Anda di halaman 1dari 29

MODUL SYOK KARDIOGENIK

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM(TIU):


1. Mahasiswa dapat menjelaskan patofisiologidan mekanisme syok kardiogenik.
2. Mahasiswa dapat membuat diagnosis syok kardiogenik dan menentukan diagnosis kerja
dan diagnosis definitive dari syok kardiogenik
3. Mahasiswa dapat menjelaskan penatalaksanaan syok kardiogenik
4. Mahasiswa dapat menjelaskan faktor resiko syok kardiogenik

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS(TIK):


1. Mahasiswa dapat memahami patofisiologi mekanisme syok kardiogenik
2. Mahasiswa dapat menjelaskan diagnosis klinis Acute Coronary Syndrome dan
penyebabnya berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan
3. Mahasiswa mampu menganalisa diagnosis banding nyeri dada yang mengancam
jiwa khususnya STEMI (ST Elevasi Miokard Infark)
4. Mahasiswa mampu merencanakan penatalaksanaan Primary Survey dan
Secondary Survey pasien syok kardiogenik
5. Mahasiswa dapat merencanakan terapi awal dengan obat-obatan yang sesuai,
khususnya golongan inotropic, vasokonstriktor, dan merencanakan trombolisis
sesuai dengan algoritma ACS
6. Mahasiswa mampu merencanakan perawatan lanjutan paska syok
kardiogenik, khususnya perencanaan perawatan ICU/ICCU
7. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang diagnosa henti nafas dan henti
jantung.
8. Mahasiswa mampu menjelaskan alur tatalaksana resusitasi jantung paru otak,
SKENARIO 1
Seorang laki-laki berusia 54 tahun datang ke IGD RS dengan nyeri dada dan menjalar hingga punggung. Pada saat
datang pasien tampak lemah, keringat dingin, nafas cepat. Keluhan dirasakan lebih kurang sejak 1 jam yang
lalu. Saat dilakukan pemasangan monitor, diketahui pasien semakin lemah dan penurunan kesadaran. Hanya
terbaca saturasi pada pulse oxymetri SpO2 90%, nadi teraba lemah 134 x/menit. Hasil aloanamnesis didapatkan
riwayat keluhan yang sama 6 bulan yang lalu tapi tidak disertai penurunan kesadaran.

TUGAS TUTOR CLINICAL TOPIKPEMBAHASAN


Trigger 1:
Seorang laki-laki berusia 54 tahun datang ke Step 1: Clarifying Unfamiliar Terms
IGD RS dengan nyeri dada dan menjalar
hingga punggung. Pada saat datang pasien Istilah dan Definisi:
tampak lemah, keringat dingin, nafas cepat.  Nyeri dada
Keluhan dirasakan lebih kurang sejak 1 jam  Saturasi
yang lalu. Saat dilakukan pemasangan  Pulse Oxymetri
monitor, diketahui pasien semakin lemah  SpO2
dan penurunan kesadaran. Hanya terbaca
saturasi pada pulse oxymetri SpO2 90%, nadi
teraba lemah 134 x/menit. Hasil
aloanamnesis didapatkan riwayat keluhan
yang sama 6 bulan yang lalu tapi tidak disertai
penurunan kesadaran.

✓ Mengecek tugas ketua:


□ Meminta seseorang membaca kasus
□ Mengecek anggota sudah membaca kasus
□ Mengecek adanya istilah yang tidak dimengerti
□ Menyimpulkan dan lanjut ke langkah berikutnya
✓ Mengecek tugas sekretaris:
□ Membagi papan tulis menjadi 3 bagian
□ Menuliskan istilah yang tidak dimengerti
Nyeri dada adalah sensasi nyeri yang dirasakan di daerah dada terutama dada sebelah kiri. Biasanya
berkaitan dengan gangguan jantung.

Saturasi adalah nilai kapasitas oksigen yang terangkut dalam darah

Pulse oxymetri adalah alat yang secara tidak langsung memonitor saturasi oksigen dalam darah pasien.
Perubahan volum darah di kulit menghasilkan photoplethysmograph (SpO2). Pulse oximetry merupakan
komponen penting dalam memonitor respiratori.

SpO2 adalah hasil photoplethysmograph yang menggambarkan volume darah yang mengandung oksigen
dijaringan perifer (biasanya kulit)
Kunci Penekanan Pada Kasus
 Mekanisme nyeri dada Step 2: Problem Definition
 Pemeriksaan awal dan 1. Bagaimana mekanisme
primary survey dan patofisiologi gejala-
 Diagnosis kerja gejala tersebut?
 Penatalaksanaan awal 2. Mengapa terjadi
 Penurunan kesadaran penurunan kesadaran
mendadak?
 Pengenalan tanda-tanda shock
3. Bagaimanakah
✓ Mengecek tugas ketua: tatalaksana awal pasien
□ Meminta anggota mendefinisikan setiap masalah tersebut?
□ Menyampaikan kembali gagasan dengan bahasa sendiri 4. Data apa saja yang masih
□ Mengecek kepuasan anggota terhadap dibutuhkan untuk
masalah yang disepakati menegakkan diagnosis?
□ Menyimpulkan dan lanjut ke langkah berikutnya 5. Apakah diagnosis kerja
✓ Mengecek tugas sekretaris: pasien pada kasus tersebut?
□ Menuliskan daftar permasalahan 6. Bagaimana sikap dokter
muslim menghadapi pasien
kritis?

Kunci Penekanan Pada Kasus


 Mekanisme nyeri dada Step 3: Brainstorm
 Pemeriksaan awal dan
Hypothesis:
primary survey
1. Bagaimanamekanisme
 Diagnosis kerja
dan patofisiologi gejala-
 Penatalaksanaan awal
gejala tersebut?
✓ Check the chairman role:
 Nyeri dada disertai
□ Allows all group members to contribute one by one
gangguan hemodinamik
□ Summarizes contributions of group members
berhubungan dengan
□ Stimulate all group members to contribute
fungsi jantung
□ Summarizes at the end of the brainstorm
terutama koroner
□ Makes sure that a critical analysis of all contributions
 Nyeri dada ada 2 :
is postponed until step 4.
pleuritic dan non
✓ Check the scriber role:
pleuritic (kardial
□ Makes brief and clear summaries of contributions
dan pericardial).
□ Distinguishes between main points and side issues.
 Gangguan pasokan
jantung terganggu
karena sumbatan
coroner
menimbulkan nyeri.
 Bila sumbatan tidak
segera diatasi bisa
menyebabkan
gangguan perfusi
jantung, hipoksia
dan henti jantung.

2. Bagaimanakahtatalaksana
awal pasien tersebut?
 Penanganan
kegawatadaruratan
sirkulasi
 Survey primer (ABCD)
 Trombolisis
sesuai algoritme
ACS
3. Mengapa terjadi
penurunan kesadaran
mendadak?
 Hipoksia, hipoksemia
 Gangguan perfusi darah
ke otak oleh karena
low cardiac output
4. Data apa saja yang
masih dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosis?
 Riwayat penyakit
sekarang dan
riwayat penyakit
dahulu
 EKG
 Vital sign
 Analisa Gas Darah
5. Apakah diagnosis
banding kasus diatas?
 Syok
Kardiogenik
 Acute Coronary
Syndrome
 STEMI
 Hipotensi
Trigger 2: (diberikan tutor sesuai Clinical Reasoning:
permintaan mahasiswa Step 4: Analyzing the problem
berdasarkan hasil analisis)  Nyeri dada
RiwayatTambahan: tidak teratasi
 Hipertensi sejak 5  Hipotensi
tahun yang lalu tidak teratasi
 Riwayat dirawat di  Syok Kardiogenik
RS karena sakit  Penurunan kesadaran
jantung
Diperlukan penanganan
Primary Survey : awal berupa:
A : clear, terpasang NRM O2 8 lpm
B: Spontan, RR: 6 x/m vesikuler, Assessment Primary
rhonki basah kasar +/+ Survey : Syok
C: TD 61/34 Kardiogenik Tindakan
mmHg Nadi : 30 awal :
x/menit SpO2 : Pasang monitor, siapkan
89 % troli emergensi dan obat-
Temperature: 35 0C obatan, siapkan
D: GCS : E2 M2 V2 defibrillator (AED)
1. Support Airway
Secondary Survey (bila diatasi dengan pasang
primary surveynya): Mayo
 Kondisi Utama: lemah 2. Breathing : bantuan
facemask (bag valve
 VS:
mask) support
TD 80/45 mmHg
assist, O2 15 lpm.
Nadi : 160
3. Circulation: Infus
x/menit SpO2 :
NaCl/RL 20 cc/kgBB;
88%
Support inotropic
Temperature: 35 0C, RR 6 Dobutamin 10
x/menit mcg/kgBB/menit
 Kepala/leher: conjuctiva anemis
4. Disability:
-/-, JVP tidak meningkat
 Toraks:
Lain2: Topik diskusi mendalam:
✓ Inspeksi: Dada kiri=kanan,
ictus cordis tidak terlihat Pasang NGT 1. Syok kardiogenik
✓ Palpasi: nyeri tekan(-), Pasang Kateter urin untuk 2. Membedakansyok
ictus cordis teraba di SIC V balance cairan neurogenic dan
linea midclavicularis kardiogenik
sinistra.
✓ Perkusi: batas-batas Assessment setelah 3. Primary survey dan
jantung normal secondary survey: secondary survey
✓ Auskultasi: S1 dan S2 STEMI dengan syok 4. Gangguan irama jantung
normal, reguler. Bising (-) kardiogenik komplikasi yang menyebabkan cardiac
gallop (-). Ronkhi paru (-), arrest
wheezing (-) Henti Jantung mendadak.
 Abdomen: dalam batas normal
5. Obat-obatan emergensi yang
 Ekstremitas: teraba tepat
dingin, capillary refill time
> 2 detik
Pemeriksaan Penunjang:
Darah Rutin: Hb 11 gr/dl, AL
13.000/dl, hitung jenis neutrophil
meningkat (+), trombosit 315.000/dl

EKG: STEMI anterior(gambar EKG


diberikan ke mahasiswa)

Pada saat selesai dilakukan


secondary survey, pasien tiba-tiba
tidak respon dibangunkan, tidak
teraba nadi.
Analisa Gas Darah: Pertanyaan yang mungkin timbul
pH: 7,28; PCO2: 51; PO2: 75; HCO3:19; SO2:80%; setelah trigger 2:

1. Apa yang dilakukan dokter pada


EKG:
(terlampir) (diberikan ke mahasiswa)
saat terjadi tidak ada teaba nadi?
2. Bagaimana melakukan RJPO
yang baik dan benar?
3. Bagaimana perawatan paska
ROSC?

✓ Check the chairman role:


□ Makes sure that all points from the brainstorm
are discussed
□ Summarizes contributions of group members
□ Ask question, promotes depth in the discussion
□ Makes sure the group does not stray from the subject
□ Stimulates group members to find relations
between topics
□ Stimulates group all group members to contribute
✓ Check the scriber role:
□ Makes brief and clear summaries of contributions
□ Indicates relations between topics, makes schemata.
Prinsip Penaganan Kegawatdaruratan di RS:
Pasien dengan kondisi kritis yang memerlukan resusitasi, adalah suatu kondisi di mana terdapat
ancaman yang dapat menyebabkan kematian dalam waktu segera. Kondisi pasien kritis dikarakteristik
dengan kegagalan organ sistem yang tentunya harus dikenali secara dini untuk dapat dilakukan
resusitasi dengan segera. Secara umum, kegagalan organ apabila tidak dilakukan penanganan yang
optimal akan segera berlanjut memicu kegagalan multi organ. Mortalitas pasien berbanding lurus
dengan banyaknya organ yang terganggu, durasi dari disfungsi organ dan berat ringannya kegagalan
organ.

Gambar 1: Tanda dan Gejala kegawatan (Generic Events) yang mengancam jiwa, merupakan situasi
perubahan/abnormalitas yang pertama kali dijumpai pada pasien kritis. Langkah-langkah antisipasi
selanjutnya sangat menentukan prognosis dari pasien.

Tujuan dari resusitasi adalah untuk mengembalikan dan menjaga adekuatnya oksigenasi ke jaringan
terutama pada organ vital seperti otak, jatung, ginjal, hepar dan usus. Selain itu resusitasi harus
dapat menjaga dan menurunkan kebutuhan oksigen sehingga oksigenasi ke jaringan dapat adekuat
untuk mencegah dari resiko kematian. Tujuan dari resusitasi tercapai dengan pemberian suplemen
oksigen, pemberian cairan atau tranfusi sel darah, pemberian inotropik atau antibiotik sesuai
kebutuhan. Pada kondisi tertentu seperti trauma penetrasi, pendekatan pembedahan
dipertimbangkan sebagai bagian dari proses resustasi. Manajemen pasien kritis memerlukan
assessment yang cepat dengan terapi terhadap problem yang mengancam jiwa jika ditemukan. Hal
ini dapat dilakukan dengan optimal apabila dilakukan dengan pendekatan yang terstruktur dan
sistematis. Menjadi hal yang sangat penting untuk tim medis yang bekerja di area pasien kritis untuk
dapat mengenali secara dini potensial kegagalan sistem organ, sehingga intervensi dini dapat
dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
Panggll bantuan,
slapkan troll
emergency

PRIMARY MANAGEMENT
(SURVEY PRIMER & RESUSITASI "ABCDE")
• Pastikan Oksigenasi dan Ventilasi Adekuat
Pastikan akses iv lancar, berikan loading cairan 20 cc/kg
Jika hipotensiberat berikan vasopressor sementara:
bolus iv efedrin 5-50mg atau epinefrin 10-100mcg
Elevasikan tungkai 45 derajat (passive leg raising manuver)
Tldak Respon,tldak
bemapas,Nadiitdak
teraba :Lakukan RJP •
SECONDARY MANAGEMENT:
RESUSITASI LANJUTAN & TENTUKAN PENYEBAB
Evaluasi Riwayat
Pemeriksaan Klinis Lengkap
• Pemeriksaan Penunjang: Hb,AGO,Elektrolit(Calcium,
Kalium, Laktat,Enzimjantung), ECG,Ultrasound,
Rontgenthorak

t ..
(n dan
or t
m ek

PE tau n d
al an
a

N pele iast
U b ol
R ar ik
U an ya
a

C ( ala nsi
PE DIA se p m lik r
AN pu ng

AR pu ta st

N C res eny end


no eka

U O su em ah
SV se p end

R U re p )
T
rm na
:················:··········· ········:

U T
R res ah)
l

N P
AN U
• •

u o
r

• •
su
re

T
Problem RATE/

it,
PENURUNAN SVR PENURUNAN PRELOAD PENURUNAN
KONTRAKTILITAS ARITMIA
Responthdvolume(+)
1. Overdosis obat
(anestesia, vasodilator, 1. CHF 1. Bradiaritmia
blok neuroaksial) • Hipovolemiaabsolut 2. lskemik/lnfark miokard • Sinus
2. Shock (sepsis, 1. Perdarahan 3. Kondisihipoksemia • Atrioventrikular block
anafilaksis,neurogenik) 2. Volume Loss 4. Gangguan katup • Respon Vagal
3. Gangguanendokrin jantung 1.Takiaritmia
(krisis adison, • Ventrikular
hipotiroid, Responthd volume(-) • Supraventrikular
hipoglikemia 3. Gangguan irama
4. Penurunan mendadak
secara mekanis Obstruksi mekanis
1. Cardiac tamponade
2. EmboliPulmo
3. Tension Pnemothorak

TERAPl TERAPI TERAPI TERAPI


OPTIMALISASI SVR
t
OPTIMALISASI PRELOAD
t
OPTIMALISASI
Vasopressor untuk memper• KONTRAKTILITAS
tahankan MAP> 65 Resusitasicairan
Resusitasi caira Produk
darahdankomponen
• Hentikan pemberian darah
ln BP sku litik

obat vasodilator
KO AM
ot
IA va bo

Hentikan
ro

IR E
pi

N A/

Terapispesifik:
R rom A) n

perdarahandengan
k

TR R
T
e
(t C

• Sepsis :antibiotic surgical


O A
PT stik sih ia

L
Ta nc ove

Adrena linsufisiensi:steroid
l
P a nd ok

Pericardiocentesis
a ris

ki hro rs
Sy rd a ia il
ko hip asi

ka

• Anafial ksis:
as

pada car• diac


,

ca a• d ard tab osi

rd ize
al rat

a i po

ia
p kik s en
i

epinephrine tamponade
te

i
ta ak :ad

n i

Needle thorakostomi
tid ug ta , Ca

Neurogenic:
s

ks

d
D , be ker l

chest tube pada


em

vasopressor
r
e oc ne
i

pnemothorak
.
bl an er rdi
ch lock ika ker

Terapiantikoagulan
b ad

.
n
Br cem

pada embolipulm o
Pa uk kar ak
un radi tid

•••••••• •••••••••••••••••••••· ·····-·••••••••••••••••v• ••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••• •••••


t
b ang il

a
y b
st lfa
a

di
Su t

a
a
m
rin
in
e,
ep

..
t
Monitoring dan Evaluasl
......YA ......·I R_E_s_P_oNE_FEKTl_F_f .... Tidk .. _P_e_r1_1_mE_ aks_n_
a b la_1_n
SYOK KARDIOGENIK

DEFINISI(5)
Tanda-tanda utama dari syok kardiogenik adalah perfusi jaringan yang tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolisme dan mengakibatkan disfungsi end-organ yang bermanifestasi sebagai perubahan status
mental, konfusi, agitasi, hipotensi, odem, pulmo akut, hipoksemia, oliguria dan sianosis.
Syok kardiogenik didefinisikan sebagai:
 Tekanan darah sistolik kurang dari 90 mmHg selama minimal 1 jam yang tidak berespon terhadap pemberian
cairan dan sekunder dari disfungsi cardiac, berhubungan dengan
 Tanda-tanda hipoperfusi jaringan atau cardiac index kurang dari 2,2 L/mnt/m 2 atau tekanan darah sistolik
kurang dari 90 mmHg dalam 1 jam setelah pemberian obat-obat inotropik positif.
Syok kardiogenik berkembang jika lebih dari 40% ventrikel kiri tidak berfungsi. Syok kardiogenik dapat
berkembang pada:
1. Pasien yang mempunyai paling sedikit satu dari gejala infark miokard yang menyebabkan sikatrik yang luas.
2. Pasien dengan gagal jantung kronis yang disertai iskemia atau infark dari daerah miokard yang berkembang
secara tiba-tiba sebelumnya.
3. Pasukan dengan kardiomiopati non iskemik akibat sekunder dari hipertensi kronis atau vulvular disease yang
mengakibatkan kerusakan fungsi sistolik ventrikel kiri yang mempunyai iskemik miokard akut akibat dari
coronary atery disease atau emboli arteria coronaria akibat atrial fibrilasi.
Ini menunjukkan bahwa perkembangan iskemik akut yang mengenai daerah miokard yang relatif kecil pada pasien
dengan sejumlah besar kerusakan miokard dapat mencetuskan secara cepat terjadinya syok kardiogenik. Karena
itu, konsekuensi dari iskemik miokard akut tergantung dari ukuran daerah miokard yang terkena dan keadaan
miokard ventrikel kiri yang tersisa dan beberapa penyakit yang berhubungan dengan arteria coronaria.

PATOGENESIS
Syok terjadi akibat dari perfusi jaringan yang jelek dan hipoksia jaringan karena kompensasi sirkulasi yang
tidak adekuat untuk memenuhi kenaikan metabolisme tubuh. Jadi, masalah yang dihadapi adalah perfusi jaringan
yang tidak adekuat akibat dari blood flow yang rendah atau aliran mikrosirkulasi yang tidak rata dan mendasari
timbulnya hipoksia jaringan, disfungsi organ, kegagalan multi organ dan kematian. (2)
Pada syok kardiogenik, perfusi jaringan yang tidak adekuat dan hipoksia jaringan terjadi akibat hilangnya
kemampuan kontraktilitas otot jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen jaringan. Pada penelitian
menunjukkan lebih dari 40% fungsi miokard hilang pada pasien yang meninggal akibat akibat syok kardiogenik
setelah miokard infark. Syok kardiogenik yang disebabkan oleh septal perforasi, ventrikel aneurysma atau acute
valvular regurgitation, terjadi penurunan aliran sistemik karena bagian darah yang dipompakan dari ventrikel kiri
dilangsungkan dalam ventrikel kanan, atrium kiri atau kembali ke dalam ventrikel kiri. (6)
Selama terjadinya syok kardiogenik, ketika oksigen delivery (DO 2) mulai turun, maka jaringan masih dapat
memelihara uptake oksigen (VO2) pada taraf normal (14 ml/kg/menit), dengan mengambil lebih banyak oksigen
dari setiap unit darah. Ketika DO2 turun di bawah nilai kritis (8-10 ml/kg/menit), mekanisme kompensasi ini tidak
cukup, dan uptake oksigen mulai turun, sehingga akan terjadi hipoperfusi jaringan dan hipoksia jaringan.(7)
Skema Patogenesis(6)

Akut Miokard Infark


Akut Miokard Infark merupakan penyebab paling banyak dari kegagalan ventrikel kiri untuk terjadinya
syok kardiogenik. Efek dasar dari Miokard Infark adalah mendepresi kontraksi sistolik, sehingga ventrikel tidak
mampu untuk memompakan darah secara maksimal, akibatnya cardiac output menurun.(8)

Miokard Ischemia
Pada Miokard Ischemia, terjadi kekakuan ruang selama diastolik ventrikel kiri. Hal ini akan menyebabkan
penambahan volume akhir diastolik, dengan akibat penurunan stroke volume. (8)

Stenosis Aorta
Pada stenosis aorta, terjadinya syok kardiogenik berhubungan dengan disfungsi sistolik ventrikel kiri.
Stenosis aorta biasanya diikuti oleh adanya hipertrofi ventrikel kiri, kekakuan ventrikel kiri, peningkatan konsumsi
oksigen miokard, memanjangnya periode ejeksi sistolik dan kompresi pembuluh darah intramiokard. (5)

Kardiomiopati Hipertrofi
Penebalan ventrikel kiri dan obstruksi outflow ventrikel kiri terjadi pada kardiomiopati hipertrofi.
Pengisian diastolik ventrikel kiri tergantung pada preload dan kontribusi atrium, dimana penurunan preload akan
menyebabkan hipotensi. Bila hipotensi yang terjadi tidak segera dikoreksi akan menyebabkan syok kardiogenik.(5)

Infark Ventrikel Kanan


Trombosit yang menyumbat arteri coronaria dextra proximal dapat menyebabkan ischemic atau infark
miokard ventrikel kanan. Kondisi ini akan menurunkan fungsi sistolik ventrikel kanan, meningkatkan kekakuan
ventrikel kanan dengan akibat terjadinya penurunan pengisian diastolik, meningkatnya tekanan atrium kanan,
dilatasi ventrikel kanan, penonjolan septum interventrikel ke ruang ventrikel kiri, dan menyebabkan penurunan
preload ventrikel kiri sehingga cardiac output menurun. (5)

CARDIAC MONITORING
Monitoring cardiovaskuler, bertujuan untuk mengetahui fungsi sirkulasi dan menentukan awal terapi.
Tidak ada satu pengukuran fisiologis yang dapat menilai semua aspek kondisi pasien. Monitoring hemodinamik
non invasif dan invasif digunakan untuk mengidentifikasi defisiensi fisiologi.(9)
1. Non Invasif Monitoring
a. Tekanan Darah Arterial
Tekanan darah arterial menggambarkan kondisi sirkulasi umum dalam tubuh. Penurunan tekanan
darah mengindikasikan terjadinya dekompensasi sirkulasi, misalnya pada kondisi hipovolemi, gagal
jantung, sepsis dan sebagainya. Peningkatan tekanan darah menunjukkan adanya peningkatan fungsi
sirkulasi, misalnya pada stress, hipertensi dan sebagainya. Peningkatan tekanan darah menunjukkan
adanya peningkatan fungsi sirkulasi, misalnya pada stress, hipertensi dan sebagainya.
b. Elektrokardiogram (EKG)
Monitor ini biasa digunakan untuk mengetahui adanya distritmia jantung. Di samping itu, amat
berguna untuk mendiagnosis adanya iskemik miokard. Monitor EKG diindikasikan pada beberapa
keadaan, antara lain:
- Diagnosis disritmia
- Diagnosis iskemik
- Diagnosis kelainan konduksi
- Diagnosis gangguan elektrolit

1) Aritmia(10)
Aritmia timbul oleh karena abnormalitas formasi impuls atau kelainan pada konduksi impuls,
sehingga kontraksi otot jantung tidak optimal, akibatnya kardiak output menurun. Pada aritmia akan
memberikan gambaran EKG sesuai dengan gangguan impuls yang terjadi.

2) Miokard infark akut(11)


Elevasi segmen ST terjadi dalam beberapa menit pada onset terjadinya infark. Gelombang Q
patologis (durasi > 40 ms atau tingginya 25% dari gelombang R) dapat terlihat beberapa jam/hari pada
perkembangan infark. Depresi segmen ST dan invasi gelombang T tidak spesifik. Pemeriksaan EKG serial
amat membantu karena perubahan waktu lebih menunjukkan indikasi infark akut.
EKG dapat menentukan area kerusakan otot jantung. Infark anteroseptal meliputi perubahan
pada I, aVL, V1-V3, Anterolateral: I, aVL, V5 dan V6. Anterior: V1-V6, inferolateral, II, III, aVF, V5, V6,
lateral tinggi, AVL dan lead precordial tinggi.
Penting untuk mengenali RV infark dan elevasi segmen ST pada lead precardial kanan. V4R
khususnya, relatif sensitif dan spesifik untuk RV infark. V4R rutin harus dikerjakan pada semua pasien
dengan curiga akut miokard infark.

c. Temperatur
Temperatur tubuh biasanya diukur secara rutin bersama dengan pengukuran tekanan darah, nadi
dan respirasi rate. Kenaikan/penurunan suhu tubuh terjadi pada beberapa kondisi tertentu. Pengukuran
temperatur ini dapat membantu tapi merupakan test screening non spesific. (9)

d. Urin Output
Urin output memberikan gambaran perfusi dari organ vital dan menunjukkan bahwa pasien
mempunyai volume darah yang adekuat dan tidak ada penyakit ginjal sebelumnya. Penurunan produksi
urin merefleksikan volume darah yang rendah, cardiac output yang rendah, perfusi ginjal yang jelek atau
awal dari gagal ginjal.(9)

e. Echocardiography
Tehnik non invasif yang paling membantu untuk menilai cardiac output dan fungsi miokard
adalah echocardiography. Beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan echocardiography adalah:
1) Left Ventrikel (LV)
a. Ukuran LV, dapat ditentukan dengan mengukur diameter dalam pada titik pertemuan bagian
basal dan 1/3 tengah pada akhir diastole. Normalnya < 5,5 cm. Penebalan normal dinding LV pada
level ini adalah 1,2 cm atau kurang.
b. Fungsi global LV dapat dinilai secara kuantitatif maupun kualitatif. Fungsi global LV ditentukan
dengan mengukur Fractional Area Change (FAC), yang merupakan equivalensi dari ejection
fraction yang ditentukan dengan mengukur area ruang LV, mengukur end diastole area (EDA), dan
end sistole area (ESA). FAC: (EDA-ESA)/EDA. Normal FAC: lebih dari 0,50. Fungsi LV secara
kualitatif, dapat ditentukan dengan melihat seluruh lapangan pandang LV dan estimat ejection
tracsion (EEF). Normal (EEF > 55%), penurunan ringan (EEE 45-54%), penurunan sedang (EEF 35-
44%), penurunan berat sedang (EEF 25-34%), dan penurunan berat (EEF < 25%).
c. Fungsi Regional LV
LV dibagi menjadi 16 segmen. Tiap segmen dinilai penebalannya secara kualitatif selama sistole
dengan skala: 1 = normal (> 30%), 2 = mild hypokinesis (10-30%), 3 = Severe hypokinesis (<
10%), 4
= akinesis (0%), dan 5 = dyskinesis (penipisan dan gerakan paradoxal selama sistole).
Peningkatan pada skala 2 atau lebih, menunjukkan adanya miokard iskemik.
d. Fungsi diastolik LV
Dapat dinilai dengan pemeriksaan menggunakan pulsed-wave doppler (PWD) transmitral
selama diastole. Bentuk normal mempunyai gelombang E yang berhubungan dengan awal
pengisian pasif
LV, diikuti dengan periode diastesis, dan akhirnya, gelombang A yang berhubungan dengan
kontraksi atrial pada late diastole.
2) Mitral Valve (MV)
a. Mitral Regurgitation (MR)
Pemeriksaan echocardiography, digunakan untuk mencari detect dari katub.
- Functional MR karena dilatasi anulus MV atau displacement otot papillary menyebabkan
penurunan permukaan MV leaflets. Functional MR amat dinamik dan dipengaruhi oleh
kondisi yang mendasarinya. Umumnya penyebab functional MR adalah abnormalitas gerakan
dinding regional dari coronary artery disease dan dilatasi umum LV.
- Myxomatous degeneration dari MR adalah penyebab MR yang memerlukan pembedahan.
Leaflets memanjang dan berlebihan, menyebabkan prolap ke dalam LA selama sistol.
Echocardiography dapat dipakai untuk menentukan lokasi MV yang terkena dan membantu
terapi pembedahan.
- Rheumatic MR disebabkan oleh penebalan dan pemendekan MV leaflets dan gerakan
terbatas dari chordae dan penutupan selama sistole. Tipe MR ini sukar untuk diperbaiki.
b. Mitral Stenosis (MS)
MS hampir selalu disebabkan oleh rheumatic heart disease. Gambaran dua dimensi menunjukkan
adanya penebalan leaflets dengan fusi pada comissura dan pembukaan yang terbatas selama
diastol. Pengukuran area katub pada MS adalah sebagai berikut:
- Planimetry. Gambaran pintu stenosis dapat diukur secara langsung dari lapangan pandang
Transgastric (TG) basal Shortaxis (SAX)
- Pressure Half Time (PHT)
Tekanan gradien yang melewati stenosis MV selama diastol berhubungan secara langsung
dengan beratnya stenosis. Hal ini dapat diukur dengan pressure half-time, dimana mitral
valve area (MVA) = 220/PHT.
3) Aortie Valve (AV)
Dengan echocardiagraphy, AV merupakan semilunar valve yang mempunyai 3 cusps; coranary kanan
(paling anterior), noncoronary (berbatasan dengan septum atrial) dan coronary kiri.
a. Aortie regurgitation (AR)
Beratnya AR dinilai berdasarkan pancaran regurgitasi dan dalamnya untuk mencapai LV, juga
untuk mencari adanya perforasi dan defect. Tanda-tanda lain dar AR meliputi, aliran holodiastolic
yang kembali ke aorta thoracic descenden, PHT dari AR < 300 milidetik, penutupan presistol dari
MV dan presistole MR.
b. Aortic stenosis (AS)
Pada AS, valve leaflets menebal dengan terbatasnya pembukaan yang nyata selama sistole.
4) Right Ventrikel (RV)
RV tampak lebih kecil daripada LV pada semua lapangan pandang dan tampak bagian apek yang tidak
normal. Tekanan dan atau kelebihan volume akan menyebabkan pembesaran RV. Fungsi global
didasarkan pada kualitas pengukuran dari penurunan ukuran ruang selama sistole.
5) Tricuspid Valve (TV)
TV terletak antara ventrikel kanan dan atrium kanan, dan mempunyai 3 leaflets, anterior, posterior,
dan septal. Tricuspid regurgitation (TR) dapat dilihat. Beratnya TR didasarkan pada pancaran
regurgitasi. TR biasanya karena dilatasi annular akibat gagal jantung kanan.
6) Pulmonic Valve (PV)
PV terletak pada anterior dan kiri dari AV. Regurgitasi pulmonal biasanya terlihat dan normal. Stenosis
pulmonal biasanya conginental dan jarang pada dewasa.
7) Left Atrium (LA)
Diperiksa ukuran dan adanya masa. Normalnya kurang dari 5 cm pada dimensi anteroposterior dan
mediolateral. Trombus biasanya berhubungan dengan atrial fibrillasi dan pembesaran LA dan
umumnya pada LA tambahan yang terlihat pada bagian superior lateral dari badan atrium.

8) Right Atrium (RA)


Dilihat ukuran dan adanya massa, variasi ukuran pada perbatasan vena cava inferior dan RA,
eustachian valve, sering terlihat. Pada daerah ini dapat dilihat pita filamentous yang bergerak dan
chiari network, yang merupakan struktur normal.
9) Interatrial Septum (IAS)
Dapat dilihat dua bagian yaitu penipisan fossa ovalis secar sentral dan penebalan regio anterior dan
posterior. Dapat dilihat juga atrial septal defect dan interatrial shunt. Atrial septal aneurysma dapat
menyebabkan hipermobilitas dari IAS. Dengan pemberian bahan kontras dari RA ke LA, dapat dinilai
adanya patent foramen ovale, yang merupakan predisposisi terjadinya right-to-left interatrial
shunting pada gagal jantung kanan yang menyebabkan hipoksia dan atau paradoxial sistemik
embolization.
10) Thoracic Aorta
Kelainan aorta yang dapat dideteksi adalah: Atherosclerosis, aneurysma dan dissection aorta.

2. Invasive Hemodinamik Monitoring


a. Central Venous Pressure (CVP)
CVP dapat di monitor menggunakan kateter yang dimasukkan melalui vena jungularis interna,
subclavia dan femoralis. CVP digunakan sebagai petunjuk pengisian ventrikel kanan. Preload ventrikel
kanan dinilai oleh volume akhir diastole dan karena itu pembacaan CVP yang tertera merupakan batas
nilai tanpa mengetahui compliance ventrikel. Perubahan dinamik pada CVP lebih bermanfaat dari pada
nilai
absolut. Misalnya, jika CVP meningkat < 3 mmHg. Pada respon pemberian cairan, loading volume yang
lebih dapat diterima. Jika CVP meningkat > 7 mmHg, loading cairan mungkin maksimal.(13)
CVP juga berhubungan dengan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri. Pada kebanyakan pasien,
pengisian ventrikel kanan yang adekuat sama dengan pengisian ventrikel kiri yang adekuat pula. Oleh
karena itu, CVP dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi ventrikel kiri. (14)

b. Pulmonary Arteri Catheter


Indikasi pemasangan Pulmonary Artery Catheter:
1) Menilai volume dan manajemen cairan pada gangguan ventrikel kanan atau fungsi ventrikel kiri atau
hipertensi pulmonal.
2) Mengukur cardiac output.
3) Mengukur saturasi vena campuran.
4) Diagnosis ventrikel septal defect.
Pulmonary Artery Catheter dapat juga digunakan untuk mengukur sejumlah tekanan, meliputi
Pulmonary Artery Capillary Wedge Pressure (PCWP) atau Pulmonary Artery Occlusion Pressure (PAOP),
dan Right Atrial Pressure (RAP).(13)
1) Pulmonary artery capillary wedge pressure (PCWP)
PCWP memperkirakan left atrial pressure (LAP) yang mana memperkirakan pula left ventricular end-
diastolic pressure (LVEDP). Pulmonary artery diastolic pressure (PADP) juga dapat diketahui dengan
PCWP. Jika heart rate lebih 120 x/menit, berarti ada insuficiensi selama diastole, jadi PADP tinggi secara
palsu.
PCWP dipengaruhi oleh volume darah, fungsi ventrikel, tekanan intrathorax dan intra abdomen,
vasopresor, vasodilator dan terapi cairan dan semua yang meningkatkan cardiac afferload. Nilai normal
PCWP berkisar antara 6-15 mmHg.

2) Pulmonary Artery Pressure (PAP)(13)


Pulmonary artery pressure adalah fungsi dari aliran yang dibangkitkan oleh kontraksi ventrikel
kanan, resistensi vascular dan tekanan hilir (downstream pressure). Nilai normalnya adalah pada sistolik,
15-30 mmHg, diastolik, 4-12 mmHg, dan rata-rata 9-18 mmHg. Faktor-faktor yang meningkatkan
pulmonary vascular resistance (PVR) akan menyebabkan PAP melampaui PCWP dan akan meningkatkan
tekanan yang diperlukan untuk aliran yang melewati pulmonary circuit.

3) Cardiac Output (CO)


Cardiac output dapat diukur dengan pulmonary artery cateter berdasarkan rumus Stewart-Hamillton:
QT = Cardiac output V = Injected Volume
TB = Blood Temperature TI = Injectate Temperature
STB (+) dt = Perubahan Blood Temperature
K1 dan K2 = Konstanta

4) Mixed Venous Oxygen Saturation (SVO2)(13)


SVO2 dapat diukur dengan fiberoptic PA cateter yang mengukur saturasi O 2. Oksigen delevery
merupakan perkalian cardiac output dan arterial O 2 content yang ditentukan pula oleh Hb dan saturasi O 2
arteri (SaO2). Jika O2 delivery jatuh, maka SVO2 juga jatuh. Jadi pengukuran SVO 2 membantu menilai
adekuatnya O2 delivery yang berhubungan dengan kebutuhan O 2 jaringan.

5) Right Ventricular Ejection Fraction (RVEF)(13)


RVEF dapat diukur dengan PA cateter. Kateter akan mendeteksi perubahan temperatur beat to beat
yang mengikuti injection bolus cairan. Dengan menganalisis ratio dari serial perubahan temperatur, rata-
rata RVEF selama beberapa siklus sistolik dapat dicatat.

6) Cardiac Index (CI)(13)


Cardiac index dapat ditentukan dengan mengalikan cardiac output dengan body surface area (BSA).
CI = CO x BSA

PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi pada syok (termasuk syok kardiogenik) adalah mengembalikan abnormalitas patofisiologi
syok ke kondisi normal dengan terapi yang adekuat. (8)
1. Ventilation (Respiratory Management)
Tujuan mangemen respirasi ini adalah untuk mengoreksi oksigenasi yang tidak adekuat dan ventilasi,
untuk mengistirahatkan otot-otot pernafasan dan proteksi jalan nafas. Langkah yang bisa diambil adalah dengan
cara intubasi jalan nafas dan ventilasi mekanik.(8)
Dengan ventilasi mekanik, maka akan menurunkan konsumsi oksigen oleh otot-otot pernafasan dan akan
meningkatkan oksigenasi sehingga kebutuhan oksigen dapat terpenuhi. Pada syok kardiogenik dengan odem
pulmo, ventilasi mekanik saneat membantu.(8)

2. Terapi Cairan
Untuk mengoptimalkan cardiac pre-load dan volume sirkulasi, koreksi cairan merupakan aspek
fundamental untuk mengatasi hipoksia jaringan. Peningkatan volume intravaskuler diperlukan untuk transport
oksigen. Monitoring dapat dilakukan dengan memasang invasive monitoring yaitu CVP maupun Pulmonary
Catheter Artery.(7)
3. Cardiac Management
a. Miokard Infark Akut (15)
1) β Blocker
Pemberian 15 mg metoprolol w dilanjutkan 50 mg oral tiap 6 jam, berfungsi untuk mengembalikan
fungsi miokard setelah infark
2) Trombolitik Agent
Trombolitik agent, akan mencegah luasnya infark dan mengembalikan fungsi miokard, karena
melisiskan trombus intracoroner, sehingga potensi coroner akan kembali dan suplai darah ke miokard
tercukupi. Trombolitik agent yang biasa digunakan adalah streptokinase dan tissue plasminogen
aktivator.
Streptokinase diberikan lewat infus dengan dosis 1,5 MU dalam satu jam. Tissue plasminogen
aktivator diberikan 10 mg bolus IV, dilanjutkan 50 mg lewat infus dalam 1 jam pertama, 20 mg dalam 1
jam kedua, dan 20 mg dalam 1 jam ketiga.
3) Angioplasty
Angioplasty pada miokard infark akut masih kontroversi. Angioplasty digunakan untuk diagnosis oklusi
coroner dan mencegah komplikasi perdarahan setelah pemberian trombolitik agent.
4) Hemodinamik Monitoring
Pemasangan Pulmonary Artery Cateter (PAC) berfungsi untuk menilai hemodinamik. Pengukruan
Pulmonary Capillary Wedge Pressure (PCWP), Cardiac Output dan Systemic Vascular Resistance (SVR),
perubahan kemampuan ventrikel kiri dapat diketahui.
PAC diindikasikan bila hemodinamik tetap tidak stabil setelah terapi awal misalnya pemberian
bolus salin, nitroglyserin. PAC juga diindikasikan bila terjadi odem pulmo, pemberian inotropik atau
vasodilatator untuk menurunkan afterload.
5) Obat-obat untuk Gagal Ventrikel Kiri
Tujuannya adalah untuk mengoptimalkan preload, menurunkan after load dan meningkatkan
kontraktilitas jantung.
 Nitrates
Nitroglyserin digunakan untuk menurunkan preload dan afterload. Pemberiannya diusahakan untuk
memelihara tekanan darah sistolik 95 –110 mmHg atau PCWP 15 – 18 mmHg. Nitroglyserin diberikan
secara IV dimulai dengan dosis 20 g/mnt, dilanjutkan dosis titrasi tiap 5 – 15 menit dengan 10 – 20
µg/menit.
 Diuretik
Odem pulmo diterapi dengan diuretik IV. Diuretik juga digunakan untuk memelihara urin output.
Lila furosemide 40 – 80 mg tiap 6 – 8 jam atau bumetanide 1–2 mg tiap 6–8 jam tidak memberikan
diuresis
yang
adekuat,
metozalone
oral, 5–10
mg/hari
dapat
ditambahka
n.
• Inotropik
Diberikan untuk meningkatkan cardiac output. Dobutamin dapat meningkatkan kontraktifitas
miokard dan menurunkan SVR, diberikan dengan dosis 5 g/kg, dosis dapat dinaikkan sampai 10–
20
g/kg. Bila urin output taap rendah, dopamin (2 - 5 g/kg) dapat diberikan sebagai tainbahan untuk
meningkatkan aliran darah ginjal.
• Digoxin
Penggunaan digoxin masih kontroversial. Diberikan dengan dosis 0,25 –0,5 mg IV, diikuti dengan
penambahan 0,5 – 0,75 mg dalam dosisi terbagi dalam 24 jamm kemudian.

b. Infark Ventrikel Kanan(15)


Infark ventrikel kanan ditandai dengan peningkatan tekanan atrium kanan tetapi PCWP turun atau
normal. Terapi infark ventrikel kanan mencakup pemberian cairan untuk mempertahankan pengisian
ventrikel kiri. Nitroglyserin diberikan untuk mengontrol episode iskemik yang rekuren. Dobutamin
diperlukan untuk meningkatkan forward flow ventrikel kanan dan kiri. Intra aortic Ballon Pump (LABP)
diperlukan bila terjadi gangguan hemodinamik yang berat karena infark ventrikel kanan dan kiri.

c. Stenosis Aorta(16)
Stenosis aorta merupakan problem mekanik, sehingga terapi yang efektif adalah mengkoreksi
sumbatan untuk outflow. Onset timbulnya gejalagejala stenosis aorta merupakan indikasi untuk
pembedahan elektif. Meningkatkan cardiac output diperlukan untuk meningkatkan perfusi jaringan valve
replacement emergency dapat membantu life-saving, tetapi mortalitas pembedahannya amat tinggi.
Percutaneous aortic ballon valvuloplasty diberikan pada pasien dengan critical aortic stenosis dan
meningkatkan fungsi ventrikel kiri, menurunkan gradien transvalvular, dan meningkatkan area katub aorta.
Percutaneus aortic ballon valvuloplasty, digunakan sebagai tehnik sementara pada syok kardiogenik,
sebagai tindakan untuk pemulihan pasien sampai dapat dilakukan pembedahan difinitif.

d. Hipertrofi Cardiomiopati(16)
Odem pulmo yang terjadi dapat diterapi dengan pemberian diuretik untuk mengurangi kongestif.
Pemberian β-adrenergie blocker dan calcium channel blocker dapat dilakukan. Beta blocker menurunkan
heart rate sehingga mencegah peningkatan outflow tract obstruction. Bila heart rate tidak dapat diturunkan
dengan β-blocker, dapat diberikan calsium channel blocker seperti verapamil 360 – 480 mg.
Tehnik pembedahan pada hipertrofi cardiomiopati telah dikembangkan yang bertujuan untuk
mengeliminasi outflow tract gradient dan menurunkan mitral regurgitasi. Baru-baru ini, terapi pacemaker,
dengan dual-chamber pacing daii jantung kanan akan menurubnkan outflow tract gradient dengan
mengubah waktu depolarisasi interventiculer septum.
Kriteria diagnosis ST-elevasi utk infark miokard akut:

Sumber:
4th universal definition of myocardial incfarction
 Menginformasikan sumber Hipotesis akhir atau
belajar yang berkaitan diagnosiskerja: Step 5: Formulating learning
dengan kasus (pokok) STEMI dengan syok issues
 Mengingatkansetiap kardiogenik
mahasiswa agar mencari komplikasi Henti
Jantung mendadak. Mahasiswa menentukanlearning
LO.
objective:
 Hasil pencarian LO akan di
1. Mekanisme,
cross check pada pertemuan
patofisiologi, patogenesis
berikutnya.
Syok Kardiogenik
□ Check the chairman role:
2. Fisiologi Cardiac Cycle (5
□ Ask for possible learning issues
siklus)
□ Paraphrases contributions of group members
3. Guideline AHA 2015
□ Check if everyone is satisfied with the learning issues
4. Primary Survey dan
□ Check if all obscurities and contradictions from the
Secondary Survey
problem analysis have been converted into learning 5. Farmakologi Obat-obatan
issues. emergensi (Dobutamin,
✓ Check the scriber role:
□ Notes down the learning issues.
Norepinefrin, Epinefrin,
Amiodaron, Heparin)
6. Edukasi keluarga dengan cara-
cara islam pada kondisi kritis

Step 6: Self Directed Learning


“Group members search relevant literature that can answer the questions in their learning
issues. After studying this literature the group members prepare themselves for reporting that
they have found to the tutorial group.”

Step 7: Reporting
 Tutor mengecek kesiapan
terhadap LO yang dicari
Mendiskusikan LO (step 5) sbg hasil
oleh mahasiswa (sampling).
belajar mandiri.
✓ Check the chairman role:
□ Prepare the structure of the reporting phase
□ Makes an inventory of what sources have been used.
□ Repeats every learning issue and asks what has
been found.
□ Summarizes contributions of group members.
□ Asks questions, promotes depth in the discussion
□ Stimulates group members to find relations
between topics.
□ Stimulates all group members to contribute
□ Concludes the discussion of each learning issue with a
summary.
✓ Check the scriber role:
Makes brief and clear summaries of contributions.
Indicates relations between topics, makes schemata.
Distinguishes between main points and side issues.

Anda mungkin juga menyukai