
terbentuk karena kebiasaan yang dilakukan, sikap yang diambil dalam
menanggapi keadaan, dan kata-kata yang diucapkan kepada orang lain.
Metode ini perlu diterapkan oleh guru dalam proses pembentukan karakter,
untuk membiasakan siswa dengan sifat-sifat baik dan terpuji. Inti pembiasaan
adalah pengulangan. Contohnya, jika guru setiap masuk kelas mengucapkan
salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha membiasakan. Bila murid
masuk kelas tidak mengucapkan salam, maka guru mengingatkan agar bila
masuk ruangan hendaklah mengucapkan salam, itu juga satu cara
membiasakan.

BAB II
LANDASAN TEORI
1. Pengertian Metode Pembiasaan
Istilah metode berasal dar bahasa Yunani, yaitu metha dan hodos.
Metha berarti melalui atau melewati dan hodos berarti jalan atau cara. Jadi,

5
Thomas Lickona, “Educating For Character.” Terj.,Juma Abdu Wamaungo, Mendidik
untuk Membentuk Karakter, Cet ke 1, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012), hlm. 112.
metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
tertentu. 6
Dalam bahasa Arab, metode disebut thariqah, yang berarti jalan,
langkah-langkah strategi yang di persiapkan untuk melakukan suatu
pekerjaan.7
Pembiasaan sebenarnya berartikan pengalaman. Apa yang dibiasakan
adalah sesuatu yang diamalkan. Oleh karena itu uraian tentang pembiasaan
selalu menjadi satu dengan uraian tentang perlunya mengamalkan kebaikan
yang telah diketahui.8
Dalam bidang psikologi pendidikan, metode pembiasaan dikenal
dengan istilah operan conditioning, mengajarkan peserta didik untuk
membiasakan perilaku terpuji, disiplin, giat belajar, bekerja keras, ikhlas,
jujur, dan bertanggung jawab atas setiap tugas yang telah diberikan.9
Metode pembiasaan biasa di sebut juga dengan metode latihan (drill)
dalam suatu pembelajaran, yang pada umumnya digunakan untuk
memperolah suatu ketangkasan atau keterampilan dari apa yang telah
dipelajari. Sebagai sebuah metode, drill adalah cara membelajarkan siswa
untuk mengembangkan kemahiran dan keterampilan serta dapat pula
mengembangkan sikap dan kebiasaan. Latihan atau berlatih merupakan
proses belajar dan membiasakan diri agar mampu melakukan sesuatu.10
Pada intinya, metode pembiasaan adalah sesuatu yang sengaja
dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu itu (perilaku terpuji) itu
menjadi kebiasaan.

2. Pengertian Karakter religius


Istilah karakter yang dalam bahasa Inggris character, berasal dari
istilah Yunani, character dari kata charassein yang berarti membuat tajam
6
Bukhari Umar, Ilmu Pendidikan Islam, Cet ke 2, (Jakarta : AMZAH, 2011), hlm. 180.
7
Janawi, Metodologi dan Pendekatan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ombak, 2013), hlm. 67.
8
Ahmadtafsir, Ilmu Pemdidikan..., hlm. 213.
9
Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter, Cet ke 2, (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2012),
hlm. 166.
10
Abdul Majid, Pembelajaran Tematik Terpadu, Cet ke 2, (Bandung : PT Remaja
Rosdakarya, 2014), hlm. 171.
atau membuat dalam. Karakter juga dapat berarti mengukir. Sifat utama
ukiran adalah melekat kuat diatas benda kuat diatas benda yang diukir.
Karena itu, Wardani seperti dikutip Endri Agus Nugraha menyatakan bahwa
karakter adalah ciri khas seseorang dan karakter tidak dapat dilepaskan dari
konteks sosial budaya karena karakter terbentuk dalam lingkungan sosial
budaya tertentu.11
Sedangkan menurut Suyanto, mendefinisikan karakter sebagai cara
berfikir dan berperilaku menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan
bekerja sama, baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa, dan
negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat
keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan
yang ia buat.12
Sebenarnya, karakter mengacu pada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku (behavior), motivasi (mativations), dan keterampilan (skill).
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang berhubungan
dengan Tuhan YME, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan
kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, dan adat
istiadat. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal yang terbaik terhadap Tuhan YME, dirinya,
sesama, lingkungan, bangsa, dan negara dengan mengoptimalkan potensi
(pengetahuan) dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi, dan
perasaannya.13
Selanjutnya, membahas tentang religius. Kata dasar religius adalah
religi yang berasal dari bahasa inggris religion sebagai bentuk dari kata
benda yang berarti agama atau kepercayaan adanya sesuatu kekuatan yang
lebih besar diatas manusia. Sedangkan, Religiositas seringkali merupakan
sikap batin seseorang ketika berhadapan dengan realitas kehidupan luar
dirinya misalnya hidup, mati, kelahiran, bencana banjir, tanah longsor,
11
Syamsul Kurniawan, Pendidikan..., hlm. 28.
12
Syamsul Kurniawan, Pendidikan..., hlm. 28.
13
Syamsul Kurniawan, Pendidikan..., hlm. 29.
gempa bumi, dan sebagainya. Sebagai orang yang ber-Tuhan kekuatan itu
diyakini sebagai kekuatan Tuhan. Menyadari tentang kekuatan tersebut
seharusnya memberikan dampak positif terhadap perkembangan hidup
seseorang apabila ia mampu menemukan maknanya. Orang mampu
menemukannya apabila ia berani merenung dan merefleksikannya. Melalui
refleksi pengalaman hidup inilah, seseorang dapat menyadari, memahami,
dan menerima keterbatasan dirinya sehingga rasa syukur kepada Tuhan
Sang Pemberi Hidup, hormat kepada sesama, dan lingkungan alam.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat dikatakan bahwa karakter
religius memiliki makna bahwa sikap dan perilaku yang dimiliki oleh setiap
individu seperti patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama lain.14

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yakni penelitian yang
analisisnya menekankan pada data angka yang didapatkan dari metode
statistik, dalam rangka menguji hipotesis sehingga didapatkan makna
hubungan antar variabel. Penelitian ini lebih menitik beratkan kepada aspek
pengukuran fenomena sosial secara objektif. Agar dapat mengukur fenomena

14
Syamsul Kurniawan, Pendidikan..., hlm. 41.
tersebut, fenomena dijabarkan ke dalam beberapa indikator, komponen, dan
variabel.

Anda mungkin juga menyukai