Anda di halaman 1dari 13

Masalah Utama Citarum Limbah Padat

BANDUNG, SATUHARAPAN.COM –Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya
mengatakan, masalah utama pencemaran Sungai Citarum yakni berasal dari limbah padat masyarakat
yang tidak terkelola dengan baik.

"Masalah utama Citarum ini limbah padat dari masyarakat," kata Siti Nurbaya seusai menghadiri acara
sosialisasi penanganan sampah kepada pelajar di Balaikota Bandung, Minggu (21/1).

Siti mengatakan, pentingnya pengelolaan sampah secara maksimal harus dilakukan sejak dini. Pasalnya,
pertumbuhan volume sampah tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah dengan baik.

Menurut dia, banyaknya sampah di Sungai Citarum akibat buruknya pengelolaan sampah oleh
masyarakat. Hal itu juga diperparah oleh terbatasnya tempat pembuangan akhir (TPA), sehingga banyak
sampah yang akhirnya dibuang ke sungai.

Di sisi lain, ia pun menyoroti limbah industri yang mencemari Sungai Citarum. Masifnya pembangunan
industri di sepanjang aliran sungai telah mempengaruhi kualitas air yang ada.

"Penanganan limbah industri sepenuhnya menjadi tanggung jawab perusahaan terkait. Kita tinggal
penegakan hukum saja," kata dia.

Di tempat yang sama Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan, penanganan limbah padat
masyarakat telah dilakukannya dengan berbagai macam kegiatan seperti gerakan pungut sampah (GPS)
dan penyediaan bank sampah.

Inovasi penanganan ini, kata Kang Emil, sapaan akrabnya, telah terbukti berhasil dengan ditandai oleh
raihan Piala Adipura secara tiga kali berturut-

Memulihkan Citarum: Mulai Dari Limbah Industri


Sementara itu, Koalisi Melawan Limbah, masyarakat sipil yang terdiri atas Greenpeace, WALHI,
Pawapeling, LBH Bandung, dan Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) atau organisasi hukum
lingkungan nonpemerintah, melalui rilis yang dilansir situs walhi.or.id pada Sabtu ( 6/1), mendukung dan
mengapresiasi upaya Restorasi Sungai Citarum.

Namun, pembenahan limbah industri seharusnya merupakan langkah awal yang realistis bagi
pemerintah dalam memangkas beban pencemaran Citarum. Untuk membenahi tata kelola limbah
industri ini, pemerintah perlu memprioritaskan:

Melakukan audit lingkungan secara menyeluruh terhadap DAS Citarum untuk mengetahui sumber-
sumber pencemar beserta kontribusinya; serta kewajiban-kewajiban Pemerintah Pusat, Pemerintah
Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota yang belum dilakukan;

Melakukan moratorium pemberian Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) dan mengevaluasi semua IPLC
yang membebani Sungai Citarum dan anak-anak sungainya agar sesuai alokasi beban pencemaran.

Memperbaiki perizinan, pemerintah juga perlu berinvestasi terhadap penegakan hukum yang lebih
tegas dan efektif.

Perbaikan pemantauan limbah industri dengan mengoptimalkan teknologi termutakhir, misal


mewajibkan swapantau dengan alat pantau terus menerus bagi pencemar besar. Data swapantau harus
transparan dan dapat diakses publik secara mudah dan cuma-cuma.

Dana pemulihan harus berasal dari pencemar. Sekalipun dalam kondisi darurat pemerintah dapat
menginisiasi penanggulangan dan pemulihan, namun tetap perlu dipastikan ada mekanisme untuk
mengembalikan dana yang digelontorkan berdasarkan kontribusi pertanggungjawaban pencemar.

Rehabilitasi DAS Citarum dengan kombinasi reboisasi sempadan, penegakan tata ruang,
mempertahankan wilayah resapan, serta edukasi dan pemberdayaan masyarakat di hulu hingga hilir.

Perlu juga mengaudit investigatif dana pinjaman luar negeri yang telah digelontorkan untuk membiayai
berbagai proyek perbaikan Citarum. (Antaranews.com/walhi.or.id)

http://www.satuharapan.com/read-detail/read/masalah-utama-citarum-limbah-padat

LIPI: Limbah Rumah Tangga Bebani 70% Pencemaran di Citarum

Dadi Haryadi - Minggu, 24 Maret 2019


LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Pencemar terbesar Citarum berasal dari limbah rumah tangga yang
mempunyai andil antara 60-70% dari beban pencemar yang ada.

“Limbah dari WC yang tidak terolah dan sampah rumah tangga diperburuk dengan tambahan limbah
kotoran ternak yang jumlahnya ribuan di sekitar titik nol Citarum,” ujar Kepala LPTB Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Sri Priatni, seperti dalam keterangan resmi yang diterima
Ayobandung.com, Minggu (24/3/2019).

Pencemar lainnya, ujar Sri, adalah limbah sisa industri yang sebagian besar adalah termasuk pada jenis
limbah yang berbahaya yang sulit diuraikan secara alami. Sri menjelaskan, penanganan Citarum di
daerah hulu terutama di kawasan Bandung Raya menjadi titik perhatian utama LIPI karena ada 8 anak
sungai yang sebagian besar mengalir melewati permukiman padat di Bandung Raya dan memegang
porsi 5% dari keseluruhan polutan domestik Citarum.

Terkait limbah yang berasal dari WC warga, LPTB LIPI telah mengembangkan teknologi toilet pengompos
yang sesuai untuk diterapkan di lingkungan yang sulit air bersih dan kekurangan sarana sanitasi.

“Toilet ini bisa menggantikan keberadaan WC umum sepanjang aliran anak sungai Citarum sehingga
polusi kotoran manusia bisa dikurangi dan kualitas sanitasi masyarakat bisa meningkat. Komposnya bisa
dipergunakan tanaman,” ungkap Sri.

Sementara untuk limbah kotoran ternak serta industri pangan seperti tahu dan tempe, peneliti LPTB LIPI
Neni Sintawardani mengungkapkan LIPI telah berhasil menerapkan teknologi pengolahan limbah cair
tahu secara anaerobic dengan teknik multi-tahap di sentra industri tahu di Giriharja, Sumedang.

“Limbah yang dihasilkan menjadi layak buang ke sungai dan biogas yang dihasilkannya telah digunakan
oleh 88 rumah tangga di sekitarnya. Teknologi ini juga bisa diaplikasikan untuk penanganan kotoran
hewan,” jelas Neni.

Untuk penanganan limbah industri tekstil yang menjadi penyebab turunnya kualitas air sungai Citarum,
LIPI telah mengembangkan satu metoda yang lebih mudah dan cepat untuk memonitor zat–zat yang
terkandung pada zat pewarna

tekstil.

“Metode ini menekan biaya monitoring dan hasilnya sesuai standar nasional dan internasional. Ada 8
peneliti monitoring yang mengembangkan metode pemantauan berbasis Green Analytical Chemistry
(GAC). Termasuk di dalamnya prosedur teknis analisis residu pestisida, polutan logam berat serta sensor
kimia,” ujar peneliti LPTB LIPI, Willy Cahya Nugraha.

Sedangkan untuk pengurangan limbah plastik, LIPI telah mengembangkan bio-plastik sebagai alternatif
untuk menggantikan plastik biasa. “Bio-plastik tersebut berbasis pati yang mudah diurai mikroba alami
dengan cepat. berpeluang menjadi solusi limbah plastik saat ini,” ujar peneliti LPTB LIPI, Hanif Dawam
Abdullah.

https://www.google.com/amp/s/amp.ayobandung.com/read/2019/03/24/47843/lipi-limbah-rumah-
tangga-bebani-70-pencemaran-di-citarum

Jumat, 21 Des 2018 20:58 WIB

Limbah Jadi Isu Serius Perkotaan, Ini Jurus Penangkalnya

Zulfi Suhendra - detikFinance

Jakarta - Persoalan limbah dan pencemaran lingkungan masih menghantui perkotaan. Banyak pihak
menaruh perhatian serius terhadap isu ini. Ada sejumlah cara untuk mengatasi persoalan limbah di
perkotaan.

Pencemaran lingkungan bisa disebabkan limbah padat maupun limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas
atau kegiatan pelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas dan klinik kesehatan), limbah dari kegiatan
domestik (perhotelan, perkantoran, rusunawa, rumah tangga, pemukiman warga) & maupun limbah
yang di hasilkan dari kegiatan industri.

Analis Teknologi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Yanto Sugiharto mengatakan, pencemaran
lingkungan yang berasal dari kegiatan di atas, telah memprihatinkan. Dia menyebut UU No 32/2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang menyatakan setiap institusi domestik
dilarang membuang limbah yang bisa mencemari lingkungan hidup. Bagi yang melanggar akan
dikenakan sanksi pidana.

"Kegiatan atau dari limbah domestik (perhotelan, perkantoran, rusunwa, rumah tangga, pemukiman
warga) tak luput menyumbang pencemaran lingkungan yang cukup berbahaya bagi lingkungan hidup,"
katanya di Jakarta, ditulis Jumat (21/12/2018).

Kegiatan dari limbah domestik seperti perhotelan, perkantoran, rusunwa, rumah tangga, pemukiman
warga dapat menghasilkan limbah cair dari pemakaian detergen dan polutan pencemaran lainya yang
bisa merusak lingkungan, misalnya kandungan detergen.

Dikatakan, detergen yang dibuang ke lingkungan perairan (selokan, sungai, kolam, danau)akan
mengganggu kehidupan yang ada dalam air. Menurut Yanto, larutan sabun akan menaikkan pH atau
keasaman air sehingga dapat mengganggu kehidupan organisme dalam air; Bahan antiseptik yang
ditambahkan ke dalam sabun/detergen dapat mengganggu atau mematikan mikroorganisme normal
dalam air.
"Maka perlu dilakukan penanganan serius dan komprehensif, agar limbah-limbah yang dihasilkan dari
kegiatan yang tersebut dapat ramah lingkungan dan dimanfaatkan kembali," ujarnya," katanya.

Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan instalasi pengolahan limbah (IPL). IPL perlu dibangun
sesuai ketentuan peraturan pemerintah, agar limbah yang merusak lingkungan dapat dikonversi menjadi
bermanfaat bagi lingkungan.

Peralatan seperti IPL baik pengolah limbah padat maupun cair, menjadi solusi untuk mencegah
pencemaran lingkungan hidup yang disebabkan limbah dari kegiatan di atas. Instanlasi pengolahan
limbah (IPL) adalah sebuah perangkat peralatan yang dirancang untuk mengolah limbah, baik secara
fisika, kimia biologis maupun kimiawi. Sehingga hasil olahan dapat dibuang ke lingkungan secara aman
maupun untuk digunakan kembali.

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4354622/limbah-jadi-isu-serius-perkotaan-ini-
jurus-penangkalnya

Ombudsman Sebut DLH Bogor Tak Mampu Tangani Pencemaran Sungai Cileungsi

Husnul Khatimah - Rabu, 28 Agustus 2019

BOGOR, AYOBANDUNG.COOM -- Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya menilai Dinas Lingkungan


Hidup (DLH) Kabupaten Bogor tidak mampu menangani pencemaran Sungai Cileungsi. Hal ini
dikemukakan oleh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho, setelah pihaknya
melakukan sidak ke beberapa titik terkait pencemaran Sungai Cileungsi.

Sidak dilakukan oleh Ombudsman sebagai bagian dari proses monitoring tindakan korektif Laporan Hasil
Akhir Pemeriksaan (LAHP) pencemaran Sungai Cileungsi awal tahun 2019.

“Kami ingin melihat apakah DLH Kabupaten Bogor sudah mampu menangani pencemaran Sungai
Cileungsi yang sesuai dengan tindakan korektif yang telah kami sarankan di awal tahun 2019 yang lalu.
Dampak pencemaran sungai, biasanya lebih terasa di musim kemarau, dan karena itu kami melakukan
Selasa kemaren,” ujar Teguh dihubungi melalui telepon seluler, Rabu (28/8/2019).

Sidak dilakukan di beberapa titik yang ditenggarai sebagai awal mula terjadinya pencemaran yaitu
Jembatan Wika, Jembatan Narogong di wilayah perbatasan antaraKabupaten Bogor dan Kota Bekasi,
serta Jembatan Pocong.

“Di titik terakhir kami menemukan ratusan ikan sapu-sapu mati, itu di satu titik saja. Selain itu, air
Sungai Cileungsi menghitam, berbau, dan berbusa," ucap Teguh.

Menurut Teguh, biasanya ikan sapu akan bertahan pada kondisi air kotor. Namun kandungan polutan
dari limbah domestik bisa menjadi indikasi beratnya pencemaran yang terjadi di Sungai Cileungsi
sehingga membuatnya mati. Pihaknya tenggarai bahwa pencemaran berasal dari limbah kimia yang
dihasilkan pabrik-pabrik setempat.
“Untuk memastikan tingkat pencemaran Sungai Cileungsi, kami akan meminta data pemeriksaan kondisi
air terakhir dari DLH Kabupaten Bogor dan DLH Bekasi, serta mengecek keakuratan hasil pemeriksaan
tersebut ke labolatorium yang melakukan pengecekan," ungkap Teguh.

Selain melakukan pemeriksaan di sungai, Teguh dan jajarannya melakukan pemeriksaan terhadap dua
instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di dua perusahaan setempat. Kesaksian DLH Kabupaten Bogor,
dua perusahaan itu mengalami perubahan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya memberikan LAHP.

“Kami menemukan, adanya ketidaksesuain standar paling minimum dalam proses pengolahan limbah di
salah satu perusahaan yang kami datangi," katanya.

Temuan Ombudsman, lanjut Teguh, juga menunjukan pengolahan limbah B3 padat yang dibiarkan
berserakan di gedung pabrik yang diperiksa. Lalu terdapat juga kebocoran di IPAL serta tidak tersedianya
informasi hasil pemeriksaan limbah terakhir.

Tahun sebelumnya, pihaknya menemukan sebanyak 54 perusahaan yang bermasalah dengan perizinan,
khususnya berkenaan pembuangan limbah di sepanjang Sungai Cileungsi. Sebagai tindakan korektif, DLH
Kabupaten Bogor kemudian membenahi pengawasan perizinan IPAL perusahaan-perusahaan tersebut
dengan 17 di antaranya dinyatakan sudah menjalankan rekomendasi.

“Namun saat kami melakukan pengecekan kemarin, jelas kami menemukan adanya ketidaksesuaian
antara dokumen clean and clear DLH kabupaten Bogor dengan fakta di lapangan. Berdasarkan temuan di
lapangan, saya beranggapan DLH Kabupaten Bogor sudah tidak mampu menangani masalah
pencemaran sungai Cileungsi," kata Teguh.

Kasus Pencemaran Menyangkut Pidana

Menurut Teguh, kejahatan lingkungan seharusnya dijerat dengan pasal 1 angka 14 Undang-Undang
nomor 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dengan ancaman
maksimal penjara 3 tahun dan denda Rp3 miliar. Selain perusahaan pencemar lingkungan yang akan
ditindak, pengawas lingkungan hidup yang lalai melaksanakan tugas juga bisa dijerat pidana dalam
peraturan yang sama.

“Maladminitrasi dalam pengawasan lingkungan ini unik. Maladminitrasi dalam pengawasan kejahatan
lingkungan hidup, implikasinya pidana bukan hanya tindakan korektif,” tegasnya.

Dia mengatakan, Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 menegaskan bahwa kelalaian lembaga
pengawas lingkungan hidup juga merupakan tindak pidana. Namun nyatanya, dalam kasus pencemaran
Cileungsi, pelaku kejahatan lingkungan pun hanya dikenai tindak pidana ringan (tipiring) dengan
hukuman berupa denda sebesar Rp15 juta.

Berdasarkan kondisi tersebut, Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya akan menindaklanjuti LAHP yang
telah disampaikan sebelumnya. Di dalam LAHP tersebut, jika DLH Kabupaten Bogor tidak mampu
menjadi leading sector penangan pencemaran Sungai Cileungsi, maka penangannya akan dialihkan ke
DLH dan jajaran Pemrov Jabar.

"Kami akan melakukan pemanggilan kepada DLH Kabupaten Bogor, DLH Provinsi Jabar dan Ditjen
Gakkum KLHK untuk menindaklanjuti ini, jika diperlukan kami akan meminta kesiapan dari Gubernur
Jabar terkait dengan penangan pencemaran ini, karena ini sudah lintas kabupaten Kota,” tegas Teguh.

Selain pemanggilan pihak-pihak tersebut, Ombudsman RI perwakilan Jakarta Raya juga akan meminta
keterangan dari DLH Kota Bekasi sebagai penanggung jawab tata kelola Sungai Cileungsi di hilir dan
PDAM Tirta Patriot selaku pemberi layanan air bersih di Kota Bekasi.

“Kami juga akan menindaklanjuti koordinasi dengan Mabes Polri dan Polda Jabar terkait penindakan
para pelaku kejahatan lingkungan secara lebih tegas dengan memakai Undang-Undang 39 tahun 2009,"
pungkas Teguh.

https://www.google.com/amp/s/amp.ayobandung.com/read/2019/08/28/61900/ombudsman-sebut-
dlh-bogor-tak-mampu-tangani-pencemaran-sungai-cileungsi

Sebegini Parah Ternyata Masalah Sampah Plastik di Indonesia

Taufan Adharsyah, CNBC Indonesia

LIFESTYLE 21 July 2019 15:23

Jakarta, CNBC Indonesia - Masalah sampah plastik di Indonesia lagi-lagi menjadi sorotan publik. Melihat
perkembangan masalah sampah plastik, agaknya pemerintah memang sudah harus mempercepat
perbaikan sistem pengelolaannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jenna R. Jambeck dari University of Georgia, pada tahun
2010 ada 275 juta ton sampah plastik yang dihasilkan di seluruh dunia. Sekitar 4,8-12,7 juta ton
diantaranya terbuang dan mencemari laut.
Indonesia memiliki populasi pesisir sebesar 187,2 juta yang setiap tahunnya menghasilkan 3,22 juta ton
sampah plastik yang tak terkelola dengan baik. Sekitar 0,48-1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut
diduga mencemari lautan.

Jumlah Polusi Laut atas Sampah Plastik (juta ton/tahun)

Data itu juga mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara dengan jumlah pencemaran sampah
plastik ke laut terbesar kedua di dunia. China memimpin dengan tingkat pencemaran sampah plastik ke
laut sekitar 1,23-3,53 juta ton/tahun.

Padahal kalau boleh dibilang, jumlah penduduk pesisir Indonesia hampir sama dengan India, yaitu 187
juta jiwa. Namun tingkat pencemaran plastik ke laut India hanya sekitar 0,09-0,24 juta ton/tahun dan
menempati urutan ke 12. Artinya memang ada sistem pengelolaan sampah yang buruk di Indonesia.

Tidak berhenti sampai di situ, pencemaran plastik di Indonesia diperkirakan akan terus meningkat. Saat
ini, industri industri minuman di Indonesia merupakan salah satu sektor yang pertumbuhannya paling
pesat. Pada kuartal I-2019, pertumbuhan industri pengolahan minuman mencapai 24,2% secara tahunan
(YoY) hanya kalah dari industri pakaian jadi.

Banyak dari hasil akhir produk minuman menggunakan plastik sekali pakai sebagai packaging. Minuman-
minuman tersebut dapat dengan mudah ditemui di berbagai gerai ritel, baik modern maupun
tradisional.

Pertumbuhan industri minuman yang sangat pesat tentu saja akan menghasilkan pertumbuhan jumlah
sampah plastik yang semakin banyak. Terlebih saat ini kapasitas pengolahan limbah plastik masih
terbilang minim.

Gelombang Baru Sampah Plastik Impor

Ancaman lain adalah gelombang impor plastik yang kemungkinan besar akan datang dari negara-negara
lain. Hal itu disebabkan China kini tak lagi memperbolehkan penduduknya untuk mengimpor sampah
plastik.

Sudah sejak tahun 90-an, China melakukan impor sampah plastik sebagai bahan baku industri
pengolahan limbah. Berdasarkan penelusuran Tim Riset CNBC Indonesia, pada tahun 2017, jumlah
impor sampah plastik (HS 3915) China mencapai 5,8 juta ton. Jumlah terbesar berasal dari Jepang dan
negara-negara Eropa.

Namun pada November 2017, pemerintah China dengan tegas melarang impor sampah plastik, sehingga
para eksportir kebingungan mencari alternatif tempat pembuangan. Terbukti di tahun 2018, jumlah
impor sampah plastik China turun drastis hingga sebesar 51 ribu ton saja.

Alhasil, negara-negara lain di kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia mendapat limpahan sampah
plastik dari negara-negara yang sebelumnya mengekspor ke China. Hal itu mengakibatkan volume impor
sampah plastik Indonesia pada tahun 2018 mencapai 320 ribu ton atau naik hingga 150% dari tahun
sebelumnya.

Dampak untuk Indonesia, tentu saja polusi akan semakin meningkat. Kualitas lingkungan hidup sudah
tentu akan terancam.

Sudah bukan rahasia lagi kalau Indonesia adalah salah satu pusat dari ekosistem laut dunia. Perairan
Indonesia merupakan rumah dari 76% spesies karang, hutan bakau, dan padang lamun. Berbagai spesies
perikanan, tentu akan terganggu dengan adanya sampah plastik.

Selain dampak lingkungan, sampah plastik juga berisiko menekan kegiatan perekonomian Indonesia.
Sebab, berdasarkan buku saku Kementerian Pariwisata, sektor pariwisata RI menyumbang 9% terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2014.

Adanya polusi perairan tentu saja akan berdampak pada penurunan kinerja pariwisata RI. Apalagi dunia
internasional menilai daya tarik utama pariwisata Indonesia adalah di wilayah pesisir. Hal itu dibuktikan
dari jumlah wisatawan asing yang mendarat di Bali mencapai 2,29 juta sepanjang Januari-Mei 2019 atau
62% dari total wisatawan yang datang melalui pintu udara.

Kala potensi pariwisata tidak bisa digarap akibat hambatan faktor polusi, laju pertumbuhan ekonomi
semakin sulit untuk diangkat dari kisaran 5% seperti sekarang ini.

https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20190721140139-33-86420/sebegini-parah-ternyata-
masalah-sampah-plastik-di-indonesia

Limbah Padat Misterius Resahkan Warga Perbatasan Sragen-Grobogan

Warga di perbatasan Sragen-Grobogan diresahkan dengan limbah padat misterius berbau busuk.

Diterbitkan Selasa, 10/12/2019 - 22:40 WIB

oleh Solopos.com/Tri Rahayu

2 menit baca

Solopos.com, SRAGEN -- Warga Dukuh Sendangrejo RT 012B, Desa Ngrombo, Tangen, di perbatasan
Sragen dan Grobogan, mengeluhkan bau tidak sedap dari limbah padat yang tak diketahui dari mana
asalnya.
Limbah itu dibuang di wilayah Perhutani, Paker, Kabupaten Grobogan, dalam beberapa hari terakhir.
Warga tidak nyaman dengan bau busuk dari limbah itu sampai ada yang mengeluh pusing-pusing dan
mual.

Salah seorang warga Sendangrejo, Ngrombo, Ny. Cipto Wiyono, 70, mengatakan bau limbah padat itu
mengganggu warga karena bau busuknya sangat menyengat.

Dia mengatakan warga satu RT di Sendangrejo terkena dampaknya. Dia mengungkapkan bau busuk itu
tercium saat siang hari hingga sore hari.

“Saya tidak tahu siapa yang membuang. Kalau pas anginnya kencang baunya luar biasa. Katanya ada
empat truk besar yang membuang limbah itu tengah malam. Truk-truk itu dari arah Sragen. Kenapa
buangnya ke wilayah sini? Saat buang itu tidak ada yang tahu,” ujarnya.

Warga lainnya, Wagiyem, 45, juga resah dengan bau busuk itu. Dia menjelaskan awalnya warga mengira
ada bangkai di sekitar rumah. Setelah dicari ternyata sumber bau itu ada di tumpukan limbah padat
yang sebagian terbungkus sak berukuran besar di dekat jalan Tangen-Kuwu Grobogan.

Limbah itu seperti tanah berwarna hitam yang dikerumuni lalat. Ada empat tumpukan di pinggir jalan
Ngrombo-Paker.

“Warga Sendangrejo yang paling terkena dampaknya karena paling dekat dengan lokasi pembuangan
limbah itu. Kalau malam tidak begitu menyengat baunya karena semua pintu dan jendela rumah
tertutup. Yang tahu ada truk yang masuk ke jalan arah Paker itu pemilik warung di dekat lokasi
pembuangan limbah itu,” katanya.

Warga lainnya, Anis, 27, mengatakan banyak warga yang pusing-pusing dan mual karena bau busuk itu.
“Baunya itu bikin mendem [mual] warga Sendangrejo. Sampai sekarang belum ada solusi karena tidak
tahu yang membuang siapa,” ujarnya.

Beberapa warga di Tangen kota sempat melihat ada empat dump truck berukuran besar melintas ke
arah Grobogan secara bersama-sama pada Minggu (8/12/2019) sekitar pukul 01.30 WIB.

Camat Tangen, Sragen, Purwosantoso, mengecek lokasi limbah itu di wilayah Grobogan tetapi
berdampak kepada warga di wilayah Ngrombo, Tangen, Sragen.

“Saya baru tahu Senin [9/12/2019] lalu dari sukarelawan. Kami segera berkoordinasi dengan pihak
terkait. Kami segera berkirim surat kepada Bupati dengan tembusan ke Dinas Lingkungan Hidup [DLH].
Lokasi pembuangannya di lahan Perhutani wilayah Grobogan tetapi dampaknya di wilayah Ngrombo,
Tangen,” katanya.

Para warga pun diminta mengamati ketika ada truk yang mencurigakan dan langsung menghubungi
Polsek Tangen untuk penangkapan. Dari laporan warga Ngrombo, Purwosantoso menyebut yang
terkena dampak bau tidak sedap ada 20 rumah atau sekitar 100 jiwa.

“Mestinya nanti dari DLH Sragen berkoordinasi dengan DLH Grobogan,” ujarnya.
https://m.solopos.com/limbah-padat-misterius-resahkan-warga-perbatasan-sragen-grobogan-1035796#

DPRD Kabupaten Blitar Ultimatum PT Greenfields Selesaikan Masalah Limbah Dalam 7 Hari

HARIANSIBER.COM|BLITAR- Komisi III DPRD Kabupaten Blitar kembali menggelar rapat menyikapi
pencemaran Peternakan Sapi Perah PT Greenfields Indonesia pada Rabu (5/2/2020). Rapat kali ini
menghasilkan rekomendasi pada Bupati Blitar untuk menyelesaikan permasalahan limbah dalam 7 hari.

Sekretaris Komisi III, Panoto menjabarkan dalam rekomendasi itu bupati perlu menginstruksikan
peternakan PT Greenfields yang ada di Desa Ngadirenggo, Kecamatan Wlingi untuk melaksanakan
beberapa poin.

Salah satu point terpenting diantaranya agar PT Greenfields mengendalikan limbah cair dan padat tidak
sampai masuk ke sungai. Lalu menghentikan sementara aplikasi limbah di lahan peternakan dan lainnya
di musim hujan saat ini.

Juga hendaknya PT Greenfields membuat legun baru untuk menampung limbah dengan pondasi dan
konstruksi yang kuat. Penampungan limbah ini dipinggirnya diberi tanggul agar tidak terjadi luberan.

“Itu poin jangka pendek sesuai rekomendasi pada Bupati Blitar. Harus dilaksanakan dalam 7 hari
terhitung mulai hari ini,” tegas Panoto.

Bila dalam tujuh hari rekomendasi berbentuk poin-poin ini belum bisa dikerjakan oleh PT Greenfields
tentunya ada sangsi yang menanti. Salah satunya pemerintah akan mengeluarkan surat paksa untuk
melakukan eksekusi pada peternakan sapi perah ini.

“Kalau tidak ada progres atau rekomendasi hari ini tidak ditindaklanjuti dengan paksa Bupati
melayangkan surat paksa yang bisa menuju eksekusi pada pencabutan izin dari PT Greenfields,” jelasnya.

Untuk diketahui dalam rapat ini DPRD mengundang Tim Percepatan Investasi Pemkab Blitar begitu pula
PT Greenfields. Hanya saja PT Greenfields tidak menghadiri rapat ini sehingga DPRD tidak bisa
memberikan instruksi langsung dalam menyelesaikan permasalahan limbah.

“Namun PT Greenfields tidak hadir tanpa alasan. Saya tidak bisa memberikan komentar lebih, pada
dasarnya mengabaikan undangan,” tukas Panoto.

Untuk diketahui kasus pencemaran lingkungan akibat limbah kotoran sapi PT Greenfields sudah berjalan
cukup lama sejak pabrik beroperasi sekitar satu tahun lebih ini. Belakangan ini sempat beredar luas di
media sosial Facebook di Sungai Genjong, Kecamatan Wlingi, tercemar berat hingga ikan didalamnya
banyak yang mati terapung di permukaan sungai.

https://www.google.com/amp/s/hariansiber.com/dprd-kabupaten-blitar-ultimatum-pt-greenfields-
selesaikan-masalah-limbah-dalam-7-hari/amp/
Peternakan Sapi 3,7 Hektar Ganggu Kenyamanan Warga

BANDUNG BARAT, eljabar.com – Selama ini banyak keluhan masyarakat akan dampak buruk dari
kegiatan usaha peternakan. Karena sebagian besar peternak mengabaikan penanganan limbah dari
usahanya, bahkan ada yang membuang limbah usahanya ke sungai, sehingga terjadi pencemaran
lingkungan.

Limbah peternakan yang dihasilkan oleh aktivitas peternakan seperti feces, urin, sisa pakan, serta air
dari pembersihan ternak dan kandang menimbulkan pencemaran yang memicu protes dari warga
sekitar. Baik berupa bau tidak enak yang menyengat, sampai keluhan gatal-gatal ketika mandi di sungai
yang tercemar limbah peternakan.

Contoh kasus dampak dari peternakan sapi yang dikeluhkan warga adalah peternakan sapi yang
berlokasi di Desa Cikalong Kecamatan Cikalong Wetan Kab. Bandung Barat.

Beberapa tahun sudah berjalan, warga yang tinggal bersebelahan di sekitar lokasi ternak sapi Desa
Cikalong Kecamatan Cikalong Wetan merasakan dampak tidak nyaman ataskeberadaan ternak sapi
tersebut.

Dampak lingkungan dari keberadaan ternak sapi yang terletak di RW 20 Desa Cikalong Kecamatan
Cikalong Wetan, dirasakan oleh warga yang berada di RW 8 dan RW 14 Desa Rende, yang bersebelahan
dengan RW 20 Desa Cikalong. Bau tidak sedap dari kotoran sapi, dirasakan warga cukup mengganggu
kenyamanan mereka sehari-hari.

Sejumlah warga RW 8 Desa Rende, mengaku tidak nyaman atas keberadaan ternak sapi yang sudah
berdiri sejak 1997 ini.

“Kami merasakan dari dampak adanya peternakan ini. Bau tak sedap, sudah jelas mengganggu kami.
Kami harap, peternakan ini dipindahkan ke lokasi lain yang jauh dari tempat tinggal warga,” ujar salah
seorang tokoh warga yang tidak mau disebutkan namanya, kepada elJabar.com, Rabu (22/01/2020).

Meskipun beda desa dengan lokasi peternakan, namun warga RW 8 dan RW 14 Desa Rende sangat
dekat dan berdampingan dengan RW 20 Desa Cikalong dimana lokasi peternakan beroperasi.

Sehingga dampak dari keberadaan peternakan tersebut sangat dirasakan sekali oleh warga RW 8 dan
RW 14 Desa Rende.

“Apabila hujan turun, limbah kotoran itu ngalir ke jalan. Ini sangat mengganggu sekali,” sesal warga.

Bahkan ada danau kecil dekat dengan peternakan yang mengalami pencemaran dan pendangkalan,
akibat limbah peternakan sapi.

“Ada situ didekat peternakan. Sekarang mengalami pendangkalan akibat limbah dari peternakan itu. Ini
jelas sangat merusak lingkungan juga,” ungkapnya.
Warga tersebut menginginkan supaya peternakan tersebut dipindahkan ke lokasi yang jauh dari tempat
tinggal warga.

Seperti yang kita tahu, bahwa limbah ternak masih mengandung nutrisi atau zat padat yang potensial
untuk mendorong kehidupan jasad renik yang dapat menimbulkan pencemaran. Selain melalui air,
limbah peternakan sering mencemari lingkungan secara biologis yaitu sebagai media untuk berkembang
biaknya lalat.

Jadi bagi masyarakat yang terkena dampak dari keberadaan peternakan tersebut, bukan tidak beralasan.
Karena limbah yang ditimbulkannya memang sangat mengganggu bagi kehidupan warga dan lingkungan
sekitar.

“Kami menginginkan peternakan ini ditutup. Atau pindah ke tempat yang jauh dari tempat tinggal
warga,” pungkasnya.

https://eljabar.com/peternakan-sapi-37-hektar-ganggu-kenyamanan-warga/

Anda mungkin juga menyukai