Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MIKOLOGI
TIM DOSEN :
PROGRAM S1 BIOLOGI
FAKULTAS BIOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2020
KATA PENGANTAR
1
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT., atas tersusunnya Petunjuk
Praktikum Mikologi yang ditujukan untuk membantu mahasiswa Fakultas
Biologi, Universitas Jenderal Soedirman. Petunjuk praktikum Mikologi ini
disusun sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan praktikum Mikologi yang
diselenggarakan pada semester genap T.A. 2019/2020 yang bertujuan untuk
mengajarkan kepada mahasiswa tentang cara-cara bekerja dengan jamur di
laboratorium. Petunjuk ini hanya memuat pelaksanaan praktikum yang harus
dilakukan oleh mahasiswa serta teori untuk memperdalam pemahaman mahasiswa
mengenai materi yang dibahas, sedangkan untuk melengkapi pemahaman metode
analisis tersebut mahasiswa diwajibkan membaca literatur aslinya yang tertera
pada daftar pustaka buku ini. Aplikasi dapat diperkaya melalui referensi lain yang
terkait.
Petunjuk praktikum ini memuat bab-bab pelaksanaan praktikum, namun
urutan babnya dapat tidak sesuai dengan urutan acara praktikumnya, oleh karena
itu perlu disimak baik- baik, dicocokkan acara praktikum yang akan dijalankan
dengan bab-bab yang tersaji. Pemakaian alat mikroskop, mahasiswa dianggap
sudah memahami aturan pemakaiannya. Petunjuk praktikum ini diharapkan dapat
membantu mahasiswa dalam mempersiapkan dan melaksanakan praktikum
dengan lebih baik, terarah, dan terencana serta dapat memahami tentang jamur
walaupun masih mendasar.
Buku petunjuk praktikum ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran untuk penyempurnaan buku ini di masa mendatang sangat diharapkan.
Akhir kata, penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
Halaman
Kata Pengantar............................................................................................... i
I. Pengenalan Jamur.................................................................................... 7
Daftar Referensi............................................................................................. 38
3
TATA TERTIB LABORATORIUM
4
13. Sebelum meninggalkan laboratorium :
a. Seka meja kerja dengan desinfektan dan cuci tangan seperti telah
disebutkan pada tata tertib nomor 4 dan 5.
b. Periksa kembali: gas, kran air, dan lampu-lampu mikroskop yang
hendaknya telah anda matikan.
c. Tata semua reagen dan alat-alat ke tempatnya semula.
d. Jangan lupa menandatangani daftar hadir.
5
TATA TERTIB KHUSUS PRAKTIKUM MIKOLOGI
Dosen Pengampu
&
Asisten Dosen
6
I. MIKROSKOP DAN PENGGUNAANNYA
A. PENGANTAR
7
MIKROSKOP MEDAN-TERANG
Mikroskop medan-terang disebut juga mikroskop majemuk karena ada dua
sistem lensa terpisah, yaitu lensa obyektif yang terdekat dengan spesimen dan lensa
okular yang terletak di ujung atas mikroskop.
Kebanyakan mikroskop laboratorium dilengkapi dengan tiga lensa obyektif,
lensa obyektif dengan perbesaran lemah (10 X), lensa obyektif dengan perbesaran
kuat (40 X) dan lensa obyektif minyak imersi (100 X).
Pada mikroskop modern, alat penerangan dipasang di bagian dasar
mikroskop, sedangkan pada mikroskop yang tanpa perlengkapan sumber cahaya
sendiri, terdapat suatu cermin datar-cekung di bawah kondensor. Cermin tersebut
berguna untuk mengarahkan cahaya dari sumber cahaya luar ke dalam kondensor.
8
Untuk mencari lokasi suatu obyek yang akan diamati, mulailah selalu
dengan lensa obyektif dengan perbesaran lemah. Tanpa melihat melalui lensa
okular, dekatkan lensa obyektif tersebut dengan hati-hati sehingga hampir
mengenai gelas preparat. Kemudian sambil melihat melalui lensa okular,
gerakan lensa obyektif dengan perlahan-lahan menjauhi gelas preparat sehingga
obyek tadi kelihatan. Untuk memfokuskan obyek tersebut gunakan alat pengatur
fokus yang halus.
Bila ingin menggunakan lensa obyektif dengan perbesaran lebih tinggi,
pusatkan dahulu obyek yang akan diamati sebelum digantikan dengan lensa
dengan perbesaran lebih tinggi. Gunakan alat pengatur gerak yang halus untuk
memfokuskan obyek tersebut.
Dalam menggunakan mikroskop secara efisien, usahakan agar :
a. kedua mata tetap terbuka secara santai
b. mata kiri diletakkan pada lensa okular
c. mata kanan diarahkan pada buku gambar
d. tangan kiri selalu siap menggerak-gerakan alat pengatur fokus yang halus,
e. tangan kanan mengatur posisi obyek yang akan dilihat sambil memegang
pensil, siap menggambar dan mencatat apa yang diamati.
9
II. MIKROSKOPIS JAMUR
A. PENGANTAR
LP1
0,2 mm
0,1 mm
depth LP2
0,2 mm
1 mm
10
2. Pengukuran Bagian-Bagian Mikroskopik jamur
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
11
Sehingga volume pada 5 kotak besar = 0,2 x 0,2 x 0,1 x 5 = 0,02 mm3
Karena 1 ml = 1000 mm3 maka apabila pada kotak ke 5 kotak besar tersebut
ada 25 buah spora, dapat diketahui bahwa konsentrasi suspensi sporanya
adalah:
6
1000 x 25 spora/ml = 1,25 x 10 spora/ml
0,02
Untuk menentukan spora yang masuk dalam penghitungan diperlukan adanya
konsistensi. Misalnya hanya spora yang terletak pada bagian bawah dan kanan
garis suatu kotak saja yang akan dihitung. Faktor pengenceran juga turut
menentukan jumlah atau konsentrasi spora yang terhitung.
Bila kedua garis skala dimaksud sudah berhimpit, carilah 3 atau 4 garis kedua
mikrometer tersebut yang juga berimpit. Jumlahkan dan rata-ratakan nilai
perbandingannya sehingga didapatkan nilai perbandingan yang akan dipakai
sebagai standar. Peneraan perlu dilakukan lagi pada perbesaran yang berbeda.
Contoh
Skala okuler0103040= 80
Skala obyektif0102939= 78
12
III. MEDIUM BIAKAN, KOMPOSISI, DAN PEMBUATANNYA
A. PENGANTAR
1. Medium Biakan
Medium biakan adalah suatu container (tabung reaksi, cawan petri) yang
berisi satu bahan atau campuran bahan-bahan untuk menumbuhkan
mikroorganisme. Jadi, di dalam bahan ini harus terkandung nutrien yang dibutuhkan
mikroorganisme.
Persyaratan nutrisi mikroorganisme amat beragam, namun sebagai makhluk
hidup mereka mempunyai kebutuhan dasar yang sama, yaitu air, karbon, energi,
mineral dan faktor tumbuh, sehingga sebelum dapat menumbuhkan mikroorganisme
dengan sebaik-baiknya, pertama-tama harus dipahami lebih dahulu kebutuhan dasar
dari mikroorganisme tersebut, kemudian mencoba memformulasikan suatu medium
yang memberikan hasil terbaik. Yang perlu diingat adalah tidak ada satu macam
mediumpun yang sesuai untuk membiakan semua macam mikroorganisme (untuk
pertumbuhan optimalnya) karena kebutuhan nutrisi untuk setiap mikroorganisme
berbeda-beda.
Untuk organisme bersel tunggal, air sangat penting artinya karena : (1)
merupakan komposisi utama protoplasma (70-85%); (2) wahana untuk masuknya
nutrisi ke dalam sel dan keluarnya sekresi maupun ekskresi dari dalam sel dan (3)
diperlukan untuk berlangsungnya reaksi-reaksi enzimatik di dalam sel. Jika ingin
membuat suatu medium sebaiknya digunakan akuades, karena air sadah pada
umumnya mengandung kadar ion kalsium dan magnesium yang tinggi. Pada
medium yang mengandung pepton dan ekstrak daging, air dengan kualitas demikian
dapat menyebabkan terbentuknya endapan fosfat dalam magnesium fosfat.
Macam karbohidrat yang diperlukan sebagai sumber karbon sangat beragam
tergantung kepada mikroorganismenya. Karbohidratnya dapat berupa polisakarida,
disakarida maupun monosakarida. Monosakarida adalah gula sederhana sehingga
kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakannya sebagai sumber karbon.
13
Sumber nitrogen bagi organisme adalah senyawa organik, asam amino atau
senyawa-senyawa protein intermedium seperti, peptida, protease dan pepton.
Mikroorganisme juga memerlukan beberapa unsur logam dalam jumlah yang sedikit
seperti natrium, kalium, magnesium, mangan, besi, seng, tembaga, fosfor dan
kobalt, untuk pertumbuhannya yang normal. Faktor tumbuh adalah komponen
seluler esensial yang tidak dapat disintesis sendiri oleh suatu mikroorganisme dari
sumber dasar karbon dan nitrogennya. Komponen yang dimaksud dapat berupa
asam amino dan vitamin.
Kemasaman (pH) medium juga penting bagi pertumbuhan mikroorganisme,
terutama kerja enzim amat dipengaruhi oleh pH. Kebanyakan jamur dapat
berkembang baik pada medium yang mengandung karbohidrat tinggi dengan
kisaran pH antara 5-6, sedangkan bakteri pada medium yang mengandung protein
dengan pH sekitar 7. Beberapa jamur dapat tumbuh baik pada setiap macam
medium yang mengandung beberapa bahan organik, jamur yang lain memerlukan
zat-zat kimia tertentu; bahkan jamur yang menyebabkan embun tepung kapas
(downy mildew) misalnya Sclerospora, Peronospora, dan embun tepung pupur
(powdery mildew) misalnya Oidium, belum dapat dibiakkan pada medium buatan.
2. Pembagian Medium
Menurut susunannya, medium dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu : (1)
medium alam, (2) medium semisintetik, dan (3) medium sintetik. Medium alam
adalah medium yang komposisi nutrisinya tidak dapat diketahui dengan pasti setiap
waktu karena dapat berubah-ubah dalam bahan yang digunakan dan tergantung dari
asalnya. Contohnya adalah kentang, jagung, serangga, rambut dan sebagainya.
Dalam medium semisintetik, selain digunakan bahan alami, digunakan pula zat-zat
kimia yang komposisinya dapat diketahui dengan tepat, contohnya ialah Agar
dekstrosa kentang (ADK) yang biasa disebut Potato Dextrose Agar (PDA). Medium
sintetik adalah medium yang komposisi dan konsentrasinya diketahui dengan tepat
sehingga dapat diulang secara tepat. Medium ini biasanya dibuat dari bahan-bahan
kimia yang kemurniannya tinggi. Contoh Agar Czapek (Czapek’s Agar). Macam
medium kultur yang digunakan dan konsentrasi unsur-unsur dalam suatu medium
akan menentukan pertumbuhan mikroorganisme di dalamnya (apakah pertumbuhan
vegetatif atau sporulasi yang dominan).
14
Pemilihan suatu medium untuk menumbuhkan mikroorganisme tergantung
kepada tujuan dan arah penelitian serta kebutuhan nutrisi suatu organisme sehingga
tidak ada ketentuan umum atau suatu rekomendasi yang dapat dipakai untuk
menentukan medium yang sesuai untuk pertumbuhan semua mikroorganisme.
Medium alam umumnya lebih baik untuk pertumbuhan dan sporulasi
mikroorganisme dari pada medium sintetik yang relatif lebih mahal dan
membutuhkan lebih banyak waktu untuk menyiapkannya.
Menurut tujuan penggunaannya, medium dapat dibagi menjadi : (1) medium
umum, (2) medium selektif, dan (3) medium diferensial. Medium umum atau
serbaguna adalah medium yang mengandung kebutuhan pokok dan penunjang
pertumbuhan mikroorganisme tertentu. Medium selektif adalah medium yang
dimodifikasi dengan menambah zat penghambat sehingga pertumbuhan jenis
mikroorganisme tertentu dibatasi. Substansi penghambat yang digunakan untuk
membuat medium selektif yaitu berbagai zat warna, antibiotik atau garam-garam
serta berbagai zat yang dapat mempengaruhi metabolisme atau sistem enzim jenis
mikroorganisme tertentu. Contohnya adalah medium selulolisis, martin agar dan
sebagainya. Medium diferensial adalah medium yang mengandung zat-zat kimia
tertentu yang memungkinkan pengamat membedakan berbagai tipe dari satu
mikroorganisme karena dalam medium ini dihasilkan ciri khas, bentuk dan warna
koloni dari suatu spesies mikroorganisme dan dapat dijadikan ciri pembeda dari
spesies lainnya. Contohnya adalah agar sukrosa kentang dan medium yang berisi
ion-ion besi. Ion besi berfungsi dalam produksi pigmen kuning di medium yang
merupakan indikator untuk membedakan kelompok Aspergillus (terutama A. flavus
dan A. parasiticus) dengan kelompok lainnya.
Konsistensi medium dapat dibuat bermacam-macam tergantung kepada
keperluannya. Medium cair dapat digunakan untuk berbagai keperluan seperti
pembiakan mikroorganisme dalam jumlah besar, penelaahan fermentasi, dan
berbagai macam uji. Medium padat biasanya digunakan untuk mengamati
penampilan atau morfologi koloni dan mengisolasi biakan murni. Medium setengah
padat digunakan untuk menguji ada tidaknya mortalitas dan kemampuan
fermentasinya.
Sebagai bahan untuk membuat medium menjadi padat, digunakan agar-agar,
gelatin dan gel silika. Yang paling umum digunakan adalah agar-agar, namun
15
sebagian besar mikroorganisme tidak dapat menggunakannya sebagai makanan
sehingga agar-agar hanya berfungsi sebagai pemadat.
Antibiotik sering ditambahkan ke dalam medium, dimaksudkan untuk
menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak dikehendaki, terutama
bakteri. Antibiotik yang sering digunakan dan dapat diperoleh yaitu
Chlortetracyclin (10- 100 ppm), chloramphenicol (50 – 100 ppm) dan Streptomycin
(30 – 50 ppm). Chloramphenicol bersifat stabil pada suhu tinggi, oleh karena itu
dapat disterilkan bersama-sama dengan medium, selain itu Chloramphenicol
mempunyai spektrum antibiotik yang luas.
Untuk menghambat pertumbuhan miselium jamur yang berlimpah di udara
seperti Mucor dan Rhizopus, dapat ditambahkan Rose Bengal (20-150 ppm) di
dalam medium. Rose Bengal berfungsi sebagai fungistatik dan bakteriostatik.
Agar kentang
Kentang (tanpa kulit, dipotong-potong) ………………………… 200 g
Air suling ………………………………………………………. 1000 ml
16
Dimasak selama setengah jam, lalu disaring untuk
diambil ekstraknya, kemudian ditambah air suling
hingga mencapai volume 1000 ml
Agar............................................................................................... 15 g
17
MEDIUM SINTETIK
Agar Czapek (Czapek’s Agar)
NaNO3 ....................................................................................... 2 g
K2HPO4 ................................................................... ………… 1g
KCl ......................................................................................... 500 mg
MgSO4.7H2O .......................................................................... 500 mg
FeSO4.7H2O ........................................................................... 10 g
Sucrose ........................................................................ ............ 30 g
Agar .......................................................................................... 15 g
Air suling.................................................................................. 1000 ml
Untuk metode pengenceran suspensi tanah,
digunakan agar 20 gram dan pH diturunkan
sampai 4 dengan menambahkan larutan
H3PO4 (1:20) sesudah sterilisasi, untuk
membiakan Mucoraceae digunakan Glucose
sebagai pengganti Sucrose.
Catatan :
Agar yang digunakan di sini ialah agar murni
Bila digunakan agar batang atau agar kertas, untuk setiap satu liter digunakan 20
gram.
MEDIUM SELEKTIF
Agar PCNB (PCNB Agar)
Agar .................................................................................. 20 g
Pepton ............................................................................... 5g
MgSO4.7H2O ..................................................................... 0,25 g
K2HPO4 .....................................................................…… 5g
Air suling ...................................................................…… 1000 ml
PCNB ............................................................................… 200 ppm
Penicilin G ...................................................................…. 50 ppm
18
Lactic acid 85 % ………………………………………….. 1,3
ml
Ethanol ………………………………………………. …... 20 ml
Sodium desoxycholate ……………………………….…… 130 ppm
MEDIUM DIFERENSIAL
Aspergillus Differential Medium (ADM)
Tryptone ............................................................................ 15 g
Yeast ekstract ..................................................................... 10 g
Ferric citrate ………………………………………………… 0,5 g
Agar ……………………………………………………..….. 15 g
Air suling …………………………………………………... 1000 ml
Berikut ini akan diuraikan cara pembuatan agar tegak, agar miring dan agar
cawan
Agar cawan
19
Setelah dikeluarkan dari sterilisator, letakkan tabung yang berisi medium 10
ml/tabung (agar tegak) ke dalam penangas air bersuhu 45 oC dan dibiarkan selama 5
menit. Apabila agar tegak yang akan digunakan telah memadat, maka terlebih
dahulu dipanaskan dalam penangas air hingga agarnya mencair, kemudian baru
dipindahkan ke dalam penangas air. Apabila suhunya telah seimbang dengan suhu
penangas air, tuangkan satu per satu ke dalam cawan petri steril yang berdiameter 9
cm secara aseptik, dengan cara sebagai berikut ;
Bukalah bungkus cawan petri dan tempatkan di atas meja atau tempat yang
rata. Tabung agar tegak yang masih cair diambil dengan tangan kanan, dan sumbat
kapasnya dipegang dengan jari kelingking tangan kiri yang dilengkungkan. Tabung
agar tegak tersebut harus dalam keadaan miring dan bagian pinggirannya harus
dipanaskan dengan nyala bunsen atau lampu spiritus.
Tutup cawan petri steril dibuka sedemikian rupa dengan tangan kiri, hingga
mulut tabung yang telah dipanaskan tadi tepat dapat dimasukkan antara cawan dan
tutupnya; kemudian agarnya dituangkan ke dalam cawan petri itu. Selanjutnya
cawan tersebut ditutup kembali dan di goyang-goyang perlahan-lahan hingga
agarnya merata, dan dibiarkan hingga membeku dan dingin.
Catatan : Penuangan medium agar dengan suhu lebih dari 45o akan menyebabkan
kondensasi air yang berlebihan pada tutup cawan petri. Hal ini tidak
dikehendaki, karena air tersebut akan menitik pada permukaan agar
yang telah memadat.
20
Kemudian kaca penutup diletakkan dengan perlahan-lahan serta membuat
sudut pada kaca obyek.
7. Bagi jamur yang mempunyai miselium udara tidak lebat, jamur yang
pertumbuhannya tipis, atau bila sporulasi harus dipelajari pada posisi yang
tidak terganggu, maka dapat dilakukan sebagai berikut. Laktofenol diteteskan
pada kaca obyek, kemudian sepotong selotip diletakkan pada biakan jamur.
Sisi selotip dengan jamur yang melekat pada sisi tersebut diletakkan pada
21
laktofenol. Selanjutnya diteteskan lagi laktofenol pada bagian atas selotip dan
ditutup dengan kaca penutup.
22
IV. STERILISASI ALAT DAN BAHAN
A. PENGANTAR
Sterilisasi adalah suatu perlakuan untuk menginaktifkan atau mematikan
semua mikroorganisme hidup, termasuk spora, dari suatu lingkungan. Ada beberapa
cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu pembakaran, panas lembap,
panas kering, perlakuan kimia dan penyaringan. Sterilisasi panas lembap
menggunakan panas bersama-sama dengan uap air, sedang sterilisasi kering
menggunakan panas tanpa kelembapan. Sterilisasi kimia dapat dilakukan dengan
menggunakan gas atau racun.
Pemilihan metode yang disterilisasi dilakukan berdasarkan : (1) efisiensi,
(2) sifat bahan yang disterilisasi, (3) toksisitas, (4) kemudahan dilaksanakan, (5)
keuntungan, (6) biaya, dan (7) pengaruhnya terhadap obyek yang disterilisasi.
23
biakan, larutan, kapas, sumbat karet, peralatan laboratorium, dan sebagainya. Bagi
medium tertentu yang terurai bila dipanaskan pada suhu 121 oC, sterilisasi dengan
autoklaf dilakukan pada suhu dan tekanan yang lebih rendah. Atau, komponen
tertentu suatu medium yang sama harus disterilkan dalam wadah yang terpisah.
Misalnya asam tartrat harus disterilkan dalam wadah yang terpisah dan baru
ditambahkan ke dalam Agar Dektrosa Kentang sebelum penuangan, karena bila
disterilisasi dalam wadah yang sama, asam akan menghidrolisis agarnya sehingga
tidak dapat memadat sekalipun telah didinginkan. Untuk medium alam, seperti
jagung, rambut, bulu dan lain-lain, sterilisasi di dalam autoklaf dilakukan dengan
menempatkan benda tersebut di dalam suatu wadah tertutup yang diberi air
secukupnya. Kontak langsung antara uap air dan benda yang akan disterilisasi amat
penting bagi keberhasilan proses ini, maka cara membungkus dan menata muatan di
dalam autoklaf harus agak longgar sehingga memungkinkan penetrasi uap air dan
pengusiran udara oleh uap air secara menyeluruh dari dalam autoklaf. Pengaruh
panas lembap di dalam proses sterilisasi ialah mengkoagulasikan protein-protein
mikrobe (termasuk enzim-enzimnya) dan menginaktifkannya secara searah (tidak
terbalikkan). Uap lembap dapat mengkoagulasi protoplasma bakteri (protein, enzim
dan sebagainya) pada temperatur sedang. Adanya udara di dalam autoklaf
menyebabkan ruangan di dalamnya menjadi panas lebih lambat dan suhu yang dapat
dicapai menjadi lebih rendah.
Faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses sterilisasi ini antara lain :
kekentalan larutan, ukuran wadah yang dipakai, volume cairan, dan kepadatan
muatan. Tabel 1 menggambarkan pengaruh volume cairan dan jumlah wadah dalam
suatu muatan terhadap waktu yang diperlukan untuk sterilisasi.
Tabel 1. Pengaruh volume cairan dan jumlah wadah terhadap waktu yang
diperlukan bagi cairan untuk mencapai suhu 121oC di dalam suatu
autoklaf.
24
2,0 10 27 37 47
3,0 8 26 43 53
4,0 5 26 52 62
5,0 5 26 60 70
6,0 4 26 62 72
Ada 4 hal utama yang harus diperhatikan bila melakukan sterilisasi panas
lembap :
1. Sterilisasi tergantung kepada uap, karena itu udara harus dikosongkan sama
sekali dari ruang dalam sterilisator.
2. Semua bagian bahan yang disterilkan harus terkenai uap, karena itu tabung dan
labu kosong harus diletakkan dalam posisi tidur agar udara tidak terperangkap
di dasarnya.
3. Bahan yang berpori atau yang berbentuk cair harus permeabel terhadap uap.
4. Suhu yang terukur oleh termometer harus mencapai 121 oC dan dipertahankan
selama 15 menit.
Tabel 2. Lamanya waktu dan suhu yang kerap kali digunakan untuk sterilisasi
dengan panas kering
25
Dibandingkan dengan sterilisasi panas lembap, sterilisasi panas kering
kurang efisien dan membutuhkan suhu tinggi serta waktu yang lebih lama untuk
sterilisasi. Hal ini karena tanpa kelembapan tidak ada panas laten dan dalam
keadaan kering struktur protein bersifat lebih stabil dan tidak mudah
terdenaturasikan.
Sterilisasi panas kering dapat diterapkan pada alat dan bahan yang tidak
menjadi rusak, menyala, hangus atau menguap pada suhu tinggi. Bahan-bahan yang
biasanya disterilkan dengan cara ini antara lain pecah belah seperti pipet, tabung
reaksi, cawan petri, botol sampel, jarum suntik dan bahan-bahan yang tidak tembus
uap seperti gliserin, minyak, vaselin dan bahan-bahan berupa bubuk. Bahan-bahan
yang disterilkan harus dilindungi dengan cara membungkus, menyumbat atau
menaruhnya dalam suatu wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi pada saat
dikeluarkan dari oven.
Untuk menjamin efektivitas penggunaannya, banyaknya muatan harus
diatur sedemikian rupa supaya tersedia cukup ruangan untuk bergeraknya aliran
konveksi.
26
B. MATERI PRAKTIKUM
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah autoklaf.
2. Metode
2.1. Latihan Menggunakan Autoklaf
a. Pelajari bagian-bagian yang ada pada tubuh autoklaf (lihat gambar 4) beserta
fungsi-fungsinya.
b. Isilah autoklaf dengan air suling sampai elemen pemanas terendam air.
c. Susunlah wadah bahan yang akan disterilkan pada wadah aluminium. Beri
rongga di antara wadah-wadah badan yang akan disterilkan untuk pergerakan
uap air dan udara.
d. Masukkan tabung pengeluaran fleksibel di tempat yang telah disediakan di
dalam wadah aluminium. Letakkan tutup sterilisator dan pertemukan tanda-
tanda panah yang ada pada tutup dan bagian atas tubuh sterilisator. Cocokkan
baut-baut yang ada di bagian atas tubuh sterilisator dengan tempatnya yang
terletak pada tutup. Agar tutup harus berada tepat di tengah-tengah, putarlah
baut-baut yang berlawanan letaknya serentak bersama-sama.
e. Bukalah pengatur katup pengaman untuk mengeluarkan udara yang ada di
dalam tubuh autoklaf.
f. Pasanglah sumber pemanas.
g. Bila uap air keluar cukup banyak (terdengar bunyi desis) dari katup pengaman,
tutuplah katup tersebut. Maka suhu dan tekanan akan naik.
h. Bacalah skala suhu dan tekanan sampai mencapai suhu 121oC dengan tekanan
15 lb. Ketika suhu mencapai 121oC, suhu harus distabilkan selama 15 menit
dengan cara mengatur sumber panas.
i. Matikan autoklaf. Sterilisasi sudah selesai, biarkan tekanan pada autoklaf
menjadi nol. Jangan membuka autoklaf sebelum tekanan menjadi nol.
j. Setelah tekanan pada autoklaf mencapai nol (dapat dilihat pada alat penunjuk
tekanan), bukalah pengatur katup pengaman dengan cara meluruskannya untuk
mengeluarkan sisa uap air yang masih ada di dalam autoklaf.
k. Kendurkan mur dan baut, buka tutup autoklaf dengan cara diputar kemudian
diangkat. Angkat bahan yang sudah disterilkan. Jika bahan rusak oleh
pemanasan terlalu lama atau oleh evaporasi, maka dinginkan bahan tersebut
dengan cepat
27
28
V. ISOLASI JAMUR
A. PENGANTAR
1. Pengumpulan Contoh
Seperti diketahui jamur dapat hidup dalam air, lumpur, tanah, pasir atau
bagian tumbuhan dan hewan baik sebagai saproba, simbion maupun parasit.
Juga di dalam udara terdapat beraneka spora jamur yang bercampur dengan
debu. Untuk menentukan adanya mikroba (biota jamur) dalam habitat apapun
perlu diambil suatu contoh.
Adapun cara untuk mengambil contoh dari habitat berair (sungai, sawah,
lumpur, limbahan dan lain-lain) adalah sebagai berikut :
- Sediakan pencedok, botol, kantong plastik, dan cawan petri (semuanya
dalam keadaan steril), kertas dan pensil.
- Contoh diambil dengan pencedok kemudian dimasukkan ke dalam
botol/kantong plastik, atau cawan petri. Contoh harus diperlakukan secara
aseptis untuk menghindari penambahan organisme lain.
- Wadah, ditutup agak rapat
- Tempelkan secarik kertas, dan diberi keterangan seperti : tempat, tanggal
pengambilan, nama pengumpul, nama contoh dan nomor koleksi.
2. Cara Isolasi
Untuk memperoleh jamur dari berbagai habitat di laboratorium, dapat
dilakukan isolasi dengan dua cara, yaitu : cara isolasi umum dan cara isolasi
khusus.
Dalam praktikum ini akan dibahas mengenai cara isolasi umum. Adapun
yang dimaksud dengan cara isolasi umum adalah suatu cara untuk memperoleh
jamur dari berbagai golongan.
Isolasi dapat dilakukan dengan :
1. Metode perangkap
2. Metode pengenceran
3. Metode semai
4. Metode tanam langsung
29
B. MATERI DAN METODE PRAKTIKUM
1. Materi Praktikum
1.1. Bahan Praktikum
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam praktikum ini adalah medium
biakan, sampel air, lumpur, tanah, pasir atau bagian tumbuhan dan hewan baik
sebagai saproba, simbion maupun parasit.
1.2. Alat Praktikum
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan petri, tabung
reaksi, labu Erlenmeyer.
2. Metode
2.1. Mengisolasi jamur dari beberapa sampel dengan menggunakan :
a. Metode perangkap
b. Metode pengenceran
c. Metode semai
d. Metode tanam langsung
a. Metode perangkap
Metode ini merupakan cara yang paling mudah untuk mendapatkan spora
jamur dari udara.
Cara/prosedur ;
- Cawan petri berisi agar dibuka sejenak kemudian ditutup dan diinkubasi.
- Dapat pula sebelumnya agar cawan itu diberi sedikit asam sulfat encer untuk
mendapatkan pH yang cukup rendah sehingga pertumbuhan bakteri dapat
tertekan.
- Diinkubasi 1 sampai 2 hari
- Setiap koloni yang tumbuh dipindahkan ke dalam agar-agar.
- Diidentifikasi
- Disimpan di dalam tabung reaksi.
b. Metode pengenceran
Pada umumnya, contoh dari habitat air (air leding atau air sungai yang
bening) diencerkan sampai 1 : 10, sedangkan untuk contoh dari air perlimbahan,
30
air sungai yang keruh, air sawah, sebaiknya diencerkan lagi sampai 1 : 100, 1 :
1000 atau 1 : 10.000.
Cara/prosedur untuk pengenceran 1 : 10.000
- Sediakan 4 buah botol
- Ke dalam botol pertama masukkan air suling steril sebanyak 135 ml dan ke
dalam botol kedua, ketiga dan keempat sebanyak 45 ml.
- Ambil 15 ml contoh yang akan diteliti, masukkan ke dalam botol pertama
dengan demikian diperoleh larutan 1 : 10 kemudian dikocok.
- Dari larutan yang telah dikocok, ambil 5 ml masukan ke dalam botol ke dua.
Kocok sebentar dengan tangan, maka diperoleh larutan 1 : 100.
- Ambil 5 ml dari botol ke dua, masukkan ke dalam botol ke tiga.
- Dari botol ke tiga ambil 5 ml dan masukkan ke dalam botol ke empat, maka
diperoleh larutan 1 : 10.000.
c. Metode semai
Metode semai (cara tabur) digunakan untuk memperoleh bermacam-
macam jamur dari tanah, tepung, dedak dan sebagainya.
Cara/prosedur :
- Taburkan tanah (tepung, dedak) sebanyak 0,005 – 0,010 gr dengan ujung
pisau (mikrospatula ke dalam cawan petri steril)
- Tuangkan agar cair yang mendingin sebanyak kira-kira 10 ml.
31
- Sebelum agar membeku gerakan cawan secara memutar dengan hati-hati
supaya serbuk tanahnya merata.
- Diinkubasi
- Hifa yang tumbuh dipindahkan ke dalam agar segar untuk identifikasi.
Semua tehnik isolasi yang diterangkan di atas dapat digunakan Agar Waksman,
Agar Sabouraud, AKD dengan dibubuhi antibiotik untuk menekan pertumbuhan
bakteri.
32
lubang tersebut. Tutup dengan kapas lembap dan diinkubasikan selama ± 1
minggu. Hifa yang tumbuh lalu dipindahkan ke dalam medium agar.
4. Isolasi jamur pada kayu yang membusuk. Kayu pada pelbagai tingkat
kerusakan merupakan sumber makan bagi pelbagai macam Basidiomycetes,
Ascomycetes dan Deuteromycetes. Selain dari tubuh buah, Basidiomycetes
dapat diisolasi secara selektif dari kayu dengan menambahkan benomil 1 ppm
ke dalam medium agar yang mengandung 2 % ekstrak malt (agar ekstrak malt).
Spora dari Ascomycetes dan Hyphomycetes umumnya dapat diambil dengan
jarum dan digoreskan di atas medium agar.
33
VI. PEREMAJAAN DAN PEMELIHARAAN
BIAKAN MURNI
A. PENGANTAR
1. Cara Pembuatan Biakan Murni
Biakan murni di laboratorium harus dibiakkan terus menerus dengan
memindahkan sekelumit hifa atau spora, kemudian diinkubasi supaya
berkembang menjadi biakan baru.
Untuk ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut ;
- Sediakan jarum inokulasi yang bertangkai panjang.
- Dengan tangan kanan pijarkan jarum dan lalukan tangkai jarum dengan
cepat di dalam api untuk membunuh mikroba apapun yang menempel pada
permukaannya.
- Ambilah biakan induk yang akan dipindahkan dengan tangan kiri dan
lepaskan sumbatnya dengan jari kelingking dan telapak tangan kanan.
- Panaskan mulut tabung untuk membunuh mikroba yang menempel pada
permukaannya.
- Setelah jarum inokulasi menjadi dingin ambillah sekelumit hifa atau
beberapa spora dari biakan induk.
- Usahakan supaya sumbat kapas tidak bersentuhan dengan benda di
sekitarnya pada waktu memindahkan inokulum.
- Panaskan lagi mulut tabung di dalam api sebelum menyumbatnya kembali.
- Ambil agar miring dengan tangan kiri, buka sumbatnya dengan tangan
kanan, panaskan mulutnya dan letakkan hifa atau spora yang ada diujung
jarum dengan hati-hati pada agar miring.
- Panaskan mulut tabung dan tutuplah kembali
- Beberapa hari kemudian hifa atau spora yang dipindahkan itu akan menjadi
biakan baru.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
- Selama memindahkan inokulum, bekerjalah cepat tetapi hati-hati karena
aliran udara dapat mengakibatkan kontaminasi
- Pijarkan jarum inokulasi untuk membunuh hifa atau spora yang masih
tertinggal sebelum diletakkan kembali.
34
- Pemindahan jamur dari biakan induk ke agar cawan dapat dilakukan dengan
cara yang serupa, dalam hal ini tutup cawan petri jangan dibuka terlalu lebar
untuk menghindari kontaminasi.
35
VII. PENGENALAN JAMUR
A. PENGANTAR
Acara ini dimaksudkan untuk mengenal jamur baik yang makroskopis
maupun mikroskopis, agar mempunyai gambaran beberapa spesies jamur. Yang
perlu diperhatikan adalah ciri khusus dari struktur jamur tersebut yang merupakan
ciri dalam kelasnya. Pengamatan struktur jamur dengan menggunakan mikroskop,
diperlukan pembuatan preparat. Dalam metode dituliskan cara pembuatan preparat
dari material segar yang umum dilakukan di dalam mempelajari jamur.
Dalam praktikum ini dilakukan pengamatan struktur jamur secara
mikroskopik, pengamatan struktur jamur secara makroskopik, pembuatan jejak
spora, perkecambahan spora, pengamatan morfologi hifa dan identifikasi. Tujuan
pengamatan struktur jamur secara mikroskopik adalah untuk mengenal berbagai
struktur somatik dan reproduktif jamur secara mikroskopik. Jejak spora dibuat
untuk menangkar spora yang dibentuk oleh jamur, terutama jamur yang
makroskopis guna pengamatan selanjutnya. Kajian tentang Pengamatan morfologi
hifa dilakukan untuk mengetahui jumlah inti dan terdapatnya sekat dolipori.
Morfologi hifa diamati dengan cara pengecatan Giemsa-HCl (Herr, 1979). Setelah
berhasil menangani isolasi, pembuatan biakan murni, dan pembuatan preparat jamur
dengan baik, tindakan selanjutnya adalah identifikasi. Maksudnya untuk
memperkenalkan penggunaan kunci untuk identifikasi jamur.
36
2. Metode
2.1. Cara Pembuatan Preparat :
- Diambil 1 – 2 ose jamur yang akan diamati
- Diletakkan pada setetes air di atas gelas preparat
- uraikan dengan menggunakan jarum sampai menipis
- Gelas penutup diletakkan perlahan-lahan dengan membuat sudut pada gelas
preparat.
37
2.5. Perkecambahan spora
Spora yang telah tertampung kemudian dikecambahkan dengan cara
menaburkannya ke dalam medium minimal, biasanya digunakan medium AA (agar
air). Dapat tidaknya berkecambah, lama dan singkatnya waktu yang dibutuhkan
untuk berkecambah akan sangat tergantung pada struktur spora, dan waktu dormansi
spora. Spora dapat dikatakan berkecambah apabila telah membentuk buluh
kecambah yang panjang minimalnya satu kali lipat diameter spora. Buluh kecambah
ini disebut hifa primer.
Biakan murni jamur pada medium PDA umur 7 hari dipotong dengan bor
gabus diameter 5 mm menjadi cakram biakan. Masing-masing cakram biakan
dimasukkan ke dalam kotak kasa berukuran 2,5 x 2,5 x 1,5 cm kemudian difiksasi
dalam campuran etanol 95% / asam asetat glacial = 3 : 1 selama 10 menit. Kotak
kasa berisi cakram biakan ini selanjutnya dipindah berturut-turut ke dalam larutan
etanol 95%, aseton dan etanol 95%, masing-masing 15, 20, dan 15 menit. Kotak
kasa dan isinya lalu dipindah berturut-turut ke dalam etanol 70%, etanol 50%, dan
etanol 25%, serta akuades, masing-masing selama 15 menit. Cakram biakan
kemudian dihidrolisis dalam HCl 1N selama 8 menit pada suhu 60ºC di dalam
cawan tertutup. Setelah hidrolisis, kemudian cakram biakan dicuci berturut-turut
dalam air suling sebanyak 3 kali masing-masing selama 5 menit, larutan penyangga
fosfat / air suling = 1 : 1 selama 5 menit, serta larutan penyangga fosfat dengan pH
6,8 selama 10 menit. Larutan penyangga fosfat dengan pH 6,8 dibuat dari
campuran 2,8 g Na2HPO4 dalam 1.000 ml air suling dan 2,4 g KH 2PO4 dalam 1.000
ml air suling.
Cakram biakan kemudian dicat dengan giemsa-HCl (3 tetes giemsa/mm
larutan penyangga) selama 2 jam. Cakram biakan dan kotak kasanya kemudian
dicuci dengan air mengalir secara perlahan 1 – 2 menit, selanjutnya disimpan dalam
larutan penyangga. Cakram biakan yang sudah tercat diamati menggunakan
mikroskop cahaya (Olympus CX 31 RBSF) guna mengetahui morfologi hifa,
jumlah inti, dan adanya sekat dolipori. Untuk keperluan dokumentasi, preparat
difoto dengan mikroskop (Olympus C-35A).
38
2.7. Identifikasi
- Diambil beberapa jamur yang akan diidentifikasi.
- Dibuat preparat
- Amati di bawah mikroskop
39
VIII. PENGARUH KONSENTRASI GLUKOSA TERHADAP
PERTUMBUHAN MISELIUM JAMUR
A. PENGANTAR
Acara praktikum ini dimaksudkan untuk mengetahui konsentrasi glukosa yang
optimum untuk pertumbuhan miselium berbagai jenis jamur. Masing-masing spesies
jamur membutuhkan glukosa sebagai sumber karbon dalam jumlah yang tidak sama,
sehingga perlu untuk dilakukan praktikum ini. Glukosa merupakan salah satu jenis
monosakarida yang menjadi sumber energi dan sebagai media perkembangan dan
pertumbuhan jamur dalam sistem metabolisme.
Glukosa adalah monosakarida, yang merupakan istilah lain untuk gula
sederhana. Ini adalah salah satu dari tiga monosakarida yang digunakan oleh jamur,
tetapi itu adalah satu-satunya yang dapat digunakan langsung untuk menghasilkan
ATP. ATP digunakan oleh jamur untuk energi, bahkan ATP adalah satu-satunya
molekul yang dapat digunakan untuk energi. Dengan demikian, konsentrasi glukosa
yang optimum sangat penting. Glukosa juga merupakan titik awal utama untuk
respirasi sel, di mana ikatan kimia dari molekul yang kaya energi seperti glukosa
diubah menjadi energi yang dapat digunakan untuk proses kehidupan.
Formula molekul glukosa adalah C6H12O6. Ini berarti bahwa ada 6 atom
karbon, 12 atom hidrogen, dan 6 atom oksigen terikat bersama-sama untuk membuat
satu molekul glukosa. Atom tersebut diatur dalam urutan yang sangat spesifik dan
orientasi dalam ruang tiga dimensi. Orientasi ini dikenal sebagai struktur molekul.
Glukosa memiliki beberapa struktur molekul, tetapi hanya salah satu yang
ditemukan di alam dan disebut D-glukosa. Glukosa dapat ditemukan dalam struktur
lurus atau cincin.
40
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cawan Petri, tabung
reaksi, labu Erlenmeyer, hot plate, laminar air flow.
2. Metode
a. Dibuat medium biakan (PDA) dengan konsentrasi glukosa sebesar (g/l): 5,
10, 15, 20, 25
b. Medium tersebut disterilisasi, dan biarkan pada suhu ruang selama 24 jam.
c. Tuang medium ke dalam cawan petri steril dan biarkan sampai memadat
(pekerjaan dilakukan di dalam laminar air flow)
d. Jamur diinokulasi ke dalam masing-masing cawan petri yang sudah berisi
medium dengan konsentrasi glukosa yang berbeda
e. Diinkubasi pada suhu ruang
f. Diamati pertumbuhan miseliumnya mulai hari ke dua sampai miselium
memenuhi cawan petri
g. Setiap hari diukur diameter miseliumnya
h. Dibuat kurva pertumbuhannya, dan ditentukan konsentrasi glukosa yang
optimal
41
DAFTAR REFERENSI
Gunawan, A.W., Dharmaputra, O.S., Rahayu, G., Sudirman, L.I., Sukarno, N dan S
Listyowati, 2006. Jamur dalam Praktik Laboratorium. Bagian Mikologi,
Departemen Biologi, Fakultas MIPA, Institut Pertanian Bogor. IPB Press.
Bogor.
Hawksworth, D.L., Sutton, B.C., and G.C. Ainsworth. 1983. Ainsworth & Bisby’s
Dictionary of the Fungi. Commonwealth Mycological Institute. Kew Surrey.
Ingold, C.T. and H.J. Hudson. 1993. The Biology of Fungi. Chapman & Hall,
London.
42